• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN OPTIMAL PENGGUNAAN INSEKTISIDA DAN VIRUS PENGINFEKSI PADA HAMA SERANGGA. Oleh : Nur Aini S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN OPTIMAL PENGGUNAAN INSEKTISIDA DAN VIRUS PENGINFEKSI PADA HAMA SERANGGA. Oleh : Nur Aini S"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGENDALIAN OPTIMAL PENGGUNAAN INSEKTISIDA DAN VIRUS PENGINFEKSI PADA HAMA SERANGGA

Oleh : Nur Aini S. 1206 100 003 Dosen Pembimbing :

Drs. Kamiran, M.Si. Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Jurusan Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2010 ABSTRAK

Dalam bidang pertanian dan perkebunan, pemerintah menetapkan suatu kebijakan dalam hal perlindungan tanaman yang dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang mengusahakan pengintegrasian berbagai teknik pengendalian yang kompatibel satu sama lain sehingga populasi hama dan penyakit tanaman dapat dipertahanan di bawah ambang yang secara ekonomis tidak merugikan, serta melestarikan lingkungan dan menguntungkan bagi petani. Pengendalian terhadap hama dapat dilakukan secara kimia maupun secara biologi. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas pengendalian hama secara kimia yang dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan pengendalian hama secara biologi yang dilakukan dengan menginfeksi virus yang merupakan patogen untuk hama. Dengan menggunakan teori singular control dan bang-bang control akan dicari bentuk optimal kontrol dari model supaya didapatkan suatu kondisi yang diperlukan baik di bidang ekonomi maupun di bidang ekologi sehingga keuntungan yang didapat bisa maksimal.

Kata kunci : Pengendalian Hama Serangga, Bang – bang Control dan Singular Control

1. Pendahuluan

Dalam pengembangan produksi pertanian dan perkebunan di Indonesia, petani dihadapkan kepada beberapa kendala baik yang bersifat fisik, sosio-ekonomi maupun kendala yang bersifat biologi. Salah satu kendala biologi adalah gangguan spesies organisme yang menyebabkan penurunan kuantitas maupun kualitas produk bahkan sampai menggagalkan panen. Berbagai jenis organisme pengganggu yang dikenal sebagai hama telah banyak ditemukan di lahan pertanian maupun lahan perkebunan. Hama pengganggu ini umumnya berupa serangga, seperti belalang, tungau, kumbang dan lain sebagainya. Tindakan pengendalian hama dapat dilaksanakan dengan cara fisis, teknis, biologi, kimia, atau dengan cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Sebelum swasembada pangan, kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian hama sangat mengandalkan pada penggunaan

pestisida. Setelah swasembada pangan tercapai tahun 1984, metode pengendalian hama mengalami perubahan mendasar karena diketahui bahwa penggunaan pestisida yang tidak tepat sangat merugikan. Sejak pestisida digunakan secara besar-besaran, masalah hama menjadi semakin rumit. Beberapa spesies hama kurang penting berubah status menjadi sangat penting dan yang lebih menghawatirkan adalah kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan oleh residu pestisida yang mengancam kehidupan termasuk manusia. Selain itu juga biayanya mahal [8][4]. Mengingat dampak negatif dari penggunaan pestisida yang tidak terkendali, pemerintah menetapkan suatu kebijakan dalam hal perlindungan tanaman yang dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan.

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas pengendalian hama secara kimia yang dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan

(2)

2 pengendalian hama secara biologi yang dilakukan dengan menginfeksi virus yang merupakan patogen untuk hama. Dengan menggunakan teori singular control dan bang-bang control akan dicari bentuk optimal kontrol dari model supaya didapatkan suatu kondisi yang diperlukan baik di bidang ekonomi maupun di bidang ekologi sehingga keuntungan yang didapat bisa maksimal.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada tugas akhir dalam menyelesaikan permasalahan adalah : 1. Studi literatur

2. Analisis model

3. Penyelesaian optimal control 4. Penarikan kesimpulan 3. Tinjauan Pustaka

3.1 Model Pengendalian Hama Serangga

1

2.1

dengan :

adalah populasi hama yang rentan terhadap penyakit

adalah populasi hama yang terinfeksi oleh virus

adalah populasi predator atau musuh alami adalah populasi virus

adalah jumlah maksimum dari populasi hama

adalah rata – rata penyemprotan pestisida adalah parameter replikasi virus

adalah laju kelahiran intrinsik pada hama adalah laju efektivitas kontak antara hama

dengan virus

adalah laju kematian pada hama yang terinfeksi oleh virus

adalah laju pencarian predator pada hama yang terinfeksi virus

adalah laju kematian pada predator

adalah faktor ketergantungan antara prey-predator

adalah laju kematian pada virus

adalah koefisien untuk hama yang rentan terhadap penyakit

adalah koefisien untuk hama yang terinfeksi

adalah koefisien untuk predator

1,2,3 adalah proporsi jumlah

insektisida yang digunakan pada masing – masing spesies S, I, dan P dengan ∑ 1 3.2 Kestabilan Titik Tetap

Pandang persamaan diferensial

,

, 2.2 Sebuah titik , merupakan titik kesetimbangan dari persamaan (2.2) jika

memenuhi , 0 , 0.

Karena turunan suatu konstanta sama dengan nol, maka sepasang fungsi konstan

,

adalah penyelesaian kesetimbangan dari persamaan (2.2) untuk semua t.

Definisi 2.1 [4]

Titik kesetimbangan , dari persamaan (2.2) disebut stabil jika untuk setiap bilangan ε > 0 terdapat bilangan δ > 0 sedemikian hingga setiap penyelesaian (x(t), y(t)) yang diambil saat t = 0 memenuhi :

0 0 δ

Akan berakibat ε untuk semua ≥ 0

3.3 Stabil Asimtotis Lokal Teorema 2.1 [2]

Titik setimbang , stabil asimtotis jika dan hanya jika nilai karakteristik matriks

, mempunyai tanda negatif pada bagian realnya dan tidak stabil jika sedikitnya satu dari nilai karakteristik mempunyai tanda positif pada bagian realnya.

3.4 Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah suatu metode untuk menunjukkan kestabilan sistem dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara langsung. Jika diketahui suatu persamaan karakteristik dengan orde ke-n sebagai berikut

0

.

...

3 3 2 2 1 1 0

+

+

+

+

+

=

− − − n n n n n

a

a

a

a

a

λ

λ

λ

λ

Kemudian susun koefisien persamaan karakteristik sehingga menjadi sebuah tabel sebagai berikut:

(3)

3

1 0 ) , , ( max t t dt t u x f ... ... .... ... ... .... .... ... ... 1 2 3 3 2 1 2 5 3 1 1 4 2 0 c c c b b b a a a a a a n n n − − λ λ λ

dimana nilai bi, ci, ... didefinisikan sebagai berikut: ... ... .... ... 1 4 1 7 1 3 1 3 1 5 1 2 1 2 1 3 1 1 1 7 0 6 1 3 1 6 0 4 1 2 1 3 0 2 1 b b a a b c b b a a b c b a a a b c a a a a a b a a a a a b a a a a a b a − = − = − = − = − = − =

Tabel tersebut dilanjutkan mendatar dan menurun hingga diperoleh nilai nol. Semua akar tersebut dilanjutkan bernilai negatif pada bagian realnya jika dan hanya jika elemen-elemen dari kolom pertama tabel mempunyai tanda yang sama.

3.5 Teori Optimal Control

Dalam teori kontrol modern, persoalan optimal control adalah untuk mendapatkan kontrol pada sistem dinamik yang sesuai dengan target atau variabel keadaan dan pada waktu yang sama dapat dilakukan optimasi maksimum/minimum pada performance index. Pada prinsipnya, tujuan dari optimal control adalah menentukan signal yang akan diproses dalam plant (sistem) dan memenuhi konstrain fisik. Kemudian, pada waktu yang sama dapat ditentukan ekstrim (maksimum/minimum) yang sesuai dengan kriteria performance index. 3.6 Prinsip Maksimum Pontryagin

Maximum Principle merupakan suatu kondisi sehingga dapat diperoleh penyelesaian optimal control yang sesuai dengan tujuan (memaksimalkan performance index). Hal ini, telah dikembangkan pada tahun 1950 oleh L. S. Pontryagin dan rekan kerjanya, yang diaplikasikan untuk semua masalah kalkulus variasi. Misal diberikan permasalahan dengan suatu kontrol yang terbatas sebagai berikut: (2.9) kendala x&= g(x,u,t), x(t0)= x0 (2.10)

b

u

a

(2.11)

Didefinisikan persamaan Hamiltonian yaitu ) , , ( ) , , (x u t g x u t f H = +λ

Untuk kondisi pada persamaan Hamiltonian tersebut digeneralisasi dengan memaksimalkan kendala (2.9) yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

Maks H = f(x,u,t)+

λ

g(x,u,t) (2.18) Kendala

a

u

b

(2.19) Persamaan Lagrangian yang terbentuk dari (2.18) dan (2.19) adalah ) ( ) ( ) , , ( ) , , (xu t g xut w1 b u w2 u a f L= +λ + − + − dengan 0 ) ( 0 ) ( 0 , 0 2 1 2 1 = − = − ≥ ≥ a u w u b w w w

Supaya optimal jika memenuhi persamaan 1. Kondisi stasioner ( , , ) ( , , ) 0 2 1+ = − + = ∂ ∂ f xut g xut w w u L u u λ (2.20) 2. Persamaan keadaan x L L x ∂ ∂ − = ∂ ∂ =

λ

λ

& & dengan x(t0)= x0 dan

λ

(

t

1

)

=

0

Dari Persamaan (2.20) dapat diperoleh bentuk optimal control (u*).

3.7 Bang-bang Control dan Singular Control Kesulitan dalam menerapkan prinsip Pontryagin dapat diatasi dengan menggunakan singular control dan bang-bang control. Hal ini muncul ketika persamaan Hamiltonian bergantung secara linear dengan kontrol u, dapat dinyatakan dalam bentuk:

, ,

Jika kontrol mempunyai batas atas dan

batas bawah , maka untuk

memaksimalkan diperlukan untuk membuat u sebesar dan sekecil mungkin, bergantung pada tanda , , yang didefinisikan sebagai fungsi switching, secara rinci dapat ditulis:

, , , 0

, , , 0

, , , 0

Fungsi switching dapat bernilai positif, negatif, dan nol. Sehingga penyelesaian ini disebut dengan bang-bang control. Perubahan kontrol dari b ke a terjadi ketika berubah nilai dari negatif ke positif. Dalam kasus ini, bernilai nol pada interval waktu terbatas

(4)

4 yang disebut sebagai singular control. Pada interval tersebut, kontrol u dapat dicari dari hasil derivatif berulang yang bergantung terhadap waktu sampai kontrol u tampak secara eksplisit. Sehingga kontrol pada interval ini disebut syarat kondisi kesingularan kontinu.

Kontrol ini akan menghasilkan busur singular yang akan optimal jika memenuhi: 1. Persamaan Hamiltonian 0

2. Kondisi Kelley yang dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:

1 0 , 0,1, … 2.21

Kondisi ini disebut juga kondisi Generalisasi Legendre-Clebs. Dengan kata lain, Generalisasi Legendre-Clebs akan menjamin bahwa di sepanjang busur tunggal, persamaan Hamiltonian akan optimal. Dalam permasalahan kontrol singular, jika , , adalah order derifatif total terkecil pada saat u tampak secara eksplisit maka q adalah derajat dari busur singular, dengan

4. Hasil Penelitian

4.1 Model Pengendalian Hama 4.1.1 Deskripsi Model dan Asumsi

a. Populasi hama dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas S yang terdiri dari individu – individu susceptible (sehat tetapi rentan terhadap virus) dan kelas I yang terdiri dari individu – individu infectious (terinfeksi virus) dengan

menunjukkan jumlah populasi hama.

b. Populasi hama yang susceptible (S) saja yang mampu bereproduksi dengan pertumbuhan logistik. Sedangkan hama yang terinfeksi (I) mati sebelum bereproduksi karena ketidakmampuan bersaing untuk mempertahankan hidup. Namun hama yang susceptible akan menjadi terinfeksi ketika terkontaminasi oleh virus.

c. Partikel virus (V) akan mengalami kematian alami akibat perubahan suhu, pH, serangan enzimatik, dan lain sebagainya. Namun virus juga mempunyai kemampuan untuk bereplikasi.

d. Musuh alami atau predator (P) hanya mengkonsumsi mangsa (hama) yang terinfeksi (I) karena mangsa yang terinfeksi lebih rentan terhadap pemangsaan daripada mangsa yang sehat. Namun virus patogen serangga (Baculoviruses) tidak memiliki dampak negatif pada tanaman, mamalia, burung, ikan, atau pada serangga yang bukan

target. Jadi predator tidak akan terinfeksi oleh Baculoviruses.

e. Pengendalian terhadap hama juga dilakukan dengan penyemprotan insektisida (u) pada sistem.

Dengan demikian model pengendalian hama serangga dapat ditulis sebagai berikut:

1 4.1

4.2

4.3

4.4 4.1.2 Penormalan Model

Untuk memudahkan analisis matematika, persamaan (4.1) – (4.4) dapat disederhanakan menjadi bentuk persamaan tak berdimensi dengan mendefinisikan variabel baru yaitu merupakan bentuk tak berdimensi dari fungsi waktu, , , , ,

, , , , , , , , dan Hasil penormalan adalah sebagai berikut :

1 4.5

4.6

4.7

– 4.8 4.1.3 Keterbatasan Penyelesaian

Berdasarkan analisis model pada persamaan (4.5) – (4.8) diperoleh daerah penyelesaian sebagai berikut:

Ω , , , : 0 1 , 0 1 ,

0 , 0

4.1.4 Titik Setimbang dari Model Bentuk Normal

Titik Setimbang adalah titik yang invariant terhadap waktu. Dengan demikian titik – titik setimbang diperoleh dari 0 ,

0 , 0 dan 0 sehingga diperoleh titik – titik kesetimbangan antara lain:

a. Titik setimbang bebas penyakit yaitu

0,0,0,0 dan 1 , 0,0,0

b. Titik setimbang bebas predator yaitu

, , 0, dengan

(5)

5 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − ′ + − − ′ − − − − − − − − − − = μ κη ε η 0 0 0 2 0 0 2 3 3 2 2 1 1 u m q i c p d p c s i u m q p v s as u m q v ai as a J ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − − − = μ κη η 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 2 2 1 1 0 d qmu u m q u m q a JE 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 2 2 1 1 = + − + + + + + − μ λ κη λ η λ λ u m q d u m q u m q a 1 1 1

c. Titik setimbang endemik yaitu

, , , dengan 1 1

Keadaan endemik terjadi pada saat nilai dari , dan semuanya positif sehingga diperoleh

4.12

1 4.13

4.14

Dari persamaan (4.12), (4.13) dan (4.14) dapat ditetapkan suatu ambang , dan dimana kesetimbangan endemik tetap berada pada daerah penyelesaian.

4.1.5 Kestabilan Lokal Model Bentuk Normal

Setelah menentukan titik setimbang model normal, selanjutnya ditentukan kestabilan setiap titik setimbang. Untuk itu dicari nilai eigen matriks Jacobian dari model normal. Akan ditinjau tiga kasus yaitu kestabilan titik setimbang bebas penyakit (disease-free equilibrium), kestabilan titik setimbang bebas predator dan kestabilan titik setimbang endemik. Misal

, , , 1

, , ,

, , ,

, , , –

dengan , , , adalah fungsi nonlinier maka matriks Jacobiannya adalah

Selanjutnya nilai eigen didapatkan dengan menyelesaikan persamaan karakteristik

| | 0 dengan I adalah matriks identitas. 4.1.5.1 Kestabilan Lokal Titik Setimbang

Bebas Penyakit

a. Titik setimbang 0,0,0,0 mempunyai matriks jacobian

Nilai eigen diperoleh dari 0 maka sehingga didapat 3 3 0 0 0 0

Nilai eigen dapat bernilai positif atau negatif tergantung dari nilai . Jika maka bernilai positif sehingga menjadi tidak stabil. Sebaliknya jika

maka bernilai negatif sehingga menjadi stabil.

b. Titik setimbang 1 , 0,0,0 mempunyai matriks jacobian

(6)

6 0 0 0 0 ) ( 0 0 ) 1 ( 0 ) ( 0 ) 1 ( 0 ) ( 3 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 = + − + + − − + + − − − + μ λ κη λ η λ λ u m q d a u m q u m q a u m q u m q a u m q a ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ′ + + − − + − − − − = μ κη η 0 0 0 ) ( 0 0 ) ( 0 3 3 2 2 2 d qmu ci s i u m q v s s a s a JE 0 0 0 0 ) ( 0 0 ) ( 0 3 3 2 2 = + − ′ − + + − + + − + μ λ κη λ η λ λ i c u m q d s i u m q v s s a s a ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − − + − − − − − − − = μ κη η 0 0 0 ) ( 0 0 ) 1 ( 0 ) ( 0 ) 1 ( 0 ) ( ) ( 3 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 u m q d a u m q u m q a u m q u m q a u m q a JE

Nilai eigen diperoleh dari 0 maka sehingga didapat 2 2 2 2 1 1 1 0 1 0

dan diberikan oleh persamaan 1 0 1 0 1 0

yang mempunyai akar – akar dan . Analisa dan diperoleh hasil sebagai berikut:

i. Jika nilai maka 0

sehingga

dan . 1 .

Berdasarkan analisis pada , nilai negatif jika 1 sehingga nilai

1 0 , dan .

1 0. Karena

. 0 dan 0 maka

dan keduanya bernilai negatif ii. Jika nilai maka 0

sehingga persamaan karakteristiknya

menjadi 0

dan akar – akarnya adalah 0 , iii. Jika nilai maka 0.

Nilai 1 0 sehingga

0 dan

. 1 0.

Karena 0 dan . 0

maka dan salah satu bernilai positif dan satunya bernilai negatif. Oleh karena itu, kesetimbangan akan stabil ketika dan .

4.1.5.2 Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Predator

Pada titik setimbang , , 0, dengan

1

maka matriks Jacobiannya adalah

Nilai eigen diperoleh dari 0, maka sehingga didapat 0 dengan 2 2 Persamaan karakteristik tersebut mempunyai akar – akar persamaan

dan tiga akar lainnya diberikan oleh persamaan

0

dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka dapat dibuat tabel sebagai berikut:

(

)

(

) (

)

0 0 0 0 / 0 0 0 / 0 0 0 0 1 1 3 2 1 3 2 1 3 0 1 3 2 1 1 3 1 2 2 3 − − − − λ λ λ λ λ d d d d d d d d d d d d d d

(7)

7 Supaya akar-akar karakteristik bernilai negatif pada bagian realnya maka kolom pertama pada harus mempunyai tanda yang sama yaitu :

i. d1>0 ii.

0

1 2 3

0

1 3 2 1

>

d

d

d

>

d

d

d

d

d1d2 >d3 supaya memenuhi maka nilai

0

2

>

d

iii.

(

)

0

3

0

3 2 1 3 2 1 3

>

>

d

d

d

d

d

d

d

d

Jadi titik setimbang adalah stabil jika , 0 , 0 , 0 dan

4.1.5.3 Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik

Pada titik setimbang , , , dengan

1 1

maka matriks Jacobiannya adalah

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − ′ − + + − − − − = μ κη ε η 0 0 0 0 ) ( 0 * * * * 2 2 * * * * * 3 cp p s i u m q p v s as as JE

Nilai eigen diperoleh dari 0, maka Selanjutnya didefinisikan fungsi Liapunov

, , ,

dimana 0

Berdasarkan Teorema Liapunov, titik setimbang endemik , , , stabil asimtotik jika memenuhi: (i) 0 , dan 0 (ii) 0 , , , , 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

D adalah matriks diagonal simetri, maka matriks D adalah definit positif sehingga

0 , dan 0

Sistem tak linear pada persamaan (4.5), (4.6), (4.7) dan (4.8) dapat dilinearkan di sekitar titik

setimbang , , , yaitu sehingga

disebut Matriks Liapunov

2 0 2 0 2 0 0 2 2 0 2 0 2 0 0 2 0 0

Matriks adalah matriks simetri berorde 4x4, maka matriks adalah definit positif. Artinya sub matriks utama dari mempunyai determinan – determinan positif. Jadi kesetimbangan adalah stabil asimtotik pada saat

4.2 Penyelesaian Optimal Control pada Model Pengendalian Hama Serangga Pengendalian hama serangga dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan penyemprotan insektisida sebagai pengendalian secara kimia dan penggunaan virus penginfeksi sebagai pengendalian secara biologi. Model pengendalian hama serangga pada persamaan (4.5) – (4.8) dapat dikendaliakan sesuai dengan yang dikehendaki. Namun hal tersebut berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan selama proses pengendalian dan keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu akan dicari optimal kontrol dari model supaya didapatkan suatu kondisi yang diperlukan baik di bidang ekonomi maupun di bidang ekologi sehingga dapat memaksimalkan keuntungan.

Model pengendalian hama serangga pada persamaan (4.5) – (4.8) dapat ditulis sebagai berikut:

1 4.15

4.16

4.17

(8)

8 dengan 1,2,3,4 adalah pengontrol untuk masing – masing persamaan

, , dan ).

Performance index dari fungsi keuntungan adalah sebagai berikut:

3 3 3 4 4 4.19 dengan

adalah biaya per unit pestisida kimia

adalah biaya dari persiapan laboratorium virus

adalah harga tanaman hasil panen yang ditargetkan berdasarkan pembasmian terhadap hama s

adalah harga tanaman hasil panen yang ditargetkan berdasarkan pembasmian terhadap hama i

adalah harga tidak langsung per unit predator yang diukur dalam ketentuan harga tanaman hasil panen

adalah harga tidak langsung per unit jumlah virus yang diukur dalam ketentuan harga tanaman hasil panen

Dengan menggunakan bang-bang control dan singular control maka diperoleh:

, jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 dengan , 0 1 2 , , , 2 , ,

Selanjutnya kontrol singular akan menjamin persamaan Hamiltonian optimal secara lokal sepanjang busur singular jika memenuhi syarat cukup (sufficient condition) yaitu memenuhi kondisi Generalisasi Legendre – Clebsh order satu yaitu:

1 0 untuk 1 , maka 1 0 1 2 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 0 0

Dengan kata lain matriks W adalah matriks definit positif. Artinya sub matriks utama dari mempunyai determinan – determinan positif.Sehingga diperoleh kondisi yang diperlukan supaya fungsi keuntungan menjadi optimal yaitu: (i). 4 0 (ii). 32 0 (iii). 0

(9)

9 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3a Gambar 4.3b Gambar 4.2 4.3 Simulasi

Pada simulasi ini diberikan nilai awal dan parameter sebagai berikut [1]:

14.2 , 7.14 , 3.57 , 0.28 ,

70 , 7.14 , 0.35 , 0.33

0.32 , 0.31 , 0.42 , 0.27

dan didefinisikan yaitu nilai ambang batas untuk kekuatan infeksi.

Pada percobaan pertama diberikan nilai

7 dan 0 yang artinya tidak ada penyemprotan insektisida sehingga didapatkan nilai 7.14

Pada Gambar (4.1) terlihat bahwa populasi hama yang susceptible bergerak naik mendekati nilai maksimalnya yaitu 1. Sedangkan populasi hama yang terinfeksi menuju nol. Hal ini menunjukkan bahwa pada sistem tidak terjadi endemik karena nilai yang diberikan kurang dari sehingga virus tidak cukup kuat untuk menginfeksi hama.

Pada saat nilai 7.14 maka populasi hama yang susceptible menjadi sedikit berkurang dan populasi hama yang terinfeksi

sedikit bertambah. Hal ini dikarenakan karena jumlah virus juga sedikit bertambah.

Untuk kappa yang semakin besar yaitu

50, populasi virus semakin meningkat (Gambar 4.3b) sehingga menyebabkan populasi hama yang susceptible menjadi berkurang menuju nilai 0.48 dan populasi hama yang terinfeksi semakin bertambah yaitu menuju nilai 0.12 (Gambar 4.3a).

Semakin besar nilai yang diberikan maka semakin banyak hama susceptible menjadi hama yang terinfeksi virus dan akhirnya populasi hama menjadi berkurang. Namun peningkatan nilai berpengaruh pada faktor biaya, yaitu biaya menjadi tidak ekonomis. Sehingga dengan memberikan nilai yang merupakan parameter penyemprotan insektisida maka akan mengurangi populasi hama tanpa harus memberikan nilai yang berlebihan.

(10)

10 Gambar 4.4a Gambar 4.4b Gambar 4. 5a Gambar 4.5b

Pada saat penyemprotan insektisida diberikan pada sistem yaitu dengan nilai 10 dan 50 (Gambar 4.4a), maka populasi hama yang susceptible akan lebih cepat berkurang dibandingkan dengan gambar 4.3.3a. Semakin besar nilai yang diberikan yaitu pada saat

20 dengan nilai yang sama yaitu 50, maka populasi hama yang susceptible akan semakin cepat berkurang (Gambar 4.5a).

5. Penutup 5.1 Kesimpulan

Dari analisis yang dilakukan pada model pengendalian hama serangga, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada penyelesaian kontrol optimal dapat diketahui bahwa bentuk optimal kontrol yang diperoleh dari model pengendalian hama serangga adalah , jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0 , jika 0

(11)

11 dengan , 0 , 1 dan 2. dengan 2 2

3. Kondisi yang diperlukan supaya fungsi keuntungan menjadi maksimal yaitu:

(i). 4 0 (ii). 0 (iii). 0 5.2 Saran

Pada pembahasan Tugas Akhir ini telah dijelaskan bentuk optimal kontrol dari

penggunaan insektisida dan virus penginfeksi pada hama serangga dengan performance index yang linear. Diharapkan pada penelitian selanjutnya bentuk optimal kontrol pada model pengendalian hama serangga dapat diselesaikan dengan bentuk performance index kuadratik dengan menggunakan pendekatan Homotopyc (Continuation). 6. Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

Bhattacharyya, S. dan Bhattacharyya, D.K. 2006. Pest Control Through Viral Diseases: Mathematical Modeling and Analysis, J. Theor. Biol. 238 (2006) 177-179.

Finizio, N. dan Landas, G. 1988. Ordinary Differential Equations with Modern Applications. California: Wadsworth

Ghosh, S. & Bhattacharya, D.K. 2009. Optimization in microbial pest Control: An Integrated approach. School of Bioscience and Engineering. Jadavpur University. Kolkata. India. James, J.R. Tweedy, B.G. and Newby, L.C. 1993. Efforts by industry to improve the environmental safety of pesticides. Ann. Rev. of Phytopathol., 31:423-439.

Kamien, M.I. & Schwarz, N.L. 1991. Dynamic Optimization: the calculus of variations and optimal control in economics and management. North-Holland. Amsterdam.

Naidu, D.S. 2002. Optimal Control Systems. USA: CRC Presses LCC.

Subchan, S. dan Zbikowski, R. 2009. Computational Optimal Control: Tools and Practice. UK: John Wiley & Sons Ltd.

Sudarmo,S. 1992. Pestisida Untuk Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penyaringan, Equalisasi, Penggumpalan dan Pengendapan, Biodetox, Pengendapan Terakhir, Klorinisasi.

Untuk membuat situs e-commerce mengenai penjualan alat-alat olahraga khusunya sepakbola untuk pemula yang dikemas menarik dan interaktif penulis menggunakan bahasa pemrograman PHP

kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang tidak memperhatikan pembangunan di daerah dan pelaksanaan pemerintahan yang telah menyimpang dari UUD 1945 dan ada

Apabila hasil BEP kuantitas tersebut dibandingkan dengan hasil produksi petani selama 1 tahun (April 2012 sampai dengan Maret 2013) yang dapat dilihat pada Tabel 9 poin 5,

This research meets conclusions as follow: (1) The sugar cane liquidas can be used as ‘green’ concrete admixture, (2) The dosage of sugar cane liquid admixture of 0.03% by weight

Penumpukan pada metode 1 dan 3 dilakukan dengan cetakan dan disusun secara berlapis. Lapisan paling atas dan paling bawah sedapat mungkin adalah sabut

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemungutan,

Pencatatan data – data antara lain; putaran generator, tinggi air raksa pada tabung pitot, tegangan listrik dan arus listrik dengan parameter yang divariasikan saat