• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIK

C. Keterampilan Menulis

3. Tujuan Menulis

Semua hal yang dilakukan memiliki tujuan tertentu, hal tersebut juga terjadi pada kegiatan menulis. Terdapat lima tujuan menulis yang diutarakan oleh Imron Rosidi, di antaranya adalah:25

a. Memberitahukan atau Menjelaskan

Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan sesuatu biasa disebut karangan eksposisi. Karangan eksposisi ialah karangan yang berusaha menjelaskan sesuatu kepada pembaca dengan memberikan bukti konkret. b. Meyakinkan atau Mendesak

Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak pembaca bahwa, gagasan yang disampaikan adalah benar sehingga pembaca dapat diharapkan untuk mengikuti pendapat penulis.

c. Menceritakan Sesuatu

Tulisan yang berusaha menceritakan sesuatu disebut dengan karangan narasi. Karangan narasi sendiri terbagi menjadi karangan narasi ekspositoris (nyata) dan narasi sugestif (fiktif).

d. Memengaruhi Pembaca

Tulisan yang bertujuan untuk memengaruhi pembaca disebut karangan persuasi. Karangan tersebut berisi mengenai imbauan atau ajakan kepada pembaca untuk melakukan sesuatu. Tulisan ini biasanya dilengkapi dengan fakta dan penjelasan, agar pembaca dapat meyakini dan terpengaruh oleh tulisan penulis.

e. Menggambarkan Sesuatu

Tujuan tulisan ini untuk menggambarkan sesuatu dengan jelas dan detail. Tulisan seperti ini dikategorikan sebagai karangan deskripsi, yaitu tulisan yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu sehingga pembaca seolah-olah dapat merasakan secara langsung.

Berdasarkan tujuan menulis menurut Rosidi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa, tujuan menulis adalah untuk menuangkan ide atau gagasan penulis. Tulisan tersebut dapat berupa sebuah gambaran atau sebuah cerita yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Selain itu, hasil tulisan juga dapat memberikan informasi untuk menambah wawasan pembaca, penulis juga dapat memengaruhi pembaca lewat tulisannya, dan meyakinkan bahwa tulisan tersebut benar adanya.

4. Jenis-Jenis Tulisan

Penggolongan menulis dibagi dalam berbagai sisi, salah satunya adalah berdasarkan keobjektifan masalah dan isi serta sifatnya. Jenis tulisan yang dilihat dari keobjektifan masalah terbagi atas tiga jenis, yaitu tulisan ilmiah, tulisan populer, dan tulisan fiktif.26

Tulisan ilmiah ialah tulisan yang dilakukan di kalangan akademisi. Tulisan ini disusun dengan sistematika dan kaidah ilmiah yang telah ditetapkan. Biasanya tulisannya cenderung kaku dan penulis tidak bisa mengikuti kehendaknya.27 Oleh karena itu tulisan ilmiah sangat bersifat objektif, karena permasalahan tersebut biasanya telah diteliti dengan baik.28 Contoh tulisan ilmiah adalah skripsi, tugas akhir, proyek akhir, makalah, laporan praktikum, tesis, buku teks, dan disertasi.29

Selanjutnya terdapat tulisan populer. Tidak begitu banyak perbedaan dengan tulisan ilmiah, tulisan populer juga disajikan secara sistematis dan lugas. Akan tetapi hasil dari tulisannya masih dapat dipertanyakan, karena data yang dikemukakan tidak terlalu objektif. Meskipun demikian, data yang disajikan dapat dibuktikan kebenarannya.30

Jenis tulisan yang dilihat dari keobjektifan yang terakhir adalah tulisan fiktif. Pada tulisan fiktif, cerita dan fakta disajikan diwarnai dengan subjektivitas dan imajinasi penulisnya. Hal tersebut akan membuat berbagai penafsiran pembaca, karena bahasa yang digunakan cenderung bersifat konotatif. Contoh tulisan fiktif sering ditemui berupa puisi, cerpen, novel, dan drama.31

Penjenisan tulisan berdasarkan isi dan sifatnya terdiri atas, naratif, deskriptif, ekspositorik, persuasif, dan argumentatif. Sebuah tulisan dibentuk atas serangkaian paragraf, maka penjenisan tulisannya berdasarkan komposisi alineanya.32

26 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis, Terampil Berbahasa: Menyusun Karya Tulis Akademik, Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat, (Bandung: Alfabeta, 2017), cet. ke-7, h. 69.

27 Nurudin, op. cit., h. 52.

28 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis op. cit., h. 70.

29 Ibid.

30 Ibid.

31 Ibid.

Tulisan naratif adalah tulisan yang berisi mengenai cerita. Meskipun dalam tulisan tersebut terdapat gambaran atas cerita, tetapi secara keseluruhan tulisannya bersifat cerita.33 Finoza dalam Dalman mengungkapkan bahwa, karangan narasi berasal dari kata naration yang artinya bercerita, ia adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menggambarkan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis.34

Lalu ada tulisan deskriptif yang berisi gambaran tentang suatu objek atau keadaan tertentu.35 Tulisan ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan menggambarkan objek yang dituliskan. Finoza dalam Nurudin menjelaskan bahwa, penulis tidak boleh mencampuradukkan keadaan yang sesungguhnya dengan sudut pandang dirinya sendiri.36

Kemudian terdapat tulisan ekspositorik, yakni tulisan yang berisi tentang pembahasan yang terdiri dari persoalan beserta penjelasa yang terperinci.37 Tulisan ekspositorik menjelaskan pendapat yang membutuhkan fakta yang diperkuat dengan data. Tujuan tulisan ini untuk menyampaikan informasi dan menambah wawasan pembaca.38

Selanjutnya tulisan persuasif, yakni sebuah tulisan yang berusaha menonjolkan fakta tentang persoalan yang dijadikan untuk memengaruhi pembacanya.39 Melalui teks persuasi, penulis mencoba mengubah pandangan pembaca tentang sebuah permasalahan. Fakta yang ditampilkan dalam tulisan persuasi diharapkan dapat meyakini pembaca, agar mau melakukan sesuatu sesuai keinginan penulis.40

Terakhir terdapat tulisan argumentatif. Tulisan ini berisi tentang persoalan yang didukung dengan argumentasi untuk meyakinkan pembaca atas pendapat

33 Ibid.

34 Dalman, Keterampilan Menulis, edisi 1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), cet. ke-5, h. 105.

35 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis, op. cit., h. 71.

36 Nurudin, op. cit., h. 60.

37 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis, loc. cit.

38 Dalman, op. cit., h. 120.

39 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis, loc. cit.

yang dikemukakan.41 Penulis argumentatif harus memiliki keterampilan dalam bernalar dan menyusun ide yang logis.42 Ide dan gagasan tersebut akan memperkuat tulisan argumentasi yang disampaikan, agar pembaca percaya atas tulisan tersebut.

Kedua jenis tulisan tersebut menjadi salah satu tulisan yang sering ditemui. Jenis tulisan berdasarkan tingkat keobjektifan dapat dijumpai di mana pun, terlebih bagi seorang akademisi; yang menulis suatu hal lewat kaca mata netral/objektif. Bukan hanya sisi objektif yang dapat ditemui, tetapi juga pandangan subjektifitas dari para penulis fiktif.

Keterkaitan jenis tulisan dari sisi keobjektifannya dengan tulisan yang dilihat dari isi dan sifatnya, yakni tulisan-tulisan tersebut saling berkesinambungan. Sifat-sifat tulisan di atas dapat dijumpai dalam jenis tulisan dengan tingkat keobjektifannya. Cara penulis menuangkan gagasannya semua dilihat dengan cara ia menggunakan salah satu jenis tulisan, apakah penulis menuliskannya dengan cara mendeskripsikan sesuatu, menjelaskan sesuatu, atau bahkan sampai memengaruhi pembaca.

5. Karakteristik Menulis

Setiap penulis pasti mengharapkan tulisannya dapat disukai dan mudah dipahami oleh pembaca. Namun, untuk membuat tulisan yang baik maka harus ada syarat yang dipenuhi. Berikut ciri-ciri tulisan yang baik:43

a. Jujur, jangan memalsukan gagasan dalam sebuah tulisan, karena kurang memiliki pengetahuan terhadap bahasan yang ditulis.

b. Jelas, jangan membuat bingung pembaca dengan kalimat kompleks dan penjelasan yang bertele-tele.

c. Singkat, jangan membuang waktu pembaca dengan menulis hal yang tidak perlu.

d. Tidak monoton, jagan menggunakan kalimat yang sama, karena kalimat yang bervariasi akan menghilangkan kebosanan pembaca.

41 Daeng Nurjamal, Warta Sumirat, dan Riadi Darwis, loc. cit..

42 Dalman, op. cit., h. 137.

Jadi ciri khas atau karakteristik tulisan yang baik ialah, tulisan yang dibuat berdasarkan kemampuan penulisnya tanpa menjiplak karya orang lain. Selain itu, dari segi penulisan juga harus ditulis secara jelas, singkat, dan tidak monoton. Hal tersebut dikarenakan agar pembaca mengerti maksud dari tulisan tersebut, tidak bosan selama membaca hasil tulisan, dan tidak banyak membuang waktu untuk membaca tulisan tersebut, karena isi tulisannya singkat tanpa bertele-tele.

6. Pembelajaran Jarak Jauh (Daring)

Proses pembelajaran atau pendidikan jarak jauh telah dilaksanakan jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Pengertian pendidikan jarak jauh disampaikan oleh Uno dalam Bambang Warsita, beliau memaparkan,

Diklat jarak jauh adalah pendidikan yang peserta Diklatnya terpisah dari pendidik/instruktur dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar dengan memanfaatkan TIK dan media lain. Dengan demikian, dalam Diklat jarak jahu, proses pembelajarannya terjadi secara terpisah dengan proses belajar peserta Diklat. Artinya, pembelajaran jarak jauh adalah sekumpulan metode pembelajaran di mana aktivitas pembelajaran dilakukan secara terpisah dari aktivitas belajar.45

Pendidikan jarak jauh telah berkembang dengan pesat. Perbedaan pendidikan jarak jauh dengan tatap muka adalah adanya keterpisahan antara pengajar dan peserta didik selama pembelajaran. Keterpisahan ini membutuhkan suatu media yang berperan sebagai jembatan antara pengajar dengan peserta didik. Penggunaan media jarak jauh sangat mengatasi masalah jarak, waktu, dan ruang. 46

Pembelajaran daring yang dilakukan saat ini bertujuan agar peserta didik tetap belajar di rumah, untuk menghindari wabah Covid-19. Tujuan lainnya ialah untuk mempersiapkan peserta didik di era digital, pembelajaran lebih santai, peserta didik dapat memanajamen waktu untuk belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan, dan waktu belajar lebih lama.47 Saide and Saide mendefinisikan bahwa, “Distance education as an educational process in which a significant

45 Bambang Warsita, Pendidikan Jarak Jauh: Perancangan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi Diklat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), cet. ke-1, h. 15.

46 Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo, op. cit., h. 125.

47 Eka Putri Melania, “Pembelajaran Daring, Apakah Efektif untuk Indonesia?”, 2020, https://muda.kompas.id, diakses tanggal 11 September 2020 pukul 12.13 WIB.

proportion of the teaching is conducted by someone removed in space and or time from the learner”.48 Artinya adalah proporsi guru sedikit berkurang untuk melakukan pembelajaran dalam satu ruangan bersama peserta didik.

Selain itu, pembelajaran jarak jauh juga harus memiliki kesiapan. Dinn Wahyudin memaparkan kunci belajar dari rumah saat melakukan bincang di K-Lite 107.1 FM bersama Indra Charismiadji. Ia menyampaikan bahwa, pertama, peserta didik harus menjadi pembelajar mandiri artinya peserta didik harus dapat belajar dengan cara yang berbeda dibanding di sekolah. Kedua, orang tua yang telaten. Orang tua sebagai pendamping peserta didik di rumah, harus aktif sebagai asisten guru aslinya. Bukan hanya membantu dalam proses pembelajaran, tetapi juga menjadi fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Ketiga, guru yang kreatif. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan TIK untuk merancang model pembelajaran daring. Hal tersebut dilakukan, karena sejatinya guru telah terbiasanya melakukan pembelajaran tatap muka di kelas.49

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan pembelajaran jarak jauh ialah metode pembelajaran yang dilakukan tanpa melalui tatap muka langsung. Pembelajaran jarak jauh dapat dilaksanakan di mana dan kapan pun, dengan menggunakan media yang dapat mendukung proses pembelajaran. Kegiatan ini sudah sejak lama dilakukan, namun karena saat ini dunia sedang dilanda pandemi hebat. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan formal dari jenjang TK s.d. SMA juga harus melakukan pembelajaran daring, untuk terus melakukan proses pembelajaran selama pandemi berlangsung. Pembelajaran jarak jauh bukan hanya dilakukan untuk peserta didik dengan gurunya saja, tetapi peran orang tua di rumah juga sangat membantu peserta didik dan guru untuk melancarkan kegiatan belajar mengajar.

48 Anjum Bano Kazimi, dkk., “Quality Assurance in Distance Education: an Issue Needs to be Resolved on Priority Bases in Pakistan”, TOEJDEL: The Online Journal of Distance Education and e-Learning, Volume 8, Issue 3, July 2020, h. 165.

49 Dinn Wahyudin, “Belajar dari Covid-19: Menuju ‘Kenormalan Baru’ Sistem Pendidikan”, 2020, https://berita.upi.edu, diakses tanggal 18 September 2020 pukul 09.44 WIB.

D. Teks Eksplanasi

Dokumen terkait