BAB I PENGANTAR
B. Tujuan Penelitian
Sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 menggunakan mixer dapat dihasilkan.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kojic Acid Dipalmitate (KAD)
Kojic acid (KA) merupakan asam organik yang diproduksi secara biologi menggunakan tipe fungi yang berbeda dengan fermentasi aerob dan substansi yang beraneka ragam (Mohamad et al., 2010). KA memiliki aktivitas antioksidan melalui mekanisme radical scavenging activity dan berfungsi sebagai agen pemutih (Niwa and Akamatsu, 1991 ; Mohamad et al., 2010). KA akan menekan hiperpigmentasi dengan menghambat pembentukan melanin melalui penghambatan pembentukan enzim tirosinase. Tirosinase merupakan enzim utama dalam sintesis melanin (Mohamad et al., 2010). Proses pembentukan melanin dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Proses pembentukan melanin (Junquiera, Carneiro, and Kelly, 2003).
Melanin merupakan pigmen utama yang menentukan warna kulit. Melanin disintesis pada melanosom yaitu organela khusus pada melanosit yang terletak pada lapisan basal epidermis. Melanin yang terbentuk kemudian akan ditransfer ke keratinosit sehingga akan terjadi pigmentasi kulit (Hindritiani, Dhianawaty, Sujatno, Sutedja, and Setiawan, 2013).
Gambar 2. Struktur epidermis kulit (Park and Yaar, 2012).
Efek penghambatan dan kondisi penyimpanan dari KA tidak memadai karena mudah mengalami ketidakstabilan yang dapat dipercepat dengan adanya panas dan cahaya. Oleh sebab itu, dalam formulasinya di sediaan kosmetik digunakan senyawa derivat dari KA. Kojic acid dipalmitate (KAD) merupakan salah satu bentuk derivat dari senyawa KA yang mempunyai stabilitas dan efektivitas penghambatan enzim tirosinase lebih baik dibanding KA (Mohamad et al., 2010).
KAD (gambar 3) adalah serbuk berwarna kuning, dengan titik lebur 92 – 95 ºC, bersifat lipofilik dan mempunyai stabilitas yang lebih baik bila
dibandingkan dengan KA. KAD memiliki sifat yang lipofil, stabil terhadap cahaya, panas, dan pH. Batas penggunaan KAD pada sediaan perawatan kulit yaitu 0,5-3% (Spec-Chem, 2013). KAD mempunyai aktivitas yang sama seperti KA yaitu memiliki aktivitas antioksidan dengan melalui mekanisme radical scavenging activity dan mengkhelat besi serta digunakan juga sebagai agen pemutih (Al-Edresi and Baie, 2010).
Gambar 3. Struktur kimia kojic acid dipalmitate (Balaguer, Salvador, and Chisvert, 2008).
B. Nanokrim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995). Nanoemulsi adalah salah satu bentuk dari emulsi yang stabil secara kinetika, mengandung dispersi yang sangat halus dengan ukuran droplet berkisar antara 20-500 nm (Porras et al., 2004). Oleh karena itu, nanokrim dapat didefinisikan nanokrim sebagai sediaan semisolid berupa emulsi yang stabil secara kinetika dan mempunyai ukuran droplet berkisar antara 20-500 nm.
Sistem penghantaran nanokrim terdiri dari dua jenis yaitu nanokrim minyak dalam air (M/A) dengan sistem fase minyak sebagai fase internal dan fase air sebagai fase eksternal serta nanokrim air dalam minyak (A/M) dengan sistem
fase minyak sebagai fase eksternal dan fase air sebagai fase internal (Al-Edresi and Baie, 2010).
Tipe nanokrim dapat diuji dengan tiga cara yaitu uji pengenceran, uji kelarutan warna dan uji konduktivitas. Uji pengenceran didasarkan pada prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan fase luarnya. Misalnya suatu emulsi M/A akan mudah diencerkan dengan penambahan air dan tipe emulsi A/M akan mudah diencerkan dengan penambahan minyak. Uji kelarutan warna dilakukan dengan menggunakan zat warna larut air seperti metilen biru atau biru brillian CFC yang diteteskan pada permukaan emulsi. Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A. Uji Konduktivitas didasarkan pada prinsip bahwa air mampu untuk menghantarkan listrik dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu sistem emulsi dan terlihat adanya konduktivitas elektrik maka tipe emulsi tersebut adalah M/A namun apabila tidak ada kondiktivitas elektrik yang terjadi maka tipe emulsi tersebut adalah A/M (Martin, 2008).
C. Metode Pembuatan Nanokrim
Berdasarkan besarnya energi yang diberikan pada sistem, terdapat dua metode pembuatan nanokrim, yaitu:
1. Metode emulsikasi energi tinggi
Emulsifikasi energi tinggi membutuhkan energi mekanik dari luar misalnya dengan instrumen seperti stirrer, homogenizers, microfluidizers, atau ultrasound generator (Villers, Aramwit, and Kwon, 2009). Energi tinggi
yang diberikan dapat dalam bentuk pengadukan kecepatan tinggi, homogenizer bertekanan tinggi, dan ultrasonikator. Mixer, agitator, dan mill termasuk dalam pengadukan kecepatan tinggi. Homogenizers, jet dispersers, dan microfluidizers termasuk dalam homogenizer bertekanan tinggi.
Sonikator termasuk dalam ultrasonikator (Gupta, Pandit, Kumar, Swaroop, and Gupta, 2010).
a. Pengadukan kecepatan tinggi
Mixer, agitator, dan colloid mills merupakan alat yang mempunyai sistem rotor-stator dengan pengadukan kecepatan tinggi. Pengadukan kecepatan tinggi yang dihasilkan rotor akan mengakibatkan emulsi terlempar ke sekeliling rotor sehingga terjadi dispersi yang intens pada ruang antara rotor dan dinding dalam stator (Koroleva and Yurtove, 2012).
b. Homogenizer bertekanan tinggi
Umumnya homogenizer bertekanan tinggi bekeja pada tekanan antara 50 sampai 100 Mpa dan cocok untuk sistem emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang (Koroleva and Yurtove, 2012).
Homogenizer akan memperkecil ukuran droplet dengan adanya shear stress pada cairan (Gupta et al., 2010).
c. Ultrasonik
Pembentukan nanoemulsi dengan ultrasonikasi merupakan cara yang efisien untuk memperkecil ukuran droplet namun kelemahannya yaitu hanya dapat digunakan untuk pembuatan dalam skala kecil. Energi
yang diperoleh dari ultrasonifikasi berasal dari sonotrodes (sonicator probes). Sonotrodes akan kontak dengan cairan dan memberikan getaran sehingga terbentuk rongga yang mengakibatkan getaran selanjutnya akan meradiasi langsung pada cairan sehingga droplet dispersi menjadi pecah.
Efisiensi pembuatan dengan ultrasonik sangat tergantung pada waktu ultrasonifikasi di amplitudo yang berbeda dan untuk monomer yang bersifat hidrofob membutuhkan waktu ultrasonifikasi yang lebih lama (Gupta et al., 2010).
2. Metode emulsifikasi energi rendah
Metode emulsifikasi energi rendah terbentuk secara spontan (spontaneous emulsification) saat air ditambahkan pada campuran minyak dan surfaktan (Villers et al., 2009). Terjadinya spontaneous emulsification tergantung dari perbandingan fase minyak dan surfaktan, konsentrasi surfaktan, konsentrasi surfaktan dan ko-solven, serta suhu. Metode emulsifikasi spontan ini membutuhkan surfaktan dengan nilai HLB lebih dari 12, sering digunakan karena mudah dibuat dalam skala laboratorium, tidak membutuhkan peralatan yang rumit atau temperatur yang tinggi, serta secara umum dapat menghasilkan ukuran droplet yang kecil (Kelmann, Kuminek, Teixeira, and Koester, 2007).
Contoh dari metode emulsifikasi energi rendah yaitu PIT (Phase Inversion Temperature) dan EIP (Emulsion Inversion Phase). Pada metode PIT, perubahan tipe surfaktan polyoxyethylene dipengaruhi oleh temperatur.
Surfaktan akan menjadi lipofilik dengan penambahan suhu karena dehidrasi pada rantai polimer dan akan bersifat hidrofil pada suhu rendah karena adanya hidrasi pada rantai polimer sedangkan pada metode EIP, perubahan fase A/M menuju ke M/A dipengaruhi oleh banyaknya air. Semakin banyak air yang ditambahkan maka ukuran droplet yang terbentuk akan semakin kecil karena droplet air akan bergabung dengan droplet air lainnya untuk membentuk fase eksternal (Al-Edresi and Baie, 2009 ; Koroleva and Yurtove, 2012).
D. Komponen Nanokrim
Sediaan nanokrim umumnya memiliki beberapa komponen yang digunakan seperti fase minyak, fase air, dan surfaktan. Pemilihan komponen dalam nanokrim tidak boleh mengiritasi dan bersifat sensitif terhadap kulit (Gupta et al., 2010).
Minyak merupakan komponen penting dalam formulasi nanokrim karena dapat melarutkan bahan aktif yang bersifat lipofil (Gupta et al., 2010). Kriteria utama pemilihan minyak yaitu minyak yang digunakan harus memiliki kemampuan yang tinggi untuk melarutkan obat yang akan diformulasi (Pathan, Zikriya, and Quazi, 2012).
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar dan gugus nonpolar. Apabila surfaktan dimasukkan dalam sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus nonpolar akan mengarah ke fase minyak (Martin, Swarbrick, and Cammarata, 2008).
Surfaktan yang dipilih harus dapat menurunkan tegangan antarmuka untuk membantu proses penyatuan fase minyak dan fase air, menghasilkan film fleksibel yang dapat ditembus oleh kedua fase sehingga dapat bercampur, dan memiliki sifat hidrofil-lipofil untuk memberikan lingkungan yang tepat pada daerah antarmuka agar dapat terlihat tipe sistem yang diinginkan yaitu M/A, A/M, atau bicontinuous (Swarbrick, 2007).
Surfaktan digolongkan menjadi surfaktan tipe ionik, non-ionik, dan amfoterik (Sinko, 2011). Surfaktan non ionik umumnya lebih sering digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibanding dengan surfaktan ionik. Nilai HLB yang sesuai sulit dicapai pada penggunaan surfaktan secara tunggal. Oleh sebab itu, digunakan kombinasi dua surfaktan non ionik untuk mendapatkan nilai HLB yang sesuai (Gupta et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Dizaj (2013) menunjukkan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 banyak digunakan untuk sediaan topikal karena sifatnya yang aman, non-toksik, kompatibel terhadap media asam dan basa, tahan terhadap hidrolisis dan degradasi mikroorganisme, serta memiliki critical micelle concentration (CMC) rendah yang dapat menghasilkan micelle yang lebih stabil sehingga dapat meningkatkan kestabilan sistem yang terbentuk.
E. Rheologi
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Dalam bidang farmasi, prinsip-prinsip rheologi diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi,
emulsi, losion, pasta, penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form) sebagai penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat oleh pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability) (Allen, Popovich, and Ansel, 2011). Terdapat dua jenis sifat aliran bahan, yaitu:
1. Newtonian
Aliran newtonian mempunyai karakteristik viskositas yang konstan dengan peningkatan shear rate (Allen et al., 2011).
Gambar 4. Kurva tipe sifat alir newtonian (Allen et al., 2011).
2. Non-newtonian
Aliran non-newtonian mempunyai karakteristik viskositas yang selalu berubah dengan penambahan shear rate. Dispersi heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi cair, dan salep termasuk dalam tipe aliran newtonian (Sinko and Singh, 2011). Aliran non-newtonian dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:
a. Aliran plastik
Cairan yang mempunyai aliran plastik tidak akan mengalir sebelum suatu gaya tertentu dilampauinya. Gaya tersebut adalah yield value atau f.
Adanya yield value diakibatkan adanya interaksi van der Waals antar droplet yang berdekatan. Pada tekanan di bawah yield value, cairan tersebut bertindak sebagai bahan elastik sedangkan di atas yield value, aliran mengikuti hukum newton (Allen et al., 2011).
Gambar 5. Kurva sifat alir plastik (Allen et al., 2011).
b. Aliran pseudoplastik
Viskositas cairan pseudoplastik akan berkurang dengan naiknya shear rate dan tidak ada yield value. Viskositas yang menurun terjadi karena adanya peningkatan shear rate yang menyebabkan rantai polimer tersusun menjadi rantai panjang yang lurus sehingga akan terjadi penurunan resistensi sistem (Sinko and Singh, 2011).
Gambar 6. Kurva sifat alir pseudoplastik (Yulianti, Lestari, Aksarina, Simorangkir, Kusuma, and Banaimun, 2009).
c. Aliran dilatan
Viskositas cairan akan naik dengan naiknya shear rate karena volume interpartikel (void) akan naik bila ia bergeser.
Gambar 7. Pembesaran volume interpartikel (void) (Aulton, 2002).
Partikel dalam larutan memiliki volume interpartikel (void) yang kecil pada saat zero shear karena jumlah pembawa cukup untuk mengisi void tersebut. Tetapi adanya shear rate akan menyebabkan terjadinya pergerakan partikel yang cepat memperbesar void. Akibatnya, pembawa dengan jumlah yang tetap tidak cukup untuk mengisi void antar partikel yang melebar. Maka dari itu, viskositas sistem akan meningkat (Aulton, 2002).
Gambar 8. Kurva sifat alir dilatan (Allen et al., 2011).
F. Evaluasi Sediaan Nanokrim 1. Uji organoleptis
Pengujian organoleptis didasarkan pada proses pengindraan. Pengujian ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan atau pemisahan fase, timbulnya bau, perubahan warna, dan perubahan konsistensi krim (Lawrence and Rees, 2000).
2. Uji homogenitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi partikel fase dispers dalam sediaan nanokrim (Voight, 1994).
3. Uji pH
Sediaan farmasetik untuk tujuan penggunaan topikal sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 7,0 (Yadav et al., 2014).
pH yang terlalu basa akan menyebabkan kulit menjadi bersisik, sedangkan pH yang terlalu asam akan menimbulkan iritasi kulit (Ali and Yosipovitch, 2013).
4. Uji tipe krim
Uji ini dilakukan untuk mengetahui tipe nanokrim yang terbentuk. Tipe nanokrim dapat berupa tipe minyak dalam air (M/A), air dalam minyak (A/M), dan bikontinu (Firoz, Afzal, and Imran, 2012).
5. Uji ukuran droplet
Pengujian ukuran droplet dilakukan dengan particle size analyzer (PSA) tipe dynamic light scattering (DLS). Prinsip PSA adalah sampel disinari dengan sinar laser dan fluktuasi cahaya yang tersebar dideteksi pada
hamburan sudut 𝜃 yang dikenal oleh detektor foton secara cepat (Volker, 2009).
6. Uji viskositas dan rheologi
Viskositas merupakan tingkat ketahanan suatu cairan untuk mengalir.
Viskositas dipengaruhi zat pengental, surfaktan, jumlah fase terdispersi, dan ukuran partikel (Martin et al., 2008).
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability) (Allen et al., 2011).
7. Uji daya sebar
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya sebar krim pada kulit. Caranya yaitu volume tertentu diletakkan pada bagian tengah lempeng gelas, kemudian ditutup dengan lempeng gelas lainnya. Pada bagian lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani oleh anak timbang.
Diameter penyebaran yang dihasilkan dengan penambahan pembebanan menggambarkan daya sebar sediaan (Parchuri, Kumar, Goli, and Karki, 2013).
8. Uji daya lekat
Uji ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh krim untuk melekat pada kulit. Hal ini juga berhubungan dengan lama durasi kerja
obat. Semakin lama waktu yang dibutuhan, maka semakin lama durasi kerja obat (Voight, 1994).
G. Uji Stabilitas Fisik
Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, di mana memiliki sifat dan karakteristik yang sama dengan yang dimiliki ketika dibuat (ACCSQ-PPWG, 2005).
Ketidakstabilan fisik sediaan ditandai dengan adanya warna yang memudar atau munculnya warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya sistem, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya (Martin et al., 2008).
Uji stabilitas dipercepat (accelerated testing) dirancang untuk meningkatkan laju degradasi kimia dan perubahan fisik sediaan dengan menggunakan kondisi penyimpanan berlebih dengan tujuan pemantauan reaksi degradasi dan memprediksi masa simpan dibawah kondisi penyimpanan normal.
Desain uji stabilitas dipercepat meliputi suhu tinggi atau rendah, kelembaban tinggi atau rendah, dan cahaya yang kuat atau lemah (Gadhave, 2002).
Uji stabilitas dipercepat untuk sediaan krim dapat dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu 40°C dan RH 75% selama satu bulan. Efek dari suhu, kelembapan dan waktu terhadap karakteristik fisik krim akan diamati sebagai bentuk stabilitas dari formulasi. Dengan melakukan uji stabilitas dipercepat, kondisi kestabilan sediaan farmasetika atau kosmetik dapat diperoleh dalam waktu singkat. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dalam waktu singkat dengan menyimpan sediaan pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan. Jika hasil pengujian pada accelerated testing diperoleh hasil yang stabil, maka sediaan yang dibuat dapat dinyatakan stabil selama dua tahun pada masa simpannya (Kumar, Sasikanth, Sabareesh, and Dorarabu, 2011).
H. Pemerian Bahan 1. Tween 80
Polyoxyethylene 80 sorbitan monolaurate atau biasa disebut Tween 80 (gambar 9) mempunyai rumus molekul C64H124O26 dan berat molekul 1310 gram/mol. Tween 80 larut dalam air, etanol, serta tidak larut dalam minyak mineral dan minyak sayur (Rowe, Shesky, and Quinn, 2009).
Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik yang pemeriannya berupa cairan berwarna kuning dan memiliki nilai HLB 15. Tween 80 stabil pada keberadaan elektrolit, asam lemah, dan basa. Tween 80 sering digunakan dalam kosmetik, produk makanan, formulasi oral, parenteral dan topikal serta
merupakan eksipien yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (American Pharmaceutical Association, 1994).
Konsentrasi Tween 80 sebagai kombinasi surfaktan dalam suatu sediaan berkisar antara 1-10% (Rowe et al., 2009).
Gambar 9. Struktur kimia Tween 80 (Rowe et al., 2009).
2. Span 80
Sifik fisik Span 80 (gambar 10) yaitu cairan berwarna kuning, mempunyai HLB 4,3, densitas 1,01, viskositas 970-1080 mPa.s pada suhu 25ºC, titik lebur 43-48ºC dan larut dalam minyak serta pelarut organik.
Konsentrasi Span 80 sebagai kombinasi surfaktan dalam suatu sediaan berkisar antara 1-10% (Rowe et al., 2009).
Gambar 10. Struktur kimia Span 80 (Rowe et al., 2009).
3. Virgin coconut oil (VCO)
VCO merupakan minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar. VCO dihasilkan tanpa melalui penambahan bahan kimia atau proses pemanasan
tinggi (Timoti and Hana, 2005). Virgin coconut oil (VCO) diperoleh melalui wet process santan kelapa yaitu dimulai dari proses creaming, flokulasi, dan kemudian coalescence. Proses yang dilakukan tidak menggunakan pelarut organik sehingga hemat biaya, hemat energi, dan sederhana (Marina, Man, and Amin, 2009).
VCO mengandung banyak asam lemak rantai menengah (medium chain fatty acid). Kandungan asam lemak rantai menengah yang paling banyak terkandung dalam VCO yaitu asam laurat (Timoti and Hana, 2005).
Kandungan asam lemak dalam VCO tertera pada tabel I.
Tabel I. Kandungan asam lemak dalam VCO Nama Asam lemak Konsentrasi (%)
Asam kaproat C6 0,52-0,69
Asam kaprilat C8 7,19-8,81
Asam kaprat C10 5,65-6,59
Asam laurat C12 46,64-48,03
Asam miristat C14 16,23-18,90
Asam palmitat C16 7,41-9,55
Asam stearat C18 2,81-3,57
Asam oleat C18:1 5,72-6,70
Asam linoleat C18:2 0,90-1,72
(Marina, Man, Nazimah, and Amin, 2009)
4. Akuades
Akuades digunakan sebagai pelarut dan pembawa pada formulasi farmasetika. Untuk aplikasi farmasi, air dimurnikan dengan cara destilasi, pertukaran ion, reverse osmosis (RO), atau beberapa proses lain yang sesuai untuk menghasilkan akuades. Karakteristik akuades adalah cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe et al., 2009).
I. Landasan Teori
Kojic acid dipalmitate (KAD) merupakan senyawa ester dari kojic acid (KA) yang mempunyai stabilitas yang lebih baik dibanding KA (Mohamad et al., 2010). KAD memiliki sifat lipofil, stabil terhadap pH, suhu, dan cahaya. Sifat lipofilik dari KAD ini menjadikan KAD cocok untuk diformulasikan dalam bentuk nanokrim M/A (Goncalez et al., 2015). Nanokrim adalah sediaan semisolid berupa emulsi yang stabil secara kinetika dan mempunyai ukuran droplet berkisar antara 20-500 nm.
Komponen penting pada pembuatan nanokrim yaitu surfaktan (Maestro et al., 2008). Surfaktan merupakan kopolimer amfifilik yang akan secara efektif membentuk nanokrim yang stabil karena surfaktan membantu penggabungan fase air dan fase minyak dan memperkecil ukuran droplet yang terbentuk dengan shear yang sesuai (Martin et al., 2008). HLB yang sesuai dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi antar surfaktan. Pada penelitian ini, surfaktan yang digunakan yaitu Tween 80 dan Span 80. Penelitian yang dilakukan oleh Dizaj (2013) menunjukkan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 banyak digunakan untuk sediaan topikal karena sifatnya yang aman, non-toksik, kompatibel terhadap media asam dan basa, tahan terhadap hidrolisis dan degradasi mikroorganisme, serta memiliki critical micelle concentration (CMC) rendah yang dapat menghasilkan micelle yang lebih stabil sehingga dapat meningkatkan kestabilan sistem yang terbentuk.
Penelitian Abdulkarim et al. (2010) menggunakan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 20 dalam pembuatan nanokrim piroksikam. Konsentrasi yang
digunakan yaitu 38% dengan perbandingan Tween 80 dan Span 20 sebesar 8 : 2.
Pada penelitian tersebut, ukuran droplet yang dihasilkan dalam rentang 130-140 nm.
Selain komponen formula, metode pembuatan nanokrim harus sesuai karena metode pembuatan berperan dalam proses pembentukan ukuran droplet dalam rentang nanometer. Metode yang digunakan untuk pembuatan nanokrim KAD yaitu emulsifikasi energi tinggi menggunakan mixer. Energi tinggi yang dihasilkan mixer diperoleh dari pengadukan kecepatan yang tinggi. Pengadukan kecepatan tinggi yang dihasilkan rotor mixer akan mengakibatkan emulsi terlempar ke sekeliling rotor sehingga terjadi dispersi yang intens pada ruang antara rotor dan dinding dalam stator yang menyebabkan droplet yang terbentuk berukuran kecil.
J. Hipotesis Penelitian
Sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dapat dihasilkan dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 menggunakan mixer.
26 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate (KAD) dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 menggunakan mixer termasuk jenis penelitian pra-eksperimental.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode pembuatan nanokrim KAD.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas fisik dari sediaan nanokrim KAD yang dihasilkan.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah lama pengadukan, kecepatan pengadukan, suhu dan kelembapan penyimpanan sediaan.
d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan kelembapan saat pembuatan dan pengujian sediaan.
2. Definisi operasional
a. Kojic acid dipalmitate. KAD merupakan senyawa ester dari kojic acid yang mempunyai stabilitas lebih baik terhadap pH, cahaya, dan panas.
b. Nanokrim. Nanokrim merupakan salah satu bentuk emulsi berbentuk yang stabil secara kinetika, mengandung dispersi yang sangat halus dengan ukuran droplet berkisar antara 20-500 nm. Nanokrim yang dibuat pada penelitian ini adalah nanokrim minyak dalam air.
c. Surfaktan. Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat menyatukan fase minyak dan air.
Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi Tween 80 dan Span 80 dengan perbandingan 8 : 2.
d. Mixer. Mixer adalah alat yang dapat mencampurkan liquid-liquid atau liquid-solid dengan pengadukan kecepatan tinggi. Mixer yang digunakan yaitu mixer miyako SM-625 dengan kecepatan level 1.
e. Sifat fisik. Sifat fisik merupakan parameter yang digunakan untuk melihat karakteristik fisik sediaan nanokrim yang terbentuk, mencakup organoleptis, homogenitas, pH, tipe krim, ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. pH sediaan nanokrim yang baik yaitu mendekati pH kulit 4,5 – 7. Viskositas nanokrim yang diharapkan yaitu dalam rentang 7,5 – 45 Pa.s.
f. Stabilitas fisik. Stabilitas fisik adalah parameter yang digunakan untuk melihat tingkat kestabilan nanokrim yang telah terbentuk, dinilai dari hasil
evaluasi sifat fisik nanokrim setelah melalui accelerated testing pada suhu 40 ± 2 °C dan RH 75 ± 5 % selama satu bulan.
C. Bahan Penelitian
C. Bahan Penelitian