• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Type of Service Failure dan Service Recovery Strategy Terhadap

Customer Anger

Menurut Kim dan Jang (2014) terdapat jenis service failure, yaitu service failure inti, antarpersonal, dan prosedural. Penelitian oleh Bitner (1990) dalam Kim dan Jang (2014) menunjukkan bahwa kegagalan inti menjadi penyebab utama dari ketidakpuasan pelanggan di industri jasa. Penelitian oleh Keaveney (1995), Mattila (1999) serta Sussking dan Viccari (2011) dalam Kim dan Jang (2014) menyatakan hal serupa, bahwa kegagalan inti (core service failure) merupakan kesalahan yang paling kritis dan membutuhkan waktu yang paling

lama untuk dapat dilupakan. Hal ini dapat terjadi mengingat kegagalan inti seperti makanan yang tidak dimasak dengan sepertinya, merupakan jenis kesalahan yang tidak memenuhi harapan mendasar konsumen. Kegagalan inti merupakan ukuran yang sering diasosiasikan dengan reliabilitas dari sebuah bisnis keramahtamahan dan dapat berujung pada kemarahan konsumen (Kim dan Jang, 2014). Mattila (1999) dalam Kim dan Jang (2014) menyarankan bahwa kesalahan pelayanan inti sangat berkaitan dengan keandalan sebuah perusahaan. Keandalan secara umum dilihat dengan serius dan, maka dari itu, para pelanggan memiliki kemungkinan sangat kecil untuk memaafkan jenis kesalahan ini. Di sisi lain, para pelanggan menunjukkan tingkat toleransi yang tinggi untuk gangguan kecil. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen akan merespon jenis kegagalan dengan cara yang berbeda.

Terkait kemarahan konsumen, banyak peneliti telah mengkaji peran service recovery strategy untuk dapat mengurangi emosi negatif yang dirasakan konsumen akibat service failure (Susskind, 2005; Kim et al., 2009 dalam Kim dan Jang, 2014). Namkung dan Jang (2010) menyatakan penting bagi manajer restoran untuk mendeteksi dan menyediakan service recovery strategy

yang tepat meski hanya terjadi karena satu jenis service failure. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Nguyen dan Kennedy (2003) menyatakan bahwa mengetahui bagaimana cara mengatasi kemarahan konsumen memegang andil besar bagi seorang penyedia layanan di bidang jasa, mengingat service failure sangat mungkin terjadi. Saat konsumen merasakan emosi negatif seperti kemarahan dan frustasi, service recovery strategy memegang peranan untuk

memadamkan emosi negatif tersebut. Nguyen dan Kennedy (2003) memastikan bahwa kemarahan konsumen bisa terreduksi jika penyedia layanan mau mendengarkan dan melibatkan konsumen dalam usaha meminta maaf atas service failure. pemberian kompensasi pelanggan, strategi layanan umum pemulihan, dapat membantu meredakan kemarahan konsumen dan ketidakpuasan setelah mengalami kegagalan layanan (Bitner, Booms, dan Tetreault 1990 dalam Grewal

et al., 2008). Bitner et al. (1990) dalam Grewal et al. (2008) menyatakan secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi pelanggan setelah kegagalan layanan menyebabkan tanggapan konsumen lebih menguntungkan, baik dengan menghilangkan kemarahan dan ketidakpuasan mereka atau dengan meningkatkan pengalaman mereka secara keseluruhan. Levesque dan McDougall (2000) mengatakan permintaan maaf akan menawarkan sedikit keuntungan tetapi mungkin efektif bila masalah layanan minor atau masalah kecil yang ditemukan. Sebagai studi yang meneliti kegagalan layanan inti (rugi besar), itu hanya akan menawarkan permintaan maaf saja tidak akan menjadi strategi pemulihan yang efektif. Biasanya, pelanggan mengharapkan beberapa keuntungan seperti kompensasi dari kerugian (kegagalan layanan). Asistensi melibatkan tindakan yang di ambil untuk memperbaiki masalah (misal, service provider apology), sedangkan kopensasi melibatkan pembayaran atas ketidaknyamanan pelanggan yang mengalami kegagalan yang tidak bisa diperbaikia atau kegagalan inti (misal, memberi free food). Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan pemberian service recovery strategy yang berbeda yakni berupa kompensasi dan aasistensi akan berdampak berbeda terhadap kemarahan konsumen. Terkait

dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya yang menyatakan bahwa kemarahan konsumen dapat bervariasi pada setiap jenis service failure, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1: Terdapat perbedaan customer anger yang signifikan berdasarkan type of failure

H2: Terdapat perbedaan customer anger yang signifikan berdasarkan

service recovery strategy.

2.2.2 Type of Service Failure dan Service Recovery Strategy Terhadap

Customer Overall Satisfaction

Tingkat service failure dapat ditangani berdasarkan tingkat keparahannya, dan frekuensi, dan beberapa studi telah meneliti kegagalan layanan dari perspektif tahap pelayanan berbasis waktu (Namkung dan Jang, 2010). Dari pernyataan Kim dan Jang (2014) mengenai jenis service failure yang dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu, inti, antarpersonal, dan prosedural. Bitner et al. (1990) dalam Kim dan Jang mengatakan bahwa kegagalan inti atau perilaku pelayan yang diluar kebiasaan merupakan akibat besar pada menurunnya kepuasan secara keseluruhan. Mattila (1999) dalam Kim dan Jang (2014) menyarankan bahwa kesalahan pelayanan inti sangat berkaitan dengan keandalan sebuah perusahaan. Keandalan secara umum dilihat dengan serius dan, maka dari itu, para pelanggan memiliki kemungkinan sangat kecil untuk memaafkan jenis kesalahan ini. Di sisi lain, para pelanggan menunjukkan tingkat toleransi yang tinggi untuk gangguan

kecil. Maka dari itu jenis kesalahan yang prosedural merupakan kesalahan pelayanan terkait tindakan karyawan restoran yang tidak diminta oleh konsumen seperti urutan pemesanan yang tidak urut, kesalahan yang masih memiliki kemungkinan besar untuk memaafkan jenis kesalahan ini.

Penelitian saat ini sebagian besar telah mengabaikan peran emosi konsumen dalam pemulihan layanan (Stephens dan Gwinner, 1998 dalam Nguyen dan Kennedy, 2003), terutama karena service failure dan beberapa service recovery strategy yang kurang tepat yang dapat mengakibatkan emosi negatif yang sangat kuat. Secara khusus, service recovery strategy yang efektif ditemukan meningkatkan kepuasan pelanggan dan niatan perilaku mendatang, seperti niatan membeli lagi dan WoM positif (Bitner, dkk., 1990; Ha dan Jang, 2009; Kim, dkk., 2009; Susskind, 2005 dalam Kim dan Jang, 2014). Warden et al. (2001) dalam Silber et al. (2009) yang menyatakan bahwa kompensasi merupakan alat yang paling signifikan untuk pemulihan layanan. Dan menurut peneliti lainnya oleh Levesque dan McDougall (2000) menyatakan bahwa kompensasi melibatkan pembayaran moneter untuk ketidaknyamanan pelanggan telah mengalami dan mungkin diperlukan jika kegagalan tidak dapat diperbaiki (misalnya, tidak ada kamar yang tersedia). Dalam hal keuntungan dan kerugian, meningkatkan kompensasi akan mengarah ke kepuasan yang lebih besar dengan pemulihan layanan. Nguyen dan Kennedy (2003) berpendapat bahwa mendengarkan harus menjadi langkah pertama karena memfasilitasi penjelasan dan permintaan maaf. Jadi, permintaan maaf lebih baik daripada tidak ada permintaan maaf, permintaan maaf menawarkan sedikit keuntungan tetapi mungkin efektif bila masalah layanan

minor atau gangguan kecil (kegagalan prosedural) yang ditemukan (Smith et al, 1999 dalam Levesque dan McDougall, 2000). Mendengarkan menunjukkan kepedulian pada bagian dari penyedia layanan (Beatty, 1999 dalam Nguyen dan Kennedy, 2003), dan memberikan pelanggan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka.

Menurut Jones (2000) overall satisfaction merupakan kesatuan dari semua evaluasi khusus hubungan atau transaksi sebelumnya dan setelah dipulihkan setiap hubungan atau transaksi tertentu seperti harapan kualitas sebuah pelayanan secara keseluruhan yang dipulihkan pada setiap hubungan atau transaksi. Maka dari itu, upaya pemulihan dapat dikatakan sebagai strategi pengelolaan yang paling penting dalam mempengaruhi perilaku mendatang dari sektor pelayanan, di mana kesalahan pelayanan tidak dapat dijauhi dan sering muncul (Kim dan Jang, 2014). Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian

service recovery strategy yang berbeda yakni berupa kompensasi dan aasistensi akan akan berdampak berbeda terhadap keseluruhan kepuasan pelanggan. Terkait dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya yang menyatakan bahwa keseluruhan kepuasan konsumen dapat bervariasi pada setiap jenis service failure, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H3: Terdapat perbedaan customer overall satisfaction yang signifikan berdasarkan type of failure.

H4: Terdapat perbedaan customer overall satisfaction yang signifikan berdasarkan service recovery strategy.

Dokumen terkait