• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pati

Menurut Winarno (1985), proses pembuatan pati ubi jalar dilakukan dengan memberikan suasana alkali (pH 8,6) menggunakan kapur. Ubi direndam dalam air kapur dan pati dipisahkan dari pulp dengan pencucian yang berlebih pada penyaring. Suspensi pati dipucatkan dengan sodium hipoklorit jika diperlukan dan disentrifuse. Pati basah disimpan dalam concreate tank atau dikeringkan dengan pengering vakum sampai kadar air 12 %, digiling dan disaring.

Proses pembuatan pati:

Pemanfaatan pati

Sebagai pengental, mie, bahan bakery, cake, dan cookies.

Menurut Osman (1963) kegunaan pati dalam industri makanan sangat banyak. Pati dapat digunakan sebahai pengental saus, pudding, dan pengisi pie. Pati ini juga digunakan dalam industri bakery, untuk membuat cake dan beberapa jenis cookies. Pada pembuatan craker, pati tergelatinisasi kadang digunakan untuk membuat tepung lebih keras dan hasil lebih renyah. Selain itu, juga bisa

digunakan sebagai kombinasi pembuatan cone es krim. Dalam permen khususnya permen lunak, pati dapat memberikan bentuk dan tekstur pada permukaan permen. Permen jeli membutuhkan pati untuk menguatkan bentuk dan menjaga kelembaban.

Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan cake dan cookies, penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen (Aini, 2004).

Untuk produksi gula hasil hidrolisis

Pati ubi jalar dapat digunakan untuk produksi gula hasil hidrolisis. Hidrolisis pati dilakukan secara enzimatis dengan penambahan enzim amylase dan glukoamylase sehingga akan dihasilkan glukosa kasar yang merupakan bahan untuk pembuatan sirup glukosa. Pati ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sirup glukosa karena pati ini memiliki suhu gelatinisasi rendah, relative lebih mudah dihidrolisis oleh enzim α-amilase.

Bahan industri kertas dan tekstil

Pada industri kertas, pati berperan sebagai pengikat bahan dan serat kertas sehingga penting untuk meningkatkan kekuatan kertas. Menurut Compton (1967), peranan pati dalam industri tekstil adalah (1) memberikan kekuatan dan resistensi terhadap gesekan pada kain, (2) tahap penyelesaian, untuk memperbaiki struktur permukaan setelah proses bleaching, pencelupan dan pewarnaan, (3) pewarnaan, untuk meningkatkan konsistensi pewarna, dan (4) merupakan komponen untuk proses pelapisan dan penghalusan permukaan kain.

Edible Film

Merurut Arpah (1993) dikutip Christsania (2008), edible packaging pada bahan pangan pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis bentuk, yaitu: edible film,

edible coating, dan enkapsulasi. Hal yang membedakan edible coating dengan edible film adalah cara pengaplikasiannya. Edible coating langsung dibentuk pada produk, sedangkan pada edible film pembentukannya tidak secara langsung pada produk yang akan dilapisi/dikemas. Enkapsulasi adalah edible packaging yang berfungsi sebagai pembawa zat flavor berbentuk serbuk. Edible film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).

Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap air dibandingkn denganedible film yang terbuat dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).

Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan substansi lain untuk mempertinggi kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, serta untuk meningkatkan seluruh kenampakan. Asam benzoat, natrium benzoat, asam sorbat, potasium sorbat, dan asam propionate merupakan beberapa antimikroba yang ditambahkan pada edible film untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Asam sitrat, asam askorbat, dan ester lainnya, Butylated Hydroxyanisole (BHA), Buthylated Hydroxytoluen (BHT),Tertiary Butylated Hydroxyquinone (TBHQ) merupakan beberapa antioksidan yang ditambahkan padaedible film untuk meningkatkan kestabilan dan mempertahankan komposisi gizi dan warna makanan dengan mencegah oksidasi ketengikan, degradasi, dan pemudaran warna (discoloration) (Cuppett, 1994 dalam Krochta, Baldwin, Dan Nisperos-Carriedo, 1994).

Metode Pembuatan

Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada

campuran air dan plasticizer, yang kemudian diaduk. Setelah pengadukan dilakukan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Filmyang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan. (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).

Pembuatan edible film berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip gelatinisasi. Dengan adanya penambahan sejumlah air dan dipanaskan pada suhu yang tinggi, maka akan terjadi gelatinisasi. Gelatinisasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan akan mengakibatkan penyusutan sebagai akibat dari lepasnya air, sehingga gel akan membentuk film yang stabil (Careda, et al, 2000).

Menurut Sarmento (1997) dikutip Careda et. al. (2000), suhu dimulainnya gelatinisasi pati yang digunakan pada suhu 60,5°C hingga 65,8°C, dan pada suhu 61,2°C hingga 66,5°C merupakan rentan suhu pengentalan. Pada suhu pendinginan hingga 50°C akan sedikit menaikkan kekentalan, kecenderungan untuk terjadi retrogradasi kecil, dan juga kecil kemungkinannya terjadi kristalisasi. Ketebalan film dapat diatur dengan memperhatikan rasio luas cetakan dengan larutan edible film yang digunakan. Pembuatan larutan edible film komposit antara bahan bersifat hidrofobik dengan hidrofilik, harus ditambahkan emulsifier agar larutan akan lebih stabil (Santoso dkk., 2004).

b. Nasi Instan Ubi Jalar

Menurut Antarlina dan Utomo (1999), semua jenis/ varietas ubi jalar dapat diolah menjadi nasi instan. Walaupun demikian pilihlah ubi jalar yang tidak terlalu tua dipanen karena umbinya banyak berserat.

Cara membuat:

Cuci ubi jalar, kemudian pilih ubi jalar yang baik yang tidak terkena serangan hama boleng (Cylas formicarius). Apabila umbi yang terkena terikut dalam pengolahan, maka hasilnya mempunyai rasa tidak enak. Pahit dan beraroma hama boleng.

Setelah itu kukus hingga masak kira-kira 30 menit setelah air pengukus mendidih.

- Apabila ubi jalar telah matang, kupas kulitnya, lalu iris – iris.

- Cetak dalam bentuk butiran dengan menggunakan alat penggiling daging. - Keringkan dengan penjemuran di panas matahari.

Cara Menyajikan:

- Rendam nasi instan ubi jalar kering dalam air dingin selama kira-kira 5 menit. - Ditiriskan dan kukus hingga lunak dan siap dikonsumsi.

- Dalam penyajiannya nasi instan ubi jalar ini berbentuk butiran, apabila diolah menjadi produk makanan kecil, hancurkan butiran-butiran tersebut dengan menggunakan sendok sehingga siap diolah menjadi panganan lain, membentuk suatu adonan yang

Cara Menyimpan:

Simpan nasi instan ubi jalar kering dalam kantong plastik, kaleng tertutup atau karung plastik.

Cara Mengkonsumsi:

- Nasi instan ubi jalar dapat dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, dapat juga dikonsumsi tanpa atau dengan sayur sebagai sumber vitamin dan mineral serta lauk pauk sumber protein (tahu, tempe, ikan, daging, telur dan lain-lain)

- Dapat di campur dengan nasi beras, nasi jagung, kacang hijau, atau jenis kacang-kacangan lainnya untuk melengkapi gizinya.

- Dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai bentuk kue tradisional maupun berbagai roti.

- Rasa dan hasilnya sama dengan kue yang menggunakan ubi jalar seperti getuk, donat kroket, kue lumpur dan lain-lain.

c. Keripik Ubi Jalar Cara pembuatan

1) Pilih ubi yang baru dipanen lalu cuci. Kupas dan hilangkan bagian tunasnya; 2) Ubi jalar yang sudah dikupas cepat rendam dalam air untuk mencegah perubahan warna;

3) Iris tipis-tipis dengan ketebalan 1 ½ ~ 2 ½ mm;

4) Untuk memperbaiki warna keripik dan menghilangkan rasa getir dapat direndam dalam 10 liter air yang diberi 1 ons natrium metabisulfit;

5) Cuci dan tiriskan kemudian kukus selama 5 menit setelah air mendidih; 6) Tiriskan setelah dikupas;

7) Letakkan pada tampah lalu jemur. Irisan harus sering dibalik sebelum kering untuk mencegah supaya tidak lengket;

8) Goreng irisan yang sudah kering. Irisan ubi yang dimasukkan jangan terlalu banyak dan api jangan terlalu besar;

9) Keripik yang sudah digoreng biarkan beberapa lama, kemudian kemas dalam kantong plastik, tutup rapat, dan simpan di tempat kering.

Catatan:

Ada beberapa cara dalam pembuatan keripik ubi jalar yaitu setelah penggorengan ada yang dicampur dengan gula untuk menambah rasa manis. Ada juga yang mencampurnya dengan merica untuk membuat rasa keripil lebih hangat. Atau ada pula yang dicampur dengan bumbu dan cabai agar mempunyai rasa pedas.

d.Es krim Ubi Jalar Metode pembuatan

Proses dasar dalam pembuatan es krim meliputi beberapa tahap, yaitu pencampuran bahan, pasteurisasi, homogenisasi, pematangan (aging), pembekuan dan agitasi, pengemasan, pembekuan, dan penyimpanan (Padaga, M, dkk, 2005).

Proses pembuatan es krim dimulai dengan pencampuran bahan-bahan yang dilakukan dengan cara melarutkan atau mencampurkan bahan-bahan kering ke dalam bahan cair pada kondisi hangat (40°C), lalu sambil dipanaskan dimasukkan bahan penstabil dan bahan pengemulsi sampai diperoleh campuran homogen yang disebut ICM. Campuran kemudian dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 25 detik, sambil terus diaduk. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen, melarutkan bahan kering, dan meningkatkan citarasa. Selanjutnya ICM didinginkan sampai suhu ruang untuk dihomogenisasi dengan tujuan memecah globula lemak sehingga ukurannya lebih kecil dan dapat menyebar rata sehingga dihasilkan es krim dengan tekstur yang tidak kasar, mempunyai citarasa yang merata, dan daya buih yang baik. Homogenisasi pada pembuatan es krim skala

rumah tangga dapat menggunakan blender atau mixer. Homogenisasi sebaiknya dilakukan saat kondisi ICM masih hangat (Padaga, M, dkk, 2005).

ICM kemudian di-aging, yang merupakan proses pematangan ICM dalam refrigerator bersuhu 4°C selama 4-12 jam. Tujuan aging adalah untuk menghasilkan ICM yang lebih kental, lebih halus, tampak lebih mengkilap, dan memperbaiki tekstur. Setelah proses aging, dilakukan proses homogenisasi kembali. Selanjutnya ICM dibekukan dengan cepat untuk mencegah terbentuknya kristal es yang kasar. Pembekuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pada suhu -5 sampai -8°C dan tahap kedua pada suhu sampai –30oC. Proses pembekuan yang dikombinasi dengan proses agitasi bertujuan untuk memasukkan udara ke dalam ICM sehingga dihasilkan volume es krim dengan over run yang sesuai standar es krim. Dalam skala rumah tangga, proses agitasi dapat dilakukan dengan menggunakan mixer berulang-ulang diselingi dengan proses pembekuan di dalam freezer. Setelah itu, es krim dapat dikemas dalah wadah-wadah kecil dan disimpan dalam freezer untuk proses pembekuan. Kualitas es krim akan tetap stabil pada suhu penyimpanan -25 sampai -30°C (Padaga, M, dkk, 2005).

3. Bawang Merah

Dalam dokumen JENIS KARAKTERISTIK PEMANFAATAN DAN PENA (Halaman 25-34)

Dokumen terkait