• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Uji Aktivitas Antibakteri

4.3.2 Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi

Uji aktivitas antibakteri pada media MHA (Mueller Hinton Agar) dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada beberapa konsentrasi dilakukan berdasarkan uji pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah. Konsentrasi ekstrak kerang darah yang

digunakan adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% (modifikasi Darusman et al. 1994) dengan ukuran masing-masing diameter zona hambat yang dihasilkan tertera pada Tabel 8.

Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari tiap ekstrak yang dapat menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri uji. Uji aktivitas dilakukan pada 15 ml media MHA menggunakan paper disk yang telah ditetesi 20 μl ekstrak dengan konsentrasi masing-masing adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% terhadap dua bakteri uji, yaitu

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak per paper disk dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 8 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi Konsentrasi ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat (%)

Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 1 2 3 4 3 4 6 7 Konsentrasi ekstrak

kerang darah dengan pelarut metanol (%) Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 - - 0,5 1 - - 0,5 1 Konsentrasi kloramfenikol (%) Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 25 27 31 36 31 38 41 43

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (OD = 0,797) dan bakteri S. aureus (OD = 0,750) pada semua konsentrasi ekstrak. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas lemah dalam menghambat pertumbuhan E. coli pada semua konsentrasi ekstrak karena diameter zona hambat yang dihasilkan oleh keempat konsentrasi ekstrak kurang dari 5 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas

lemah dalam menghambat pertumbuhan S. aureus pada konsentrasi 2% dan 3,5% dengan diameter zona hambat masing-masing 3 mm dan 4 mm tetapi memiliki aktivitas sedang pada konsentrasi 5% dan 6,5% dengan diameter zona hambat masing-masing 6 mm dan 7 mm. Hasil pengukuran diameter zona hambat tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 6,5% pada bakteri E. coli memiliki kekuatan sama dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 3,5% dalam menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 4 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5% dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli memiliki diameter zona hambat yang sama dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 2% dalam menghambat bakteri S. aureus yaitu sebesar 3 mm.

Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan pada pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus pada konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi menunjukkan aktivitas lemah pada konsentrasi 5% dan 6,5% dengan diameter zona hambat masing-masing 0,5 mm dan 1 mm. Hal tersebut diduga karena komponen aktif yang berpotensi sebagai antibakteri yang terlarut dalam ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih rendah apabila dibandingkan dengan komponen antibakteri yang terlarut pada etil asetat sehingga kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih rendah.

Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada bakteri

E. coli selalu lebih kecil apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat bakteri S. aureus. Kondisi tersebut diduga karena E. coli lebih tahan terhadap senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan S. aureus. Dugaan tersebut didukung oleh pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri gram positif lebih sensitif terhadap penambahan desinfektan daripada bakteri gram negatif (Greenwood et al. 1995). Alakomi et al. (2000) diacu dalam Adolf (2006) juga menjelaskan bahwa S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki 40 lapisan peptidoglikan dan merupakan 50% dari bahan dinding sel. Bakteri E. coli

merupakan 5-10% dari bahan dinding sel tetapi bakteri gram negatif memiliki lapisan tambahan pada dinding sel yang disebut membran luar terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel, sehingga bakteri gram negatif lebih resisten terhadap adanya senyawa asing, seperti senyawa antibakteri, karena terlebih dulu ditahan oleh membran luar yang berupa lipopolisakarida.

Daya hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat lebih besar daripada daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dikarenakan etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid dan alkaloid sedangkan pelarut metanol mampu mengekstrak alkaloid kuartener dan komponen fenolik lainnya (Harborne 1987). Darusman et al. (1994) menjelaskan bahwa beberapa komponen yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri antara lain senyawa alkaloid, terpenoid dan flavonoid.

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol, baik bakteri E. coli

maupun S. aureus, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Hal ini dikarenakan kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam spektrum yang luas dalam konsentrasi rendah. Aktivitas antibakteri kloramfenikol tidak bisa dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat maupun ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dari segi diameter zona hambat yang dihasilkan, tetapi apabila dilihat dari segi keamanan maka ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol akan memiliki keunggulan karena sumber bahan bakunya yang berasal dari alam, sedangkan kloramfenikol merupakan senyawa antimikroba sintesis yang berbahaya bagi kesehatan. Darmowandowo dan Kaspan (2009) menyatakan bahwa akumulasi kloramfenikol yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan pada sumsum tulang belakang, leukimia dan gray baby syndrome.

Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada uji

pendahuluan aktivitas antibakteri berbeda dengan diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak, hal ini diduga karena terjadi perbedaan waktu pengambilan sampel kerang darah. Kerang darah yang digunakan pada uji pendahuluan aktivitas antibakteri diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan September 2008 sedangkan kerang darah yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan November 2008. Perbedaan waktu pengambilan sampel tersebut diduga berkaitan dengan perbedaan musim, karena perbedaan musim menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme pada tubuh organisme akibat perubahan kondisi lingkungan, sehingga menyebabkan komponen aktif yang terdapat dalam tubuh juga mengalami perubahan. Dugaan tersebut didukung oleh Hans (2004) yang menyebutkan bahwa senyawa bioaktif hasil ekstraksi dari organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan rendah berbeda dengan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan tinggi. Hal ini dikarenakan organisme yang hidup di lingkungan dengan tingkat gangguan rendah menggunakan energinya untuk pertumbuhan dan reproduksi, sehingga produksi metabolit sekunder yang dihasilkan lebih rendah. Organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan tinggi menggunakan energinya untuk pertumbuhan, reproduksi dan memproduksi metabolit sekunder sebagai fasilitas untuk pertahanan diri, sehingga ketika dilakukan ekstraksi maka senyawa bioaktif yang dihasilkan dari organisme yang hidup di daerah dengan gangguan tinggi akan lebih besar daripada organisme yang hidup di daerah dengan gangguan lingkungan yang lebih rendah.

4.3.3. Pengamatan zona hambat pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC

Dokumen terkait