• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas

2. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas bertujuan untuk

mengetahui panjang diameter zona hambat yang terbentuk terhadap isolat bakteri

tangan. Uji aktivitas ini dilakukan dengan metode sumuran karena yang akan diuji

dalam bentuk ekstrak yang memiliki kepolaran berbeda-beda sehingga diharapkan

seluruh komponen dalam ekstrak dapat terdifusi ke dalam media.

Hasil dari uji aktivitas antibakteri adalah terbentuknya zona jernih di

sekitar lubang sumuran. Zona jernih ini menggambarkan bahwa bakteri tidak

dapat tumbuh karena adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri dari

ekstrak, jadi semakin besar diameter zona jernih berarti potensi antibakteri ekstrak

semakin tinggi.

Tabel III. Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun Beluntas terhadap Isolat Bakteri Tangan

Konsentrasi ekstrak yang digunakan sebesar 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%.

Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest steril, karena aquadest steril merupakan pelarut dari ekstrak. Kontrol positif menggunakan konsentrasi ekstrak

100% karena pada konsentrasi ini diharapkan ekstrak dapat memberikan zona

hambat paling besar.

Tabel III menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas memiliki

potensi daya antibakteri terhadap isolat bakteri tangan pada ketiga bagian. Zona

hambat terhadap ketiga bakteri terlihat mulai dari konsentrasi 4% walaupun tidak

sebesar zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak konsentrasi 10%. Pada tabel III

juga terlihat bahwa zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etanol daun

Bakteri pada bagian tangan

Zona hambat pada konsentrasi ekstrak (dalam mm)

2% 4% 6% 8% 10% Kontrol Positif Kontrol Negatif Telapak Tangan Replikasi 1 11 11 11 12 10 16 7 Replikasi 2 16 13 10 12 13 13 7 Replikasi 3 9 17 12 11 13 16 7 Jari Tangan Replikasi 1 7 7 14 13 15 17 7 Replikasi 2 18 20 22 20 20 19 7 Replikasi 3 7 11 14 13 16 16 7 Punggung Tangan Replikasi 1 16 17 18 18 19 20 7 Replikasi 2 16 17 19 20 22 23 7 Replikasi 3 13 14 19 19 20 20 7 Diameter sumuran : 7 mm

beluntas berkisar antara 0-15 mm. Hal ini berarti bahwa ekstrak etanol daun

beluntas memiliki potensi antibakteri yang tergolong lemah sampai kuat.

Penentuan kriteria ini berdasarkan Davis dan Stout (1971) yang melaporkan

bahwa ketentuan kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : daerah hambatan 20

mm atau lebih termasuk dalam kategori sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm

katergori kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategori sedang, dan daerah hambatan 5

mm atau kurang termasuk dalam kategori lemah.

Gambar 1. Diameter zona hambat pertumbuhan isolat bakteri punggung tangan oleh ekstrak etanol daun beluntas yang ditunjukkan oleh anak

panah

Pada uji daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ini, didapatkan zona

hambat yang sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan bakteri yang tumbuh di tangan

mempunyai strain DNA dan sensitifitas terhadap ekstrak yang berbeda-beda

sehingga dihasilkan zona hambat yang berbeda-beda pula.

Perbedaan sensitifitas bakteri terhadap antibakteri juga dipengaruhi oleh

struktur dinding sel bakteri. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap

lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida

(asam teikolat) yang larut air sehingga dinding sel bersifat polar, senyawa fenolik

juga bersifat polar sehingga dapat menembus dinding peptidoglikan dan

penghambatan pada bakteri lebih besar.

Berdasarkan uji normalitas data menggunakan Shapiro Wilk, didapatkan bahwa data tidak terdistribusi normal karena didapatkan p value yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, dilakukan uji non parametrik, yaitu Kruskal Wallis. Dari uji ini didapatkan data p value sebesar 0,221 untuk zona hambat terhadap bakteri di telapak tangan, 0,0157 untuk zona hambat terhadap bakteri di

punggung tangan, dan 0,5018 untuk zona hambat terhadap bakteri di jari tangan.

Dari hasil uji non parametrik, diketahui bahwa hanya zona hambat pada bakteri di

punggung tangan yang setidaknya terdapat perbedaan antar dua kelompok.

Kemudian uji Wilcoxon dilakukan terhadap isolat bakteri di punggung tangan untuk mengetahui kelompok yang memiliki perbedaan.

Hasil dari tabel IV, uji Wilcoxon menunjukkan bahwa secara statistik, ekstrak etanol daun beluntas pada konsentrasi 2% sampai dengan konsentrasi 10%

memiliki daya hambat terhadap isolat bakteri punggung tangan karena zona

hambat yang dihasilkan pada konsentrasi-konsentrasi tersebut berbeda bermakna

dengan zona hambat kontrol negatif. Oleh karena itu, ekstrak etanol daun beluntas

berpotensi untuk dijadikan bahan aktif dalam gel sabun cuci tangan. Dengan

mempertimbangkan secara statistik hasil uji wilcoxon terhadap isolat bakteri telapak tangan dan jari tangan, maka digunakanlah ekstrak etanol daun beluntas

konsentrasi inilah zona hambat terhadap ketiga isolat bakteri tangan mulai

terbentuk.

Tabel IV. Hasil UjiWilcoxonDiameter Zona Hambat Pertumbuhan Isolat Bakteri Punggung Tangan Oleh Ekstrak Etanol Daun Beluntas.

Keterangan : B= Berbeda; TB= Tidak Berbeda

Pada penelitian kali ini digunakan kontrol media dan kontrol pertumbuhan.

Kontrol media uji bertujuan untuk mengetahui adanya kontaminasi terhadap

media yang digunakan dan hasil yang didapat, media uji bersih dan bebas dari

pertumbuhan bakteri, seperti yang terlihat pada gambar 3. Kontrol pertumbuhan

tangan, dapat tumbuh pada media yang dipakai. Hasil yang didapat pada ketiga

kontrol pertumbuhan untuk isolat bakteri telapak tangan, isolat bakteri punggung

tangan dan isolat bakteri jari tangan, bakteri tumbuh merata di seluruh media

seperti yang terlihat pada gambar 2 dan gambar 3. Hal ini menunjukkan bahwa

ketiga isolat bakteri tangan tersebut dapat tumbuh di media yang digunakan, yaitu

media NA.

Gambar 2. Kontrol Pertumbuhan isolat bakteri punggung tangan dan jari tangan

Salah satu senyawa dalam ekstrak daun beluntas yang berperan sebagai

antibakteri terhadap isolat bakteri tangan adalah senyawa fenol. Mekanisme

senyawa fenol dalam menghambat pertumbuhan isolat bakteri tangan yaitu

dengan mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara fenol

dan protein mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Hal ini akan

mempengaruhi permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma yang apabila

terganggu akan menyebabkan terjadinya lisis (Palczar dan Chan, 1998). Kontrol pertumbuhan isolat

bakteri punggung tangan.

Kontrol pertumbuhan isolat bakteri jari

Kontrol pertumbuhan isolat bakteri telapak tangan

Kontrol media

Gambar 3. Kontrol pertumbuhan isolat bakteri telapak tangan dan kontrol media.

D. Pembuatan Sediaan Sabun Cuci Tangan Ekstrak Etanol Daun Beluntas

Pada penelitian ini dibuat suatu sediaan sabun cuci tangan dari bahan alam

yaitu dari ekstrak etanol daun beluntas. Gel tersusun dari suspensi dari partikel

anorganik dan molekul organik dan terpenetrasi oleh cairan. Pada setiap sediaan

farmasi terdiri dari zat aktif dan eksipien. Zat aktif yang digunakan dalam

formulasi sediaan gel sabun cuci tangan antibakteri pada penelitian ini adalah

ekstrak etanol daun beluntas. Selain zat aktif, eksipien juga sangat penting dalam

formulasi suatu sediaan. Eksipien yang digunakan adalah Carbopol®, gliserin, propilen glikol,sodium lauryl sulphate(SLS), metil paraben, TEA danaquadest.

SLS pada formulasi gel sabun cuci tangan ini berfungsi sebagai surfaktan

yang banyak digunakan dalam sediaan sabun yang beredar di pasaran. SLS

merupakan surfaktan anionik yang memiliki pembentuk busa yang baik, memiliki

daya pembersih tinggi, dan stabil pada air sadah. Sifat SLS sebagai pembentuk

40. Surfaktan dapat dikatakan sebagai pembersih yang baik bila memiliki nilai

HLB di atas 12, karena surfaktan bersifat hidrofil sehingga mudah terbilas oleh air

(Liebermannet al., 1996).

Gliserin dan propilen glikol berfungsi sebagai humektan. Humektan

merupakan bahan yang digunakan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk

dan meningkatkan jumlah air pada lapisan kulit terluar saat produk diaplikasikan

(Loden, 2001). Mekanisme humektan dalam menjaga kelembaban kulit adalah

dengan menjaga kandungan air pada stratum korneum dan mengikat air dari

lingkungan (Rawlings et al., 2002). Gliserin dan propilen glikol memiliki gugus fenolik (-OH) pada strukturnya menyebabkan keduanya dapat berinteraksi dengan

molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen (Rowe et al., 2009). Gliserin sebagai humektan memiliki kelemahan yaitu menimbulkan rasa berat (heavy) dan basah (tacky) (Zocchi, 2001). Tetapi kelemahan ini dapat ditutupi oleh adanya kombinasi dengan humektan lain seperti propilen glikol. Propilen glikol memiliki

berat molekul yang lebih kecil dan viskositas yang rendah sehingga dapat

diperoleh campuran humektan yang mempunyai viskositas yang sesuai.

Gelling agentyang digunakan dalam sediaan gel sabun cuci tangan adalah

Carbopol® 940.Carbopol®biasanya digunakan sebagaigelling agent padarange

konsentrasi 0,5% - 2%, tetapi pada sediaan gel sabun cuci tangan ini digunakan

Carbopol®pada konsentrasi 1%, 1,5%, 2%, 2,5%. Digunakan Carbopol®melebihi

range sebagai gelling agent karena berdasarkan hasil orientasi, Carbopol® pada konsentrasi 0,5% tidak memenuhi standar viskositas yang diinginkan sehingga

digunakan dalam berbagai produk topikal karena memiliki beberapa kelebihan

yaitu, aman, efektif, tidak menyebabkan sensitisasi, tidak berpengaruh terhadap

efek biologis zat aktif. Carbopol® mampu bekerja menaikkan viskositas karena dapat mengembang dalam air sehingga membentuk suatu sistem gel yang kaku.

Carbopol® memiliki pH yang sangat asam (2,5-3), hal ini berpotensi menimbulkan iritasi pada kulit karena kulit memiliki pH antara 5 sampai 6,5. Oleh

karena itu, biasanya Carbopol® diformulasikan dengan penambahan basa amin untuk meningkatkan pH. Basa amin yang biasa digunakan adalah trietanolamin

(TEA) yang dapat berpengaruh juga terhadap viskositas sediaan. Adanya elektrolit

yang bermuatan negatif menimbulkan gaya tolak menolak dari ion-ion tersebut

sehingga viskositas meningkat (Bluber, 1995).

Gambar 4. Struktur SkematikCarbopol®(Osborne, 1990)

Dalam pembuatan gel diusahakan agar tidak ada udara atau rongga udara

di dalamnya kerena hal tersebut dapat membuat gel mudah ditumbuhi mikroba.

Oleh karena itu digunakan metil paraben sebagai pengawet dalam sediaan gel

sabun cuci tangan antibakteri ekstrak etanol daun beluntas. Metil paraben atau

lebar, memiliki aktivitas antimikroba spectrum luas dan sangat efisien melawan kapang maupun jamur (Rowe et al., 2009). Selain itu nipagin merupakan pengawet yang sesuai untuk sediaan gel karena tidak mempengaruhi efisiensi

polimer untuk menaikkan viskositas sediaan.

Cara pembuatan sediaan gel sabun cuci tangan, pertama-tama Carbopol®

dikembangkan dengan aquadest selama 24 jam. Kemudian masukan gliserin, propilen glikol serta TEA dan diaduk menggunakan mortir dan stamper sampai

terbentuk masa gel, kemudian tambahkan ekstrak etanol daun beluntas yang telah

dilarutkan dengan aquadest sisa. Terakhir, tambahkan SLS dan metil paraben,

kemudian diaduk lagi dengan mortir dan stamper sampai homogen. Pada proses

pencampuran tidak digunakan mixer atau homogenaizer karena jika proses pencampuran menggunakan alat seperti mixer atau homogenaizer kecepatan pengadukan yang dihasilkan cenderung lebih tinggi daripada kecepatan

pengadukan menggunakan mortir dan stamper sehingga akan terbentuk banyak

busa karena adanya SLS. Dalam pembuatan gel sabun cuci tangan ini digunakan

akuademineralisata untuk menghindari keberadaan mineral-mineral seperti Ca dan

Mg karena ion-ion tersebut dapat menutup muatan negatif pada Carbopol®

sehingga viskositas menjadi sulit dikendalikan.

E. Uji Sifat Fisik dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Sabun Cuci

Dokumen terkait