HASIL DAN PEMBAHASAN
D. Uji Angka Kapang/ Khamir
Parameter keamanan meliputi uji cemaran mikrobia seperti uji mikrobia
patogen, uji angka kapang/kamir (AKK), uji angka lempeng total (ALT), uji nilai
duga terdekat coliform dan uji aflatoksin serta uji cemaran logam berat. Mikroba
patogen yang perlu diwaspadai dalam obat tradisional, antara lain Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Depkes
RI, 1994). Menurut Wasito (2011), angka lempeng total dan angka kapang kamir
dapat digunakan sebagai pentunjuk untuk mengetahui apakah pembuatan obat
tradisional sudah memenuhi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB). Angka kapang khamir dan angka lempeng total yang semakin kecil
menunjukkan bahwa pembuatan obat tradisional sudah lebih menerapkan
CPOTB.
Prinsip uji AKK adalah menentukan adanya kapang/ khamir secara
mikrobiologis. Tujuan uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan
simplisia tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas sediaan dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan
(DepKes RI, 2000). Uji Angka kapang/khamir perlu dilakukan untuk memberi
jaminan bahwa obat tradisional ini tidak mengandung cemaran kapang/ khamir
yang melebihi batas yang ditetapkan, yaitu tidak lebih dari 103 koloni/ml untuk
angka kapang/khamir (Depkes RI, 1994). Apabila jumlah cemaran kapang/
diperbolehkan dan dikonsumsi secara rutin, maka penggunaan jamu untuk
meningkatkan kesehatan tidak dapat tercapai. Menurut Fardiaz (1992), jumlah
kapang/ khamir yang melebihi batas dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu karena kapang/
khamir bersifat patogen.
Pertumbuhan kapang pada bahan makanan maupun bahan baku obat
tradisional (simplisisa) dapat mengurangi kualitas makanan maupun obat
tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi tubuh
manusia. Contoh toksin yang dihasilkan oleh kapang kelas Deuteromycetesgenus
Aspergillus adalah aflatoksin. Sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2008) yang
menyatakan apabila seseorang mengkonsumsi aflatoksin dosis tinggi dalam waktu
yang singkat dapat menyebabkan keracunan akut dan mengakibatkan terjadinya
kerusakan hati, serta pada kasus serius dapat menimbulkan kematian. Secara
umum, kapang banyak dijumpai di tanah. Menurut Tjitrosono (1986), kapang
dapat menembus sel-sel akar tumbuhan dan hifa kapang dapat pula berkumpul ke
dalam selubung mengelilingi akar-akar sehingga pada saat pemanenan, fungi yang
telah menembus sel-sel akar akan tetap menempel pada bahan hingga pada proses
pengeringan.
Media yang digunakan pada penelitian angka kapang/ khamir ini adalah
PDA yang ditambah dengan kloramfenikol. Kandungan dari media PDA ini
adalah glukosa, ekstrak kentang dan agar. Menurut Murray (1996), media PDA
sehingga media ini dipilih untuk digunakan dalam pengujian angka kapang/
khamir ini.
Pada pengujian ini dilakukan penambahan kloramfenikol ke dalam media
dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain seperti
bakteri sehingga koloni yang tumbuh adalah murni koloni kapang dan khamir.
Menurut Wattimena (1991), koramfenikol mempunyai spektrum yang luas
sehingga dalam penelitian ini menggunakan kloramfenikol sebagai antibakterinya.
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri.
Pada umumnya konsentrasi sel fungi di dalam spesimen tidak diketahui
sebelumnya, sehingga perlu dilakukan pengenceran hingga beberapa tingkat. Hal
ini bertujuan agar sekurang- kurangnya satu di antara cawan- cawan petri tersebut
mengandung koloni- koloni yang terpisah diatas permukaan media. Dalam
penelitian ini dibuat pengenceran hingga 10-5 dengan tujuan sebagai orientasi
untuk menentukan tingkat pengenceran yang paling efektif dimana koloni mudah
dihitung dan sesuai dengan range. Prinsip dari pengenceran serial adalah
diperolehnya individu fungi yang tumbuh secara terpisah yang tampak pada
cawan petri setelah inkubasi.
Untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh benar- benar
berasal dari sampel, maka dalam penelitian ini dibuat kontrol negatif dan kontrol
media. Kontrol media berisi media PDA yang bertujuan untuk memastikan bahwa
mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari media, sedangkan kontrol
negatif berisi media PDA dan pengencer PDF yang bertujuan untuk memastikan
digunakan. Menurut Tarigan (1988), kapang dan khamir dapat tumbuh dengan
baik pada suhu kurang lebih 200C, sehingga cawan-cawan petri pada uji AKK ini
diinkubasi pada suhu sekitar 20-250C. Semua cawan petri diinkubasi secara
terbalik supaya uap air yang terbentuk selama proses inkubasi tidak menetes pada
media dan nantinya akan mempengarui pertumbuan mikroba.
Pengamatan angka kapang dan khamir dilakukan setelah inkubasi pada
hari ke-3 sampai ke-5. Koloni kapang yang dihitung adalah koloni tunggal yang
mempunyai serabut seperti kapas tanpa membedakan warna koloni. Jika terdapat
koloni yang bertumpuk, maka dianggap sebagai 1 koloni. Pengamatan juga
dilakukkan pada hari ke-3 untuk menghindari adanya kesalahan perhitungan
jumlah koloni yang bertumpuk. Pengamatan dilakukan hingga hari ke-5 yang
merupakan puncak pertumbuhan fungi. Hasil pengamatan selama inkubasi hingga
hari ke-5 ditunjukkan pada tabel II.
Tabel II. Nilai angka kapang/ khamir jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik “X”
Pengambilan sampel AKK (koloni/ml) 1 9 x 103 2 5 x 105 3 9 x 104
Hasil yang diperoleh (Tabel II) menunjukkan bahwa nilai Angka Kapang/
Khamir dalam sampel jamu uyup-uyup pada penjual jamu racik “X” di
Yogyakarta lebih besar dibanding dengan ketentuan KEPMENKES nomor
661/MENKES/SK/ VII/1994 di mana Angka Kapang/Khamir dalam cairan obat
dalam seharusnya tidak boleh lebih dari 103 koloni/ml. Ketidaksesuaian ini
dalam pembuatan jamu uyup- uyup, serta cara penyimpanan sediaan ini. Proses
pencucian yang kurang bersih dan pemanasan yang tidak terlalu tinggi suhunya
memungkinkan adanya cemaran kapang dan khamir. Nilai AKK yang tinggi
dikhawatirkan dapat menyebabkan penyakit karena beberapa kapang dan khamir
bersifat patogen. Salah satu contoh khamir yang bersifat patogen adalahCandida
albicans yang dapat menyebabkan infeksi mulut (sariawan), terutama pada bayi
(Jawetz, 1996). Jamur ini secara bebas dapat ditemukan di tanah, air dan kotoran
binatang. Contoh toksin yang dihasilkan oleh kapang kelasDeuteromycetes genus
Aspergillus adalah aflatoksin yang dapat menyebabkan aflatoksikosis. Aflatoksin
ini juga bersifat karsinogenik pada manusia dan hewan (Yenny, 2006).