UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR (AKK), ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT), DAN IDENTIFIKASISALMONELLA PADA JAMU UYUP-UYUP
YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL JAMU RACIK X DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Farmasi
Program Studi Farmasi
Disusun oleh:
Anastasia Ika Purwaningsih
NIM: 108114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR (AKK), ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT), DAN IDENTIFIKASISALMONELLA PADA JAMU UYUP-UYUP
YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL JAMU RACIK X DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Farmasi
Program Studi Farmasi
Disusun oleh:
Anastasia Ika Purwaningsih
NIM: 108114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii ii
Persetujuan Pembimbing
iii iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
iv
PERSEMBAHAN
Sukses adalah tanggungjawab pribadi. Menyalahkan orang lain atau keadaan
atas kesulitan hidup kita hanya akan semakin menjadikan kita jiwa yang tidak
bersyukur.
Mario Teguh
Hiduplah karena percaya walaupun tidak melihat. Semakin kita berpegang pada
suara Tuhan dengan iman kita, semakin kita akan melihat pertolongan.
Yohanes 20 : 29
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah
dalam doa
Roma 12 : 12
Kupersembahkan karya ini teruntuk:
Papaku Antonius Purwani dan Mamaku F. Sih Widhayanti yang
selalu mendukung saya dalam segala hal untuk menjadi lebih baik.
Adikku Bonaventura Prasetya D.I. yang memberikan semangat.
Yakobus Rio Prananto yang telah memberikan semangat, dukungan,
doa dan saran yang membangun.
Dosen dan teman-teman yang selalu memberi saran dan dukungan.
Seluruh keluarga besar dan saudara-saudara yang telah memberikan
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
vi
vii
PRAKATA
Mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang
diberikan dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan wajib bagi mahasiswa
jurusan Farmasi. Skripsi dilaksanakan dalam rangka sebagai pemenuhan syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana S-1 pada Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini terselesaikan dengan baik atas berkat bimbingan, dukungan
maupun nasihat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
rasa terimakasih kepada :
1. Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Univeristas Sanata Dharma Yogyakarta
2. CM. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Program Studi
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku Dosen
Pembimbing Akademik
3. Yohanes Dwiatmaka, S.Si.,M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu mendampingi dengan sabar dalam penyusunan skripsi.
4. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Penguji yang bersedia
memberikan saran sehingga penyusunan skripsi ini bisa lebih baik.
5. Damiana Sapta Candrasari, M. Sc selaku Dosen Penguji yang bersedia
memberikan saran sehingga penyusunan skripsi ini bisa lebih baik.
6. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si yang bersedia memberikan
bimbingan dan masukan selama penyusunan skripsi.
7. Andi, Elvina, Septi Widyastuti, S. Si., M.Kes, Darwani, Jumakir dan
segenap anggota Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta yang telah
membimbing penulis dalam penelitian laboratorium.
8. Sekretariat Fakultas Farmasi yang telah membantu segala keperluan
viii
9. Maria Dyah Kartika L.S., Theresia Nurida Ambarwulan, Arellia
Oktaviori, dan Ribka Alvianita selaku teman seperjuangan dalam
penelitian.
10. Ucapan terimakasih kepada teman-teman Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan teman-teman saya lainnya yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Penulis menerima segala kritik dan saran positif yang membangun demi
penyempurnaan penulisan dikemudian hari. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini
memberi dan menambah informasi yang bermanfaat bagi kita semua.
ix
3. Cara pembuatan obat tradisional yang baik... 13
4. Angka kapang/kamir dan angka lempeng total... 14
5.Salmonella... 17
6. Media selektifSalmonella... 18
x BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis dan rancangan penelitian... 20
2. Variabel penelitian dan definisi operasional... 20
3. Bahan penelitian... 22
4. Alat penelitian... 22
5. Tata cara penelitian... 22
6. Analisis hasil... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pemilihan dan pengumpulan sampel jamu uyup-uyup... 34
2. Sterilisasi media, alat dan ruangan... 36
3. Homogenisasi dan pengenceran sampel... 37
4. Uji angka kapang/ khamir... 39
5. Uji angka lempeng total... 43
6. UjiSalmonellapada jamu uyup-uyup... 45
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 61
5.2 Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA... 62
LAMPIRAN... 64
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Sampel jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik “X” di
Yogyakarta... 35
Gambar 2. Hasil uji isolasi jamu uyu-uyup pada media Salmonella Shigella Agar(SSA)... 49
Gambar 3. Hasil identifikasi uji glukosa pada media glukosa... 51
Gambar 4. Hasil identifikasi uji laktosa pada media laktosa... 51
Gambar 5. Hasil identifikasi uji manitol pada media manitol... 52
Gambar 6. Hasil identifikasi uji maltosa pada media maltose... 53
Gambar 7. Hasil identifikasi uji sakarosa pada media sakarosa... 54
Gambar 8. Hasil identifikasi uji sulfur pada media Sulphur Indol Motility... 54
Gambar 9. Hasil identifikasi uji sulfur pada mediaSimmon Sitrat Agar.. 57
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil identifikasiSalmonella... 33
Tabel II. Nilai angka kapang/ khamir jamu uyup-uyup dari penjual
jamu racik “X”... 42
Tabel III. Nilai angka lempeng total jamu uyup-uyup dari penjual jamu
racik “X”... 44
Tabel IV. Hasil uji identifikasiSalmonella... 58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Angka kapang/ khamir sampel jamu uyup-uyup yang
diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta dan
perhitungannya... 63 Lampiran 2. Angka lempeng total sampel jamu uyup-uyup yang
diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta dan
perhitungannya... 65 Lampiran 3. Surat izin penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan
Yogyakarta... 67 Lampiran 4. Hasil uji MPN air di warung jamu racik X di Yogyakarta 68 Lampiran 5. Hasil uji angka kapang/ khamir pada jamu uyup-uyup
dari penjual jamu racik “X” di Yogyakarta... 69 Lampiran 6. Hasil uji angka lempeng total pada jamu uyup-uyup
xiv
INTISARI
Jamu uyup-uyup merupakan jamu yang berkhasiat sebagai pelancar ASI bagi ibu yang sedang menyusui. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh penjual jamu racik X terdiri dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit (Curcuma domestica Val.), kencur (Kaempferia galanga L.), temu giring (Curcuma heyneana), temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), daun pepaya (Carica papaya folium ), lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.).
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif eksploratif, yaitu mendeskripsikan besarnya angka kapang/kamir, angka lempeng total dan kemungkinan cemaran bakteri patogen Salmonella. Tahapan yang dilakukan meliputi pemilihan dan penentuan tempat penjual jamu, pemilihan dan pengumpulan sampel jamu uyup-uyup, pengujian angka kapang/khamir, pengujian angka lempeng total, uji Salmonellapada cairan jamu uyup-uyup, dan analisis hasil.
Pada penelitian ini diperoleh nilai angka kapang/khamir sebesar 9 x 103 sampai 5 x 105dan angka lempeng total sebesar 4 x 105 sampai 3 x 107. Dalam jamu uyup-uyupdari penjual jamu racik “X”tidak terdapat bakteriSalmonella.
xv
ABSTRACT
Jamu uyup-uyup is an efficacious jamu as a facilitator milk for nursing mothers. Raw materials used in manufacture of jamu uyup-uyup produced by seller of jamu racik “X” consists of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), turmeric (Curcuma domesticaVal.), kencur (Kaempferia galangaL.), temu giring (Curcuma heyneana), temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), papaya leaves (Carica papaya folium), and lempuyang wangi (Zingiber aromaticumVal.).
This study was conducted to determine the number of mold/yeast, total plate count and the possibility of Salmonella identification. This study is non-experimental with exploratory descriptive design. Steps being taken in this study include selection and determine where the seller of jamuuyup-uyup, selection and sample collection of jamuuyup-uyup, testing of number mold/yeast and total plate count, testing ofSalmonellain jamuuyup-uyupliquid, and analysis of results.
In this study, the numerical value obtained of number mold/yeast equal to 9 x 103- 5 x 105, total plate count equal to 4 x 105 - 3 x 107. Jamu uyup-uyup
contain noSalmonellabacteria.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar produk obat tradisional yang terdaftar di Badan POM RI
adalah kelompok jamu, di mana khasiat dan keamanannya hanya didasarkan pada
penggunaan empiris secara turun-temurun (Wasito, 2011). Jamu masih banyak
digunakan untuk pengobatan alternatif karena bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatannya berasal dari bahan herbal dan harganya cukup terjangkau. Di
pasar-pasar tradisional maupun di warung-warung penjual jamu, jamu racik kurang
mendapatkan perhatian mengenai proses pembuatan maupun penyimpanannya,
sehingga mutu dan keamanan jamu racik yang dijual di pasaran kurang terjamin.
Jamu uyup-uyup merupakan jamu yang dipercaya berkhasiat sebagai
pelancar ASI bagi ibu yang sedang menyusui. Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan peneliti pada tanggal 1 Oktober 2013 di warung jamu racik “X”,
komposisi dari jamu uyup-uyup terdiri dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.), kunyit (Curcuma domestica Val.), kencur (Kaempferia galangaL.), temu
giring (Curcuma heyneana), temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), daun
pepaya (Carica papaya folium), lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.).
Peminat jamu uyup-uyup cukup banyak walaupun jamu ini rasanya sangat pahit.
Penjual di warung jamu tersebut mengatakan bahwa jamu uyup-uyup selalu
habis karena para ibu-ibu banyak yang mengkonsumsinya dengan tujuan agar
imunoglobulin yang membantu melindungi bayi sampai sistem imunnya sendiri
telah berkembang. Hampir semua karbohidrat di dalam air susu ibu adalah
laktosa. Laktosa penting untuk pertumbuhan otak (Moody, 2005).
Pemilihan warung jamu racik X karena tempat ini sudah sangat terkenal
sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Berita mengenai warung jamu X dapat di
jumpai di televisi, koran, maupun di situs-situs internet. Warung ini letaknya
sangat strategis yaitu di pusat kota sehingga banyak dikunjungi konsumen dari
berbagai daerah. Warung ini dibuka pukul 06.00 sampai pukul 20.00. Proses
pembuatan jamu di warung ini sangat sederhana, yaitu bahan baku dicuci,
dihaluskan dengan cara diparut, kemudian direbus hingga tidak terlalu mendidih
agar tidak merusak komponen maupun zat aktif dari bahan-bahan yang
digunakan. Waktu penyimpanan yang lama dan proses pembuatan yang sederhana
ini memungkinkan adanya cemaran mikroba pada sedian jamu yang dijual.
Beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan perlu dicegah. Jamu uyup-uyup merupakan salah satu
contoh dari cairan obat yang tidak memerlukan ijin usaha industri sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 tetapi tetap
harus aman, sehingga perlu adanya parameter keamanan. Parameter keamanan
meliputi uji cemaran mikrobia seperti uji mikrobia patogen, uji angka
kapang/kamir (AKK) dan uji angka lempeng total (ALT). Uji lain yang juga perlu
dilakukan adalah uji nilai duga terdekat coliform, uji aflatoksin serta uji cemaran
logam berat. Mikroba patogen yang perlu diwaspadai dalam obat tradisional,
Pseudomonas aeruginosa (Depkes RI, 1994). Bakteri-bakteri tersebut dapat
menyebabkan berbagai penyakit infeksi sehingga perlu diwaspadai keberadaannya
dalam makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Angka lempeng total dan
angka kapang kamir dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui apakah
pembuatan obat tradisional sudah memenuhi Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB). Angka kapang khamir dan angka lempeng total yang
semakin kecil menunjukkan bahwa pembuatan obat tradisional sudah lebih
menerapkan CPOTB (Wasito, 2011).
Pertumbuhan kapang pada bahan makanan maupun bahan baku obat
tradisional (simplisisa) dapat mengurangi kualitas makanan maupun obat
tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi tubuh
manusia (Pratiwi, 2008). Uji AKK adalah uji yang digunakan untuk menghitung
jumlah kapang/ khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng yang
sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-250C. Tujuan uji AKK adalah memberikan
jaminan bahwa sediaan simplisia tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas
ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas sediaan dan aflatoksin yang
berbahaya bagi kesehatan (DepKes RI, 2000).
Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak
diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu
penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Patogenesis infeksi bakteri mencakup
inisiasi dari proses infeksi dan mekanisme yang menyebabkan pemunculan
tanda-tanda dari simtom penyakit. tahap awal adalah masuknya bakteri ke dalam tubuh,
tempat infeksi pertama, bakteri akan berkembang biak dan menyebar langsung
menuju aliran darah. Kemudian bakteri akan mencapai jaringan yang cocok bagi
perkembangbiakannya. Kemampuan mikroorganisme untuk meningkatkan
patogenisitas sangat bergantung pada faktor virulensi mikroorganisme yang
meliputi daya invasi dan toksigenisitas. Daya invasi merupakan kemampuan
mikroorganisme untuk berpenetrasi ke dalam jaringan hospes, mengatasi
pertahanan tubuh hospes, berkembangbiak, dan menyebar ke dalam seluruh tubuh
hospes. Bakteri menghasilkan dua toksin, yaitu endotoksin dan eksotosin.
Endotoksin ini bersifat stabil pada pemanasan, dapat menimbulkan reaksi demam
serta bersifat kurang toksik, namun dapat menimbulkan kematian bila terdapat
dalam jumlah besar. Eksotosin bersifat tidak stabil terhadap pemanasan, tidak
memberikan reaksi demam, serta bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan
kematian walaupun dalam dosis yang kecil. Banyaknya penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, maka perlu dilakukan uji Angka Lempeng Total (ALT).
Uji ALT digunakan untuk menghitung banyaknya bakteri yang tumbuh dan
berkembang pada sampel, juga sebagai acuan yang dapat menentukan kualitas dan
keamanan simplisia. Simplisia dinyatakan memenuhi kualitas secara mikrobiologi
apabila tidak ada sama sekali cemaran mikrobia atau apabila ada maka jumlahnya
haruslah berada di batas yang sudah ditentukan oleh KepMenKes RI No.
661/MenKes/ RI/SK/VII/1994 yaitu tidak lebih dari 103 koloni/ml untuk angka
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi Salmonella karena merupakan
salah satu bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Salmonella disebut salmonelosis. Angka kesakitan yang
disebabkan oleh infeksi bakteriSalmonellasangat tinggi. Penyakit ini tidak hanya
terjadi di negara berkembang, namun juga terjadi di negara maju. Angka kejadian
infeksiSalmonelladi seluruh dunia mencapai lebih dari 12,5 juta per tahun dan di
Amerika Serikat diperkirakan sekitar 2 juta penderita salmonelosis tiap tahunnya.
Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Gejala klinik yang sering dialami oleh penderita salmonelosis adalah
ganguan pencernaan mulai dari rasa mual dan muntah, diare, nyeri lambung,
sering juga disertai nyeri kepala, keringat dingin dan pada keadaan yang parah
dapat terjadi kekakuan otot serta kehilangan kesadaran sesaat (Soeharsono,2002).
Besarnya bahaya yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella ini membuat
penelitian mengenai cemaran bakteri patogenSalmonellaperlu dilakukan.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih
memperhatikan kualitas dan keamanan produk jamu, khususnya dari segi
mikrobiologis yang meliputi angka kapang/ khamir, angka lempeng total dan
1. Permasalahan
Dalam penelitian ini, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai
berikut:
a. Berapa Angka Kapang/Khamir jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta?
b. Berapa Angka Lempeng Total jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta?
c. Adakah cemaran bakteri Salmonella dalam jamu uyup-uyup yang
diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta?
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan data
mengenai Angka Kapang/Khamir, Angka Lempeng Total dan cemaran
bakteri patogen Salmonella pada jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi tentang kualitas dan keamanan jamu uyup-uyup yang dijual oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta dilihat dari Angka Kapang/Khamir,
Angka Lempeng Total dan cemaran bakteri patogen Salmonella, sehingga
diharapkan dapat memberikan informasi kepada penjual jamu racik X agar
lebih memperhatikan kebersihan.
c. Manfaat metodologis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan dan
terus dikembangkan dalam pengujian cemaran mikroba pada sediaan
jamu-jamu yang lain.
3. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka oleh penulis, belum ada publikasi
mengenai uji Angka Kapang/Khamir, Angka Lempeng Total dan
cemaran bakteri patogen Salmonella dalam jamu uyup-uyup yang
diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta belum pernah
dilakukan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dan keamanan
berdasarkan angka kapang/kamir, angka lempeng total dan cemaran
bakteri patogen Salmonella dalam jamu uyup-uyup yang diproduksi
2. Tujuan khusus
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
a. Angka Kapang/Khamir jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta.
b. Angka Lempeng Total jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta.
c. Adanya cemaran bakteri Salmonella dalam jamu uyup-uyup yang
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Cairan Obat Dalam
Obat bahan alam Indonesia atau sering disebut obat tradisional
dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
No 007 tahun 2012 adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan-bahan tersebut. Bahan tersebut secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Sebagian besar produk obat tradisional yang terdaftar di Badan POM
RI adalah kelompok jamu. Khasiat dan keamanan jamu hanya didasarkan pada
penggunaan empiris secara turun temurun. Menurut Wasito (2011), jamu biasanya
disajikan dalam bentuk seduhan, rajangan dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.
Jamu masih banyak digunakan untuk pengobatan alternatif karena
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya berasal dari bahan-bahan herbal dan
harganya cukup terjangkau. Masyarakat dapat mengkonsumsi jamu dengan
meracik sendiri atau memperoleh dari penjual keliling maupun di warung-warung
jamu. Jamu godhog yang ada di warung-warung penjual jamu maupun di
pasar-pasar tradisional kurang mendapatkan perhatian mengenai proses pembuatan
maupun penyimpanannya sehingga tidak ada jaminan mutu dan keamanan jamu
Jamu uyup-uyup tidak memerlukan ijin usaha industri sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 tetapi tetap
harus aman, sehingga perlu adanya parameter keamanan. Parameter keamanan
meliputi uji cemaran mikrobia seperti uji mikrobia patogen, uji angka
kapang/kamir (AKK), uji angka lempeng total (ALT), uji nilai duga terdekat
coliform dan uji aflatoksin serta uji cemaran logam berat. Perlu diwaspadai pula
adanya mikroba patogen dalam obat tradisional, antara lain Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Depkes
RI, 1994).
B. Jamu Uyup-uyup
Jamu uyup-uyup yang sering disebut juga jamu gepyokan merupakan jamu
yang dipercaya berkhasiat sebagai pelancar ASI bagi ibu yang sedang menyusui
dan dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan jamu uyup-uyup bermacam-macam, namun secara umum terdiri dari
kencur, jahe, bangle, laos, kunyit, temulawak, puyang wangi dan temugiring
(Suharmiati, 2003). Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti pada tanggal 1
Oktober 2013 di warung jamu racik X, komposisi dari jamu uyup-uyup ini terdiri
dari temulawak, kunyit, kencur, temu giring, temu ireng, daun pepaya, lempuyang
wangi.
a. Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.)
Bagian yang digunakan pada temulawak adalah rimpang. Rimpang
temulawak mengandung kurkuminoid berupa kurkumin, demetoksikurkumin
Rimpang temulawak dapat digunakan sebagai perangsang ASI, mengobati
sakit gangguan hati, demam, sakit kuning, pegal-pegal, sembelit, obat peluruh
haid dan obat kuat (Rukmana, 1995).
b. Kunyit (Curcuma domesticaVal.)
Senyawa yang terkandung dalam kunyit meliputi kurkuminoid,
yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdesmotoksikurkumin.
Rimpang kunyit juga mengandung minyak atsiri berupa sesquiterpen,
tumeron, tumeon, zingiberen dan garam-garam mineral lainnya yang
berkasiat untuk memperlancar ASI (Wasito, 2011). Rimpang kunyit
bermanfaat juga untuk mengobati sakit gatal, kesemutan, gusi bengkak, luka,
sesak nafas, sakit perut, bisul, limpa, kudis, encok, memperbaiki pencernaan
dan merangsang gerakan usus serta menghilangkan perut kembung
(karminatif), antidiare, obat peluruh empedu (kolagoga), sebagai penenang
(sedatif) (Rukmana, 1995).
c. Kencur (Kaempferia galangaL.)
Senyawa yang terkandung dalam rimpang kencur adalah amilum,
mineral dan minyak atsiri yang terdiri dari sineol, asam metilfumarat dan
pentadekana, ester etil sinamat, borneol, kamfena, asam anisik, selain itu juga
terdapat alkaloid dan gom. Khasiat dari rimpang kencur ini adalah untuk
mengobati masuk angin, diare, sakit kepala, influenza pada bayi, batuk
memperlancar haid, menghilangkan lelah, muntah-muntah dan lain-lain
d. Pepaya (Carica papaya L.)
Bagian yang digunakan dari tanaman ini adalah daunnya.
Kandungan dari daun pepaya ini meliputi enzim papain, alkaloid karparin dan
pseudokarpain, glikosida, karposida dan saponin. Khasiat daun pepaya yaitu
untuk mengobati malaria, flu, menambah nafsu makan, mencegah demam
nifas, mengatasi keputihan, melancarkan haid, jerawat dan melancarkan ASI
(Latief, 2012).
e. Lempuyang wangi (Zingiber aromaticumVal.)
Kandungan zat aktif dari rimpang lempuyang ini meliputi
zerumbon, suatu senyawa yang berkhasiat sebagai antikejang. Selain itu juga
terdapat limonen yang berkhasiat sebagai karminatif (mengeluarkan gas) dari
saluran cerna. Kegunaan lain lempuyang adalah untuk mengobati kaki
bengkak setelah melahirkan, wasir, gatal-gatal, anemia, cacingan, kolik
karena kedinginan, serta untuk menambah nafsu makan (Latief, 2012).
f. Temu giring (Curcuma heyneana)
Temu giring mengandung amilum, minyak atsiri dan piperazin
sitrat yang dapat membunuh cacing gelang. Akar rimpang temugiring yang
pahit dikombinasikan dengan tanaman obat lainnya untuk mendegenerasi
lemak dan menjaga stamina serta dapat mengatasi beberapa penyakit seperti
cacingan, bau badan, kegemukan, gelisah atau cemas, jantung berdebar-debar,
disentri, sembelit dan dapat digunakan sebagai lulur pengantin. (Agoes,
g. Temu hitam (Curcuma aeruginosaRoxb.)
Rimpang temu hitam mengandung minyak astiri, kurkumol,
kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, gemakron,
linderazulene, kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdesmotoksikurkumin.
Rimpang rasanya pahit, tajam dan sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai peluruh
flatus (karminatif), peluruh dahak, meningkatkan nafsu makan (stomakik),
antihelmintik dan pembersih darah setelah melahirkan atau setelah haid
(Agoes, 2010).
C. Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
Pembuatan obat tradisional sebaiknya sesuai dengan CPOTB agar
diperoleh obat tradisional yang berkualitas dan aman bagi konsumen. Petunjuk
Operasional Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) mengatur
tentang pembuatan segala macam obat tradisional, salah satunya jamu. CPOTB
menekankan pada aspek-aspek penting dalam pembuatan obat tradisional/ jamu,
yaitu faktor pembuatan jamu, bahan baku, tempat pengolahan, serta pengemasan
(Badan POM RI, 2005).
Berdasarkan CPOTB, pembuat jamu sebaiknya menjaga kebersihan diri
sebelum memulai pembuatan jamu dengan cara mencuci tangan menggunakan
sabun/ larutan deterjen dan tidak diperbolehkan bekerja apabila mengalami
gatal-gatal dan sedang menderita penyakit kulit. Bahan baku yang digunakan harus
dicuci dengan bersih sampai 2-3 kali pencucian. Tempat pengolahan harus dijaga
kebersihannya baik sebelum maupun sesudah proses pembuatan jamu. Hal ini
menyebabkan masalah kesehatan bagi konsumen (Badan POM RI, 2005). Tidak
semua aspek dari CPOTB dapat diterapkan pada industri kecil, seperti penjual
jamu racik. Beberapa aspek yang mungkin dapat diterapkan adalah aspek
pembuatan jamu serta kualitas bahan bakunya, sedangkan untuk tempat
pengolahan dan pengemasannya kurang mendapat perhatian.
D. Angka Kapang/Kamir dan Angka Lempeng Total
Salah satu parameter keamanan dari sedian jamu uyup-uyup adalah angka
kapang/ khamir. AKK adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang tumbuh dari
cuplikan (sampel uji) yang dinokulasikan pada media yang sesuai setelah inkubasi
selama 3-5 hari pada suhu 20-250C dan dinyatakan dalam koloni/ml (Badan POM
RI, 2006). Prinsip uji AKK adalah pertumbuahan kapang/ khamir setelah cuplikan
diinokulasikan pada media lempeng yang sesuai dan diinkubasikan pada suhu
20-250C. Tujuan uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan simplisia tidak
mengandung cemaran fungi melebihi batas ditetapkan karena berpengaruh pada
stabilitas sediaan dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan (DepKes RI,
2000).
Khamir (yeast) merupakan fungi bersel satu (uniseluler), tidak berfilamen,
berbentuk oval atau bulat, berukuran lebih besar dibanding bakteri, tidak
berflagel. Khamir bersifat fakultatif, artinya khamir dapat hidup dalam kedaan
aerob ataupun anaerob. Khamir bereproduksi melalui pertunasan atau pembelahan
sel (Pratiwi, 2008). Salah satu contoh khamir adalah Candida albicans yang
secara alami terdapat dalam tubuh sebagai flora normal selaput mukosa saluran
ditemukan di tanah, air dan kotoran binatang. Candida albicansyang terkonsumsi
manusia akan dihantarkan memalui aliran darah ke seluruh organ tubuh, termasuk
selaput otak. Jamur ini dapat menyebabkan infeksi mulut (sariawan), terutama
pada bayi (Jawetz, 1996).
Kapang merupakan (mold) merupakan fungi yang berfilamen, multiseluler
dan hidup dalam kondisi aerob. Kapang membentuk miselium dan berbagai
bentuk spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut hifa.
Hifa mempunyai dua struktur, yaitu bersepta dan tidak bersepta. Septa ini
menyekat sel sehingga filamen yang panjang ini terlihat sebagai rantai sel (Lay,
1994; Pratiwi, 2008). Contoh toksin yang dihasilkan oleh kapang kelas
Deuteromycetes genus Aspergillus adalah aflatoksin. Aflatoksin ini dapat
mencemari bahan makanan yang nantinya dapat terkonsumsi oleh manusia.
Penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi aflatoksin disebut dengan
aflatoksikosis. Aflatoksin ini juga bersifat karsinogenik pada manusia dan hewan.
Konsumsi aflatoksin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya
aflatoksikosis akut yang dapat menimbulkan manifestasi hepatotoksisitas atau
pada kasus-kasus berat dapat terjadi kematian. Bila aflatoksikosis ini
berkelanjutan maka muncul sindrom penyakit yang ditandai dengan muntah, nyeri
perut, edema paru, kejang, koma dan kematian akibat edema otak serta
perlemakan hati, ginjal dan jantung (Yenny, 2006).
Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Patogenesis infeksi
bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan mekanisme yang menyebabkan
bakteri ke dalam tubuh, kemudian menempel atau melekat pada sel inang. Setelah
bakteri menetap pada tempat infeksi pertama, bakteri akan berkembang biak dan
menyebar langsung menuju aliran darah. Kemudian bakteri akan mencapai
jaringan yang cocok bagi perkembangbiakannya. Kemampuan mikroorganisme
untuk meningkatkan patogenisitas sangat bergantung pada faktor virulensi
mikroorganisme yang meliputi daya invasi dan toksigenisitas. Daya invasi
merupakan kemampuan mikroorganisme untuk berpenetrasi ke dalam jaringan
hospes, mengatasi pertahanan tubuh hospes, berkembangbiak, dan menyebar ke
dalam seluruh tubuh hospes. Bakteri menghasilkan dua toksin, yaitu endotoksin
dan eksotosin. Endotoksin ini bersifat stabil pada pemanasan, dapat menimbulkan
reaksi demam serta bersifat kurang toksik, namun dapat menimbulkan kematian
bila terdapat dalam jumlah besar. Eksotosin bersifat tidak stabil terhadap
pemanasan, tidak memberikan reaksi demam, serta bersifat sangat toksik dan
dapat menimbulkan kematian walaupun dalam dosis yang kecil. Banyaknya
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, maka perlu dilakukan uji angka
lempeng total (ALT). Uji ALT dapat digunakan untuk menghitung banyaknya
bakteri yang tumbuh dan berkembang pada sampel, juga sebagai acuan yang dapat
menentukan kualitas dan keamanan simplisia. Simplisia dikatakan berkualitas
apabila tidak ada sama sekali cemaran mikroba yang tumbuh atau apabila ada
maka jumlahnya haruslah berada di batas yang sudah ditentukan oleh KepMenKes
RI No. 661/MenKes/RI/SK/VII/1994, yaitu tidak lebih dari 103 koloni/ml untuk
angka kapang/khamir dan 104koloni/ml untuk angka lempeng total (Depkes RI,
E. Salmonella
Bakteri patogen pada saluran cerna merupakan golongan bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna manusia. Jenis bakteri
yang paling sering menyebabkan infeksi pada saluran cerna adalah bakteri-bakteri
famili Enterobacteriaceae, salah satu contohnya adalah Salmonella(Radji, 2010).
Salmonella merupakan bakteri yang berbentuk batang dan bersifat gram negatif,
anaerob fakultatif, motil dengan flagel serta dapat tumbuh optimum pada suhu
37,5ºC dengan pH media 6-8. Salmonella dapat memfermentasi laktosa dan
sukrosa serta mempunyai enzim katalase yang dapat memfermentasi sitrat dan
H2S, namun tidak dapat memfermentasi indol. Salmonella mati pada suhu 56ºC
dan pada keadaan kering. Manusia dan hewan merupakan sumber kontaminasi
Salmonellasecara langsung maupun tidak langsung. HabitatSalmonellaadalah di
tanah, air dan pembuangan kotoran. (Radji,2010).
Infeksi yang disebabkan bakteri Salmonella disebut salmonelosis.
Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang
dipersiapkan oleh alat-alat dan tangan yang terkontaminasi. Infeksi Salmonella
terjadi pada saluran pencernaan dan terkadang menyebar lewat peredaran darah ke
seluruh organ tubuh. Bagi manusia, dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan
infeksi klinik atau subklinik adalah 105-108bakteri (tetapi mungkin cukup dengan
103 organisme Salmonella typhi). Proses infeksi terjadi ketika mikroorganisme
mesuk ke dalam jaringan dan berkembang biak. Virulensi Salmonelladisebabkan
oleh kemampuan menginvasi sel-sel epitel, mempunyai antigen permukaan yang
menghasilkan beberapa toksin spesifik, kemampuan berkolonisasi pada ileum dan
kolon, serta kemampuan menginvasi lapisan epitel intestin dan berkembang di
dalam sel-sel limfoid (Radji, 2010).
InfeksiSalmonelladapat berupa infeksi yang dapat sembuh sendiri seperti
gastroenteritis, namun juga dapat menjadi masalah serius apabila terjadi
penyebaran sistematik seperti demam enterik (Radji,2010). Gejala klinik yang
sering dialami oleh penderita salmonelosis adalah ganguan pencernaan mulai dari
rasa mual dan muntah, diare, nyeri lambung, sering juga disertai nyeri kepala,
keringat dingin dan pada keadaan yang parah dapat terjadi kekakuan otot serta
kehilangan kesadaran sesaat. Gejala yang tampak terkadang disertai dengan
demam, di mana suhu tubuh mencapai 37,1- 38,50C. Gejala paling serius adalah
dehidrasi yang nantinya dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera
diobati, terutama pada anak-anak (Soeharsono, 2002).
F. Media selektifSalmonella
Media pembenihan merupakan media yang mengandung nutrisi yang
disiapkan untuk menumbuhkan bakteri di dalam skala laboratorium. Beberapa
bakteri dapat tumbuh dengan baik pada setiap media pembenihan, sedangkan
yang lain membutuhkan media khusus. Media pembenihan harus dapat
menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media harus
mengandung karbon, nitrogen, sulfur, fosfor dan faktor pertumbuhan organik.
Media pembenihan seharusnya memenuhi syarat sebagai berikut: harus
mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan dibiakkan;
pembenihan harus steril dan tidak mengandung mikroba lain; media diinkubasi
pada suhu tertentu sesuai dengan karakteristik mikroba uji (Radji, 2010).
Media selektif yang digunakan untuk mengisolasi bakteri Salmonella
meliputi:
1. Selenite Broth
Selenite Broth merupakan suatu media pengkaya yang digunakan untuk
mengisolasi Salmonella yang berasal dari feses maupun produk makanan. Media
ini mengandung pepton, laktosa dan natrium fosfat yang merupakan nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhanSalmonella.Salmonella dapat tumbuh baik dalam
media ini, yang ditandai dengan adanya kekeruhan pada media Selemite Broth
(Bridson, 2006).
2. Salmonella ShigellaAgar
Salmonella ShigellaAgar merupakan media selektif yang digunakan untuk
mengisolasiSalmonelladan beberapa spesies Shigellayang berasal dari spesimen
klinik seperti urin, darah, feses maupun yang berasal dari makanan. SSA ini
mengandung pepton, laktosa, natrium sitrat, natrium tiosulfat, besi (III) sitrat,
brilliant green, natural red dan bile salt. Salmonella yang tumbuh dalam media
SSA berupa koloni transparan, biasanya terdapat bintik hitam ditengah koloni
tersebut (Bridson, 2006).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini ingin mengungkapkan kemungkinan adanya cemaran
mikroba dalam jamu racik yang tercermin dari nilai angka lempeng total, angka
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan
deskriptif eksploratif. Penelitian ini mendeskripsikan besarnya nilai Angka
Kapang/Khamir, Angka Lempeng Total dan identifikas Salmonella dalam jamu
uyup-uyup yang diproduksi oleh penjual jamu racik X di Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas: waktu produksi jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X di Yogyakarta.
b. Variabel tergantung: Angka kapang/khamir, angka lempeng total dan
keberadaan bakteriSalmonella.
c. Variabel pengacau
1. Variabel pengacau terkendali: media pertumbuhan yaitu Potato
Dextrose Agar (PDA) dan Plate Count Agar (PCA), suhu inkubasi
35ºC untuk uji ALT dan 25ºC untuk uji AKK, waktu inkubasi 24-48
jam untuk uji ALT dan 5-7 hari untuk uji AKK. Media pengkayaan
(Selenite Broth), media isolasi (Salmonella Shigella agar), media
Sulphur Indol Motility, media simmons sitrat agar, nutrien agar),
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
2. Variabel pengacau tak terkendali: cara pembuatan jamu uyup-uyup,
cara penyimpanan setelah pembuatan, kualitas bahan pembuatan
jamu.
2. Definisi operasional
a. Jamu uyup-uyup merupakan jamu yang dipercaya berkhasiat sebagai
pelancar asi bagi ibu yang sedang menyusui dan bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan jamu uyup-uyup yang diproduksi oleh
penjual jamu racik X terdiri dari temulawak, kunyit, kencur, temu giring,
temu ireng, daun pepaya, lempuyang wangi.
b. Uji Angka kapang/khamir adalah suatu uji cemaran mikroba yang
dilakukan dengan menghitung jumlah kapang dan khamir yang terdapat
dalam jamu uyup-uyup. Jumlah cemaran angka kapang/khamir tidak
boleh lebih dari 103 koloni/ml.
c. Uji ALT merupakan suatu uji yang dapat digunakan untuk menghitung
banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang pada jamu uyup-uyup.
Jumlah cemaran angka lempeng total tidak boleh lebih dari 104koloni/ml.
d. UjiSalmonelladalam obat tradisional adalah suatu uji untuk menetapkan
adanya Salmonella dalam cairan jamu uyup-uyup dengan melihat ada
C. Bahan Penelitian
1. Cairan jamu uyup-uyup yang diperoleh dari penjual X di Yogyakarta.
2. Media yang digunakan untuk pengujian AKK adalah media Potato Dextrose
Agar (PDA) (Oxoid). Media yang digunakan dalam pengujian ALT adalah
Plate Count Agar (PCA) (Oxoid). Media pengkayaan (Selenith Broth)
(Oxoid), media isolasi (Salmonella Shigella Agar) (Oxoid), media
identifikasi (media glukosa, media laktosa, media manitol, media maltosa,
media sakarosa, mediaSulphur Indol Motility, media Simmons Sitrat Agar,
Nutrien Agar) (Oxoid).
3. Kloramfenikol 1%, PDF (Pepton Dilution Fluid), aquadest steril, etanol
70%, pereaksi H2O2dan Kovacs.
4. Bakteri baku sebagai standar pembanding adalah Salmonella typhi ATCC
14028.
D. Alat Penelitian
Beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), mikropipet
(Iwaki), pipet tetes, lampu spiritus, tabung reaksi (Pyrex), pipet volume, cawan
petri (Pyrex), jarum ose,autoclaf(model: KT-40 No.108049 Midorigaoka Japan),
inkubator (WTC binder), oven, stomacher (Seward), waterbath, plastik steril,
vortex(Sybran)
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan pengumpulan sampel jamu uyup-uyup
Sampel jamu uyup-uyup diambil dari penjual jamu racik X pada saat
sebanyak 3 periode dengan selang 1 minggu setiap pengambilan sampel.
Kemudian sampel dipindahkan ke dalam botol steril.
2. Persiapan sampel
Bagian wadah/kemasan jamu uyup-uyup dibuka secara aseptis di dekat
nyala api Bunsen.
3. Homogenisasi sampel
Sebanyak 25 ml jamu uyup-uyup diambil secara aseptis dan
dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan
pengencer PDF (Pepton Dilution Fluid), sehingga diperoleh pengenceran
1:10 (10-1). Dikocok dengan baik menggunakan stomacher kemudian
dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan.
4. Pengenceran sampel
Sebanyak 8 tabung reaksi (4 untuk pengujian AKK dan 4 untuk
pengujian ALT) yang telah diisi dengan 9 ml PDF disiapkan. 1 ml
pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet
dan dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah berisi PDF hingga
diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok sampai homogen dengan vortex.
Selanjutnya sampel dibuat pengenceran hingga 10-5.
5. Pengujian Angka Kapang/Khamir (AKK) a. Pembuatan larutan kloramfenikol
Sebanyak 1 g kloramfenikol 1 % ditimbang kemudian dilarutkan
b. Uji angka kapang/khamir
Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran sampel dipipet dan
dituangkan pada cawan petri. Sebanyak ± 15 ml media PDA (45º ± 1º) yang
sebelumnya telah ditambah dengan 1 ml larutan kloramfenikol 1% dituang
ke dalam tiap cawan petri, kemudian segera cawan petri digoyang sambil
diputar agar suspensi dapat tersebar merata kemudian dibuat duplo. Uji
sterilitas media dilakukan dengan menuangkan media PDA dalam suatu
cawan petri dan biarkan memadat dengan tujuan untuk mengetahui sterilitas
media. Sedangkan untuk uji sterilitas pengencer dilakukan dengan
menuangkan media PDA dan 1 ml pengencer (PDF) lalu biarkan memadat
dengan tujuan untuk mengetahui sterilitas pengencer. Seluruh cawan petri
diinkubasi secara terbalik pada suhu 25ºC selama 5-7 hari. Setelah 5 hari
inkubasi, dicatat jumlah koloni kapang/khamir yang tumbuh. Pengamatan
terakhir dilakukan pada inkubasi hari ke 7.
6. Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran sampel dipipet dan
dituangkan pada cawan petri. Sebanyak ± 15 ml media PCA (45º ± 1º)
dituang ke dalam tiap cawan petri, kemudian segera cawan petri digoyang
sambil diputar agar suspensi sampel tersebar merata yang selanjutnya
dibuat duplo. Uji sterilitas media dilakukan dengan menuangkan media
PCA dalam suatu cawan petri dan biarkan memadat dengan tujuan untuk
dilakukan dengan menuangkan media PCA dan 1 ml pengencer (PDF) lalu
biarkan memadat dengan tujuan untuk mengetahui sterilitas pengencer.
Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 35ºC selama 24 hingga 48
jam dengan posisi terbalik, jumlah koloni yang tumbuh diamati dan
dihitung.
7. Uji Salmonellapada cairan jamu uyup-uyup
a. Uji pengkayaan pada mediaSelenite Broth
Sacara aseptis, dipipet 1 ml suspensi jamu uyup-uyup, kemudian
diisolasi pada 9 ml Selenite Broth, diinkubasi pada suhu 37º selama 24
jam. Media Selenite Broth akan menjadi keruh jika terdapat Salmonella.
Uji yang sama dilakukan terhadap kontrol positif berupa kultur murni
Salmonella thypi ATCC 14028. Hasil positif ditandai dengan adanya
perubahan warna media dari kuning jernih menjadi keruh.
b. IsolasiSalmonellapada media selektifSalmonella Shigella Agar
Satu sengkelit biakan bakteri dari media pengkayaan diisolasikan
pada permukaan Salmonella Shigella Agar (SSA) dengan cara streak (4
kuadran), diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Prosedur yang sama
dilakukan terhadap kontrol positif yang berupa kultur murni Salmonella
thypi ATCC 14028. Hasil pengujian pada sampel dibandingkan dengan
kontrol positif dengan melihat berdasarkan morfologi koloni yang tumbuh.
Keberadaan Salmonella ditunjukkan dengan adanya koloni berwarna
c. Uji konfirmasi (uji biokimia)Salmonelladalam jamu uyup-uyup
Satu koloni spesifik pada Salmonella Shigella Agar dipilih dan
kemudian dilakukan uji fermentasi gula-gula, uji sulfur, indol, motilitas,
sitrat dan katalase. Prosedur yang sama dilakukan terhadap kontrol positif
yang berupa kultur murni Salmonella typhi ATCC 14028. Hasil dari
pengujian dibandingkan dengan hasil pertumbuhannya berdasarkan
perubahan warna yang terjadi.
1) Uji fermentasi gula-gula
a) Uji fermentasi glukosa
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar
diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya
perubahan warna media dariorangekemerahan menjadi kuning.
b) Uji fermentasi laktosa
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar
diinokulasikan pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Jika terjadi perubahan warna media dari
orangekemerahan menjadi kuning menunjukkan hasil positif.
c) Uji fermentasi manitol
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu
orange kemerahan menjadi kuning menunjukkan hasil uji
positif.
d) Uji fermentasi maltosa
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Jika terjadi perubahan warna media dari
orangekemerahan menjadi kuning menunjukkan hasil uji positif
e) Uji fermentasi sakarosa
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media sakarosa dan diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Jika terjadi perubahan warna media dari
orange kemerahan menjadi kuning menunjukkan hasil uji
positif.
2) Uji sulfur
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media SIM (Sulphur Indol Motility) dan
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Adanya warna hitam di
sepanjang bekas inokulasi menunjukan hasil yang positif.
3) Uji indol
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media SIM (Sulphur Indol Motility) dengan
cara ditusuk dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
biakan, kemudian digojog dan diamkan beberapa menit. Warna
merah cherry yang berbentuk cincin pada permukaan biakan
menunjukkan reaksi indol positif.
4) Uji motilitas
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media SIM (Sulphur Indol Motility) dengan
cara ditusuk dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.
Apabila pertumbuhan mikroba tidak hanya di bekas tusukan
menunjukkan hasil positif.
5) Uji sitrat
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada media Simmon Sitrat Agar dan diinkubasi
pada suhu 35-37ºC selama 24 jam. Jika terjadi perubahan warna
media dari hijau menjadi biru menunjukkan hasil positif.
6) Uji katalase
Satu sengkelit biakan dari Salmonella Shigella Agar (SSA)
diinokulasikan pada gelas objek kemudian ditetesi dengan H2O2.
F. Analisis Hasil 1. Angka kapang/khamir
Cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah
koloni antara 10-150 dipilih dan dihitung jumlah koloni dari kedua cawan
lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari
dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara
10-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran,
kemudian diambil angka rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai Angka
Kapang/ Khamir dalam tiap gram atau mL sampel.
Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan
diatas, maka diikuti petunjuk sebagai berikut:
a. Bila hanya salah satu diantara kedua cawan petri dari pengenceran
yang sama menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, dihitung
jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor
pengenceran.
b. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah
koloni lebih besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran
dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran terendah (misal:
pada pengenceran 10-2diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran
10-3 diperoleh 30 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada
pengenceran 10-2, yaitu 60 koloni).
Bila pada pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah
dibawahnya, maka diambil angka rata-rata dari jumlah koloni dari
kedua pengenceran tersebut. Hasil dinyatakan sebagai angka
kapang/ khamir dalam tiap gram sampel (misal: pada pengenceran
10-2 diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 10
koloni, maka angka kapang/ khamir adalah :
x 10-3= 8 x 103
c. Bila dari seluruh cawan petei tidak ada satupun yang menunjukkan
jumlah antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenanyadari
tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai Angka Kapang/
Khamir perkiraan.
d. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan
disebabkan karena faktor inhibitor, maka Angka Kapang/ Khamir
dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran
terendah (< 1 x faktor pengenceran terendah) (PPOMN, 2006).
2. Angka lempeng total
1. Cara menghitung dan menyatakan hasil
a. Pilih cawan petri (simplo dan duplo) diisi satu pengenceran yang
menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Hitung
semua koloni dalam cawan petri dengan menggunakan alat
penghitung koloni (colony counter). Hitung rata-rata jumlah koloni
dan kalikan dengan faktor pengenceran dan nyatakan hasilnya
b. Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih
kecil dari 25 atau lebih besar dari 250, hitung rata-rata jumlah
koloni, kalikan dengan faktor pengenceran dan nyatakan hasilnya
sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram.
c. Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak
antara 25-250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing
pengenceran seperti yang disebut pada butir a dan b di atas dan
hitung rata-rata jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut.
Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali jumlah yang
terkecil, nyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah bakteri
per mililiter atau gram.
d. Jika rata-rata jumlah koloni masing- masing cawan petri tidak
terletak antara 25 dan 250 koloni, hitung jumlah koloni seperti
pada butir a dan b di atas dan nyatakan sebagai jumlah bakteri
perkiraan per mililiter atau gram.
e. Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni,
maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi
ke dalam 2, 4 atau 8 sektor. Hitung jumlah koloni dalam satu
bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu
cawan petri, hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan
faktor pembagi dan pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai
f. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni,
maka jumlah koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan
dengan faktor pengenceran dan nyatakan hasilnya sebagai jumlah
bakteri perkiraan per mililiter atau gram lebih besar dari jumlah
yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor pengenceran).
g. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nyatakan
jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan
pengenceran yang terendah (< 10).
h. Menghitung koloni perambatan (Spreader)
Ada 3 macam perambatan pada koloni, yaitu:
1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah.
2) Perambatan yang terjadi diantara dasar cawan petri dan
perbenihan.
3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan
perbenihan.
Kalau terjadi hanya 1 (satu) perambatan (seperti rantai)
maka koloni dianggap 1 (satu). Tetapi bila 1 atau lebih rantai
terbentuk dan yang berasal dari sumber yang berpisah- pisah, maka
tiap sumber dihitung sebagai 1 (satu) koloni.
Bila (2) dan (3) terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi
2. Cara menghitung dan membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni
perkiraan hanya angka penting yang digunakan, yaitu angka yang
pertama dan kedua (dimulai dari kiri), sedangkan angka yang
ketiga diganti dengan 0 apabila kurang dari 5 atau lebih dijadikan 1
yang ditambahkan pada angka yang kedua (PPOMN, 2006).
3. Identifikasi bakteriSalmonella
Menurut Holt dkk (2000), Salmonella dinyatakan terdapat pada
sampel jamu uyup-uyup apabila memenuhi hasil seperti pada tabel I.
Tabel I. Hasil identifikasiSalmonella
Uji Hasil
Glukosa +
Laktosa
-Manitol +
Maltosa +
Sakarosa
-Sulfur +
Indol
-Motilitas +
Sitrat +
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamu uyup-uyup sering disebut juga sebagai jamu gepyokan. Jamu ini
dipercaya berkhasiat sebagai pelancar asi bagi ibu yang sedang menyusui.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 Oktober
2013 di warung jamu racik X di Yogyakarta, komposisi jamu uyup-uyup terdiri
dari temulawak, kunyit, kencur, temu giring, temu ireng, daun pepaya dan
lempuyang wangi. Jamu ini dibuat dengan cara sederhana yaitu bahan baku
dicuci, dihaluskan dengan cara diparut, serta direbus dengan air yang tidak terlalu
panas. Waktu penyimpanan yang lama dan proses pembuatan yang sederhana
memungkinkan adanya cemaran mikroba pada sedian jamu uyup-uyup yang
tercermin dari nilai angka kapang/ khamir, angka lempeng total dan adanya
bakteriSalmonella.
A. Pemilihan dan Pengumpulan Sampel Jamu Uyup-uyup
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif, yaitu mendeskripsikan nilai
angka kapang/ khamir, angka lempeng total dan adanya cemaran bakteri
Salmonella. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu uyup-uyup
yang diambil dari penjual jamu racik X di Yogyakarta. Tempat ini dipilih karena
sudah sangat terkenal serta letaknya sangat strategis sehingga banyak dikunjungi
konsumen dari berbagai daerah. Berita mengenai warung jamu racik X banyak
dijumpai di televisi, koran, maupun di situs-situs internet. Warung jamu racik X
memungkinkan adanya cemaran mikroba pada sedian jamu yang dijual. Sampel
jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik X diambil antara pukul 06.30 sampai
08.00 WIB karena pada jam tersebut banyak konsumen yang datang. Sampel jamu
uyup-uyup diambil dan dimasukkan dalam botol steril untuk mencegah adanya
kontaminasi dari lingkungan sebelum dilakukan pengujian.
Gambar 1. Sampel jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik “X” di Yogyakarta
Jamu uyup-uyup dipercaya berkhasiat sebagai pelancar ASI bagi ibu yang
sedang menyusui, walaupun jamu ini rasanya sangat pahit akan tetapi peminatnya
cukup banyak. Apabila sampel jamu uyup-uyup mengandung cemaran mikroba
yang melebihi batas maka dapat menggangu kesehatan mereka yang
mengkonsumsi dan membahayakan kesehatan bayinya juga. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak tiga kali pengambilan, yaitu pada minggu pertama, minggu
kedua dan minggu ketiga. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali dengan
selang waktu satu minggu. Pengambilan sampel dilakukan seminggu sekali karena
berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, warung jamu racik X
mengganti bahan bakunya seminggu sekali sehingga dapat melihat pengaruh
kualitas bahan baku pada nilai AKK, ALT dan cemaran bakteri patogen
steril secara aseptis untuk meminimalkan kontaminasi dari lingkungan. Setiap
sampel jamu uyup-uyup akan diuji secara duplo.
B. Sterilisasi Media, Alat dan Ruangan
Pengertian sterilisasi menurut Hadioetomo (1985) adalah suatu bentuk
usaha yang bertujuan untuk membebaskan alat-alat maupun bahan- bahan dari
segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Apabila alat maupun media yang
digunakan selama pengerjaan tidak steril, maka tidak dapat dibedakan apakah
cemaran yang tumbuh berasal dari sampel atau hasil dari kontaminasi alat maupun
media, sehingga perlu dilakukan sterilisasi untuk membebaskan alat dan media
dari segala macam bentuk kontaminasi. Ada beberapa cara yang digunakan dalam
sterilisasi bahan maupun alat, diantaranya sterilisasi menggunakan pemanasan,
radiasi, filtrasi dan secara kimia. Faktor–faktor yang perlu diperhatikan saat
pemilihan metode sterilisasi tergantung pada sifat dan macam bahan yang akan
disterilisasi. Dalam pengerjaan perlu memperhatikan teknik aseptis dan teknik
steril karena cemaran mikroorganisme dapat masuk melalui kontak langsung
dengan tangan, alat- alat yang kurang steril serta melalui udara.
Media yang digunakan dalam penelitian ini disterilkan dengan metode
sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf, kecuali media SSA. Media SSA
tidak bisa disterilisasi menggunakan autoklaf karena suhunya cukup tinggi
sehingga dapat merusak beberapa komponen yang terkandung dalam media SSA.
Sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan pada suhu 1210 C selama 15 menit.
Menurut Pratiwi (2008), prinsip kerja metode ini adalah dengan mendenaturasi
pada mikroorganisme. Uap panas bertekanan tinggi akan memecah dinding sel
bakteri sehingga bakteri akan mati.
Menurut Hadioetomo (1985), metode yang digunakan untuk sterilisasi alat
adalah sterilisasi dengan udara kering menggunakan oven. Metode ini
menggunakan prinsip kerja aliran udara panas kering. Bakteri akan mengalami
dehidrasi dalam udara panas yang kering sehingga lama-lama bakteri akan mati.
Suhu yang digunakan berkisar 1600C– 1800 C dan berlangsung selama 1-2 jam.
Metode ini digunakan untuk sterilisasi benda-benda kaca. Alat-alat yang
disterilisasi dibungkus dengan alumunium foil agar tidak terkontaminasi dan tidak
kontak dengan udara maupun benda lain ketika dikeluarkan dari oven.
Sterilisasi Laminar Air Flow dilakukan dengan menyemprotkan alkohol
pada dinding bagian dalam Laminar Air Flow lalu dilap dengan kapas kering.
Kemudian Laminar Air Flow ditutup dan lampu UV dinyalakan selama 3 jam.
Sinar UV yang digunakan mempunyai panjang gelombang 260- 270 nm. Sinar
UV dapat menghalangi replikasi DNA normal sehingga dapat menyebabkan
kematian pada mikroorganisme (Pratiwi, 2008).
C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel
Menurut PPOMN (2006), homogenisasi merupakan cara persiapan contoh
makanan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin di dalam contoh
makanan yang ditetapkan. Prinsip homogenisasi ini adalah membebaskan sel-sel
bakteri yang mungkin terlindungi oleh partikel makanan dan untuk menggiatkan
kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi yang
Berdasarkan pernyataan Lay (1994), pengenceran sampel membantu untuk
mendapatkan perhitungan jumlah yang benar, namun pengenceran yang terlalu
tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang rendah
(<30 koloni), sehingga perlu dilakukan optimasi pengenceran hingga diperoleh
pengenceran yang sesuai. Pada penelitian ini dilakukan optimasi pengenceran 10-1
hingga 10-5.
Homogenisasi sampel jamu uyup-uyup dilakukan dengan menggojok
sampel yang ada di dalam botol steril hingga homogen. Penggojogan ini betujuan
agar cairan dan endapan dapat bercampur. Tahap selanjutnya adalah pembuatan
suspensi yang dilakukan dengan mengambil 25 ml jamu uyup-uyup secara aseptis
dan dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan
pengencer PDF (Pepton Dilution Fluid), sehingga diperoleh pengenceran 1:10
(10-1) kemudian digojog dengan baik menggunakan stomacher dan dilanjutkan
dengan pengenceran yang diperlukan.
Pembuatan suspensi ini bertujuan untuk melepaskan spora-spora kapang
dan khamir sehingga spora-spora yang sudah terlepas dapat membentuk koloni.
Kemudian suspensi tersebut dimasukkan ke dalam plastik steril dan diaduk
homogen menggunakan stomacher. Hal ini bertujuan supaya sampel mampu
bercampur homogen dengan pelarut. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan
menyiapkan 4 buah tabung reaksi yang telah diisi dengan 9 ml PDF. 1 ml
pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet dan
dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah berisi PDF hingga diperoleh
yaitu membuat pengenceran hingga 10-5. Pada penelitian ini, pengenceran yang
digunakan adalah pengenceran 10-1hingga 10-5.
D. Uji Angka Kapang/ Khamir
Parameter keamanan meliputi uji cemaran mikrobia seperti uji mikrobia
patogen, uji angka kapang/kamir (AKK), uji angka lempeng total (ALT), uji nilai
duga terdekat coliform dan uji aflatoksin serta uji cemaran logam berat. Mikroba
patogen yang perlu diwaspadai dalam obat tradisional, antara lain Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Depkes
RI, 1994). Menurut Wasito (2011), angka lempeng total dan angka kapang kamir
dapat digunakan sebagai pentunjuk untuk mengetahui apakah pembuatan obat
tradisional sudah memenuhi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB). Angka kapang khamir dan angka lempeng total yang semakin kecil
menunjukkan bahwa pembuatan obat tradisional sudah lebih menerapkan
CPOTB.
Prinsip uji AKK adalah menentukan adanya kapang/ khamir secara
mikrobiologis. Tujuan uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan
simplisia tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas sediaan dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan
(DepKes RI, 2000). Uji Angka kapang/khamir perlu dilakukan untuk memberi
jaminan bahwa obat tradisional ini tidak mengandung cemaran kapang/ khamir
yang melebihi batas yang ditetapkan, yaitu tidak lebih dari 103 koloni/ml untuk
angka kapang/khamir (Depkes RI, 1994). Apabila jumlah cemaran kapang/
diperbolehkan dan dikonsumsi secara rutin, maka penggunaan jamu untuk
meningkatkan kesehatan tidak dapat tercapai. Menurut Fardiaz (1992), jumlah
kapang/ khamir yang melebihi batas dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu karena kapang/
khamir bersifat patogen.
Pertumbuhan kapang pada bahan makanan maupun bahan baku obat
tradisional (simplisisa) dapat mengurangi kualitas makanan maupun obat
tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi tubuh
manusia. Contoh toksin yang dihasilkan oleh kapang kelas Deuteromycetesgenus
Aspergillus adalah aflatoksin. Sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2008) yang
menyatakan apabila seseorang mengkonsumsi aflatoksin dosis tinggi dalam waktu
yang singkat dapat menyebabkan keracunan akut dan mengakibatkan terjadinya
kerusakan hati, serta pada kasus serius dapat menimbulkan kematian. Secara
umum, kapang banyak dijumpai di tanah. Menurut Tjitrosono (1986), kapang
dapat menembus sel-sel akar tumbuhan dan hifa kapang dapat pula berkumpul ke
dalam selubung mengelilingi akar-akar sehingga pada saat pemanenan, fungi yang
telah menembus sel-sel akar akan tetap menempel pada bahan hingga pada proses
pengeringan.
Media yang digunakan pada penelitian angka kapang/ khamir ini adalah
PDA yang ditambah dengan kloramfenikol. Kandungan dari media PDA ini
adalah glukosa, ekstrak kentang dan agar. Menurut Murray (1996), media PDA