• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji angka lempeng total dan identifikasi escherichia coli pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di Wilayah Tonggalan Klaten Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji angka lempeng total dan identifikasi escherichia coli pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di Wilayah Tonggalan Klaten Tengah."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

xvi INTISARI

Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khasiat dari jamu pahitan brotowali antara lain dapat mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan. Nilai Angka Lempeng Total (ALT) yang melebihi batas dari ketentuan BPOM RI 2014 dan adanya cemaran mikroba patogen Eschericia coli (E.coli) dalam jamu pahitan brotowali dapat berbahaya bagi kesehatan bila di konsumsi oleh masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT dan mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E.coli dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian non ekperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu pahitan brotowali, pengujian ALT, identifikasi bakteri E.coli serta analisis hasil. Prosedur pengujian ALT dan identifikasi E.coli dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006.

Hasil penelitian yang dilakukan pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diperoleh nilai ALT 1,5 x 101 sampai dengan 3,5 x 102 koloni/g dan negatif E.coli.

(2)

xvii

ABSTRACT

Jamu Pahitan brotowali is one of Indonesia's traditional medicine consumed by many people. Jamu pahitan brotowali can have a pharmacological effect, namely to overcome stiff, controlling blood glucose levels for people with diabetes, and increased appetite. Total Plate Count (TPC) values that exceed the limits of the provisions BPOM RI 2014 and the microbial contamination of pathogenic Escherichia coli (E.coli) in jamu pahitan brotowali can be harmful to health if consumed by the public.

This study aims to determine the value of TPC and determine whether there is contamination of bacteria E.coli in jamu pahitan brotowali produced by jamu seller in the area of Tonggalan Central Klaten.

This research is non-experimental research with comparative descriptive design. The research was conducted on the determination and selection of sampling sites, sampling herbs pahitan brotowali, TPC testing, identification of E. coli and analysis of results. TPC test procedures and identification of E.coli is carried out under the provisions laid down by the Microbiology Analysis Methods 2006.

(3)

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli PADA JAMU PAHITAN BROTOWALI YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL

JAMU GENDONG KELILING DI WILAYAH TONGGALAN KLATEN TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Nataya Anita Isabella Purlianto

NIM : 128114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli PADA JAMU PAHITAN BROTOWALI YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL

JAMU GENDONG KELILING DI WILAYAH TONGGALAN KLATEN TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Nataya Anita Isabella Purlianto

NIM : 128114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu

akan menerimanya”

Matius 21 : 22

“Serahkan segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”

1 Petrus 5 : 7

Kedua ayat alkitab tersebut yang selalu menguatkanku dan menjadi sumber semangat

bagiku dalam menjalani kehidupan ini.

Karya ini aku persembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Papaku tercinta Lie Eko Purlianto

Mamaku tercinta Christina Yosephine Eny Fatima

(8)

v

Adikku tersayang Helena Maria Angelica Purlianto

Keluarga Besarku dimanapun berada

My Mood Booster Daniel Christian Hoedojo

Terimakasih atas segala dukungan serta doa kalian yang selalu menyertaiku sehingga aku dapat menyelesaikan karya ini dengan baik dan lancar.

Aku percaya pada keberanian murni yang tersembunyi dalam setiap diri manusia.

Kita memiliki kekuatan dahsyat yang tidak kita sadari. Dalam kehidupan yang

nyaman atau relatif tanpa masalah, alam bawah sadar kita mengubur kekuatan,

bahkan juga dari pengamatan kita sendiri. Ketika hidup memberi kita kenyamanan,

kita tak pernah tahu bahwa diri kita mempunyai kemampuan jauh dari yang kita

bayangkan. Kekuatan itu bersemayam dan menanti alam membiarkannya muncul

dengan natural dan menunjukkan kebolehannya, ketika kita dihadang oleh kesulitan.

(9)
(10)
(11)

viii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat

dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji

Angka Lempeng Total dan Identifikasi Escherichia coli pada Jamu Pahitan Brotowali

yang diproduksi oleh Penjual Jamu Gendong Keliling di Wilayah Tonggalan Klaten

Tengah” ini dengan baik dan lancar.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si.,Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi ini

atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi motivasi, dan memberi

masukan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktunya sebagai dosen penguji dan terimakasih atas

kritik dan saran yang diberikan untuk penelitian ini.

4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Penguji Skripsi

yang telah bersedia meluangkan waktunya sebagai dosen penguji dan

(12)

ix

5. Rekan-rekan penelitian seperjuangan Bernadita Betanias Pawestri, Caritas

Cindy Thearesti, Maria Dora Cahya Saphira, Graciano Aristides Maturbongs,

Meylisa Mutiara Dewi, I Dewa Angga Sri Ayu Dewi, Ni Komang Meyla

Wulandari untuk semangat dan kerjasama yang selalu dibagikan dalam

menyusun skripsi ini.

6. Teman-teman FSM B 2012 dan FKK A 2012 terimakasih atas kebersamaan

dan kerjasama selama proses perkuliahan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

7. Daniel Christian Hoedojo, terimakasih atas dukungan dan semangat yang

selalu diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini namun tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Oleh sebab itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa mendatang.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua pihak, baik

mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta

(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Keaslian Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

(14)

xi

2. Manfaat Praktis ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Obat Tradisional ... 8

B. Jamu Pahitan Brotowali ... 9

C. Angka Lempeng Total ... 10

D. Media ... 12

E. Escherichia coli ... 14

F. Identifikasi Escherichia coli ... 19

G. Landasan Teori ... 22

H. Hipotesis ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24

1. Variabel Utama ... 24

2. Variabel Pengacau ... 25

3. Definisi Operasional... 25

C. Bahan Penelitian ... 26

1. Bahan Utama ... 26

2. Bahan Kimia ... 26

D. Alat Penelitian ... 27

(15)

xii

1. Pemilihan Sampel ... 27

2. Penanganan Wadah/Kemasan Penyiapan Sampel ... 27

3. Tahap Pra-pengkayaan ... 28

4. Uji ALT ... 28

5. Uji Identifikasi Escherichia coli ... 30

F. Analisis Hasil ... 33

1. Uji ALT ... 33

2. Identifikasi Escherichia coli ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Penentuan Tempat dan Pemilihan Sampel ... 38

B. Pengambilan Sampel Jamu Pahitan Brotowali ... 39

C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ... 39

D. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ... 41

E. Uji Identifikasi Escherichia coli ... 44

1. Uji pengkayaan dalam Media Escherichia coli Broth (ECB) ... 45

2. Tahap Isolasi ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

[image:16.612.96.516.191.605.2]

Tabel I. Uji Fermentasi Karbohidrat dan Uji IMVIC pada Identifikasi E.coli ... 36

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

[image:17.612.96.516.190.604.2]

Gambar 1. Uji Pengkayaan E.Coli pada Media ECB... 46

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan ... 56

Lampiran 2. Perhitungan ALT Sampel Jamu Pahitan

Brotowali pada Inkubasi 48 jam. ...57

Lampiran 3. Uji ALT Sampel Jamu Pahitan Brotowali

pada Inkubasi 48 jam . ...64

Lampiran 4. Pengambilan Sampel Jamu Pahitan Brotowali ... 66

Lampiran 5. Uji ALT Sampel Jamu Pahitan Brotowali

pada Inkubasi 48 jam ... 67

Lampiran 6. Uji Tahap Pengkayaan Sampel Jamu Pahitan

Brotowali Inkubasi 24 jam ... 74

Lampiran 7. Uji Tahap Isolasi Sampel Jamu Pahitan

(19)

xvi INTISARI

Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khasiat dari jamu pahitan brotowali antara lain dapat mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan. Nilai Angka Lempeng Total (ALT) yang melebihi batas dari ketentuan BPOM RI 2014 dan adanya cemaran mikroba patogen Eschericia coli (E.coli) dalam jamu pahitan brotowali dapat berbahaya bagi kesehatan bila di konsumsi oleh masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT dan mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E.coli dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian non ekperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu pahitan brotowali, pengujian ALT, identifikasi bakteri E.coli serta analisis hasil. Prosedur pengujian ALT dan identifikasi E.coli dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006.

Hasil penelitian yang dilakukan pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diperoleh nilai ALT 1,5 x 101 sampai dengan 3,5 x 102 koloni/g dan negatif E.coli.

(20)

xvii

ABSTRACT

Jamu Pahitan brotowali is one of Indonesia's traditional medicine consumed by many people. Jamu pahitan brotowali can have a pharmacological effect, namely to overcome stiff, controlling blood glucose levels for people with diabetes, and increased appetite. Total Plate Count (TPC) values that exceed the limits of the provisions BPOM RI 2014 and the microbial contamination of pathogenic Escherichia coli (E.coli) in jamu pahitan brotowali can be harmful to health if consumed by the public.

This study aims to determine the value of TPC and determine whether there is contamination of bacteria E.coli in jamu pahitan brotowali produced by jamu seller in the area of Tonggalan Central Klaten.

This research is non-experimental research with comparative descriptive design. The research was conducted on the determination and selection of sampling sites, sampling herbs pahitan brotowali, TPC testing, identification of E. coli and analysis of results. TPC test procedures and identification of E.coli is carried out under the provisions laid down by the Microbiology Analysis Methods 2006.

Results of research conducted on samples of jamu pahitan brotowali produced by jamu gendong seller in the area of Tonggalan Central Klaten obtained ALT value of 1.5 x 101 to 3.5 x 102 colonies/g and negative E.coli.

(21)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan obat tradisional terus mengalami peningkatan, hal ini

disebabkan oleh kecenderungan masyarakat jaman sekarang yang lebih memilih

menggunakan obat-obat dari bahan alam daripada obat-obat kimia. Obat tradisional

telah dikenal masyarakat secara turun temurun yang umumnya dimanfaatkan sebagai

upaya preventif untuk menjaga kesehatan dan pengobatan suatu penyakit karena efek

samping yang ditimbulkan relatif kecil, aman, praktis, serta harga yang terjangkau.

Berdasarkan keputusan Kepala BPOM RI No.HK 00.05.4.2411 tahun 2005 obat

tradisional dikelompokan menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan

fitofarmaka (Suharmiati dan Handayani, 2005).

Jamu telah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia dalam rangka

pemeliharaan kesehatan, hal tersebut didukung oleh data yang diperoleh Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 mengenai kemanfaatan konsumsi jamu

oleh masyarakat sebagai upaya preventif, promotif, rehabilitatif, maupun kuratif,

sebanyak 95,60% penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu menyatakan

bahwa konsumsi jamu sangat bermanfaat bagi kesehatan. Persentase penduduk yang

merasakan manfaat dari mengkonsumsi jamu berkisar antara 83,23% hingga 96,66%

(22)

Pengertian obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional pasal 1 ayat 1

adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan

mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun

temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku di masyarakat (DepKes RI, 2012).

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor : HK.00.05.4.2411 pasal 2 ayat 1 yaitu jamu harus

memenuhi kriteria aman sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, klaim khasiat

dibuktikan berdasarkan data empiris, serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

(BPOM RI, 2004).

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional

dikatakan bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam yaitu cemaran mikroba

seperti ALT ≤ 104 koloni/g, dan bakteri patogen seperti Escherichia coli ; Salmonella

spp ; Pseudomonas aeruginosa ; Staphylococcus aureus adalah negatif (BPOM RI, 2014).

Jamu gendong menjadi salah satu obat tradisional berupa cairan obat dalam

yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia. Jamu pahitan brotowali merupakan

(23)

perkotaan, secara umum brotowali dapat memberikan efek farmakologis yaitu

mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes,

serta meningkatkan nafsu makan. Kandungan kimia dalam tanaman brotowali antara

lain alkaloid, damar lunak, pati, glikosida, pikroretosid, harsa, zat pahit pikroretin,

tinokrisposid, berberin, palmatin, kolumbin, dan kaokulin atau pikrotoksin (Agoes,

2010).

Tonggalan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di wilayah Klaten

Tengah. Pada wilayah Tonggalan tersebut terdapat 5 penjual jamu gendong keliling

yang cukup terkenal dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Penjual jamu yang

dipilih untuk penelitian ini sebanyak 3 penjual yang paling banyak diminati oleh

konsumen baik dari dalam maupun luar kota, karena semakin besar jumlah konsumen

maka semakin besar pula dampak yang dapat ditimbulkan apabila jamu yang

diproduksi mengandung cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Rata-rata

penjual jamu gendong di wilayah ini sudah berjualan selama 7 tahun dan belum

pernah ada komplain dari konsumen mengenai jamu yang diproduksi selama ini.

Peneliti melakukan survei pada bulan Maret 2015 yang meliputi proses pengambilan

bahan baku jamu, proses pembuatan jamu, serta penyimpanan jamu sebelum dijual

kepada masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang peneliti lakukan, proses

pembuatan jamu pahitan brotowali oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah

Tonggalan sebagian besar telah terjaga kebersihannya seperti mencuci tangan

(24)

hingga bersih, air yang digunakan dalam pembuatan jamu telah di rebus terlebih

dahulu, serta cara penyimpanan jamu diletakkan pada botol kaca bening dan ditutup

dengan sumbat plastik lalu disimpan pada tempat sejuk dan kering. Penjual jamu

gendong keliling ini berjualan dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00 setiap harinya.

Proses pembuatan jamu dilakukan pada hari sebelumnya yaitu pukul 20.00. Jeda

waktu yang lama tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri apabila cara

penyimpanannya tidak baik. Penjual jamu melakukan pemanasan dengan cara

merebus kembali jamu yang telah dibuat sebelumnya sebelum dijajakan kepada

konsumen. Penjual jamu gendong keliling sebagian besar telah menjaga kebersihan

dalam proses pembuatan jamu pahitan brotowali, namun hal tersebut tidak menutup

kemungkinan adanya kontaminan yang tumbuh didalam jamu pahitan brotowali.

Peneliti memilih melakukan observasi pada penjual jamu gendong keliling di wilayah

Tonggalan Klaten Tengah karena sudah berjualan cukup lama dan memiliki banyak

konsumen sehingga perlu adanya jaminan melalui hasil pengujian yang menyatakan

bahwa jamu yang dikonsumsi tidak berbahaya bagi kesehatan yang

mengkonsumsinya. Penjual jamu gendong keliling tersebut menjual sekitar 10 macam

jenis jamu, salah satu jamu yang paling banyak diminati masyarakat adalah jamu

pahitan brotowali.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

007 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 dikatakan bahwa obat

(25)

izin edar. Jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong

keliling memang tidak memerlukan ijin edar, namun kualitas jamu ini tetap harus

terjamin kebersihan dan proses pembuatannya sehingga aman untuk dikonsumsi

(DepKes RI, 2012).

Berdasarkan hasil pengujian mikrobiologis yang dilakukan oleh Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2001 di Jawa Tengah terhadap

produksi obat tradisional yang beredar di pasaran sekitar 30% sampel yang diteliti

menunjukkan angka bakteri total melebihi batas yang telah ditentukan. Salah satu

jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Escherichia coli (BPOM RI,

2001).

Identifikasi Escherichia coli dipilih karena bakteri ini merupakan indikator

dari sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih pada proses pembuatan jamu.

Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang apabila terdapat pada saluran pencernaan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan infeksi dan

berbagai macam penyakit. Infeksi Escherichia coli seringkali berupa diare disertai

darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan ginjal.

Beberapa galur Escherichia coli menjadi penyebab infeksi pada manusia seperti

infeksi saluran kemih, infeksi meningitis pada neonatus, dan gastrointeritis (Radji,

(26)

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti cemaran mikroba yang meliputi nilai

ALT dan identifikasi keberadaan bakteri patogen khususnya Escherichia coli pada

jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di

wilayah Tonggalan, Klaten Tengah sehingga dapat diketahui apakah jamu pahitan

brotowali yang dijual oleh penjual jamu gendong keliling tersebut sudah memenuhi

persyaratan mikrobiologis yang telah ditetapkan.

B. Rumusan Masalah

1. Berapa ALT dalam jamu pahitan Brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu

gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah ?

2. Apakah terdapat cemaran bakteri patogen Escherichia coli dalam jamu pahitan

Brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah

Tonggalan Klaten Tengah ?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka penulis, publikasi penelitian mengenai “Uji

Angka Lempeng Total (ALT) dan Identifikasi Escherichia coli pada Jamu Pahitan

Brotowali yang diproduksi oleh Penjual Jamu Gendong Keliling di Wilayah

Tonggalan, Klaten Tengah” belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah

dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian oleh Theodorus Haryu

Jinarwanto (2008) dengan judul “Uji Escherichia coli pada Jamu Gendong Beras

Kencur yang beredar di 3 Pasar di Kotamadya Yogyakarta”, hasil yang diperoleh

(27)

coli. Penelitian lainnya dilakukan oleh Theresia Nurida Ambarwulan (2014) dengan

judul “Uji Angka Kapang Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT) dan

Identifikasi Escherichia coli dalam jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik “x” di

Yogyakarta”, hasil yang diperoleh adalah Nilai AKK yang diperoleh sebesar 7,5x104

sampai 4x105, nilai ALT yang diperoleh sebesar 8x104 sampai 2,4x107, serta sampel

jamu uyup-uyup tercemar oleh bakteri Escherichia coli.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

nilai ALT dan ada tidaknya bakteri Escherichia coli dalam jamu pahitan brotowali

yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten

Tengah.

2. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai keamanan jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh

penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten Tengah.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui nilai ALT dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh

penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.

2. Mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Escherichia coli dalam jamu pahitan

brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah

(28)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007

2012 pasal 1 ayat 1 dinyatakan : Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan

yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)

atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu Jamu, Obat

Herbal Terstandar dan Fitofarmaka (BPOM,2004). Jamu merupakan obat tradisional

Indonesia. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan

bakunya telah di standardisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang

telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan

klinik, bahan baku dan produk jadi telah di standardisasi (BPOM, 2005).

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional

dikatakan bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam yaitu cemaran mikroba

seperti ALT ≤ 104

koloni/g dan mikroba patogen (Escherichia coli, Salmonella spp,

(29)

semua mikroba yang dapat menyebabkan penyakit bila masuk kedalam tubuh

seseorang. Mikroba patogen yang perlu diwaspadai dalam cairan obat dalam yaitu

Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Cairan obat dalam tidak boleh mengandung bakteri patogen karena sangat berbahaya

yaitu dapat menyebabkan infeksi penyakit. Persyaratan obat tradisional yang baik

bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjaga mutu obat tradisional itu sendiri

(BPOM RI, 2014 ; DepKes RI, 1994).

B. Jamu Pahitan Brotowali

Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 007 tahun 2012 menyatakan

bahwa usaha jamu gendong merupakan usaha yang dilakukan oleh perorangan

dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar

dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.

Tanaman Brotowali (Tinospora crispa L.) termasuk salah satu famili

Menispermaceae. Brotowali dikenal dengan beberapa sebutan di Jawa seperti andawali, daun gadel, putrawali, brotowali, sedangkan di Nusa Tenggara disebut

antawali. Bagian tanaman yang digunakan untuk membuat jamu adalah bagian

batangnya. Tanaman mengandung alkaloida kuartener yang terdiri dari

N-asetil-nornuciferin, N-formil-annonain, N-asetil-normuciferin. Kandungan lain dari tanaman ini adalah furanoditerpen yang terasa pahit, N-trans-feruloil-tiramin,

(30)

brotowali dapat memberikan efek farmakologis yaitu mengatasi pegal linu,

mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan

nafsu makan (Agoes, 2010).

C. Angka Lempeng Total

Menurut WHO pada tahun 2011, Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga

angka lempeng heterotropik (heterotropic plate count/HPC) merupakan indikator

keberadaan mikroba heterotropik termasuk bakteri dan kapang yang sensitif terhadap

proses desinfektan seperti bakteri coliform, mikroba resisten desinfektan seperti

pembentuk spora dan mikroba yang dapat berkembang cepat pada air olahan tanpa

residu desinfektan. Meski telah mengalami proses desinfeksi yang berbeda, umum

bagi mikroba tumbuh selama perlakuan (treatment) dan distribusi dengan konsentrasi

berkisar 104-105 sel/ml. Nilai ALT bervariasi tergantung berbagai faktor diantaranya

kualitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi residu desinfektan, lokasi sampling,

suhu air mentah, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu dan waktu inkubasi

(Martoyo,Hariyadi dan Rahayu, 2014).

Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada

pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan ALT. Uji Angka Lempeng Total yang

lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat

dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka

dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Prinsip pengujian ALT menurut

(31)

koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng

agar dengan metode pour plate dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujian

ALT menggunakan media PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya.

Digunakan pula pereaksi Triphenyl Tetrazolium Chloride 0,5% (TTC) (BPOM RI,

2008).

Angka Lempeng Total harus ditekan sekecil mungkin meskipun mikroba

tersebut tidak membahayakan kesehatan, namun terkadang karena pengaruh sesuatu

dapat menjadi mikroba membahayakan. Angka Lempeng Total dapat digunakan

sebagai petunjuk tingkat berapa industri tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB) (DepKes RI,1994).

Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count) menggambarkan jumlah

sel yang hidup, sehingga lebih tepat apabila dibandingkan dengan cara total cell

count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan tumbuh

menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dengan lingkungan yang

sesuai. Koloni bakteri adalah kumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis dan

mengelompok membentuk suatu koloni. Setelah diinkubasi maka akan diamati dan

dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau dugaan dari

jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1993).

Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari 1 sel mikroba, karena ada

(32)

ditumbuhkan pada media dan lingkungan yang sesuai, kelompok bakteri ini akan

menghasilkan 1 koloni. Oleh karena itu, sering digunakan istilah Colony Forming

Unit (CFU) untuk menghitung jumlah mikroba hidup. Sebaiknya hanya lempeng agar

yang mengandung 25-250 koloni saja yang digunakan dalam perhitungan (PPOMN,

2006).

Pengenceran sampel sangat penting untuk menghindari koloni bakteri atau

kapang/khamir yang saling menumpuk karena konsentrasi sangat pekat sehingga

didapatkan koloni yang terpisah dan dapat dihitung dengan mudah. Pengenceran ini

sangat membantu terutama untuk sampel yang memiliki cemaran sangat tinggi

(BPOM, 2008).

D. Media

Media perbenihan adalah media nutrisi yang disiapkan untuk menumbuhkan

bakteri di dalam skala laboratorium. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik

pada setiap media perbenihan, sedangkan yang lain membutuhkan media khusus.

Media perbenihan harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan bakteri. Media harus mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur,

fosfor, dan faktor pertumbuhan organik. Sejumlah bakteri yang diinokulasikan pada

sebuah media perbenihan disebut inokulum. Bakteri yang tumbuh dan

berkembangbiak dalam media perbenihan itu disebut biakan bakteri. Media

(33)

1. Harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan

dibiakkan

2. Kelembaban harus cukup, pH sesuai, dan kadar oksigen cukup baik

3. Media perbenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain

4. Media diinkubasi pada suhu tertentu

(Radji, 2011).

Identifikasi bakteri patogen misalnya E.Coli menggunakan media selektif

yaitu media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih mikroorganisme

tertentu, tetapi akan menghambat/mematikan jenis lainnya. Salah satu media selektif

untuk identifikasi bakteri E.coli adalah E.coli Broth (ECB) merupakan media yang

memfasilitasi bakteri Coliform yaitu E.coli, Enterobacter aerogenes dan Citrobacter

fruendii untuk memfermentasikan laktosa. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pembentukan gas (Cappucino, 2008).

Media differensial adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan

mikroba tertentu serta untuk menentukan sifat-sifatnya. Media Tryptone Bile

X-Glucoronide (TBX) adalah media yang mengandung agen kromogenik x-β -D-glukoronide yang dapat mendeteksi adanya enzim glukoronidase yang terdapat pada E.coli. Bakteri E.coli akan menyerap agen kromogenik x-β-D-glukoronide dan akan terjadi interaksi dengan enzim glukoronidase. Setelah terjadi proses fermentasi maka

agen kromogenik akan di sekresikan ke luar sel yang akan menimbulkan warna

(34)

E. Escherichia coli

Bakteri patogen pada saluran cerna merupakan golongan bakteri yang dapat

menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna manusia. Jenis bakteri yang paling

sering menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna adalah bakteri-bakteri famili

Enterobacteriaceae, seperti Escherichia coli, Salmonella, Shigella, dan Yersinia enterocolitica. E.coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil), mempunyai flagel, berukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, dan mempunyai

simpai. E.coli dapat tumbuh dengan baik hampir di semua media perbenihan, dapat

meragi laktosa, dan bersifat mikroaerofilik (Radji, 2011).

Eschericia coli merupakan mikroba yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya pencemaran feses dalam air, bahan makanan maupun minuman,

termasuk jamu. Habitat E.coli yaitu pada saluran pencernaan dan saluran non

pencernaan seperti tanah dan air. Mikroba dari jenis tersebut selalu terdapat dalam

kotoran manusia. E.coli merupakan mikroba dari kelompok Coliform. Mikroba dari

kelompok Coliform secara keseluruhan tidak umum hidup atau terdapat di air,

makanan maupun minuman, sehingga keberadaannya dapat dianggap sebagai

petunjuk terjadinya pencemaran kotoran dalam arti luas, baik dari kotoran hewan

maupun manusia (Purnawijayanti, 2001).

Berdasarkan sifat virulensi, Escherichia coli dikelompokkan menjadi dua

(35)

ekstraintestin. Escherichia coli yang dapat menyebabkan infeksi intestin, sebagai

berikut:

1. Escherichia coli enteropatogenik (EPEC)

Jenis ini merupakan penyebab utama diare pada bayi. EPEC memiliki

fimbria, toksin yang tahan terhadap panas (ST) dan toksin yang tidak

tahan panas (LT), serta menggunakan adhesin, yang dikenal dengan

intimin, untuk melekat pada sel mukosa usus. Infeksi EPEC

mengakibatkan diare berair yang biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi

ada pula yang menjadi kronis. Lama diare yang disebabkan oleh EPEC

dapat diperpendek dengan pemberian antibiotik.

2. Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC)

ETEC merupakan bakteri penyebab diare pada anak dan wisatawan yang

bepergian ke daerah yang bersanitasi buruk. Oleh karena itu, diare yang

disebabkan oleh jenis bakteri ini sering dinamakan diare wisatawan.

Faktor kolonisai ETEC yang spesifik untuk manusia adalah fimbrial

adhesin. Faktor ini menyebabkan ETEC dapat melekat pada epitel usus

halus sehingga biasanya menyebabkan diare tanpa demam. Beberapa galur

bakteri ini menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (LT). Struktur

molekul dan fungsi LT mirip dengan protein toksin kolera (86 kDa).

Subunit B melekat pada gangliosida GM1 pada brush border sel epitel

(36)

dapat mengaktifkan adenilat siklase. ETEC juga memproduksi toksin yang

tahan terhadap panas (ST). Toksin ini tahan dalam air mendidih selama 30

menit. Enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan ini merupakan

peptida yang memiliki bobot molekul sekitar 4000 dalton. Karena

ukurannya yang kecil inilah, toksin ST diperkirakan sulit diinaktifkan oleh

pemanasan. Toksin ini dapat menyebabkan konsentrasi guanosin

monofosfat siklik dalam sitoplasma hospes meningkat sehingga

meningkatkan konsentrasi adenosin monofosfat setempat (cAMP). Hal ini

menimbulkan hipersekresi air dan klorida secara terus menerus dan lama

dan disertai penghambatan resorpsi natrium. Lumen usus teregang oleh

cairan dan mengakibatkan hipermotilitas dan diare.

3. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)

Mekanisme patogenik EIEC mirip dengan patogenesis infeksi yang

disebabkan oleh Shigella. EIEC masuk dan berkembang dalam epitel

sel-sel kolon sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel kolon. Gejala klinis

yang ditimbulkan oleh infeksi EIEC mirip dengan gejala diare yang

disebabkan oleh Shigella. Gejala diare biasanya disertai dengan demam.

4. Escherichia coli enterohemoragik (EHEC)

Jenis bakteri ini menghasilkan suatu toksin yang dikenal dengan

verotoksin. Nama verotoksin sesuai dengan efek sitotoksik toksin ini pada

sel vero, yaitu sel ginjal yang diperoleh dari ginjal monyet Afrika. EHEC

(37)

sindrom uremik hemolitik (gagal ginjal akut yang disertai anemia

hemolitik mikroangiopatik dan trombositopenia).

5. Escherichia coli enteroagregatif (EAEC)

Bakteri ini menimbulkan diare akut dan kronis dan merupakan penyebab

utama diare pada masyarakat di negara berrkembang. EAEC melekat pada

sel manusia dengan pola khas dan menyebabkan diare yang tidak

berdarah, tidak menginvasi, dan tidak menyebabkan inflamasi pada

mukosa intestin. EAEC diperkirakan memproduksi EAST (Entero

Aggregative ST Toxin), yang merupakan enterotoksin yang tidak tahan

panas. Disamping itu, EAEC juga memproduksi hemolisin yang

diperkirakan mirip dengan hemolisin yang diproduksi oleh galur E.coli

yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.

Escherichia coli yang menyebabkan infeksi ekstraintestinal, sebagai berikut :

1. Escherichia coli uropatogenik (UPEC)

UPEC menyebabkan kira-kira 90% infeksi saluran kandung kemih mulai

dari sistitis sampai pielonefritis. Bakteri yang berkolonisasi berasal dari

tinja atau daerah perineum saluran urine yang masuk ke dalam kandung

kemih. Protein penting adhesin yang dikaitkan dengan patogenisitas

UPEC adalah P-fimbria atau PAP (pili yang menyebabkan pielonefritis).

P-fimbria dapat berikatan dengan antigen P yang terdapat pada sel darah

(38)

tidak hanya dapat berikatan dengan sel darah merah, tetapi juga berikatan

dengan senyawa galaktosa yang terdapat pada permukaan sel-sel epitel

saluran kemih. Bakteri ini juga menghasilkan hemolisin yang bersifat

sitotoksik terhadap membran sel hospes. Aktivitas hemolisin tidak hanya

terbatas pada kemampuan melisis sel darah merah, tetapi α-hemolisin E.coli dapat melisis limfosit, sedangkan β-hemolisin dapat menghambat aktivitas fagositosis dan kemotaksis neutrofil.

2. Escherichia coli meningitis neonatus (NMEC)

NMEC dapat menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir. Galur bakteri

ini dapat menginfeksi 1 dalam 2000-4000 bayi. Perjalanan infeksi

biasanya terjadi setelah E.coli masuk ke dalam pembuluh darah melalui

nasofaring atau saluran gastrointestinal dan kemudian masuk ke dalam

sel-sel otak. Antigen kapsul KI dianggap sebagai faktor virulensi utama

yang menyebabkan meningitis pada bayi. Antigen KI dapat menghambat

fagositosis, reaksi komplemen, dan respons reaksi imunitas hospes

(Radji, 2011).

F. Identifikasi Escherichia coli

Uji identifikasi bakteri E.coli adalah serangkaian uji berdasarkan karakteristik

E.coli. Uji dilakukan dengan menggunakan media dan reagen khusus seperti uji fermentasi gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa), uji Sulfur

(39)

Sitrat ). Hasil uji identifikasi dibandingkan dengan karakteristik E.coli (Holt, dkk,

2000).

1. Uji fermentasi gula-gula

Uji fermentasi gula-gula bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri

dalam menguraikan gula-gula spesifik yang mencerminkan sifat bakteri

tersebut dan dapat digunakan sebagai salah satu cara identifikasi bakteri.

Masing-masing mikroba mempunyai kemampuan yang berbeda-beda

dalam memfermentasikan karbohidrat. Fermentasi merupakan proses

oksidasi biologi dalam keadaan anaerob dimana yang bertindak sebagai

susbstrat adalah karbohidrat. Bakteri E.coli mampu memfermentasikan

gula-gula spesifik (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa)

sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk uji identifikasi E.coli (Holt,

dkk, 2000).

2. Uji Sulfur Indol Motility (SIM)

Uji sulfur bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam

menguraikan asam amino menjadi sulfur. Sulfur dihasilkan oleh beberapa

jenis mikroba melalui pemecahan asam amino yang mengandung sulfur

belerang (S) seperti lisin dan metionin. Hasil peruraian sulfur dapat

diamati dengan penambahan garam-garam logam berat ke dalam medium.

Hasil positif apabila H2S bereaksi dengan senyawa-senyawa ini yang

(40)

motilitas adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi E.coli

terhadap bakteri lainnya berdasarkan penyebaran koloni karena E.coli

memiliki kemampuan bergerak (motil) dalam media SIM. Kandungan NA

semisolid dalam media SIM memungkinkan bakteri yang memiliki flagel

melakukan pergerakan dalam media tersebut. E.coli memiliki karakteristik

mempunyai flagel diseluruh badan sebagai alat gerak di habitatnya.

Apabila dalam media terdapat pertumbuhan bakteri yang menyebar, maka

dinyatakan bakteri yang diidentifikasi tersebut adalah golongan

Enterobacter, termasuk E.coli (Holt, dkk, 2000). 3. Uji IMVIC

a.Uji Indol. Uji indol digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya indol dari

peruraian triptofan oleh bakteri Coliform. E.coli merupakan jenis bakteri

Coliform. Uji ini menggunakan media Sulfur Indol Motility (SIM) dengan penambahan reagen kovacs. Hasil positif ditandai dengan warna

merah atau merah muda dipermukaan media. Uji ini dilakukan setelah

pengamatan motilitas agar tidak mengganggu pengamatan motilitas pada

media uji (Anonim, 1993).

b.Uji Metil merah. Uji metil merah bertujuan untuk mengetahui apakah

bakteri mampu memfermentasi asam campuran. Beberapa jenis bakteri

yang mampu memfermentasi glukosa akan menghasilkan produk yang

(41)

pertumbuhan menjadi lebih rendah. Hasil positif ditunjukkan dengan

adanya perubahan warna menjadi merah (Lay, 1994).

c.Uji Voges Proskauer. Uji ini berguna untuk mengidentifikasi mikroba

yang mampu memfermentasi 2,3-butanadiol. Apabila mikroba mampu

memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk

utama maka akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media

pertumbuhan. Penambahan reagen kalium hidroksida dan alfanaftol dapat

menentukan adanya asetoin yang merupakan suatu senyawa perkusor

dalam sintesis 2,3-butanadiol. Setelah penambahan reagen kalium

hidroksida, adanya asetoin akan ditunjukkan oleh perubahan warna

menjadi merah pada medium yang akan diperjelas dengan penambahan

alfanaftol (Lay, 1994).

d.Uji Sitrat. Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu

mikroorganisme dalam menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber

karbon dan energi. Warna media akan berubah dari hijau menjadi biru

karena asam dihilangkan dan terjadi peningkatan pH, karena

mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi.

Perubahan warna media dikarenakan adanya indikator pH brom timol

(42)

G. Landasan Teori

Kualitas jamu cair dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bahan baku

yang digunakan, peralatan yang digunakan, air yang digunakan, cara pencucian

bahan, proses pengolahan bahan menjadi jamu, cara penyimpanan jamu, serta lama

penyimpanan jamu.

Bahan yang digunakan oleh penjual jamu gendong keliling adalah bagian

batang tanaman brotowali dan air. Brotowali yang dipilih adalah brotowali yang

masih segar ditandai dengan bagian batang yang tidak keriput dan tidak berjamur.

Penyimpanan bahan dilakukan dengan meletakkan batang segar brotowali

pada sebuah wadah bersih dan disimpan pada tempat sejuk dan kering. Penjual jamu

gendong keliling menyiapkan bahan setiap sore hari pukul 17.00 WIB dan akan di

proses menjadi jamu pahitan brotowali pada pukul 20.00 WIB setiap harinya. Bahan

baku digunakan oleh penjual jamu gendong keliling berasal dari petani empon-empon

yang dijual secara langsung di pasar tradisional Klaten Tengah. Berdasarkan hasil

survei peneliti, bahan baku jamu pahitan brotowali yang dijual di pasar tradisional

selalu baru setiap harinya sehingga masih segar.

Peralatan yang digunakan oleh pedagang jamu gendong keliling dalam proses

pembuatan jamu seperti kuali tanah, pengaduk, sendok, talenan, pisau, dan alu selalu

dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan dengan kain bersih. Bahan batang segar

(43)

kotoran seperti tanah maupun tanaman lain yang menempel pada batang brotowali.

Air yang digunakan dalam pembuatan jamu adalah air matang sehingga air telah

direbus terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pembuatan jamu.

Proses pembuatan jamu diawali dengan merajang batang brotowali segar

hingga menjadi potongan-potongan kecil dan tipis, selanjutnya brotowali dimasukkan

kedalam kuali tanah dan dicampur dengan air matang. Kuali tanah ditempatkan di

atas alu dengan api menyala, kemudian jamu diaduk hingga mendidih. Jamu direbus

kurang lebih selama 15 menit. Jamu brotowali yang telah matang dibiarkan didalam

kuali terlebih dahulu hingga suam-suam kuku, setelah itu jamu dipindahkan kedalam

botol kaca bening dan ditutup dengan sumbat plastik lalu disimpan pada tempat sejuk

dan kering. Jamu pahitan brotowali yang sudah matang akan di rebus kembali pada

pagi harinya sebelum dijajakan kepada konsumen dengan tujuan agar jamu masih

hangat ketika dikonsumsi oleh konsumen.

H. Hipotesis

Jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling

di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diduga memiliki nilai ALT yang masuk

kedalam range sesuai dengan ketentuan dari BPOM RI 2014 dan tidak adanya

(44)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-ekperimental dengan rancangan

deskriptif komparatif. Penelitian ini akan mendeskripsikan nilai ALT dan

mengidentifikasi keberadaan bakteri Escherichia coli dalam sampel jamu pahitan

brotowali dari penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah

dibandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu

Obat Tradisional.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel utama

a. Variabel bebas : Cairan jamu pahitan brotowali dari penjual jamu

gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten tengah.

(45)

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali : Media pertumbuhan yaitu Plate Count

Agar (PCA), suhu inkubasi 350C, waktu inkubasi 24-48 jam untuk uji ALT. Media selektif yaitu media E.coli Broth (ECB), TBX (Tryptone

Bile X-Glucoronide), media glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sakarosa (uji fermentasi karbohidrat), media Simmon Citrate Agar ,

Media MR-VP, suhu inkubasi (37-44oC), waktu inkubasi (24-48 jam)

untuk uji identifikasi E.coli.

b. Variabel pengacau tak terkendali : kualitas bahan jamu yang digunakan,

cara pembuatan jamu, cara dan waktu penyimpanan jamu setelah

pembuatan.

3. Definisi Operasional

a. Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu jenis obat tradisional

yang berupa cairan obat dalam. Bagian tanaman brotowali yang

digunakan dalam proses pembuatan jamu pahitan brotowali adalah

batang yang masih segar. Jamu pahitan brotowali yang sudah matang

memiliki warna coklat kehitaman. Sampel jamu pahitan brotowali

diambil dari penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan

Klaten Tengah.

b. ALT adalah suatu metode kuantitatif untuk mengetahui jumlah cemaran

mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri aerob

(46)

digunakan dalam uji ALT adalah Plate Count Agar (PCA) dengan

metode yang mengacu pada Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006

(MA PPOMN nomor 96/mik/00).

c. Uji identifikasi Escherichia coli adalah serangkaian uji untuk

mengidentifikasi bakteri E.coli yang terdapat pada jamu pahitan

brotowali, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya keberadaan

E.coli pada jamu pahitan brotowali. Uji yang dilakukan antara lain uji pengkayaan, isolasi, uji biokimia (fermentasi glukosa, fermentasi

laktosa, fermentasi manitol, fermentasi maltosa, fermentasi sukrosa, uji

indol, uji metil merah, uji voges proskauer, uji sitrat), serta uji

konfirmasi keberadaan E.coli dengan pengecatan gram. Serangkaian uji

identifikasi E.coli tersebut mengacu pada Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006 (MA PPOMN nomor 96/mik/00).

C. Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan adalah jamu pahitan brotowali yang dijual

oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten Tengah. Bahan

kimia yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA), Tryptone Broth

(TB), Methyl Voges Proskauer (MR-VP), Simmon’s Citrate Agar (SCA), PDF

(Pepton Dilution Fluid), aquadest steril, etanol 70%, pereaksi indol, larutan metil

merah, larutan α-naftol, larutan KOH 40%, larutan gula-gula (glukosa, laktosa,

(47)

Bile-Glucoronide (TBX), Media E.coli Broth (ECB), larutan crystal violet-ammonium oksalat, larutan lugol (garam iodine), alkohol 95%.

D. Alat penelitian

Laminar Air Flow (E-Scientific), autoklaf (model KT-40 No.108049

Midorigaoka Japan), inkubator (WTC binder), oven (Memmert model 400),

stomacher 400 circulator (Seward), mikropipet (Iwaki), mikroskop, pipet tetes,

tabung reaksi (Pyrex), tabung Durham, gelas sediaan, cawan petri (100 x 15 mm),

pipet volume, beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), bunsen, neraca analitik

(Precition Balance Model AB-204, Metter Taledo), erlenmeyer, penangas air, jarum

ose, colony counter (Model CC-1, Boeco).

E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel

Sampel jamu yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari 3 penjual jamu

gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah. Masing-masing dari

penjual jamu diambil 3 sampel jamu pahitan brotowali sehingga total jamu yang

diambil sebanyak 9 sampel. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali

yaitu pada tanggal 19 Oktober 2015 pada pukul 06.00 WIB.

2. Penanganan wadah/kemasan penyiapan sampel

Sampel jamu pahitan brotowali dari penjual jamu dipindahkkan kedalam botol

kaca steril dan ditutup rapat, kemudian seluruh sampel jamu dalam botol steril

(48)

proses pengujian, sumbat atau tutup botol steril berisi sampel jamu pahitan

brotowali dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%, lalu dipanaskan pada api

bunsen sebentar. Sumbat dibuka dan sampel jamu dapat diambil dari botol steril

secara aseptis yaitu dekat pada api bunsen.

3. Tahap Pra-Pengkayaan

a. Homogenisasi sampel untuk uji ALT

Sampel jamu pahitan brotowali dipipet 25 mL secara aseptis, selanjutnya

dimasukkan kedalam plastik steril yang telah berisi 225 mL larutan pengencer

PDF, lalu dihomogenkan dengan bantuan Stomacher sehingga diperoleh

pengenceran 10-1 .

b. Pengenceran sampel untuk uji ALT

Larutan pengencer PDF dimasukkan ke dalam 5 buah labu ukur 10 mL dengan

masing-masing labu ukur sebanyak 9 mL. Pengenceran 10-1 dari hasil

homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet 1 mL dengan cara aseptis dan

dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah diisi sebanyak 9 mL PDF

hingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dihomogenkan dengan

menggunakan vortex. Pengenceran selanjutnya dibuat hingga 10-6.

4. Uji ALT

a. Pembuatan media Plate Count Agar (PCA)

PCA ditimbang hingga diperoleh 7,05 g dan dicampurkan dengan 300 mL

(49)

selanjutnya adalah PCA disterilkan menggunakan autoclaf selama 15 menit

pada suhu 121OC.

b. Uji ALT

Pengenceran sampel yang telah dibuat sebelumnya dipipet

masing-masing 1 mL secara aseptis kedalam cawan petri steril dan dibuat duplo.

Media PCA sebanyak 15 mL yang telah dicairkan yang bersuhu 45±1oC

dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama dituangkan pada setiap

cawan petri. Cawan petri digoyangkan secara perlahan agar sampel tersebar

merata pada media dan biarkan hingga memadat. Uji kontrol dilakukan untuk

mengetahui sterilitas media dan pengencer. Uji sterilitas media dilakukan

dengan cara menuangkan media PCA dalam suatu cawan petri dan dibiarkan

memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media

PCA yang ditambahkan sebanyak 1 mL pengencer PDF lalu dibiarkan

memadat.

Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 35oC selama 24 jam

hingga 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Dihitung

Angka Lempeng Total dalam 1 mL contoh dengan mengalikan jumlah

rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan (PPOMN,

(50)

5. Uji Identifikasi Escherichia coli

a. Uji pengkayaan

Suspensi hasil homogenisasi contoh dipipet sebanyak 1 mL dan

diinokulasikan pada 9 mL ECB. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama

24 jam. Timbulnya gas pada tabung Durham dan kekeruhan pada media yang

menunjukkan karakteristik E.coli (PPOMN, 2006).

b. Isolasi

Hasil dari biakan pengkayaan diinokulasikan pada permukaan TBX

dengan cara streak plate dan diinkubasi dengan posisi lempeng terbalik pada

suhu 35-37oC selama 24 jam. Koloni spesifik E.coli yang tumbuh dengan ciri-

ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm, berwarna hijau dengan kilap logam dan

bintik biru kehijauan ditengahnya (PPOMN, 2006).

c. Identifikasi E.coli dengan uji biokimia

Satu koloni spesifik dipilih pada media TBX dan ditanam pada media

fermentasi karbohidrat, media SIM, media MR-VP, dan media Simmon’s

Citrate Agar kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam sebagai

berikut :

1) Uji fermentasi glukosa

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna

(51)

2) Uji fermentasi laktosa

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna

media dari orange menjadi kuning.

3) Uji fermentasi manitol

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna

media dari orange kemerahan menjadi kuning.

4) Uji fermentasi maltosa

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna

media dari orange kemerahan menjadi kuning.

5) Uji fermentasi sukrosa

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 24 jam diinokulasikan pada media sukrosa dan diinkubasi pada

suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya

(52)

6) Uji Indol

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media SIM dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama

24 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 1 mL pereaksi indol (Reagen

kovacs) ke dalam masing-masing tabung dan dikocok beberapa menit.

Warna merah muda yang membentuk cincin pada permukaan biakan

menunjukkan reaksi indol positif.

7) Uji Metil Merah

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 48 jam. Setelah diinkubasi ditambahkan 5 tetes larutan metil merah

dan dikocok hingga homogen selama beberapa menit. Warna kuning

menunjukkan reaksi negatif dan warna merah menunjukkan reaksi positif.

8) Uji Voges Proskauer

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37oC

selama 48 jam. Ditambahkan 12 tetes larutan alfanaftol dan 4 tetes larutan

KOH 40%, dikocok kemudian didiamkan selama 2-4 jam. Perubahan

warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala menunjukkan

reaksi positif.

(53)

Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan

diinokulasikan pada media Simmon’s Citrate Agar dan diinkubasi pada

suhu 35-37oC selama 48 jam. Perubahan warna media dari hijau menjadi

biru menunjukkan reaksi positif.

d. Uji konfirmasi keberadaan E.coli dengan pengecatan gram

Sediaan berupa hasil biakan dari uji isolasi pada media TBX yang

diambil 1 sengkelit dan digoreskan di atas kaca preparat, kemudian sediaan

dikeringkan di udara dan difiksasikan dengan panas. Sediaan diwarnai dengan

larutan crystal violet-ammonium oksalat selama 1 menit, selanjutnya sediaan

dicuci dengan air dan ditiriskan. Larutan lugol (garam iodine) dibubuhkan dan

didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya sediaan dicuci dengan air dan

ditiriskan. Warna dihilangkan dengan dicuci menggunakan alkohol 95%

selama 30 detik. Sediaan dicuci dengan air dan ditiriskan. Sediaan diserap

dengan kertas saring, dikeringkan dan dilakukan pengamatan dengan

menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 kali (PPOMN, 2006).

F. Analisis Hasil 1. Uji ALT

Cara menyatakan hasil untuk nilai Angka Lempeng Total sesuai dengan ketentuan

dari MA PPOMN No.95/MIK/00 adalah sebagai berikut :

a. Cawan petri (simplo dan duplo) yang dipilih adalah cawan petri dari satu

pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan.

(54)

dikalikan dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah

bakteri per mililiter atau gram.

b. Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25

atau lebih besar dari 250, jumlah koloni dihitung, dirata-rata, dan dikalikan

dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri per

mililiter atau gram.

c. Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250

koloni, jumlah koloni dari masing-masing pengenceran dihitung seperti yang

disebut pada butir a dan butir b diatas, dan dihitung rata-rata jumlah koloni dari

kedua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua

kali jumlah yang terkecil, nyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah

bakteri per mililiter atau gram.

d. Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan petri tidak terletak antara

25-250 koloni, hitung jumlah koloni seperti pada butir a dan butir b diatas, dan

nyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau gram.

e. Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap

dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2, 4, atau 8

sektor. Jumlah koloni dihitung dalam satu bagian atau lebih. Untuk

mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah

koloni dan dikalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Hasil

(55)

f. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah

koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengenceran

dan hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau

gram lebih besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor

pengenceran).

g. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, dinyatakan jumlah

bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan pengenceran yang

terendah (<10).

h. Menghitung koloni perambat (Spreader)

Ada 3 macam koloni perambatan pada koloni, yaitu :

(1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah

(2) Perambatan yang terjadi diantara dasar cawan petri dan perbenihan

(3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan perbenihan

Apabila terjadi hanya 1 (satu) perambatan (seperti rantai) maka koloni

dianggap 1 (satu). Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal

dari sumber yang terpisah-pisah, maka setiap sumber dihitung sebagai 1 (satu)

koloni. Bila (2) dan (3) terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena

koloni dalam keadaan semacam ini agak sukar dihitung.

i. Menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka

(56)

kiri), sedangkan angka ketiga diganti dengan 0, apabila kurang dari 5 dan

apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang kedua.

2. Identifikasi Escherichia coli

E.coli merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang. Identifikasi bakteri dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop dengan uji sifat biokimia

dan pengecatan gram. E.coli ditunjukkan dengan hasil positif pada pengecatan

gram yaitu berwarna merah muda (gram negatif) dan berbentuk batang serta pada

[image:56.612.98.533.216.602.2]

uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC menunjukkan hasil seperti pada tabel I.

Tabel I. Uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC pada identifikasi

E.coli (Holt, et al,2000)

No Uji Hasil

1 Glukosa +

2 Laktosa +

3 Manitol +

4 Maltosa +

5 Sukrosa +

6 Indol +

7 Metil Merah +

8 Voges-Proskauer -

(57)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecenderungan masyarakat untuk menggunakan obat dari bahan alam

menjadikan obat tradisional sebagai pilihan pendamping atau alternatif dari obat

sintetik. Hal tersebut yang menyebabkan masyarakat semakin gemar mengkonsumsi

jamu yang merupakan salah satu obat tradisional yang ada di Indonesia.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional menyatakan

bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam adalah cemaran mikroba seperti

ALT tidak boleh lebih dari atau sama dengan 104 koloni/g dan tidak boleh terdapat

bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus aureus.

Di wilayah Tonggalan Klaten Tenggah terdapat 3 penjual jamu gendong

keliling yang sangat ramai dan diminatii masyarakat dari dalam maupun luar kota.

Salah satu produk jamu yang paling digemari adalah jamu pahitan brotowali. Jamu

pahitan brotowali banyak dikonsumsi masyarakat baik orang dewasa maupun

anak-anak, oleh karena itu jamu ini harus memenuhi mutu dan persyaratan yang berlaku

supaya aman dikonsumsi oleh masyarakat.

Uji yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Uji Angka Lempeng Total

(58)

A. Penentuan tempat dan pemilihan sampel

Sampel jamu pahitan brotowali diambil dari 3 penjual jamu gendong keliling

di wilayah Tonggalan Klaten Tengah. Wilayah Tonggalan yang merupakan salah satu

kelurahan yang terletak di wilayah Klaten Tengah dipilih sebagai tempat

pengambilan sampel karena jumlah penduduk yang lumayan padat dan sebagian

besar penduduknya masih gemar mengkonsumsi jamu gendong keliling. Berdasarkan

hasil survei peneliti pada bulan Maret 2015, jumlah total penjual jamu gendong

keliling di wilayah tersebut sebanyak 5 orang penjual. Peneliti memilih 3 penjual

jamu gendong keliling yang paling ramai dan diminati oleh masyarakat, karena

semakin besar jumlah konsumen jamu maka semakin besar pula dampak buruk yang

dapat ditimbulkan apabila jamu yang diproduksi mengandung cemaran bakteri

berbahaya bagi kesehatan. Penjual jamu yang dipilih tersebut rata-rata sudah

berjualan jamu sejak 7 tahun yang lalu dan selalu ramai dikunjungi konsumen baik

dari dalam kota maupun luar kota, selama berjualan belum pernah ada komplain dari

konsumen terkait jamu yang diproduksi selama ini. Jamu pahitan brotowali

merupakan salah satu jamu yang paling diminati oleh konsumen. Jamu pahitan

brotowali dipilih karena memiliki khasiat seperti mengatasi pegal linu, mengontrol

kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan

dan selalu habis terjual setiap harinya. Konsumen utama dari jamu pahitan brotowali

ini adalah ibu rumah tangga, pekerja berat seperti buruh bangunan, tukang kayu, serta

(59)

sampel jamu pahitan brotowali dapat mengakibatkan penyakit demam serta diare

berat sehingga berbahaya bila dikonsumsi.

B. Pengambilan sampel jamu pahitan brotowali

Sampel jamu pahitan brotowali diambil sebanyak satu kali pengambilan yaitu

pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB, sampel diambil dari 3 penjual jamu

gendong keliling yang berbeda dan masing-masing dari penjual jamu diambil 3

sampel jamu sebagai replikasi. Tujuan dari replikasi adalah untuk meminimalkan

kesalahan hasil penelitian yang dilakukan dan mendapatkan hasil yang representatif,

karena dengan mengambil 3 sampel dari masing-masing penjual jamu diharapkan

dapat menggambarkan karakteristik keseluruhan dari jamu pahitan brotowal

Gambar

Tabel II. Nilai ALT Sampel Jamu Pahitan Brotowali pada Inkubasi 48 jam ............ 43
Gambar 2. Uji Isolasi E.coli pada Media TBX  ........................................................
Tabel I. Uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC pada identifikasi
Tabel II. Nilai ALT sampel jamu pahitan brotowali pada inkubasi 48 jam
+2

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu parameter standar mutu bahan baku obat tradisional adalah uji Angka Lempeng Total, yang digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil dalam sediaan jamu

Hasil uji biokimia dan pengecatan Gram yang diperoleh dapat menegaskan dugaan bahwa sampel jamu beras kencur dari Pedagang 1 maupun Pedagang 2 positif telah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Angka Kapang/Khamir dan Angka Lempeng Total dalam jamu gendong temulawak di pasar Tarumanegara Magelang.. Jamu merupakan salah

Salah satu parameter standar mutu bahan baku obat tradisional adalah uji Angka Lempeng Total, yang digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil dalam sediaan jamu

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti cemaran mikrobia yang meliputi Angka Kapang Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT) dan identifikasi keberadaan bakteri patogen

Tujuan penelitian adalah untuk memberikan informasi mengenai angka lempeng total, angka kapang/khamir dan ada tidaknya cemaran bakteri S.aureus pada sampel jamu cekok

Adanya sampel jamu yang tidak memenuhi syarat atau terdapat cemaran mikroorganisme menunjukkan bahwa tingkat higenitas yang buruk pada jamu gendong temulawak, yang

Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif komparatif, yaitu mendeskripsikan besarnya nilai ALT dan AKK dalam jamu