xvi INTISARI
Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khasiat dari jamu pahitan brotowali antara lain dapat mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan. Nilai Angka Lempeng Total (ALT) yang melebihi batas dari ketentuan BPOM RI 2014 dan adanya cemaran mikroba patogen Eschericia coli (E.coli) dalam jamu pahitan brotowali dapat berbahaya bagi kesehatan bila di konsumsi oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT dan mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E.coli dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian non ekperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu pahitan brotowali, pengujian ALT, identifikasi bakteri E.coli serta analisis hasil. Prosedur pengujian ALT dan identifikasi E.coli dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006.
Hasil penelitian yang dilakukan pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diperoleh nilai ALT 1,5 x 101 sampai dengan 3,5 x 102 koloni/g dan negatif E.coli.
xvii
ABSTRACT
Jamu Pahitan brotowali is one of Indonesia's traditional medicine consumed by many people. Jamu pahitan brotowali can have a pharmacological effect, namely to overcome stiff, controlling blood glucose levels for people with diabetes, and increased appetite. Total Plate Count (TPC) values that exceed the limits of the provisions BPOM RI 2014 and the microbial contamination of pathogenic Escherichia coli (E.coli) in jamu pahitan brotowali can be harmful to health if consumed by the public.
This study aims to determine the value of TPC and determine whether there is contamination of bacteria E.coli in jamu pahitan brotowali produced by jamu seller in the area of Tonggalan Central Klaten.
This research is non-experimental research with comparative descriptive design. The research was conducted on the determination and selection of sampling sites, sampling herbs pahitan brotowali, TPC testing, identification of E. coli and analysis of results. TPC test procedures and identification of E.coli is carried out under the provisions laid down by the Microbiology Analysis Methods 2006.
UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli PADA JAMU PAHITAN BROTOWALI YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL
JAMU GENDONG KELILING DI WILAYAH TONGGALAN KLATEN TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Nataya Anita Isabella Purlianto
NIM : 128114074
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
UJI ANGKA LEMPENG TOTAL DAN IDENTIFIKASI Escherichia coli PADA JAMU PAHITAN BROTOWALI YANG DIPRODUKSI OLEH PENJUAL
JAMU GENDONG KELILING DI WILAYAH TONGGALAN KLATEN TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Nataya Anita Isabella Purlianto
NIM : 128114074
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu
akan menerimanya”
Matius 21 : 22
“Serahkan segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”
1 Petrus 5 : 7
Kedua ayat alkitab tersebut yang selalu menguatkanku dan menjadi sumber semangat
bagiku dalam menjalani kehidupan ini.
Karya ini aku persembahkan kepada :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Papaku tercinta Lie Eko Purlianto
Mamaku tercinta Christina Yosephine Eny Fatima
v
Adikku tersayang Helena Maria Angelica Purlianto
Keluarga Besarku dimanapun berada
My Mood Booster Daniel Christian Hoedojo
Terimakasih atas segala dukungan serta doa kalian yang selalu menyertaiku sehingga aku dapat menyelesaikan karya ini dengan baik dan lancar.
Aku percaya pada keberanian murni yang tersembunyi dalam setiap diri manusia.
Kita memiliki kekuatan dahsyat yang tidak kita sadari. Dalam kehidupan yang
nyaman atau relatif tanpa masalah, alam bawah sadar kita mengubur kekuatan,
bahkan juga dari pengamatan kita sendiri. Ketika hidup memberi kita kenyamanan,
kita tak pernah tahu bahwa diri kita mempunyai kemampuan jauh dari yang kita
bayangkan. Kekuatan itu bersemayam dan menanti alam membiarkannya muncul
dengan natural dan menunjukkan kebolehannya, ketika kita dihadang oleh kesulitan.
viii PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat
dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji
Angka Lempeng Total dan Identifikasi Escherichia coli pada Jamu Pahitan Brotowali
yang diproduksi oleh Penjual Jamu Gendong Keliling di Wilayah Tonggalan Klaten
Tengah” ini dengan baik dan lancar.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si.,Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi ini
atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi motivasi, dan memberi
masukan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya sebagai dosen penguji dan terimakasih atas
kritik dan saran yang diberikan untuk penelitian ini.
4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Penguji Skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktunya sebagai dosen penguji dan
ix
5. Rekan-rekan penelitian seperjuangan Bernadita Betanias Pawestri, Caritas
Cindy Thearesti, Maria Dora Cahya Saphira, Graciano Aristides Maturbongs,
Meylisa Mutiara Dewi, I Dewa Angga Sri Ayu Dewi, Ni Komang Meyla
Wulandari untuk semangat dan kerjasama yang selalu dibagikan dalam
menyusun skripsi ini.
6. Teman-teman FSM B 2012 dan FKK A 2012 terimakasih atas kebersamaan
dan kerjasama selama proses perkuliahan di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
7. Daniel Christian Hoedojo, terimakasih atas dukungan dan semangat yang
selalu diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini namun tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa mendatang.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua pihak, baik
mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
PRAKATA ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Keaslian Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
xi
2. Manfaat Praktis ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8
A. Obat Tradisional ... 8
B. Jamu Pahitan Brotowali ... 9
C. Angka Lempeng Total ... 10
D. Media ... 12
E. Escherichia coli ... 14
F. Identifikasi Escherichia coli ... 19
G. Landasan Teori ... 22
H. Hipotesis ... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24
1. Variabel Utama ... 24
2. Variabel Pengacau ... 25
3. Definisi Operasional... 25
C. Bahan Penelitian ... 26
1. Bahan Utama ... 26
2. Bahan Kimia ... 26
D. Alat Penelitian ... 27
xii
1. Pemilihan Sampel ... 27
2. Penanganan Wadah/Kemasan Penyiapan Sampel ... 27
3. Tahap Pra-pengkayaan ... 28
4. Uji ALT ... 28
5. Uji Identifikasi Escherichia coli ... 30
F. Analisis Hasil ... 33
1. Uji ALT ... 33
2. Identifikasi Escherichia coli ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Penentuan Tempat dan Pemilihan Sampel ... 38
B. Pengambilan Sampel Jamu Pahitan Brotowali ... 39
C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ... 39
D. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ... 41
E. Uji Identifikasi Escherichia coli ... 44
1. Uji pengkayaan dalam Media Escherichia coli Broth (ECB) ... 45
2. Tahap Isolasi ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 56
xiii
DAFTAR TABEL
[image:16.612.96.516.191.605.2]Tabel I. Uji Fermentasi Karbohidrat dan Uji IMVIC pada Identifikasi E.coli ... 36
xiv
DAFTAR GAMBAR
[image:17.612.96.516.190.604.2]Gambar 1. Uji Pengkayaan E.Coli pada Media ECB... 46
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan ... 56
Lampiran 2. Perhitungan ALT Sampel Jamu Pahitan
Brotowali pada Inkubasi 48 jam. ...57
Lampiran 3. Uji ALT Sampel Jamu Pahitan Brotowali
pada Inkubasi 48 jam . ...64
Lampiran 4. Pengambilan Sampel Jamu Pahitan Brotowali ... 66
Lampiran 5. Uji ALT Sampel Jamu Pahitan Brotowali
pada Inkubasi 48 jam ... 67
Lampiran 6. Uji Tahap Pengkayaan Sampel Jamu Pahitan
Brotowali Inkubasi 24 jam ... 74
Lampiran 7. Uji Tahap Isolasi Sampel Jamu Pahitan
xvi INTISARI
Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khasiat dari jamu pahitan brotowali antara lain dapat mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan. Nilai Angka Lempeng Total (ALT) yang melebihi batas dari ketentuan BPOM RI 2014 dan adanya cemaran mikroba patogen Eschericia coli (E.coli) dalam jamu pahitan brotowali dapat berbahaya bagi kesehatan bila di konsumsi oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ALT dan mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri E.coli dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian non ekperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu pahitan brotowali, pengujian ALT, identifikasi bakteri E.coli serta analisis hasil. Prosedur pengujian ALT dan identifikasi E.coli dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006.
Hasil penelitian yang dilakukan pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diperoleh nilai ALT 1,5 x 101 sampai dengan 3,5 x 102 koloni/g dan negatif E.coli.
xvii
ABSTRACT
Jamu Pahitan brotowali is one of Indonesia's traditional medicine consumed by many people. Jamu pahitan brotowali can have a pharmacological effect, namely to overcome stiff, controlling blood glucose levels for people with diabetes, and increased appetite. Total Plate Count (TPC) values that exceed the limits of the provisions BPOM RI 2014 and the microbial contamination of pathogenic Escherichia coli (E.coli) in jamu pahitan brotowali can be harmful to health if consumed by the public.
This study aims to determine the value of TPC and determine whether there is contamination of bacteria E.coli in jamu pahitan brotowali produced by jamu seller in the area of Tonggalan Central Klaten.
This research is non-experimental research with comparative descriptive design. The research was conducted on the determination and selection of sampling sites, sampling herbs pahitan brotowali, TPC testing, identification of E. coli and analysis of results. TPC test procedures and identification of E.coli is carried out under the provisions laid down by the Microbiology Analysis Methods 2006.
Results of research conducted on samples of jamu pahitan brotowali produced by jamu gendong seller in the area of Tonggalan Central Klaten obtained ALT value of 1.5 x 101 to 3.5 x 102 colonies/g and negative E.coli.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan obat tradisional terus mengalami peningkatan, hal ini
disebabkan oleh kecenderungan masyarakat jaman sekarang yang lebih memilih
menggunakan obat-obat dari bahan alam daripada obat-obat kimia. Obat tradisional
telah dikenal masyarakat secara turun temurun yang umumnya dimanfaatkan sebagai
upaya preventif untuk menjaga kesehatan dan pengobatan suatu penyakit karena efek
samping yang ditimbulkan relatif kecil, aman, praktis, serta harga yang terjangkau.
Berdasarkan keputusan Kepala BPOM RI No.HK 00.05.4.2411 tahun 2005 obat
tradisional dikelompokan menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka (Suharmiati dan Handayani, 2005).
Jamu telah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia dalam rangka
pemeliharaan kesehatan, hal tersebut didukung oleh data yang diperoleh Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 mengenai kemanfaatan konsumsi jamu
oleh masyarakat sebagai upaya preventif, promotif, rehabilitatif, maupun kuratif,
sebanyak 95,60% penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu menyatakan
bahwa konsumsi jamu sangat bermanfaat bagi kesehatan. Persentase penduduk yang
merasakan manfaat dari mengkonsumsi jamu berkisar antara 83,23% hingga 96,66%
Pengertian obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional pasal 1 ayat 1
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat (DepKes RI, 2012).
Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor : HK.00.05.4.2411 pasal 2 ayat 1 yaitu jamu harus
memenuhi kriteria aman sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris, serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
(BPOM RI, 2004).
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
dikatakan bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam yaitu cemaran mikroba
seperti ALT ≤ 104 koloni/g, dan bakteri patogen seperti Escherichia coli ; Salmonella
spp ; Pseudomonas aeruginosa ; Staphylococcus aureus adalah negatif (BPOM RI, 2014).
Jamu gendong menjadi salah satu obat tradisional berupa cairan obat dalam
yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia. Jamu pahitan brotowali merupakan
perkotaan, secara umum brotowali dapat memberikan efek farmakologis yaitu
mengatasi pegal linu, mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes,
serta meningkatkan nafsu makan. Kandungan kimia dalam tanaman brotowali antara
lain alkaloid, damar lunak, pati, glikosida, pikroretosid, harsa, zat pahit pikroretin,
tinokrisposid, berberin, palmatin, kolumbin, dan kaokulin atau pikrotoksin (Agoes,
2010).
Tonggalan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di wilayah Klaten
Tengah. Pada wilayah Tonggalan tersebut terdapat 5 penjual jamu gendong keliling
yang cukup terkenal dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Penjual jamu yang
dipilih untuk penelitian ini sebanyak 3 penjual yang paling banyak diminati oleh
konsumen baik dari dalam maupun luar kota, karena semakin besar jumlah konsumen
maka semakin besar pula dampak yang dapat ditimbulkan apabila jamu yang
diproduksi mengandung cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Rata-rata
penjual jamu gendong di wilayah ini sudah berjualan selama 7 tahun dan belum
pernah ada komplain dari konsumen mengenai jamu yang diproduksi selama ini.
Peneliti melakukan survei pada bulan Maret 2015 yang meliputi proses pengambilan
bahan baku jamu, proses pembuatan jamu, serta penyimpanan jamu sebelum dijual
kepada masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang peneliti lakukan, proses
pembuatan jamu pahitan brotowali oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah
Tonggalan sebagian besar telah terjaga kebersihannya seperti mencuci tangan
hingga bersih, air yang digunakan dalam pembuatan jamu telah di rebus terlebih
dahulu, serta cara penyimpanan jamu diletakkan pada botol kaca bening dan ditutup
dengan sumbat plastik lalu disimpan pada tempat sejuk dan kering. Penjual jamu
gendong keliling ini berjualan dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00 setiap harinya.
Proses pembuatan jamu dilakukan pada hari sebelumnya yaitu pukul 20.00. Jeda
waktu yang lama tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri apabila cara
penyimpanannya tidak baik. Penjual jamu melakukan pemanasan dengan cara
merebus kembali jamu yang telah dibuat sebelumnya sebelum dijajakan kepada
konsumen. Penjual jamu gendong keliling sebagian besar telah menjaga kebersihan
dalam proses pembuatan jamu pahitan brotowali, namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan adanya kontaminan yang tumbuh didalam jamu pahitan brotowali.
Peneliti memilih melakukan observasi pada penjual jamu gendong keliling di wilayah
Tonggalan Klaten Tengah karena sudah berjualan cukup lama dan memiliki banyak
konsumen sehingga perlu adanya jaminan melalui hasil pengujian yang menyatakan
bahwa jamu yang dikonsumsi tidak berbahaya bagi kesehatan yang
mengkonsumsinya. Penjual jamu gendong keliling tersebut menjual sekitar 10 macam
jenis jamu, salah satu jamu yang paling banyak diminati masyarakat adalah jamu
pahitan brotowali.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
007 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 dikatakan bahwa obat
izin edar. Jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong
keliling memang tidak memerlukan ijin edar, namun kualitas jamu ini tetap harus
terjamin kebersihan dan proses pembuatannya sehingga aman untuk dikonsumsi
(DepKes RI, 2012).
Berdasarkan hasil pengujian mikrobiologis yang dilakukan oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2001 di Jawa Tengah terhadap
produksi obat tradisional yang beredar di pasaran sekitar 30% sampel yang diteliti
menunjukkan angka bakteri total melebihi batas yang telah ditentukan. Salah satu
jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Escherichia coli (BPOM RI,
2001).
Identifikasi Escherichia coli dipilih karena bakteri ini merupakan indikator
dari sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih pada proses pembuatan jamu.
Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang apabila terdapat pada saluran pencernaan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan infeksi dan
berbagai macam penyakit. Infeksi Escherichia coli seringkali berupa diare disertai
darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Beberapa galur Escherichia coli menjadi penyebab infeksi pada manusia seperti
infeksi saluran kemih, infeksi meningitis pada neonatus, dan gastrointeritis (Radji,
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti cemaran mikroba yang meliputi nilai
ALT dan identifikasi keberadaan bakteri patogen khususnya Escherichia coli pada
jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di
wilayah Tonggalan, Klaten Tengah sehingga dapat diketahui apakah jamu pahitan
brotowali yang dijual oleh penjual jamu gendong keliling tersebut sudah memenuhi
persyaratan mikrobiologis yang telah ditetapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Berapa ALT dalam jamu pahitan Brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu
gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah ?
2. Apakah terdapat cemaran bakteri patogen Escherichia coli dalam jamu pahitan
Brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah
Tonggalan Klaten Tengah ?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka penulis, publikasi penelitian mengenai “Uji
Angka Lempeng Total (ALT) dan Identifikasi Escherichia coli pada Jamu Pahitan
Brotowali yang diproduksi oleh Penjual Jamu Gendong Keliling di Wilayah
Tonggalan, Klaten Tengah” belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah
dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian oleh Theodorus Haryu
Jinarwanto (2008) dengan judul “Uji Escherichia coli pada Jamu Gendong Beras
Kencur yang beredar di 3 Pasar di Kotamadya Yogyakarta”, hasil yang diperoleh
coli. Penelitian lainnya dilakukan oleh Theresia Nurida Ambarwulan (2014) dengan
judul “Uji Angka Kapang Khamir (AKK), Angka Lempeng Total (ALT) dan
Identifikasi Escherichia coli dalam jamu uyup-uyup dari penjual jamu racik “x” di
Yogyakarta”, hasil yang diperoleh adalah Nilai AKK yang diperoleh sebesar 7,5x104
sampai 4x105, nilai ALT yang diperoleh sebesar 8x104 sampai 2,4x107, serta sampel
jamu uyup-uyup tercemar oleh bakteri Escherichia coli.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
nilai ALT dan ada tidaknya bakteri Escherichia coli dalam jamu pahitan brotowali
yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten
Tengah.
2. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai keamanan jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh
penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten Tengah.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui nilai ALT dalam jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh
penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah.
2. Mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Escherichia coli dalam jamu pahitan
brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah
8 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007
2012 pasal 1 ayat 1 dinyatakan : Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu Jamu, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka (BPOM,2004). Jamu merupakan obat tradisional
Indonesia. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
bakunya telah di standardisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
klinik, bahan baku dan produk jadi telah di standardisasi (BPOM, 2005).
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
dikatakan bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam yaitu cemaran mikroba
seperti ALT ≤ 104
koloni/g dan mikroba patogen (Escherichia coli, Salmonella spp,
semua mikroba yang dapat menyebabkan penyakit bila masuk kedalam tubuh
seseorang. Mikroba patogen yang perlu diwaspadai dalam cairan obat dalam yaitu
Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Cairan obat dalam tidak boleh mengandung bakteri patogen karena sangat berbahaya
yaitu dapat menyebabkan infeksi penyakit. Persyaratan obat tradisional yang baik
bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjaga mutu obat tradisional itu sendiri
(BPOM RI, 2014 ; DepKes RI, 1994).
B. Jamu Pahitan Brotowali
Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 007 tahun 2012 menyatakan
bahwa usaha jamu gendong merupakan usaha yang dilakukan oleh perorangan
dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar
dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Tanaman Brotowali (Tinospora crispa L.) termasuk salah satu famili
Menispermaceae. Brotowali dikenal dengan beberapa sebutan di Jawa seperti andawali, daun gadel, putrawali, brotowali, sedangkan di Nusa Tenggara disebut
antawali. Bagian tanaman yang digunakan untuk membuat jamu adalah bagian
batangnya. Tanaman mengandung alkaloida kuartener yang terdiri dari
N-asetil-nornuciferin, N-formil-annonain, N-asetil-normuciferin. Kandungan lain dari tanaman ini adalah furanoditerpen yang terasa pahit, N-trans-feruloil-tiramin,
brotowali dapat memberikan efek farmakologis yaitu mengatasi pegal linu,
mengontrol kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan
nafsu makan (Agoes, 2010).
C. Angka Lempeng Total
Menurut WHO pada tahun 2011, Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga
angka lempeng heterotropik (heterotropic plate count/HPC) merupakan indikator
keberadaan mikroba heterotropik termasuk bakteri dan kapang yang sensitif terhadap
proses desinfektan seperti bakteri coliform, mikroba resisten desinfektan seperti
pembentuk spora dan mikroba yang dapat berkembang cepat pada air olahan tanpa
residu desinfektan. Meski telah mengalami proses desinfeksi yang berbeda, umum
bagi mikroba tumbuh selama perlakuan (treatment) dan distribusi dengan konsentrasi
berkisar 104-105 sel/ml. Nilai ALT bervariasi tergantung berbagai faktor diantaranya
kualitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi residu desinfektan, lokasi sampling,
suhu air mentah, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu dan waktu inkubasi
(Martoyo,Hariyadi dan Rahayu, 2014).
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan ALT. Uji Angka Lempeng Total yang
lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat
dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka
dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Prinsip pengujian ALT menurut
koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng
agar dengan metode pour plate dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujian
ALT menggunakan media PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya.
Digunakan pula pereaksi Triphenyl Tetrazolium Chloride 0,5% (TTC) (BPOM RI,
2008).
Angka Lempeng Total harus ditekan sekecil mungkin meskipun mikroba
tersebut tidak membahayakan kesehatan, namun terkadang karena pengaruh sesuatu
dapat menjadi mikroba membahayakan. Angka Lempeng Total dapat digunakan
sebagai petunjuk tingkat berapa industri tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) (DepKes RI,1994).
Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count) menggambarkan jumlah
sel yang hidup, sehingga lebih tepat apabila dibandingkan dengan cara total cell
count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan tumbuh
menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dengan lingkungan yang
sesuai. Koloni bakteri adalah kumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis dan
mengelompok membentuk suatu koloni. Setelah diinkubasi maka akan diamati dan
dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau dugaan dari
jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1993).
Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari 1 sel mikroba, karena ada
ditumbuhkan pada media dan lingkungan yang sesuai, kelompok bakteri ini akan
menghasilkan 1 koloni. Oleh karena itu, sering digunakan istilah Colony Forming
Unit (CFU) untuk menghitung jumlah mikroba hidup. Sebaiknya hanya lempeng agar
yang mengandung 25-250 koloni saja yang digunakan dalam perhitungan (PPOMN,
2006).
Pengenceran sampel sangat penting untuk menghindari koloni bakteri atau
kapang/khamir yang saling menumpuk karena konsentrasi sangat pekat sehingga
didapatkan koloni yang terpisah dan dapat dihitung dengan mudah. Pengenceran ini
sangat membantu terutama untuk sampel yang memiliki cemaran sangat tinggi
(BPOM, 2008).
D. Media
Media perbenihan adalah media nutrisi yang disiapkan untuk menumbuhkan
bakteri di dalam skala laboratorium. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik
pada setiap media perbenihan, sedangkan yang lain membutuhkan media khusus.
Media perbenihan harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan bakteri. Media harus mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur,
fosfor, dan faktor pertumbuhan organik. Sejumlah bakteri yang diinokulasikan pada
sebuah media perbenihan disebut inokulum. Bakteri yang tumbuh dan
berkembangbiak dalam media perbenihan itu disebut biakan bakteri. Media
1. Harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan
dibiakkan
2. Kelembaban harus cukup, pH sesuai, dan kadar oksigen cukup baik
3. Media perbenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain
4. Media diinkubasi pada suhu tertentu
(Radji, 2011).
Identifikasi bakteri patogen misalnya E.Coli menggunakan media selektif
yaitu media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih mikroorganisme
tertentu, tetapi akan menghambat/mematikan jenis lainnya. Salah satu media selektif
untuk identifikasi bakteri E.coli adalah E.coli Broth (ECB) merupakan media yang
memfasilitasi bakteri Coliform yaitu E.coli, Enterobacter aerogenes dan Citrobacter
fruendii untuk memfermentasikan laktosa. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pembentukan gas (Cappucino, 2008).
Media differensial adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan
mikroba tertentu serta untuk menentukan sifat-sifatnya. Media Tryptone Bile
X-Glucoronide (TBX) adalah media yang mengandung agen kromogenik x-β -D-glukoronide yang dapat mendeteksi adanya enzim glukoronidase yang terdapat pada E.coli. Bakteri E.coli akan menyerap agen kromogenik x-β-D-glukoronide dan akan terjadi interaksi dengan enzim glukoronidase. Setelah terjadi proses fermentasi maka
agen kromogenik akan di sekresikan ke luar sel yang akan menimbulkan warna
E. Escherichia coli
Bakteri patogen pada saluran cerna merupakan golongan bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna manusia. Jenis bakteri yang paling
sering menyebabkan penyakit infeksi pada saluran cerna adalah bakteri-bakteri famili
Enterobacteriaceae, seperti Escherichia coli, Salmonella, Shigella, dan Yersinia enterocolitica. E.coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil), mempunyai flagel, berukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, dan mempunyai
simpai. E.coli dapat tumbuh dengan baik hampir di semua media perbenihan, dapat
meragi laktosa, dan bersifat mikroaerofilik (Radji, 2011).
Eschericia coli merupakan mikroba yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya pencemaran feses dalam air, bahan makanan maupun minuman,
termasuk jamu. Habitat E.coli yaitu pada saluran pencernaan dan saluran non
pencernaan seperti tanah dan air. Mikroba dari jenis tersebut selalu terdapat dalam
kotoran manusia. E.coli merupakan mikroba dari kelompok Coliform. Mikroba dari
kelompok Coliform secara keseluruhan tidak umum hidup atau terdapat di air,
makanan maupun minuman, sehingga keberadaannya dapat dianggap sebagai
petunjuk terjadinya pencemaran kotoran dalam arti luas, baik dari kotoran hewan
maupun manusia (Purnawijayanti, 2001).
Berdasarkan sifat virulensi, Escherichia coli dikelompokkan menjadi dua
ekstraintestin. Escherichia coli yang dapat menyebabkan infeksi intestin, sebagai
berikut:
1. Escherichia coli enteropatogenik (EPEC)
Jenis ini merupakan penyebab utama diare pada bayi. EPEC memiliki
fimbria, toksin yang tahan terhadap panas (ST) dan toksin yang tidak
tahan panas (LT), serta menggunakan adhesin, yang dikenal dengan
intimin, untuk melekat pada sel mukosa usus. Infeksi EPEC
mengakibatkan diare berair yang biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi
ada pula yang menjadi kronis. Lama diare yang disebabkan oleh EPEC
dapat diperpendek dengan pemberian antibiotik.
2. Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC)
ETEC merupakan bakteri penyebab diare pada anak dan wisatawan yang
bepergian ke daerah yang bersanitasi buruk. Oleh karena itu, diare yang
disebabkan oleh jenis bakteri ini sering dinamakan diare wisatawan.
Faktor kolonisai ETEC yang spesifik untuk manusia adalah fimbrial
adhesin. Faktor ini menyebabkan ETEC dapat melekat pada epitel usus
halus sehingga biasanya menyebabkan diare tanpa demam. Beberapa galur
bakteri ini menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (LT). Struktur
molekul dan fungsi LT mirip dengan protein toksin kolera (86 kDa).
Subunit B melekat pada gangliosida GM1 pada brush border sel epitel
dapat mengaktifkan adenilat siklase. ETEC juga memproduksi toksin yang
tahan terhadap panas (ST). Toksin ini tahan dalam air mendidih selama 30
menit. Enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan ini merupakan
peptida yang memiliki bobot molekul sekitar 4000 dalton. Karena
ukurannya yang kecil inilah, toksin ST diperkirakan sulit diinaktifkan oleh
pemanasan. Toksin ini dapat menyebabkan konsentrasi guanosin
monofosfat siklik dalam sitoplasma hospes meningkat sehingga
meningkatkan konsentrasi adenosin monofosfat setempat (cAMP). Hal ini
menimbulkan hipersekresi air dan klorida secara terus menerus dan lama
dan disertai penghambatan resorpsi natrium. Lumen usus teregang oleh
cairan dan mengakibatkan hipermotilitas dan diare.
3. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Mekanisme patogenik EIEC mirip dengan patogenesis infeksi yang
disebabkan oleh Shigella. EIEC masuk dan berkembang dalam epitel
sel-sel kolon sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel kolon. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh infeksi EIEC mirip dengan gejala diare yang
disebabkan oleh Shigella. Gejala diare biasanya disertai dengan demam.
4. Escherichia coli enterohemoragik (EHEC)
Jenis bakteri ini menghasilkan suatu toksin yang dikenal dengan
verotoksin. Nama verotoksin sesuai dengan efek sitotoksik toksin ini pada
sel vero, yaitu sel ginjal yang diperoleh dari ginjal monyet Afrika. EHEC
sindrom uremik hemolitik (gagal ginjal akut yang disertai anemia
hemolitik mikroangiopatik dan trombositopenia).
5. Escherichia coli enteroagregatif (EAEC)
Bakteri ini menimbulkan diare akut dan kronis dan merupakan penyebab
utama diare pada masyarakat di negara berrkembang. EAEC melekat pada
sel manusia dengan pola khas dan menyebabkan diare yang tidak
berdarah, tidak menginvasi, dan tidak menyebabkan inflamasi pada
mukosa intestin. EAEC diperkirakan memproduksi EAST (Entero
Aggregative ST Toxin), yang merupakan enterotoksin yang tidak tahan
panas. Disamping itu, EAEC juga memproduksi hemolisin yang
diperkirakan mirip dengan hemolisin yang diproduksi oleh galur E.coli
yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
Escherichia coli yang menyebabkan infeksi ekstraintestinal, sebagai berikut :
1. Escherichia coli uropatogenik (UPEC)
UPEC menyebabkan kira-kira 90% infeksi saluran kandung kemih mulai
dari sistitis sampai pielonefritis. Bakteri yang berkolonisasi berasal dari
tinja atau daerah perineum saluran urine yang masuk ke dalam kandung
kemih. Protein penting adhesin yang dikaitkan dengan patogenisitas
UPEC adalah P-fimbria atau PAP (pili yang menyebabkan pielonefritis).
P-fimbria dapat berikatan dengan antigen P yang terdapat pada sel darah
tidak hanya dapat berikatan dengan sel darah merah, tetapi juga berikatan
dengan senyawa galaktosa yang terdapat pada permukaan sel-sel epitel
saluran kemih. Bakteri ini juga menghasilkan hemolisin yang bersifat
sitotoksik terhadap membran sel hospes. Aktivitas hemolisin tidak hanya
terbatas pada kemampuan melisis sel darah merah, tetapi α-hemolisin E.coli dapat melisis limfosit, sedangkan β-hemolisin dapat menghambat aktivitas fagositosis dan kemotaksis neutrofil.
2. Escherichia coli meningitis neonatus (NMEC)
NMEC dapat menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir. Galur bakteri
ini dapat menginfeksi 1 dalam 2000-4000 bayi. Perjalanan infeksi
biasanya terjadi setelah E.coli masuk ke dalam pembuluh darah melalui
nasofaring atau saluran gastrointestinal dan kemudian masuk ke dalam
sel-sel otak. Antigen kapsul KI dianggap sebagai faktor virulensi utama
yang menyebabkan meningitis pada bayi. Antigen KI dapat menghambat
fagositosis, reaksi komplemen, dan respons reaksi imunitas hospes
(Radji, 2011).
F. Identifikasi Escherichia coli
Uji identifikasi bakteri E.coli adalah serangkaian uji berdasarkan karakteristik
E.coli. Uji dilakukan dengan menggunakan media dan reagen khusus seperti uji fermentasi gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa), uji Sulfur
Sitrat ). Hasil uji identifikasi dibandingkan dengan karakteristik E.coli (Holt, dkk,
2000).
1. Uji fermentasi gula-gula
Uji fermentasi gula-gula bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri
dalam menguraikan gula-gula spesifik yang mencerminkan sifat bakteri
tersebut dan dapat digunakan sebagai salah satu cara identifikasi bakteri.
Masing-masing mikroba mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
dalam memfermentasikan karbohidrat. Fermentasi merupakan proses
oksidasi biologi dalam keadaan anaerob dimana yang bertindak sebagai
susbstrat adalah karbohidrat. Bakteri E.coli mampu memfermentasikan
gula-gula spesifik (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa)
sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk uji identifikasi E.coli (Holt,
dkk, 2000).
2. Uji Sulfur Indol Motility (SIM)
Uji sulfur bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
menguraikan asam amino menjadi sulfur. Sulfur dihasilkan oleh beberapa
jenis mikroba melalui pemecahan asam amino yang mengandung sulfur
belerang (S) seperti lisin dan metionin. Hasil peruraian sulfur dapat
diamati dengan penambahan garam-garam logam berat ke dalam medium.
Hasil positif apabila H2S bereaksi dengan senyawa-senyawa ini yang
motilitas adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi E.coli
terhadap bakteri lainnya berdasarkan penyebaran koloni karena E.coli
memiliki kemampuan bergerak (motil) dalam media SIM. Kandungan NA
semisolid dalam media SIM memungkinkan bakteri yang memiliki flagel
melakukan pergerakan dalam media tersebut. E.coli memiliki karakteristik
mempunyai flagel diseluruh badan sebagai alat gerak di habitatnya.
Apabila dalam media terdapat pertumbuhan bakteri yang menyebar, maka
dinyatakan bakteri yang diidentifikasi tersebut adalah golongan
Enterobacter, termasuk E.coli (Holt, dkk, 2000). 3. Uji IMVIC
a.Uji Indol. Uji indol digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya indol dari
peruraian triptofan oleh bakteri Coliform. E.coli merupakan jenis bakteri
Coliform. Uji ini menggunakan media Sulfur Indol Motility (SIM) dengan penambahan reagen kovacs. Hasil positif ditandai dengan warna
merah atau merah muda dipermukaan media. Uji ini dilakukan setelah
pengamatan motilitas agar tidak mengganggu pengamatan motilitas pada
media uji (Anonim, 1993).
b.Uji Metil merah. Uji metil merah bertujuan untuk mengetahui apakah
bakteri mampu memfermentasi asam campuran. Beberapa jenis bakteri
yang mampu memfermentasi glukosa akan menghasilkan produk yang
pertumbuhan menjadi lebih rendah. Hasil positif ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi merah (Lay, 1994).
c.Uji Voges Proskauer. Uji ini berguna untuk mengidentifikasi mikroba
yang mampu memfermentasi 2,3-butanadiol. Apabila mikroba mampu
memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk
utama maka akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media
pertumbuhan. Penambahan reagen kalium hidroksida dan alfanaftol dapat
menentukan adanya asetoin yang merupakan suatu senyawa perkusor
dalam sintesis 2,3-butanadiol. Setelah penambahan reagen kalium
hidroksida, adanya asetoin akan ditunjukkan oleh perubahan warna
menjadi merah pada medium yang akan diperjelas dengan penambahan
alfanaftol (Lay, 1994).
d.Uji Sitrat. Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu
mikroorganisme dalam menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber
karbon dan energi. Warna media akan berubah dari hijau menjadi biru
karena asam dihilangkan dan terjadi peningkatan pH, karena
mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi.
Perubahan warna media dikarenakan adanya indikator pH brom timol
G. Landasan Teori
Kualitas jamu cair dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bahan baku
yang digunakan, peralatan yang digunakan, air yang digunakan, cara pencucian
bahan, proses pengolahan bahan menjadi jamu, cara penyimpanan jamu, serta lama
penyimpanan jamu.
Bahan yang digunakan oleh penjual jamu gendong keliling adalah bagian
batang tanaman brotowali dan air. Brotowali yang dipilih adalah brotowali yang
masih segar ditandai dengan bagian batang yang tidak keriput dan tidak berjamur.
Penyimpanan bahan dilakukan dengan meletakkan batang segar brotowali
pada sebuah wadah bersih dan disimpan pada tempat sejuk dan kering. Penjual jamu
gendong keliling menyiapkan bahan setiap sore hari pukul 17.00 WIB dan akan di
proses menjadi jamu pahitan brotowali pada pukul 20.00 WIB setiap harinya. Bahan
baku digunakan oleh penjual jamu gendong keliling berasal dari petani empon-empon
yang dijual secara langsung di pasar tradisional Klaten Tengah. Berdasarkan hasil
survei peneliti, bahan baku jamu pahitan brotowali yang dijual di pasar tradisional
selalu baru setiap harinya sehingga masih segar.
Peralatan yang digunakan oleh pedagang jamu gendong keliling dalam proses
pembuatan jamu seperti kuali tanah, pengaduk, sendok, talenan, pisau, dan alu selalu
dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan dengan kain bersih. Bahan batang segar
kotoran seperti tanah maupun tanaman lain yang menempel pada batang brotowali.
Air yang digunakan dalam pembuatan jamu adalah air matang sehingga air telah
direbus terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pembuatan jamu.
Proses pembuatan jamu diawali dengan merajang batang brotowali segar
hingga menjadi potongan-potongan kecil dan tipis, selanjutnya brotowali dimasukkan
kedalam kuali tanah dan dicampur dengan air matang. Kuali tanah ditempatkan di
atas alu dengan api menyala, kemudian jamu diaduk hingga mendidih. Jamu direbus
kurang lebih selama 15 menit. Jamu brotowali yang telah matang dibiarkan didalam
kuali terlebih dahulu hingga suam-suam kuku, setelah itu jamu dipindahkan kedalam
botol kaca bening dan ditutup dengan sumbat plastik lalu disimpan pada tempat sejuk
dan kering. Jamu pahitan brotowali yang sudah matang akan di rebus kembali pada
pagi harinya sebelum dijajakan kepada konsumen dengan tujuan agar jamu masih
hangat ketika dikonsumsi oleh konsumen.
H. Hipotesis
Jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong keliling
di wilayah Tonggalan Klaten Tengah diduga memiliki nilai ALT yang masuk
kedalam range sesuai dengan ketentuan dari BPOM RI 2014 dan tidak adanya
24 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non-ekperimental dengan rancangan
deskriptif komparatif. Penelitian ini akan mendeskripsikan nilai ALT dan
mengidentifikasi keberadaan bakteri Escherichia coli dalam sampel jamu pahitan
brotowali dari penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah
dibandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu
Obat Tradisional.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Cairan jamu pahitan brotowali dari penjual jamu
gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten tengah.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali : Media pertumbuhan yaitu Plate Count
Agar (PCA), suhu inkubasi 350C, waktu inkubasi 24-48 jam untuk uji ALT. Media selektif yaitu media E.coli Broth (ECB), TBX (Tryptone
Bile X-Glucoronide), media glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sakarosa (uji fermentasi karbohidrat), media Simmon Citrate Agar ,
Media MR-VP, suhu inkubasi (37-44oC), waktu inkubasi (24-48 jam)
untuk uji identifikasi E.coli.
b. Variabel pengacau tak terkendali : kualitas bahan jamu yang digunakan,
cara pembuatan jamu, cara dan waktu penyimpanan jamu setelah
pembuatan.
3. Definisi Operasional
a. Jamu pahitan brotowali merupakan salah satu jenis obat tradisional
yang berupa cairan obat dalam. Bagian tanaman brotowali yang
digunakan dalam proses pembuatan jamu pahitan brotowali adalah
batang yang masih segar. Jamu pahitan brotowali yang sudah matang
memiliki warna coklat kehitaman. Sampel jamu pahitan brotowali
diambil dari penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan
Klaten Tengah.
b. ALT adalah suatu metode kuantitatif untuk mengetahui jumlah cemaran
mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri aerob
digunakan dalam uji ALT adalah Plate Count Agar (PCA) dengan
metode yang mengacu pada Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006
(MA PPOMN nomor 96/mik/00).
c. Uji identifikasi Escherichia coli adalah serangkaian uji untuk
mengidentifikasi bakteri E.coli yang terdapat pada jamu pahitan
brotowali, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya keberadaan
E.coli pada jamu pahitan brotowali. Uji yang dilakukan antara lain uji pengkayaan, isolasi, uji biokimia (fermentasi glukosa, fermentasi
laktosa, fermentasi manitol, fermentasi maltosa, fermentasi sukrosa, uji
indol, uji metil merah, uji voges proskauer, uji sitrat), serta uji
konfirmasi keberadaan E.coli dengan pengecatan gram. Serangkaian uji
identifikasi E.coli tersebut mengacu pada Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006 (MA PPOMN nomor 96/mik/00).
C. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan adalah jamu pahitan brotowali yang dijual
oleh penjual jamu gendong keliling di wilayah Tonggalan, Klaten Tengah. Bahan
kimia yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA), Tryptone Broth
(TB), Methyl Voges Proskauer (MR-VP), Simmon’s Citrate Agar (SCA), PDF
(Pepton Dilution Fluid), aquadest steril, etanol 70%, pereaksi indol, larutan metil
merah, larutan α-naftol, larutan KOH 40%, larutan gula-gula (glukosa, laktosa,
Bile-Glucoronide (TBX), Media E.coli Broth (ECB), larutan crystal violet-ammonium oksalat, larutan lugol (garam iodine), alkohol 95%.
D. Alat penelitian
Laminar Air Flow (E-Scientific), autoklaf (model KT-40 No.108049
Midorigaoka Japan), inkubator (WTC binder), oven (Memmert model 400),
stomacher 400 circulator (Seward), mikropipet (Iwaki), mikroskop, pipet tetes,
tabung reaksi (Pyrex), tabung Durham, gelas sediaan, cawan petri (100 x 15 mm),
pipet volume, beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), bunsen, neraca analitik
(Precition Balance Model AB-204, Metter Taledo), erlenmeyer, penangas air, jarum
ose, colony counter (Model CC-1, Boeco).
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel
Sampel jamu yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari 3 penjual jamu
gendong keliling di wilayah Tonggalan Klaten Tengah. Masing-masing dari
penjual jamu diambil 3 sampel jamu pahitan brotowali sehingga total jamu yang
diambil sebanyak 9 sampel. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali
yaitu pada tanggal 19 Oktober 2015 pada pukul 06.00 WIB.
2. Penanganan wadah/kemasan penyiapan sampel
Sampel jamu pahitan brotowali dari penjual jamu dipindahkkan kedalam botol
kaca steril dan ditutup rapat, kemudian seluruh sampel jamu dalam botol steril
proses pengujian, sumbat atau tutup botol steril berisi sampel jamu pahitan
brotowali dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%, lalu dipanaskan pada api
bunsen sebentar. Sumbat dibuka dan sampel jamu dapat diambil dari botol steril
secara aseptis yaitu dekat pada api bunsen.
3. Tahap Pra-Pengkayaan
a. Homogenisasi sampel untuk uji ALT
Sampel jamu pahitan brotowali dipipet 25 mL secara aseptis, selanjutnya
dimasukkan kedalam plastik steril yang telah berisi 225 mL larutan pengencer
PDF, lalu dihomogenkan dengan bantuan Stomacher sehingga diperoleh
pengenceran 10-1 .
b. Pengenceran sampel untuk uji ALT
Larutan pengencer PDF dimasukkan ke dalam 5 buah labu ukur 10 mL dengan
masing-masing labu ukur sebanyak 9 mL. Pengenceran 10-1 dari hasil
homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet 1 mL dengan cara aseptis dan
dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah diisi sebanyak 9 mL PDF
hingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dihomogenkan dengan
menggunakan vortex. Pengenceran selanjutnya dibuat hingga 10-6.
4. Uji ALT
a. Pembuatan media Plate Count Agar (PCA)
PCA ditimbang hingga diperoleh 7,05 g dan dicampurkan dengan 300 mL
selanjutnya adalah PCA disterilkan menggunakan autoclaf selama 15 menit
pada suhu 121OC.
b. Uji ALT
Pengenceran sampel yang telah dibuat sebelumnya dipipet
masing-masing 1 mL secara aseptis kedalam cawan petri steril dan dibuat duplo.
Media PCA sebanyak 15 mL yang telah dicairkan yang bersuhu 45±1oC
dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama dituangkan pada setiap
cawan petri. Cawan petri digoyangkan secara perlahan agar sampel tersebar
merata pada media dan biarkan hingga memadat. Uji kontrol dilakukan untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer. Uji sterilitas media dilakukan
dengan cara menuangkan media PCA dalam suatu cawan petri dan dibiarkan
memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media
PCA yang ditambahkan sebanyak 1 mL pengencer PDF lalu dibiarkan
memadat.
Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 35oC selama 24 jam
hingga 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Dihitung
Angka Lempeng Total dalam 1 mL contoh dengan mengalikan jumlah
rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan (PPOMN,
5. Uji Identifikasi Escherichia coli
a. Uji pengkayaan
Suspensi hasil homogenisasi contoh dipipet sebanyak 1 mL dan
diinokulasikan pada 9 mL ECB. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama
24 jam. Timbulnya gas pada tabung Durham dan kekeruhan pada media yang
menunjukkan karakteristik E.coli (PPOMN, 2006).
b. Isolasi
Hasil dari biakan pengkayaan diinokulasikan pada permukaan TBX
dengan cara streak plate dan diinkubasi dengan posisi lempeng terbalik pada
suhu 35-37oC selama 24 jam. Koloni spesifik E.coli yang tumbuh dengan ciri-
ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm, berwarna hijau dengan kilap logam dan
bintik biru kehijauan ditengahnya (PPOMN, 2006).
c. Identifikasi E.coli dengan uji biokimia
Satu koloni spesifik dipilih pada media TBX dan ditanam pada media
fermentasi karbohidrat, media SIM, media MR-VP, dan media Simmon’s
Citrate Agar kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam sebagai
berikut :
1) Uji fermentasi glukosa
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna
2) Uji fermentasi laktosa
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari orange menjadi kuning.
3) Uji fermentasi manitol
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari orange kemerahan menjadi kuning.
4) Uji fermentasi maltosa
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari orange kemerahan menjadi kuning.
5) Uji fermentasi sukrosa
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 24 jam diinokulasikan pada media sukrosa dan diinkubasi pada
suhu 35-37oC selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya
6) Uji Indol
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media SIM dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama
24 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 1 mL pereaksi indol (Reagen
kovacs) ke dalam masing-masing tabung dan dikocok beberapa menit.
Warna merah muda yang membentuk cincin pada permukaan biakan
menunjukkan reaksi indol positif.
7) Uji Metil Merah
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 48 jam. Setelah diinkubasi ditambahkan 5 tetes larutan metil merah
dan dikocok hingga homogen selama beberapa menit. Warna kuning
menunjukkan reaksi negatif dan warna merah menunjukkan reaksi positif.
8) Uji Voges Proskauer
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37oC
selama 48 jam. Ditambahkan 12 tetes larutan alfanaftol dan 4 tetes larutan
KOH 40%, dikocok kemudian didiamkan selama 2-4 jam. Perubahan
warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala menunjukkan
reaksi positif.
Biakan pada media TBX hasil dari uji isolasi diambil 1 sengkelit dan
diinokulasikan pada media Simmon’s Citrate Agar dan diinkubasi pada
suhu 35-37oC selama 48 jam. Perubahan warna media dari hijau menjadi
biru menunjukkan reaksi positif.
d. Uji konfirmasi keberadaan E.coli dengan pengecatan gram
Sediaan berupa hasil biakan dari uji isolasi pada media TBX yang
diambil 1 sengkelit dan digoreskan di atas kaca preparat, kemudian sediaan
dikeringkan di udara dan difiksasikan dengan panas. Sediaan diwarnai dengan
larutan crystal violet-ammonium oksalat selama 1 menit, selanjutnya sediaan
dicuci dengan air dan ditiriskan. Larutan lugol (garam iodine) dibubuhkan dan
didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya sediaan dicuci dengan air dan
ditiriskan. Warna dihilangkan dengan dicuci menggunakan alkohol 95%
selama 30 detik. Sediaan dicuci dengan air dan ditiriskan. Sediaan diserap
dengan kertas saring, dikeringkan dan dilakukan pengamatan dengan
menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 kali (PPOMN, 2006).
F. Analisis Hasil 1. Uji ALT
Cara menyatakan hasil untuk nilai Angka Lempeng Total sesuai dengan ketentuan
dari MA PPOMN No.95/MIK/00 adalah sebagai berikut :
a. Cawan petri (simplo dan duplo) yang dipilih adalah cawan petri dari satu
pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan.
dikalikan dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah
bakteri per mililiter atau gram.
b. Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25
atau lebih besar dari 250, jumlah koloni dihitung, dirata-rata, dan dikalikan
dengan faktor pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri per
mililiter atau gram.
c. Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250
koloni, jumlah koloni dari masing-masing pengenceran dihitung seperti yang
disebut pada butir a dan butir b diatas, dan dihitung rata-rata jumlah koloni dari
kedua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua
kali jumlah yang terkecil, nyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah
bakteri per mililiter atau gram.
d. Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan petri tidak terletak antara
25-250 koloni, hitung jumlah koloni seperti pada butir a dan butir b diatas, dan
nyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau gram.
e. Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap
dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2, 4, atau 8
sektor. Jumlah koloni dihitung dalam satu bagian atau lebih. Untuk
mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah
koloni dan dikalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Hasil
f. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah
koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengenceran
dan hasilnya dinyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per mililiter atau
gram lebih besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor
pengenceran).
g. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, dinyatakan jumlah
bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan pengenceran yang
terendah (<10).
h. Menghitung koloni perambat (Spreader)
Ada 3 macam koloni perambatan pada koloni, yaitu :
(1) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah
(2) Perambatan yang terjadi diantara dasar cawan petri dan perbenihan
(3) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan perbenihan
Apabila terjadi hanya 1 (satu) perambatan (seperti rantai) maka koloni
dianggap 1 (satu). Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal
dari sumber yang terpisah-pisah, maka setiap sumber dihitung sebagai 1 (satu)
koloni. Bila (2) dan (3) terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena
koloni dalam keadaan semacam ini agak sukar dihitung.
i. Menghitung dan membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka
kiri), sedangkan angka ketiga diganti dengan 0, apabila kurang dari 5 dan
apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang kedua.
2. Identifikasi Escherichia coli
E.coli merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang. Identifikasi bakteri dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop dengan uji sifat biokimia
dan pengecatan gram. E.coli ditunjukkan dengan hasil positif pada pengecatan
gram yaitu berwarna merah muda (gram negatif) dan berbentuk batang serta pada
[image:56.612.98.533.216.602.2]uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC menunjukkan hasil seperti pada tabel I.
Tabel I. Uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC pada identifikasi
E.coli (Holt, et al,2000)
No Uji Hasil
1 Glukosa +
2 Laktosa +
3 Manitol +
4 Maltosa +
5 Sukrosa +
6 Indol +
7 Metil Merah +
8 Voges-Proskauer -
37 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecenderungan masyarakat untuk menggunakan obat dari bahan alam
menjadikan obat tradisional sebagai pilihan pendamping atau alternatif dari obat
sintetik. Hal tersebut yang menyebabkan masyarakat semakin gemar mengkonsumsi
jamu yang merupakan salah satu obat tradisional yang ada di Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional menyatakan
bahwa persyaratan mutu untuk cairan obat dalam adalah cemaran mikroba seperti
ALT tidak boleh lebih dari atau sama dengan 104 koloni/g dan tidak boleh terdapat
bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus.
Di wilayah Tonggalan Klaten Tenggah terdapat 3 penjual jamu gendong
keliling yang sangat ramai dan diminatii masyarakat dari dalam maupun luar kota.
Salah satu produk jamu yang paling digemari adalah jamu pahitan brotowali. Jamu
pahitan brotowali banyak dikonsumsi masyarakat baik orang dewasa maupun
anak-anak, oleh karena itu jamu ini harus memenuhi mutu dan persyaratan yang berlaku
supaya aman dikonsumsi oleh masyarakat.
Uji yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Uji Angka Lempeng Total
A. Penentuan tempat dan pemilihan sampel
Sampel jamu pahitan brotowali diambil dari 3 penjual jamu gendong keliling
di wilayah Tonggalan Klaten Tengah. Wilayah Tonggalan yang merupakan salah satu
kelurahan yang terletak di wilayah Klaten Tengah dipilih sebagai tempat
pengambilan sampel karena jumlah penduduk yang lumayan padat dan sebagian
besar penduduknya masih gemar mengkonsumsi jamu gendong keliling. Berdasarkan
hasil survei peneliti pada bulan Maret 2015, jumlah total penjual jamu gendong
keliling di wilayah tersebut sebanyak 5 orang penjual. Peneliti memilih 3 penjual
jamu gendong keliling yang paling ramai dan diminati oleh masyarakat, karena
semakin besar jumlah konsumen jamu maka semakin besar pula dampak buruk yang
dapat ditimbulkan apabila jamu yang diproduksi mengandung cemaran bakteri
berbahaya bagi kesehatan. Penjual jamu yang dipilih tersebut rata-rata sudah
berjualan jamu sejak 7 tahun yang lalu dan selalu ramai dikunjungi konsumen baik
dari dalam kota maupun luar kota, selama berjualan belum pernah ada komplain dari
konsumen terkait jamu yang diproduksi selama ini. Jamu pahitan brotowali
merupakan salah satu jamu yang paling diminati oleh konsumen. Jamu pahitan
brotowali dipilih karena memiliki khasiat seperti mengatasi pegal linu, mengontrol
kadar glukosa dalam darah bagi penderita diabetes, serta meningkatkan nafsu makan
dan selalu habis terjual setiap harinya. Konsumen utama dari jamu pahitan brotowali
ini adalah ibu rumah tangga, pekerja berat seperti buruh bangunan, tukang kayu, serta
sampel jamu pahitan brotowali dapat mengakibatkan penyakit demam serta diare
berat sehingga berbahaya bila dikonsumsi.
B. Pengambilan sampel jamu pahitan brotowali
Sampel jamu pahitan brotowali diambil sebanyak satu kali pengambilan yaitu
pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB, sampel diambil dari 3 penjual jamu
gendong keliling yang berbeda dan masing-masing dari penjual jamu diambil 3
sampel jamu sebagai replikasi. Tujuan dari replikasi adalah untuk meminimalkan
kesalahan hasil penelitian yang dilakukan dan mendapatkan hasil yang representatif,
karena dengan mengambil 3 sampel dari masing-masing penjual jamu diharapkan
dapat menggambarkan karakteristik keseluruhan dari jamu pahitan brotowal