• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Dari masing-maisng pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri steril secara duplo. Dalam setiap cawan petri dituangkan sebanyak 15 ml media PCA yang telah dicairkan yang bersuhu 45±1oC dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. Cawan petri digoyangkan dengan hati-hati agar sampel tersebar merata kemudian dibuat duplo. Dilakukan pula uji kontrol untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Uji sterilitas media dilakukan dengan cara menuangkan media PCA dalam suatu cawan petri dan biarkan memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media PCA dan 1 ml pengencer BPW lalu dibiarkan memadat.

Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 35oC selama 24 jam hingga 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Dihitung Angka Lempeng total dalam 1 ml contoh dengan mengkalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan.

(SNI, 1992) d. Cara menghitung dan menyatakan hasil

Cara menganalisis hasil pengujian sesuai Prosedur baku pengujian mikrobiologi, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan DepKes RI (1992)

1) Cawan petri dipilih dari satu pengeceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan petri. Hitung rata-rata jumlah

koloni dan kalikan dengan faktor pengencer. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per ml atau gram.

2) Jika cawan duplo dari pengeceran terendah terdapat jumlah koloninya lebih kecil dari 25, hitung jumlah koloni yang ada pada cawan dari setiap pengenceran, rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan faktor pengencerannya untuk menetukan nilai Total Plate Count(TPC). Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per ml atau gram (Tabel 1 nomor 3)

3) Jika hasil dari cawan duplo, cawan yang satu dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan cawan yang lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 7)

4) Jika hasil dari cawan duplo, cawan yang satu dengan koloni 25-250 dan cawan yang lain kurang dari 25 atau menghasilkan lebih dari 250 koloni, hitung keempat cawan dalam penghitungan TPC (tabel 1 nomor 8)

5) Jika kedua cawan dari satu pengeceran menghasilkan 25-250 koloni hitung keempat cawan termasuk cawan yang kurang dari 25 atau yang lebih dari 250 koloni dalam penghitungan TPC (tabel 1 nomor 9)

6) Jika jumlah koloni dari semua lebih dari 250 koloni :

i. Maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2,4, atau 8 sektor. Hitung jumlah koloni dalam

satu bagian atau lebih, untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran.

ii. Jika 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni maka jumlah koloni yang didapat 8x200 = 1600, kemudian dikalikan dengan faktor pengencer dan nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per ml atau gram lebih besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600xfaktor pengencer) (table 1 nomor 4)

7) Jika tidak koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan faktor pengencer terendah (<10) (Tabel 1 nomor 6)

8) Menghitung koloni merambat (spreader). Ada tiga macam perambat pada koloni, yaitu :

i) Merupakan rantai yang tidak terpisah-pisah,

ii) perambat yang terjadi di antara dasar cawan petri dan perbenihan, dan

iii) perambat yang terjadi pada pinggir atau permukaan perbenihan Maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut.

i. Apabila cawan yang disiapkan untuk contoh lebih banyak yang ditumbuhi oleh spreader seperti pada butir pertama dan total area yang melebihi 25% dan 50% pertumbuhannya dilaporkan sebagai cawanspreader.

ii. Apabila terjadi hanya satu perambatan seperti rantai, maka koloni dianggap satu. Tetapi apabila satu atau lebih rantai yang terbentuk dan berasal dari sumber yang terpisah-pisah, maka tiap sumber dihitung sebagai satu koloni.

iii. Rerata jumlah koloni dari setiap pengenceran, dilaporkan jumlahnya sebagai TPC (Tabel 1 nomor 5)

iv. Gabungkan perhitungan koloni dan perhitungan spreader untuk menghitung TPC

v. Apabila butir kedua dan ketiga yang terjadi, sebaiknya pemeriksaan diulang, karena koloni dalan keadaan sulit dihitung.

Tabel I. Petunjuk penghitunganTotal Plate Count(TPC)

NO 10-2 10-3 10-4 TPC per ml atau gram Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 ∞ ∞ 175 208 16 17 190.000

bila hanya satu pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah rerata dari pengenceran tersebut

2 ∞ 224 225 25 30 250.000

bila ada dua pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah masing-masing dari pengenceran sebelum merata-ratakan jumlah yang sebenarnya 3 18 14 2 0 0 0 1.600*

Jumlah koloni kurang dari 25 koloni pada pengenceran terendah, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengencerannya dan beri tanda*

NO 10-2 10-3 10-4 TPC per ml atau gram Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 4 ∞ ∞ ∞ ∞ 523 487 5.100.000 *

Jumlah koloni lebih dari 250 koloni, hitung koloni yang dapat dihitung atau yang mewakili, beri tanda*

5 ∞ ∞ 245 230 35 spre ader 290.000

Bila ada dua pengenceran diantara jumlah koloni 25 sampai dengan 250, tetapi ada spreader, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengenceran, namun untuk spreader tidak dihitung. 6 0 0 0 0 0 0 100*

Bila cawan tanpa koloni, jumlah TPC adalah kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan dan beri tanda * 7 ∞ 245 278 23 20 260.000

Jumlah koloni 25 sampai dengan 250 dan yang lain lebih dari 250, hitung kedua cawan petri, termasuk yang lebih dari 250, dan rerata jumlahnya 8 ∞ ∞ 225 255 21 40 270.000

Bila salah satu cawan dengan jumlah 25 koloni sampai dengan 250 koloni dari tiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni, lalu rerata jumlah yang sebenarnya

NO 10-2 10-3 10-4 TPC per ml atau gram Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 9 220 240 260 230 18 48 30 28 260.000 270.000

Bila hanya satu cawan yang menyimpang dari setiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni atau lebih dari 250 koloni, kemudian rerata jumlah sebenarnya.

e. Cara menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan kedua (di mulai dari kiri), sedangkan angka ketiga diganti dengan 0, apabila kurang dari 5 dan apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang ke dua.

Contoh: 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5.2 x 105), 85.700 dilaporkan sebagai 86.000 (8.6 x 104)

6. Uji identifikasiEscherichia coli

1. Uji pra-pengkayaan

Prosedur dilakukan sesuai dengan MA No.94/MIK/00. Secara aseptik dipipet 10 ml cuplikan ke dalam wadah steril yang sesuai. Kemudian ditambahkan 90 ml LB dan dihomogenkan hingga memperoleh suspensi pengenceran 1:10

2. Pengkayaan

Secara aseptik dipipet 10 ml suspensi hasil homogenisasi contoh dan diinokulasikan pada 90 ml ECB. Kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam.

3. Isolasi

Dari biakan pengkayaan diinokulasikan sengkelit pada permukaan TBX dan diinkubasi dengan posisi lempeng terbalik pada suhu 35-37oC selama 24-28 jam. Diamati koloni spesifik yang tubuh dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm, berwarna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijauan ditengahnya.

4. Identifikasi dan konfirmasi

Dua atau lebih koloni spesifik pada TBX diinokulasikan pada NA miring, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam. Dari biakan NA miring akan dilanjutkan dengan uji biokimia melalui Uji IMVIC (Indol, Metil merah, Voges Proskauer, dan Sitrat) dan pewarnaan Gram sebagai berikut :

a. Uji indol

Dari biakan NA miring diinokulasikan 1 sengkelit biakan ke dalam Trypton Brothdan diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi ditambahkan 1 ml pereaksi indol (Reagen Kovacs) ke dalam masing-masing tabung dan dikocok beberapa menit. Warna merah tua yang yang membentuk cincin pada permukaan biakan menunjukkan reaksi indol positif

b. Uji metil merah

Dari biakan NA miring diinokulasikan 1 sengkelit biakan ke dalam MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 5 tetes larutan metil merah dan dikocok homogen selama beberapa menit. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif dan warna merah menunjukkan reaksi positif

c. Uji Voges Proskauer

Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37°C selam 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 12 tetes larutan alfa naftol dan 4 tetes larutan KOH 40%, dikocok kemudian didiamkan selama 2-4 jam. Jika warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala menunjukkan reaksi positif, warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif d. Uji sitrat

Dari biakan NA miring diinokulasikan pada media Simmon’s citrate agar lalu diinkubasikan pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam. Warna biru menunjukkan reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi negatif.

7. Pengecatan Gram

Sediaan dibuat di atas kaca alas. Keringkan di udara dan fiksasikan dengan panas. Warnai sediaan dengan larutan kristal violet (larutan gram A) selama 1 menit. Cuci dengan air dan tiriskan. Bubuhkan larutan larutan lugol

(gram iodine) selama 1 menit. Cuci dengan air dan tiriskan. Cuci (hilangkan warna) dengan alkohol 95% selama 30 detik. Cuci dengan air, tiriskan dan bubuhkan larutan safranin selama 10-30 detik. Cuci dengan air dan tiriskan. Serap dengan kertas saring, keringkan dan dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 kali.

8. Interpretasi hasil

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang. Idenifikasi bakteri dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop dengan uji sifat biokimia. Sampel dikatakan positif mengandung Escherichia coli menurut MA PPOMN nomor 97/mik/00 bila menunjukkan hasil pada reaksi biokimia IMVIC sebagai berikut :

Tabel II. Hasil uji IMVIC

(SNI, 1992) F. Analisis Hasil

Analisis data dilakukan secara deskriptif eksploratif yaitu dengan menganalisis hasil uji AKK dengan metode MA PPOMN nomor 96/mik/00, analisis ALT dengan metode SNI 01-2897-1992, dan identifikasi E.coli dengan metode MA PPOMN nomor 97/mik/00

Uji Indol Uji Metil Merah Uji Poges Proskauer

Uji Sitrat

-44 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecenderungan masyarakat untuk back to nature menjadikan obat tradisional sebagai pilihan pendamping atau alternatif dari obat sintetik. Hal ini menjadikan jamu sebagai salah satu obat tradisional asli Indonesia menjadi semakin diminati.

Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/Menkes/SK/VII/1994, bahwa persyaratan obat tradisional meliputi keseragaman volume, angka kapang khamir, angka lempeng total, mikroba patogen, aflatoksin, bahan tambahan cairan obat dalam seperti pengawet dan pewarna, wadah dan peyimpanan. Angka kapang khamir tidak boleh lebih dari 103 dan lempeng total yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 104. Mikroba patogen harus mempunyai nilai negatif. Di Yogyakarta ada salah satu produk jamu cekok yang sangat diminati baik oleh warga kota Yogyakarta maupun konsumen yang berasal dari luar kota Yogyakarta. Jamu cekok ini kebanyakan dikonsumsi oleh anak-anak sehingga harus memenuhi persyaratan yang berlaku untuk melindungi konsumen.

Uji yang dilakukan meliputi uji Angka Kapang Khamir (AKK), Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan uji identifikasi bakteriE.coli.

a. Pengambilan sampel

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif eksploratif. Sampel yang diambil merupakan sampel yang diproduksi dan di jual oleh penjual jamu racik “X” di kota Yogyakarta. Pemilihan

sampel ini berdasarkan produk jamu cekok penjual jamu racik “X” mempunyai banyak peminat/konsumen dan merupakan produsen pembuat jamu cekok yang terkenal di kota Yogyakarta. Penjual jamu racik “X” ini menjual 20 macam jenis

jamu racik, namun yang paling banyak diminati adalah jamu cekok. Konsumen penjual jamu racik “X” tidak hanya berasal dari wilayah kota Yogyakarta tetapi

ada pula yang berasal dari luar kota bahkan luar pulau Jawa. Sampel yang diambil

hanya dari satu penjual jamu yaitu penjual jamu racik “X” dikarenakan jamu racik “X” sudah lama dan sangat terkenal serta diminati banyak konsumen, sehingga dianggap dapat mempresentasikan cara pembuatan jamu pada penjual jamu yang lain.

Menurut Gay dan Diehl (1992) analisis penelitian deskriptif dapat menggunakan jumlah sampel sebanyak 10% dari total populasi. Menurut survey yang sudah peneliti lakukan di kota Yogyakarta terdapat lima penjual jamu racik jamu cekok, sehingga dipilih satu sampel yang dianggap dapat mempresentasikan pembuatan jamu cekok oleh penjual yang lain.

Pengambilan sampel dilakukan tiga kali selama tiga minggu berturut-turut setiap pagi hari sekitar pukul 08.00 dimana pada jam tersebut ramai pembeli. Pengambilan sampel menuju tempat dilakukannya uji menggunakancool boxagar meminimalisir terjadinya kontaminasi selama dalam perjalanan (Lampiran 2) b. Uji Angka Kapang Khamir (AKK)

Uji kapang/khamir merupakan salah satu syarat suatu produk obat tradisional untuk melihat kualitas produk ditinjau dari segi cemaran mikrobianya. Jumlah kapang khamir yang besar menunjukkan kemunduran mutu obat

tradisional. Kapang khamir akan berkembang biak bila tempat tumbuhnya cocok untuk pertumbuhan. Kapang khamir dapat tumbuh pada kondisi kelembaban tinggi dan lingkungan yang hangat. Jamu cekok setelah pembuatan langsung disimpan pada wadah tertutup sehingga dapat menyebabkan timbulnya uap air. Uap air yang timbul ini dapat meningkatkan kelembaban jamu cekok. Kondisi penyimpanan yang lembab serta waktu penyimpanan selama hampir 24 jam dapat menyebabkan pertumbuhan kapang khamir.

Uji kapang khamir mempunyai prinsip menumbuhkan kapang khamir dari sampel jamu cekok pada media yang mempunyai nutrisi yang sesuai. Kapang bersifat aerob yaitu membutuhkan oksigen untuk hidup sedangkan khamir bersifat fakultatif yang berarti dapat hidup dengan atau tanpa oksigen. Suhu optimum pertumbuhan kapang dan khamir adalah 25-30°C. Dalam penelitian ini digunakan suhu inkubasi 25°C dan lama inkubasi 5 hari. Inkubasi dilakukan selama lima hari dikarenakan pertumbuhan kapang khamir yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri. Bakteri memiliki struktur sel yang lebih sederhana, yaitu materi genetik (DNA) yang tidak terstruktur dalam bentuk nukleus, struktur eksternal sel (glikokaliks, flagela, fimbria, fili) , dinding sel (peptidoglikan) , dan struktur internal sel (membran sitoplasma, sitoplama, area nukleus, ribososom, mesosom dan inklusi). Sedangkan khamir memiliki morfologi tidak mempunyai flagel dan ukurannya lebih besar dari sel bakteri dengan lebar 1-5mm dan panjang berkisar 5-30mm. Pada kapang terdapat miselium dan spora, pembentukan spora memerlukan watu beberapa hari dalam kondisi yang optimal. Karena bakteri

memiliki struktur sel yang lebih sederhana, sehingga dapat tumbuh lebih cepat dibanding kapang khamir yang struktur selnya lebih rumit (Radji, 2009)

Media yang digunakan adalah PDA (Potato Dextrose Agar) yang ditambah dengan kloramfenikol Penggunaan PDA ini berdasarkan kandungan nutrisi pada PDA yang meliputi ekstrak kentang, Glukosa, dan Agar yang merupakan nutrien yang baik untuk pertumbuhan kapang khamir. PDA adalah media yang direkomendasikan untuk mendeteksi, menumbuhkan dan menghitung kapang khamir pada produk makanan atau minuman (Oxoid 9thedition, 2006).

Fungsi penambahan kloramfenikol adalah sebagai antibakteri sehingga diharapkan koloni yang tumbuh pada media PDA adalah kapang khamir. Kloramfenikol digunakan karena kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas sehingga banyak bakteri dapat dihambat pertumbuhannya. Kloramfenikol bekerja dengan cara mengikat sub unit ribosom 50s dan menghambat pembentukan ikatan peptida bakteri dan sel prokariotik lainnya (Fardiaz,1992). Ikatan peptida berperan untuk pembentukan dinding sel bakteri. Apabila ikatan peptida tidak terbentuk, maka pembentukan dinding sel akan terganggu dan sel akan lisis. Kloramfenikol tidak akan menghambat pertumbuhan kapang khamir karena kapang khamir adalah sel eukariotik.

Pada uji AKK dilakukan pula homogenisasi sampel yang bertujuan untuk meratakan distribusi kapang khamir. Dalam uji AKK ini dilakukan pembuatan seri pengenceran yang bertujuan untuk mendapatkan koloni yang terpisah dan jumlahnya diantara 10-150 koloni serta untuk memudahkan perhitungan hasil. Jika tidak dilakukan pengenceran maka koloni yang tumbuh akan saling

bertumpuk sehingga susah diamati dan dilakukan perhitungan. Pengenceran dilakukan hingga 10-5, karena pada tingkat pengenceran kelima sudah didapatkan koloni terpisah. Uji AKK ini menggunakan metode pour plate agar sampel yang ditanam dapat tersebar merata pada cawan petri dan lebih memudahkan dalam melakukan pengamatan serta perhitungan. Untuk mengetahui sterilitas dari media dilakukan uji sterilitas media dengan cara menuangkan media ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Selain dilakukan uji sterilitas media dilakukan pula uji pengencer atau kontrol pelarut dengan menuang BPW dan media dalam cawan petri dan dibiarkan memadat.Uji sterilitas media dan pengencer ini bertujuan untuk melihat apakah cara kerja yang dilakukan aseptis atau tidak sehingga dapat dipastikan kapang khamir yang tumbuh benar-benar berasal dari sampel bukan kontaminan dari cara kerja.

Seri pengenceran dilakukan hingga 10-5. Setelah sampel diencerkan dan ditanam pada media PDA, sampel diinkubasi terbalik selam 5 hari pada suhu 20-25°C dan diamati pertumbuhan koloni setiap harinya hingga hari kelima. Inkubasi terbalik ini bertujuan agar uap air yang terbentuk selama masa inkubasi tidak menetes ke media dan mempengaruhi pertumbuhan mikroba.

Tabel III. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Cekok Waktu 5 hari Inkubasi

Pengenceran Jumlah koloni sampel 1 Jumlah koloni sampel 2 Jumlah koloni sampel 3 Kontrol media - - -10-1 184 ∞ ∞ 10-2 88 222 206 10-3 42 172 59 10-4 18 50 14 10-5 7 6 7 Keterangan :

Nilai AKK dihitung dari cawan petri yang memiliki 10-150 koloni. Berdasarkan tabel III, maka AKK dari tiap sampel dapat ditentukan (Tabel IV) :

Tabel IV. Angka Kapang Khamir (AKK) dari ke-3 sampel jamu cekok Sampel AKK (CFU/ml sampel) 1 2,5x104 2 5,0x104 3 10,0x104

Berdasarkan data yang diperoleh (tabel IV) dari ketiga sampel jamu cekok yang diambil, ketiganya melebihi ambang batas yang sudah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/Menkes/SK/VII/1994 dimana AKK yang diperbolehkan tidak melebihi 103. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan atau air yang dipergunakan memiliki kualitas yang kurang baik, proses pembuatan jamu yang kurang memperhatikan atau bahan yang digunakan untuk pembuatan jamu cekok sudah disimpan cukup lama pada kondisi yang lembab. Kondisi yang lembab dan lingkungan yang hangat merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi kapang dan khamir (Radji, 2009). Nilai AKK yang melebihi 103disebabkan karena beberapa faktor. Faktor pertama, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dibeli dalam kurun waktu 3 bulan sekali. Bahan baku disimpan pada keranjang yang diletakkan pada ruang terbuka dan didekat kandang burung. Kondisi ini dapat menyebabkan kontaminasi kotoran serta debu yang dapat menimbulkan tumbuhnya cemaran kapang khamir. Faktor kedua yaitu penyimpanan jamu setelah pembuatan. Jamu cekok setelah pembuatan langsung

disimpan pada wadah tertutup yang dapat menimbulkan uap air. Uap air yang timbul menyebabkan kelembaban pada wadah meningkat. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi kapang khamir.

c. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Uji Angka Lempeng Total (ALT) adalah metode yang digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat pada sediaan obat tradisional. Uji ALT dilakukan dengan melihat pertumbuhan bakteri aerob mesofilik setelah diinokulasikan pada media lempeng agar dengan carapour plate dan diinkubasikan pada suhu 35°C selama 48 jam. Dalam uji ALT ini dilakukan homogenisasi sampel yang bertujuan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin dalam sampel yang ditetapkan (Badan Standar Nasional, 1992). Selain untuk mendapatkan sebaran distribusi bakteri yang baik homogenisasi sampel juga dilakukan untuk menggiatkan kembali sel-sel mikrobia yang mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang menguntungkan dalam sampel. Homogenisasi sampel dilakukan dengan menggunakan pelarut Buffered Pepton Water (BPW). BPW mengandung pepton yang merupakan suatu protein. Komponen utama dari protein adalah nitrogen (N2) yang dibutuhkan bakteri untuk mensintesis protein. BPW juga mengandung natrium klorida, disodium hidrogen fosfat dan potasium hidrogen fosfat yang berfungsi sebagai mineral yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup bakteri. Selain itu, BPW juga merupakan suatu buffer yang menyediakan pH optimum (Ph6,5 sampai 7,5) untuk pertumbuhan bakteri (Tarigan, 1988). Pada uji ALT dilakukan pula pembuatan seri pengeceran hingga 10-5. Pengenceran dilakukan agar mendapatkan koloni

terpisah dengan jumlah 25 sampai dengan 250 koloni untuk mempermudah perhitungan. Apabila tidak dilakukan pengenceran maka koloni bakteri yang tumbuh akan saling bertumpuk dan sangat pekat karena konsentrasinya tidak diketahui sehingga akan sulit dilakukan pengamatan serta perhitungan koloni (Tarigan, 1988). Media yang digunakan dalam uji ALT ini adalah Plate Count agar (PCA) yang mempunyai kandungan ekstrak yeast, glukosa dan agar yang berguna untuk nutrisi bagi pertumbuhan bakteri. Media yang digunakan terlebih dahulu disterilkan dengan pemanasan basah menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit agar tidak terjadi kontaminan yang berasal dari media yang digunakan. Seri pengenceran sampel jamu cekok kemudian di tanam pada media PCA secara pour plate dan diinkubasikan selama 24-48jam pada suhu 35-37°C. Inkubasi dilakukan secara terbalik agar uap air yang terbentuk selama masa inkubasi tidak menetes ke media karena akan mempersulit pengamatan. Dilakukan pula kontrol media dengan cara media PCA yang digunakan dituang kedalam cawan petri dan diinkubasikan secara terbalik pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam untuk melihat apakah cara kerja sudah aseptis atau belum.

Tabel V. Angka Lempeng Total (ALT) Jamu Cekok Waktu Inkubasi 48 jam Pengenceran Jumlah koloni sampel 1 Jumlah koloni sampel 1 Duplo Jumlah koloni sampel 2 Jumlah koloni sampel 2 Duplo Jumlah koloni sampel 3 Jumlah koloni sampel 3 Duplo Kontrol media - - - - - -10-1 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ 10-2 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ 10-3 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ 10-4 380 303 306 330 276 272 10-5 328* 212* 170* 156* 224* 252

Keterangan : *memenuhi syarat untuk dihitung

Berdasarkan data tabel V dapat dilihat data yang memenuhi syarat untuk dihitung. Nilai AKK dihitung mengikuti prosedur SNI01-2879-1992 tentang uji ALT pada obat tradisional.

Tabel VI. Angka Lempeng Total (ALT) dari ke-3 sampel jamu cekok

Sampel ALT

(CFU/ml sampel)

1 2,7x107

2 1,6x107

3 2,4x107

Data ALT tabel VImenunjukkan bahwa ketiga sampel jamu cekok melebihi ambang batas yang diperbolehkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/Menkes/SK/VII/1994. Nilai ALT yang diperbolehkan tidak melebihi 104. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembuatan yang kurang memperhatikan kebersihan, kualitas air yang digunakan kurang baik, proses pembuatan tanpa pemanasan sampai mendidih. Proses pembuatan jamu yang dilakukan pada pukul 09.00 untuk dijual keesokan harinya, kemungkinan dapat terjadi kontaminasi selama penyimpanan. Jamu disimpan pada ruangan yang kurang higienis, seperti

Dokumen terkait