• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau

residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan

F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk

jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak yaitu:

1) Analisis grafik merupakan salah satu cara termudah untuk melihat

normalitas residual yaitu dengan melihat normal probability plot

yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan

ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal.

52 menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis

diagonalnya.

2) Analisis statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas

residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov

(K-S). Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dilakukan dengan membuat

hipotesis sebagai berikut:

Ho : Data residual berdistribusi normal

Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau data tidak berdistribusi normal, sedangkan apabila nilai asymptotic

significant value lebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho diterima atau data berdistribusi normal.

b. Uji Multikolonieritas

Menurut Ghozali (2011:105) uji multikolonieritas bertujuan

untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar

variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak

ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai

korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk

mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi

53 1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris

sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen

banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika

antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi

(umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya

multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel

independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas.

Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi

dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan

lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan

oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana

setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan

diregres terhadap vatiabel independen lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance

yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =

1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan

adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolonieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai

54 multikolonieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF,

tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel

independen mana sajakah yang saling berkorelasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitasdan jika

berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,

2011:139).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas dan salah satu caranya yaitu dengan melihat Grafik

Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED

dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas

dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y

yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y

sesungguhnya) yang telah di-studentized.

Dengan dasar analisis yaitu:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian

55 2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas

dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Menurut Ghozali (2011:142) analisis dengan grafik plot

memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah

pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah

pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh

sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin

keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk

menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Uji Glejser

dilakukan dengan cara meregresikan antara nilai absolut residual

terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansi antara nilai

absolut residual terhadap variabel independen lebih dari nilai

sigifikansi yang digunakan maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang

waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi

lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari

56 Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada

atau tidaknya autokorelasi yaitu:

1) Uji Durbin-Watson (DW)

Menurut Ghozali (2011:111) uji Durbin Watson hanya

digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan

adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada

variabel lag diantara variabel independen. Pengambilan keputusan

pada uji Durbin Watson diperlihatkan pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Analisis Durbin-Watson

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4-dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif No decision 4-du ≤ d ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi, positif

atau negatif

Tidak ditolak du < d < 4-du

Sumber: Ghozali (2011:111)

Untuk mendeteksi autokorelasi dapat juga menggunakan uji

statistik non-parametrik Run Test. Menurut Ghozali (2011:120) Run

Test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat

korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan

korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random.

Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara

random atau tidak (sistematis). Dengan hipotesisnya yaitu:

Ho : residual (res_1) random (acak)

57 Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari

nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau data residual tidak random, sedangkan apabila nilai asymptotic

significant valuelebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho diterima atau data residual acak (random).

Dokumen terkait