PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE, FIRM AGE, FIRM SIZE, GROWTH ASSET, DAN BUSINESS RISK TARHADAP
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN
(Studi Kasus Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 2009 – 2013)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh :
IQLIMA OKTAVIANI 1111081000015
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Iqlima Oktaviani 2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Oktober 1992
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Belly Gg. Mekar 3 No.21 RT 06/09, Kel. Cijantung, Kec. Pasar Rebo,
Kotamadya Jakarta Timur. 6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK Mekarsari Jakarta Timur Tahun 1998-1999 2. SD Negeri Cijantung 07 Pagi Jakarta Tahun 1999-2005 3. SMP Negeri 91 Jakarta Timur Tahun 2005-2008 4. SMA Negeri 99 Jakarta Timur Tahun 2008-2011 5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-Sekarang
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Mading (Majalah Dinding) SMPN 91 Jakarta (2005-2007) 2. Bendahara Rohis SMPN 91 Jakarta (2006-2007)
3. Bendahara LC (Language Club) SMAN 99 Jakarta (2009-2010) 4. Ketua Keputrian Risma (Rohis) SMAN 99 Jakarta (2009-2010)
vii ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the effect of the implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, and Business Risk to Capital Structure of the Company. The sample in this research are 8 companies that listed in the Indonesian Institute of Corporate Governance and is listed on the Indonesia Stock Exchange 2009-2013 period. The analysis technique used in this research is multiple linear regression analysis.
The result of this research shows that simultaneous whole variables in this research had a significant influence on the Capital Structure with significance level of 5%. Partially the result that the implementation of corporate governance variables, firm age and firm size has a partial effect on Capital Structure. As for the variable growth asset and business risk does not have a partial effect on Capital Structure. The most dominant variable influence on the capital structure partially is variable firm size. Adjusted R-squared coefficient shows that the implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, and Business Risk able to explain the variable capital structure of 81.2% and the remaining 18.8% is explained by other variables outside of research, such as tax, corporate stability, profitability, market conditions, asset structure and operating leverage.
viii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan
Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk
terhadap Struktur Modal Perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah 8 perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute of Corporate Governance
dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan keseluruhan variabel di dalam penelitian ini memiliki pengaruh signifikan terhadap Struktur Modal dengan tingkat signifikasi 5%. Secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel penerapan corporate governance, firm age dan firm size memiliki pengaruh secara parsial terhadap Struktur Modal. Sedangkan untuk variabel
growth asset dan business risk tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap Struktur Modal. Pengaruh variabel yang paling dominan terhadap Struktur Modal secara parsial adalah variabel firm size. Untuk hasil koefisien Adjusted R2 menunjukkan bahwa penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk mampu menjelaskan variabel Struktur Modal sebesar 81,2% dan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul, “Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Age, Size, Growth, dan Risk Tarhadap Struktur Modal Perusahaan (Studi Kasus Pada
Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 2009 –2013)”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Tugas skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi penulis. Namun berkat ridho, rahmat dan hidayah-Nya yang begitu melimpah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis bersyukur atas segala kemudahan dan kelancaran yang selalu dianugerahkan Allah S.W.T. dan tidak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua yang saya cintai, Bapak Khayan dan Ibu Yeni Nurnaeni. Terima kasih selalu memberikan cinta, kasih sayang, serta menjaga dan mendidik penulis dengan ikhlas dan sabar. Do’a dan dukungan yang diberikan sangat berarti dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu menjaga kalian.
2. Suami yang saya cintai, Alam Pamungkas. Terima kasih atas do’a, cinta, kasih sayang, saran, dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada penulis.
3. Adik yang saya sayangi, Hannifa. Dan sepupu saya yang lucu Sabrina. Terima kasih atas dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada penulis.
x
5. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA selaku dosen Pembimbing II yang bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk masukan dan motivasi yang telah bapak berikan selama ini.
6. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si sebagai Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
9. Seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
10.Sahabat-sahabat serta teman seperjuangan tersayang, Arini, Elis, Dwi, Ela, Supiyah yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan hiburan kepada penulis. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut sampai tua nanti.
11.Teman-teman Manajemen A, Manajemen Keuangan, Manajemen 2011, dan KKN CARE yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
12.Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Oktober 2015
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRACT... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 16
1. Struktur Modal ... 17
2. Penerapan Corporate Goverance ... 29
3. Firm Age ... 34
4. Firm Size ... 35
xii
c. Uji Heteroskedastisitas ... 54
d. Uji Autokorelasi ... 55
3. Pengujian Hipotesis ... 57
a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial) ... 57
b. Uji F (Uji Signifikansi Simultan) ... 58
c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)... 59
4. Uji Regresi Linier Berganda... 60
E. Operasional Variabel Penelitian ... 61
1. Variabel Dependen ... 61
2. Variabel Independen ... 62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 65
1. Deskripsi Objek Penelitian ... 65
2. Profil Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian ... 66
B. Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 74
C. Analisis Uji Asumsi Klasik ... 87
1. Uji Normalitas ... 87
xiii
3. Uji Heteroskedastisitas ... 91
4. Uji Autokorelasi ... 93
D. Pengujian Hipotesis ... 94
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Parsial... 94
2. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Simultan ... 96
3. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 97
E. Analisis Regresi Linier Berganda ... 98
F. Pembahasan ... 100
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Struktur Modal ... 100
2. Pengaruh Age Terhadap Struktur Modal ... 101
3. Pengaruh Size Terhadap Struktur Modal... 103
4. Pengaruh Growth Terhadap Struktur Modal ... 104
5. Pengaruh Risk Terhadap Struktur Modal ... 105
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 107
B. Keterbatasan ... 109
C. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
Tabel 1.1 Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Tercatat di IICG dan
Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 ... 6
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 41
Tabel 3.1 Proses Pengambilan Sampel... 49
Tabel 3.2 Sampel Penelitian ... 49
Tabel 3.3 Analisis Durbin-Watson ... 56
Tabel 4.1 Deskripsi Rata-rata DER ... 75
Tabel 4.2 Deskripsi Rata-rata CGPI ... 78
Tabel 4.3 Deskripsi Rata-rata Age ... 80
Tabel 4.4 Deskripsi Rata-rata Size ... 82
Tabel 4.5 Deskripsi Rata-rata Growth ... 84
Tabel 4.6 Deskripsi Rata-rata Risk ... 86
Tabel 4.7 Hasil One-sampleKolmogorov-Smirnov ... 89
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas ... 90
Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser ... 93
Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 94
Tabel 4.11 Hasil Uji t (Parsial) ... 95
Tabel 4.12 Hasil Uji F (Simultan) ... 97
Tabel 4.13 Hasil Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 98
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 45
Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot... 88
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Perusahaan Objek Penelitian ... 111
Lampiran 2 Hasil Perhitungan Data Mentah... 112
Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data dengan Aplikasi SPSS ... 115
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dunia usaha kini dapat kita rasakan semakin pesat dan
persaingan yang semakin ketat, sehingga mengharuskan perekonomian
Indonesia untuk lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini
dilakukan untuk mengimbangi persaingan global yang terjadi saat ini yang
dipengaruhi dari dalam maupun dari luar negeri. Kondisi yang demikian, dapat
dirasakan oleh berbagai pihak, khususnya oleh banyak perusahaan dimana para
pengusaha diharuskan untuk berupaya keras agar dapat bertahan diantara para
pesaing dan menjaga agar usahanya tersebut tidak mengalami kemunduran atau
kerugian yang dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional
perusahaan.
Kelangsungan hidup suatu perusahaan merupakan salah satu aspek
yang penting untuk diketahui dan diharapkan terus meningkat. Karena pada
dasarnya tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran para
pemiliknya dan terus meningkatkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan modal dan kemampuan manajemen yang baik dalam
mengelola keuangan perusahaan khusunya dalam hal modal agar dapat diolah
seefisien mungkin.
Untuk menjalankan kegiatan perusahaan, pemilik perusahaan akan
menunjuk manajer untuk mengelola perusahaan, kemudian manajer tersebut
2 nantinya akan dihadapi manajer dalam kaitannya dengan kelangsungan
kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan mengenai permodalan atau
pemilihan struktur modal. Tujuan dari pemilihan struktur modal ini yaitu untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan, memaksimumkan kesejahteraan baik
pemilik perusahaan maupun investor, dan meminimalkan biaya modal yang
dikeluarkan.
Manajemen keuangan menurut James C. van Horne adalah segala
aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan
aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham
mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk
me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan
masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir,
2010:5-7).
Manajemen keuangan yaitu berkaitan dengan perolehan asset,
pendanaan, dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum
dalam semua tindakan (Horne dan Marchowicz, 2012:2).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas
yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan,
pengelolaan dan pengalokasian dana yang tersedia secara efektif dan efisien,
serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan
kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Peranan manajemen keuangan sangat penting di dalam sebuah
perusahaan yaitu untuk mengatasi permasalahan keuangan yang terjadi yang
3 keuangan harus mengetahui dan memahami posisi serta keadaan keuangan
perusahaan.
Manajemen keuangan dalam suatu perusahaan diwakili atau dipimpin
oleh manajer keuangan. Pencapaian tujuan perusahaan lebih banyak
dibebankan kepada manajer keuangan dalam rangka mencari dan mengelola
dana yang ada. Ketiadaan atau keterbatasan dana merupakan tugas menejer
keuangan untuk segera memenuhinya. Demikian pula dengan pengelolaan dana
yang dimiliki haruslah dilakukan secara tepat (Kasmir, 2010:5)
Dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, maka diperlukan
adanya modal yang cukup guna mendanai seluruh aktivitas perusahaan yang
merupakan salah satu dari tugas manajer keuangan. Modal bagi perusahaan
merupakan salah satu unsur financial terpenting, karena tanpa adanya modal,
suatu perusahaan tidak akan mampu berjalan dengan baik. Setiap perusahaan
pasti memiliki struktur modal yang belum tentu serupa dengan perusahaan lain.
Masalah sumber pendanaan merupakan hal penting bagi perusahaan,
dan dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan mengenai pemilihan sumber
modal perusahaan dalam memperolehnya, yaitu yang pertama, bersumber dari
internal yaitu berupa laba ditahan (dividend) dan cadangan kas perusahaan
yang dapat digunakan, yang kedua, bersumber dari eksternal dengan
mengeluarkan saham untuk dijual kepada investor, hal ini akan membuat
perusahaan dihadapkan dengan masalah mengenai besarnya biaya modal
pengeluaran saham tersebut; dan ada pula dengan melakukan pinjaman, dimana
4 pinjaman tersebut maka perusahaan akan menghadapi adanya risiko kewajiban
dan pembayaran bunga yang mungkin terus meningkat.
Struktur modal adalah paduan sumber dana jangka panjang yang
digunakan oleh perusahaan (Keown, et.al., 2000:542). Sedangkan menurut
Brigham dan Houston (2001:5), struktur modal adalah bauran dari hutang,
saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk
menambah modal.
Menurut Rodoni dan Ali (2010:137), mengatakan bahwa struktur modal
adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan,
dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber
yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama,
yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Menurut Andi Setiawan (2010:4), struktur modal adalah kombinasi dari
penggunaan sumber dana yang digunakan oleh perusahaan baik itu berupa
hutang maupun modal sendiri untuk membiayai aktivitas perusahaan dalam
rangka meningkatkan nilai perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber
pendanaan perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas
perusahaan yang berasal dari hutang maupun modal sendiri.
Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah
struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur
modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan dan
5 Dalam suatu perusahaan diperlukannya pengelolaan struktur modal
yang optimal, karena jika suatu perusahaan memiliki struktur modal yang
optimal, perusahaan akan lebih memanfaatkan struktur modal yang ada
seefektif mungkin untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimum.
Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan
biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan, (Horne
dan Wachowicz, 1998:478). Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2001:45), menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah kombinasi
dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan.
Jika pemenuhan dana perusahaan bersumber dari hutang yang tinggi,
maka semakin tinggi rasio hutang, dan semakin tinggi pula risiko perusahaan
sehingga suku bunga semakin tinggi. Apabila perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi beban bunga,
maka pemegang saham harus dapat menutupi kekurangan tersebut, dan jika
perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan, hal
ini tentunya tidak termasuk dalam struktur modal yang optimal.
Struktur modal dapat diukur dari rasio perbandingan antara total hutang
terhadap ekuitas yang biasa diukur melalui rasio debt to equity ratio (DER).
DER dapat menunjukkan tingkat resiko suatu perusahaan dimana semakin
tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi resikonya karena
pendanaan dari unsur hutang lebih besar daripada modal sendiri (equity)
mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal sendirinya, artinya
jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya berarti rasio DER
6 operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang
(Nugroho, 2006:6)
Di Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang, dimana
terdapat banyak perusahaan yang menunjukkan fenomena yang cukup menarik
yaitu terdapat perusahaan khususnya yang tercatat di The Indonesian Institute
for Corporate Governance (IICG) serta terdaftar pula pada Bursa Efek Jakarta
(BEI) memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada modal yang dimiliki
perusahaan, ini berarti sumber pendanaan perusahaan dalam jangka panjang
sangat bergantung pada pinjaman/hutang. Hal ini merupakan kondisi yang
tidak baik karena tingkat risiko perusahaan yang tinggi dapat membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan apabila suatu saat terjadi kondisi ekonomi
yang menurun atau terjadinya krisis ekonomi yang melanda negeri.
Tabel 1.1 Debt to Equity Ratio
Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar diBEI Periode 2009-2013
No. Perusahaan Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 PT Aneka Tambang Tbk ANTM 0,21 0,28 0,41 0,54 0,71 2 PT Bank Mandiri Tbk BMRI 10,24 9,81 7,81 7,31 7,26 3 PT Bank Negara Indonesia Tbk BBNI 10,88 6,50 6,92 6,66 7,11 4 PT Bukit asam Tbk PTBA 0,40 0,36 0,41 0,50 0,55 5 PT Garuda Indonesia Tbk GIAA 3,60 2,95 1,39 1,26 1,64 6 PT Jasa Marga Tbk JSMR 1,17 1,37 1,32 1,53 1,61 7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 1,22 0,98 0,69 0,66 0,83
8 PT Timah Tbk TINS 0,42 0,40 0,43 0,34 0,61
3,52 2,83 2,42 2,35 2,54 Rata-rata
7 Dari tabel 1.1 di atas menunjukan nilai rata-rata Debt to Equity Ratio
(DER) pertahun pada periode 2009-2013 dari 8 perusahaan yang termasuk
dalam IICG dan terdaftar pada BEI, dimana perusahaan ini merupakan
perusahaan yang selalu ikut serta dalam riset mengenai tingkat penerapan
corporate governance. Untuk nilai rata-rata DER pada tahun 2009 adalah 3,52
; DER untuk tahun 2010 adalah 2,83 ; kemudian untuk DER tahun 2011
sebesar 2,42 ; selanjutnya untuk DER tahun 2012 sebesar 2,35 ; dan untuk
tahun 2013 adalah sebesar 2,54. Sehingga dapat kita lihat penggunaan dana
yang berasal dari pinjaman atau hutang mengalami fluktuatif, seperti di periode
2009-2012 mengalami penurunan, kemudian mengalami kenaikkan di periode
2012-2013.
Jika dilihat Debt to Equity Ratio (DER) dari masing-masing perusahaan
maka ditemukan terdapat beberapa perusahaan yang memiliki DER diatas nilai
satu dan dibawah nilai satu. Ada beberapa perusahaan yang memiliki nilai
DER kurang dari satu selama periode 2009-2013 yaitu, PT. Aneka Tambang
Tbk, PT. Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Sedangkan pada perusahaan
yang memiliki nilai DER lebih dari satu pada periode 2009-2013 yaitu, PT
Bank Mandiri Tbk, PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT Garuda Indonesia
Tbk, dan PT. Jasa Marga Tbk. Namun terdapat pula nilai DER perusahaan
yang tidak stabil atau fluktuatif selama periode 2009-2013 ada yang bernilai
kurang dari satu dan ada pula yang nilainya lebih dari satu yaitu, PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Berdasarkan tabel di atas selama periode 2009 sampai dengan 2013
8 memiliki nilai DER lebih dari satu. Hal ini berarti pada perusahaan tersebut
memiliki proporsi hutang yang lebih besar dari modal sendiri, sehingga
perusahaan tersebut memilih untuk melakukan pinjaman atau berhutang untuk
memenuhi kebutuhan modalnya. Sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan
memiliki risiko bisnis yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang
memiliki nilai DER kurang dari satu.
Jika DER bernilai lebih dari satu maka perusahaan memiliki jumlah
hutang yang lebih besar dari pada modal sendiri, maka hal ini tidak sesuai
dengan teori struktur modal yang optimal dimana seharusnya jumlah hutang
perusahaan tidak melebihi dari jumlah modal sendiri. Jika hal ini terjadi maka
risiko yang akan ditanggung oleh investor pada perusahaan tersebut akan
menjadi lebih besar. Untuk itu kebanyakan para investor lebih tertarik
menanamkan modalnya ke dalam bentuk investasi pada perusahaan yang
memiliki DER yang besaranya kurang dari satu karena untuk menghindari
risiko yang lebih besar.
Dari fenomena yang terjadi pada perusahaan yang tercatat di IICG yang
memiliki tingginya nilai hutang dalam kondisi keuangannya, mengharuskan
perusahaan untuk mampu memilih proporsi sumber pendanaan perusahaan
yang sebaiknya lebih mengurangi hutang sehingga risiko bisnis perusahaan
semakin kecil. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk dijadikan objek
penelitian.
Dalam penentuan keputusan struktur modal perusahaan banyak
dipengaruhi oleh beberapa variabel. Good corporate governance telah menjadi
9 manajemen mengenai kualitas pelaksanaannya oleh perusahaan besar dan
perusahaan yang telah terdaftar atau go public. Secara umum, good corporate
governance dianggap memiliki implikasi signifikan bagi prospek pertumbuhan
ekonomi, karena tata kelola perusahaan yang baik mampu mengurangi risiko
bagi investor dan merupakan mekanisme kunci untuk melindungi kepentingan
pemegang saham selaku pemilik perusahaan (Kajananthan, 2012).
Tidak jarang dijumpai adanya konflik yang terjadi antara pemegang
saham dan manajer. Munculnya konflik yang terjadi terkadang disebabkan oleh
adanya pertentangan kepentingan yang terjadi antara manajer, pemegang
saham, dan kreditor. Hal ini dikenal dengan masalah keagenan. Untuk
mengurangi konflik yang terjadi tersebut, diperlukan suatu mekanisme
corporate governance atau tata kelola perusahaan di perusahaan tersebut.
Dengan adanya corporate governance atau tata kelola perusahaan yang
dijalankan dengan baik di suatu perusahaan maka diharapkan dapat
memperoleh kepercayaan yang lebih dari pemegang saham kepada manajer,
terutama dalam pemilihan struktur modal perusahaan.
Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Pornsit Jiraporn dkk. (2012),
yang berjudul “Capital Structure and Corporate Governance Quality:
Evidence from The Institutional Shareholder Service (ISS)”, dengan objek
penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Amerika Serikat yaitu, pada variabel Kualitas Corporate Governance
terdapat hubungan signifikan negatif terhadap Struktur Modal. Hasil yang
hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajendran Kajanantan
10 Bursa Efek Srilanka, menunjukkan bahwa terdapat Variabel Board Committee
dan Board Composition berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Dari
kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
variabel Corporate Governance dengan Struktur Modal.
Struktur modal pada umumnya dipengaruhi oleh firm age (usia
perusahaan), seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafi’i (2013) dengan
sampel penelitian perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, menunjukkan bahwa variabel firm
age memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal.
Firm size (ukuran perusahaan) merupakan varibel yang berpengaruh
juga terhadap struktur modal seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Imam Syafi’i (2013) dengan studi empiris yaitu pada perusahaan sektor
makanan-minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012,
menunjukkan bahwa variabel firm size (ukuran perusahaan) memiliki pengaruh
yang positif terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa firm size
juga berpengaruh terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013), yang menyatakan
bahwa firm size tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asih Suko Nugroho (2006)
dengan studi empiris yaitu pada perusahaan properti yang Go Public di Bursa
Efek Jakarta periode 1994-2004, menunjukkan bahwa variabel growth asset
(pertumbuhan aktiva perusahaan) memiliki pengaruh signifikan positif
terhadap struktur modal. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang
11
Growth, dan Asset Structure Terhadap Struktur Modal: (Studi Empiris Pada
Perusahaan LQ45 Periode 2006-2008)”, dengan hasil penelitian bahwa untuk
variabel growth asset tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal,
manurutnya hal ini terjadi dikarenakan perusahaan yang penjualannya relatif
stabil dapat dengan aman mengambil lebih banyak hutang dan menanggung
beban tetap yang lebih tinggi daripada perusahaan yang penjualnnya tidak
stabil.
Business risk (risiko bisnis) merupakan variabel yang mempengaruhi
struktur modal seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahril dan
Isnurhadi (2013) dengan sampel penelitian yaitu perusahaan pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2011, menunjukkan
adanya pengaruh positif terhadap struktur modal.
Dikarenakan terdapat perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai struktur modal maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai struktur modal. Selain itu dilihat dari fenomena yang terjadi di
Indonesia yaitu pendanaan perusahaan yang sebagian besar diperoleh dari
hutang termasuk juga pada perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute
for Corporate Governance (IICG) sebagian besar perusahaan memiliki tingkat
hutang yang tinggi. Untuk sampel dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang
tercatat di IICG dikarenakan IICG merupakan lembaga riset Indonesia yang
khusus meneliti mengenai penerapan corporate governance dan juga terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan untuk memperoleh data keuangan
12 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada
rentang waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu periode
2009-2013 yang dilakukan pada objek penelitian perusahaan yang tercatat di
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana secara kontinyu perusahaan tersebut
masuk dalam daftar IICG selama periode penelitian. Data yang digunakan
yaitu data sekunder berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan, yang
dapat dilihat dengan mengakses website www.idx.co.id, www.sahamok.com,
dan www.finance.yahoo.co.id.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan membahas mengenai
pengaruh corporate governance dan karakteristik perusahaan terhadap struktur
modal yang dipilih perusahaan. Adapun judul dari penelitian tersebut adalah:
“Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth
Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Perusahaan”. (Studi Kasus
Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode
2009-2013).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan
masalah yang diambil dalam penulisan ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance secara
parsial terhadap struktur modal.
2. Apakah terdapat pengaruh antara firm age secara parsial terhadap struktur
13 3. Apakah terdapat pengaruh antara firm size secara parsial terhadap struktur
modal.
4. Apakah terdapat pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap
struktur modal.
5. Apakah terdapat pengaruh antara business risk secara parsial terhadap
struktur modal.
6. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance, firm
age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap
struktur modal.
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance
secara parsial terhadap struktur modal.
2. Untuk mengetahui pengaruh antara firm age secara parsial terhadap
struktur modal.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara firm size secara parsial terhadap
struktur modal.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap
struktur modal.
5. Untuk mengetahui pengaruh antara business risk secara parsial terhadap
14 6. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance, firm
age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap
struktur modal.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini mempunyai dua manfaat
yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini memberi bukti empiris tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal seperti penerapan corporate governance
dalam bentuk variabel indeks penerapan corporate governance (CGPI),
usia perusahaan (firm age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth
asset), ukuran perusahaan (firm size) dan risiko bisnis (business risk).
Selain itu hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan serta dapat memberikan kontribusi dalam penelitian lain
tentang struktur modal.
2. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai
masukan mengenai variabel mana yang penting dalam pengambilan
keputusan mengenai struktur modal perusahaan.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah kepustakaan di bidang ilmu
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
15 indeks penerapan corporate governance (CGPI), usia perusahaan (firm
age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth asset), ukuran perusahaan
16 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Manajemen keuangan memiliki arti penting di semua jenis bisnis,
termasuk perbankan dan institusi-institusi keuangan lainnya, sekaligus juga
perusahaan-perusahaan industri dan ritel. Manajemen keuangan juga penting
pula artinya di dalam operasi-operasi pemerintahan, mulai dari sekolah sampai
rumah sakit hingga departeman jalan raya (Brigham dan Houston, 2009:7).
Manajemen Keuangan (financial management) yaitu berkaitan dengan
perolehan aset, pendanaan, dan manajemen aset dengan disadari beberapa
tujuan umum (Horne dan Warchowicz, 2012:2).
Menurut James C. van Horne manajemen keuangan adalah segala
aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan
aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham
mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk
me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan
masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir,
2010:5-7).
Manajemen keuangan yaitu menyangkut kegiatan perencanaan, analisis,
dan pengendalian kegiatan keuangan (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas
yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan,
17 serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan
kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
1. Struktur Modal
Struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen
jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham
preferen, dan saham biasa (Horne dan Wachowicz, 1998:474).
Keown, et.al. (2000:542), mengatakan bahwa struktur modal
adalah paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh
perusahaan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:5), struktur
modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa yang
direncanakan perusahaan untuk menambah modal.
Menurut Rodoni dan Ali (2010:137-138), mengatakan bahwa
struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi
atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri
dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan.
Struktur modal adalah kombinasi atau perimbangan antara utang
dan modal sendiri (saham preferen dan saham biasa) yang digunakan
perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal (Ambarwati,
2010:1).
Kodrat dan Christian (2009:107), mengatakan bahwa struktur
18 (saham biasa dan saham preferen) atau bauran seluruh sumber pendanaan
jangka panjang (ekuitas dan utang) yang digunakan perusahaan.
Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber pendanaan
perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan
yang berasal dari hutang maupun modal sendiri.
Sebuah perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
pastinya memerlukan sumber daya keuangan atau biasa disebut dengan
modal. Modal perusahaan ada yang berupa modal asing dan modal sendiri.
Modal asing merupakan modal yang didapat bukan dari pemilik
perusahaan. Modal asing, yaitu terdiri dari hutang jangka pendek, hutang
jangka menengah, dan hutang jangka panjang. Modal sendiri merupakan
modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri, yaitu terdiri
dari modal saham, cadangan, dan laba ditahan.
Modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal internal dan
eksternal. Modal internal yaitu modal yang bersumber dari dalam
perusahaan seperti, laba ditahan dan cadangan, sedangkan modal eksternal
yaitu modal yang bersumber dari luar perusahaan seperti, saham dan
pinjaman/hutang. Sebuah perusahaan yang sedang berkembang biasanya
memerlukan modal yang dapat berasal dari utang maupun ekuitas.
Menurut Keown et.al. (2000:542), tujuan manajemen struktur
modal adalah memadukan sumber dana permanen yang digunakan
perusahaan dengan cara yang akan memaksimumkan harga saham
19 terhadap paduan dana yang akan meminimumkan campuran biaya modal
perusahaan. Sehingga paduan sumber dana yang tepat ini disebut sebagai
struktur modal optimal.
Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan
biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan
(Horne dan Wachowicz, 1998:478).
Menurut Brigham dan Houston (2001:45), struktur modal yang
optimal adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan
harga saham perusahaan.
Struktur modal yang optimal bagi perusahaan akan menghasilkan
kondisi keuangan perusahaan yang sehat, sehingga kedepannya dapat
memperoleh laba perusahaan yang lebih besar.
Brigham dan Houston (2001:39-41), menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan adalah
stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat
pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap
pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi
internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan.
Terdapat teori-teori mengenai struktur modal, yaitu sebagai
berikut:
a. Teori struktur modal tradisional
1) Pendekatan Laba Operasi Bersih
Satu pendekatan terhadap penilaian laba perusahaan dikenal
20 NOI). Pendekatan laba operasi bersih terhadap struktur modal
yaitu, teori struktur modal dimana rata-rata tertimbang biaya modal
dan nilai toal perusahaan bersifat konstan walaupun pengungkit
keuangan berubah. Melalui pendekatan ini, laba operasi bersih
didiskonto pada tingkat kapitalisasi total perusahaan untuk
memperoleh nilai total pasar perusahaan. Nilai pasar pinjaman
kemudian dikurangi dari nilai total pasar untuk memperoleh nilai
pasar biasa. Penggunaan pendekatan ini mengakibatkan tingkat
kapitalisasi total serta biaya pinjaman tetap sama walupun
digunakan pengungkit keuangan. sejauh ini, pembahasan
laaoperasi bersih hanya dilakukan dalam batasan definisi. Namun,
pembahasan memiliki kekurangan dalam menjelaskan perilaku
penting yang dimiliki laba operasi bersih (Horne dan Wachowicz,
98:475-476).
2) Pendekatan Tradisional
Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat
bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai
perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan
cara merubah struktur modalnya. Pendapat ini dominan sampai
dengan awal tahun 1950an (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:296).
Pendekatan tradisional terhadap struktur dan penilaian
modal mengasumsikan adanya struktur modal optimal dan
manajemen dapat meningkatkan nilai total perusahaan melalui
21 1998:477). Dengan kata lain, struktur modal memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan.
b. Teori struktur modal modern
1) The Modigliani-Miller Model
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun
1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton
Miller, mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel
keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis.
Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi,
Modigliani-Miller membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan
tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain,
hasil-hasil Modigliani-Miller menyatakan bahwa tidak menjadi
masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi
struktur modal tidak relevan. Tapi studi Modigliani-Miller
didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain
(Brigham dan Houston, 2001:30-31):
(a) Tidak ada biaya broker (pialang).
(b) Tidak ada pajak.
(c) Tidak ada biaya kebangkrutan.
(d) Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang
sama dengan perseroan.
(e) Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti
manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa
22 (f) EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.
Rodoni dan Ali (2010:138-139), menjelaskan tentang teori
Modigliani-Miller, yaitu struktur modal yang menggunakan dana
dari utang tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap nilai
perusahaan. Namun bila mulai dipertimbangkan faktor pajak,
penggunaan utang akan selalu lebih menguntungkan dan dapat
meningkatkan nilai perusahaan, dengan asumsi bahwa yang
dipergunakan dalam model ini adalah: Pertama, tidak ada biaya
kebangkrutan. Kedua, tidak ada biaya transaksi. Ketiga, bunga
pinjaman dan simpanan besarnya sama bagi perorangan ataupun
perusahaan.
Teori Modigliani-Miller terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu
(Brigham dan Houston, 2001):
(a) Tanpa pajak
Dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pajak perusahaan
maupun pajak serta dengan mendasarkan asumsi yang telah
disebutkan sebelumnya, Modigliani-Miller menggunakan
preposisi sebagai berikut:
(1) Preposisi I Modigliani dan Miller menjelaskan bahwa tidak
ada pengaruh financial leverage terhadap nilai perusahaan.
Menurut teori Modigliani-Miller I, perubahan struktur
modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau dengan
kata lain tidak ada struktur modal yang optimal bagi
23 (2) Preposisi Modigliani-Miller II yang menyatakan bahwa
nilai pengharapan (expected value) tingkat pengembalian
hasil terhadap modal/Return on Equity (ROE) bertambah
seiring dengan meningkatnya rasio utang terhadap
modal/debt to equty (DER). Kenaikan ekspektasi ROE ini
didorong oleh adanya peningkatan risiko keuangan yang
akan ditanggung investor perusahaan akibat bertambahnya
utang (DER), sehingga apabila financial leverage naik
maka biaya modal/ekuitas secara linier juga naik, karena
pemegang saham dihadapkan pada risiko yang semakin
besar.
(b) Dengan pajak perusahaan
(1) Preposisi I menyatakan bahwa nilai perusahaan yang
memiliki utang akan lebih besar daripada nilai perusahaan
tanpa utang. Nilai perusahaan akan memiliki utang tersebut
sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah dengan
penghematan pajak. Teori Modigliani-Miller Preposisi I ini
mengalami perubahan dengan dimasukkannya unsur pajak
oleh Miller. Modigliani-Miller mengakui bahwa
peningkatan jumlah utang berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan.
(2) Preposisi II menyatakan bahwa biaya ekuitas pada
perusahaan yang memiliki utang sama dengan biaya ekuitas
24 Jadi teori Modigliani-Miller dengan pajak perusahaan
menyatakan bahwa nilai perusahaan akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya penggunaan utang. Biaya bunga utang dapat
mengurangi pajak sehingga makin besar porsi pendapatan
perusahaan yang menjadi bagian investor.
2) Pecking Order Theory
Teori ini ditemukan oleh Gordon Donaldson pada tahun
1961, kemudian selanjutnya diperluas oleh Myers. Dalam
artikelnya Myers dengan ringkas mengikhtisarkan teori pecking
order yaitu (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:311):
(a) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal.
(b) Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian
dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan
berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran
dividen yang terlalu besar.
(c) Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba
yang diperoleh mangakibatkan dana internal kadang-kadang
berlebih ataupun kurang untuk investasi.
(d) Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu.
Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi,
kemudian obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal
25 Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang,
karena ada dua jenis modal sendiriyang preferensinya berbeda.
Yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham
baru (dipilih paling akhir). Rasio hutang setiap perusahaan akan
dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi (Husnan dan
Pudjiastuti:2002).
3) Agency Cost Theory
Jensen dan Meckling (1976) adalah orang pertama yang
memasukkan unsur manusia dalam model yang terpadu tentang
perilaku perusahaan. Paper mengenai teori keagenan pada
manajemen keuangan menunjukkan hubungan keagenan atau
agencu relationship, muncul ketika satu atau lebih individu
(majikan) menguji individu lain (agen atau karyawan) untuk
bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk
membuat keputusan kepada agen atau karyawannya. Dalam
konteks manajemen keuangan hubungan ini muncul antara: (1)
pemegang saham (shareholders) dengan para manjer, dan (2)
shareholders dengan kreditor (bondholder atau pemegang obligasi)
(Sukardi dan Christian, 2009:14).
4) Trade Of Theory
Model ini dikembangkan oleh Baxter (1967), Kraus and
Litzenberger (1973) dan Karo (2002), yang mencoba menguji
pendapat Modigliani-Miller dengan menghubungkan
26 hal itu dapat meningkat sebanding dengan leverage yang
digunakan yaitu (Ambarwati, 2010:49-50):
(a) Pada tingkat leverage rendah, manfaat penghematan pajak
akibat penggunaan hutang dapat melebihi biaya kebangkrutan
perusahaan.
(b) Pada tingkat leverage tinggi, biaya kebangkrutan justru bisa
melebihi manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang
tersebut.
(c) Semakin besar penggunaan hutang, maka semakin besar pula
keuntungan akibat hutang tersebut namun PV biaya financial
distress dan agency juga besar bahkan lebih besar.
Teori yang dikenal dengan Trade off model, mengatakan
bahwa bila perusahaan mnggunakan leverage maka perusahaan
akan memperoleh kauntungan berupa penghematan pajak (tax
shield). Namun disisi lain harus pula diperhitungkan biaya yang
akan ditimbulkan dari penggunaan leverage tersebut, seperti biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan (Keown, et.al., 2005 dalam
Rodoni dan Ali, 2010:139).
Jadi disebut model trade off karena struktur modal optimum
terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress
dan agency problem dan manfaat atas penggunaan leverage atau
27 5) Teori Pengisyaratan
Symmetric information yaitu situasi di mana investor dan
manajer memiliki informasi yang sama mengenai prospek
perusahaan. Akan tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai
yang lebih baik daripada investor luar. Hal ini disebut asymmetric
information dan ini sangat berpegaruh terhadap keputusan struktur
modal yang optimal. Asymmetric information merupakan situasi di
mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik)
mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki oleh investor,
(Brigham dan Houston, 2001:35).
Hampir serupa dengan yang dijelaskan oleh Sukardi dan
Christian (2009:16), mengenai asymmetric information adalah
kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak
daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan
memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak
investor di pasar modal. Tingkat asymmetric information ini
bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah. Asymmetric
information memberikan efek yang nyata pada keputusan
keuangan maupun pasar financial.
Dalam teori asymmetric information diterangkan bahwa
dalam pasar selalu ditemukan informasi yang tidak sama bagi
pihak-pihak yang berbeda, sehingga dapat dikatakan informasi
yang didapat tidak sempurna. Penambahan hutang baru, misalnya
28 pihak peminjam, sedangkan penerbitan saham baru dapat dianggap
bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan dalam hal
pendanaannya. Beberapa pengujian membuktikan bahwa harga
saham berpengaruh positif terhadap penambahan hutang dan
berpengaruh negatif terhadap penerbitan saham baru (Rodoni dan
Ali, 2010:139).
Perlu diingat bahwa tujuan manajemen keuangan adalah
memaksimumkan motivasi untuk menyampaikan informasi yang
baik mengenai perusahaannya ke publik secepat mungkin,
misalnya melalui jumpa pers. Namun, pihak di luar perusahaan
tidak tahu kebenaran dari informasi yang disampaikan tersebut.
Jika manajer dapat memberikan sinyal yang meyakinkan, maka
publik akan terkesan dan hal ini akan terefleksi pada harga
sekuritas.pembayaran dividen merupakan contoh klasik mengenai
penyampaian informasi malalui pengisyaratan(signaling), (Sukardi
dan Christian, 2009:17).
Isyarat (signal) adalah suatu tindakan yang diambil
manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor
tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan,
(Brigham dan Houston, 2001:36).
Jika manajemen mengumumkan kenaikan yang nyata pada
jumlah dividen per lembar saham yang dibagikan, investor akan
menangkap ini sabagai sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan
29 Sebaliknya, jika investor mengharapkan suatu pembagian dividen
namun manajemen memutuskan tidak membagi dividen, manajer
sedang mengirimkan sinyal negatif. Jadi, dapat disimpulkan karena
adanya kondisi asymmertic information, pemberian sinyal kepada
investor atau publik melalui keputusan-keputusan manajemen
menjadi sangat penting (Sukardi dan Christian, 2009:17-18).
Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity
Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya proporsi antara
total hutang dan total modal sendiri. Semakin tinggi nilai DER
menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan
total modal sendiri.
2. Penerapan Corporate Governance
Istilah “Corporate Governance” pertama dikenalkan oleh Cadburry
Committee tahun 1992 dalam laporan yang dikenal Cadbury Report.
Laporan ini sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee (1992),
Corporate governance adalah suatu sistem yang diberfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Sedarmayanti, 2007:53).
Tata kelola perusahaan (corporate governance) adalah sistem yang
mengatur bagaimana perusahaan dikelola dan dikendalikan, sistem
tersebut mengarahkan bagaimana hubungan antara para pemegang saham
30 hubungan ini memberikan kerangka kerja untuk menetapkan tujuan
perusahaan dan pengawasan kerja (Horne dan Wachowicz, 2012:9).
Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance
(2009:11) Corporate Governance tersebut dapat didefinisikan sebagai
serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan
para pemangku kepentingan (stakeholders). Selanjutnya Good Corporate
Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan
nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang,
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Menurut Bursa Efek Indonesia (2011:4), Tata Kelola Perusahaan
atau Good Corporate Governance (selanjutnya disebut sebagai GCG)
merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan
perusahaan secara profesional berlandaskan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independen serta kewajaran dan kesetaraan.
Tujuan utama dilaksanakannya GCG adalah untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya dalam jangka panjang.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
31 internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan utama dari diterapkannya corporate
governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) (Sedarmayanti, 2007:52).
OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) menyatakan bahwa, corporate governance merupakan
struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer
menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerjanya (Sedarmayanti, 2007:53).
Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Minik Negara
(BUMN) Nomor : KEP-117/M-MBU/2012 tetang penerapan praktik good
corporate governance pada BUMN, maka ditetapkan bahwa: corporate
governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
persahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya,
nerlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika, sedangkan
stakeholders adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan
BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu pemegang saham atau
pemilik modal, komisaris atau dewan pengawas, direksi dan karyawan
serta pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpukan
32 yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkempetingan
terutama dalam arti sempit, hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.
Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan ini dan
mencegah terjadinya kesalahan signifikansi dalam strategi korporasi dan
untuk memastikan kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki
(Ambarwati, 2007:54).
Menurut SK Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tetang penerapan praktik Good Corporate Governance diutarakan bahwa
prinsip GoodCorporate governance meliputi:
a. Transparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian, yaitusuatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
33 e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Riana (2014:30) keputusan perusahaan dalam hal struktur
modal dapat dipengaruhi oleh baik buruknya kualitas corporate
governance perusahaan tersebut. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya,
terdapat hasil yang berbeda-beda mengenai arah dari hubungan kausalitas
antara kualitas corporate governance dan struktur modal tersebut, apakah
negatif ataukah positif. Selain itu secara teoritis logis, pengaruh kualitas
corporate governance terhadap struktur modal dapat memiliki arah yang
positif maupun negatif.
Pada penelitian ini, penerapan corporate governance diukur
dengan corporate governance perception index (CGPI) dikarenakan CGPI
menunjukkan banyak aspek penilaian yang dilakukan. Aspek penilaian
mulai dikembangkan seperti analisa kuantitatif dalam menelaah kondisi
penerapan corporate governance di perusahaan dengan menggunakan
Self-assessment berupa pengisian kuesioner. Sejak tahun 2003, CGPI
menggunakan dua tahapan yang harus dijalani dalam menghasilkan index
persepsi corporate governance, yaitu tahapan kuantitatif (Self-assessment)
dan tahapan kualitatif dengan menggunakan panel ahli yang bertugas
menilai penerapan corporate governance berupa wawancara (interview)
dengan eksekutif perusahaan. Secara khusus pelaksanaan CGPI ini mulai
memperkenalkan pendekatan tematik dalam mengkaji penerapan
34 sebuah tahap keberlanjutan yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku
dengan judul Komitmen Menegakkan Good CorporateGovernance.
Corporate governance mendapatkan tempat khusus untuk
meyakinkan bahwa manajer bertindak untuk kepentingan pemegang
saham. Oleh karena itu, corporate governance dirancang untuk
mengurangi konflik agensi. Karena biaya agensi (agency cost), manajer
bisa saja mengambil pilihan hutang yang meningkatkan keuntungan
mereka pribadi daripada memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Tingkat penyimpangan manajer dari tingkat leverage yang optimal
bergantung pada kekuatan corporate governance perusahaan (Riana,
2014:33).
3. Firm Age
Menurut Daljono (2000) dalam Syafi’i (2013:10-11) firm age atau
usia perusahaan adalah seberapa lama perusahaan mampu bertahan,
bersaing, dan mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam
perekonomian. Usia perusahaan menunjukkan informasi yang dapat
diperoleh para investor. Semakin lama suatu perusahaan beroperasi atau
semakin tua usia perusahaan, maka perusahaan tersebut kemungkinan
besar akan menyediakan informasi tentang perusahaan yang lebih banyak
dan lebih luas daripada perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan yang
lebih tua memiliki lebih banyak pengalaman di bidangnya dan lebih
banyak mengenal lingkungan, sehingga kemungkinan mengalami
35 untuk berkembang dibandingkan perusahaan yang telah lama berdiri
(Berlinger dan Robbins, 1986).
Menurut Syafi’i (2013:11) secara konsep teoritis bahwa usia
perusahaan (age) memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal
perusahaan, sebab dengan usia dan pengalaman yang semakin panjang
akan memungkinkan bagi perusahaan untuk bisa memperoleh akses atas
sumber dana pinjaman yang lebih luas pula.
Demikian halnya dalam kemampuan akses untuk memperoleh
sumber pendanaan bagi perusahaan yang memiliki usia lebih lama akan
relatif lebih mudah dan lebih dipercaya daripada perusahaan yang baru
berdiri. Usia perusahaan dapat diukur dengan persamaan:
4. Firm Size
Menurut Brigham dan Houtson (2001:117) firm size atau ukuran
perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang
bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan
lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh
jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil
daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita
kerugian.
Menurut Sebayang dan Putra (2013:5) ukuran perusahaan sering
36 perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang
lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini
akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk
memperoleh pinjaman atau dana eksternal.
Menurut Khotimah (2013:40) besar kecilnya ukuran perusahaan
akan berpengaruh pada struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan
bahwa pada perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan
mudah lewat pasar modal karena mempunyai tingkat pertumbuhan
penjualan yang tinggi dan kecilnya informasi asimetri yang terjadi.
Investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dari perusahaan besar
jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, dengan diperolehnya
dana lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi semakin kecil
dalam struktur modalnya.Untuk itu perusahaan kecil mungkin menyukai
hutang jangka pendek karena biayanya yang lebih murah dan perusahaan
besar lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk
menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula.
Dalam kajian teoritis serta beberapa penelitian sebelumnya
diperoleh bahwa firm size ini berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan, karena bagi perusahan berukuran besar akan semakin kecil
risiko kebangkrutannya, sehingga lebih mudah untuk mengakses perolehan
dana pinjaman. Selain tiu bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar
akan cenderung memiliki collateralized assets yang lebih besar pula
37 Menurut Riyanto (2011:313) firm size atau ukuran perusahaan
adalah besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dilihat dari besarnya
nilai equity, nilai penjualan, atau nilai total aktiva. Dalam penelitian ini
sebagai rasio skala perusahaan digunakan natural log in dari total aktiva
perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini, penghitungan ukuran
perusahaan menggunakan total aktiva karena lebih stabil dibandingkan
dengan total penjualan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut:
5. Growth Asset
Menurut Westone dan Brigham (1994), suatu perusahaan yang
berada dalam industri yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi
harus menyediakan modal yang cukup untuk membelanjai perusahaan.
Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan
hutang dari pada perusahaan yang tumbuh secara lambat (Nugroho,
2006:29).
Rodoni dan Herni Ali (2010:147) mengatakan bahwa pertumbuhan
secara tidak langsung berpengaruh pada pendanaan ekuitas yang
signifikan, walaupun pada keadaan dimana biaya kebangkrutan rendah.
Jadi perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan memiliki debt ratio
(rasio hutang) yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
pertumbuhannya rendah. Pertumbuhan pada intinya adalah fitur dari dunia