HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.2 Analisis Data Tahap Akhir
4.1.2.16 Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL pada kelas eksperimen (X MIIA 1) dan pembelajaran PBL tanpa group investigation pada kelas kontrol (X MIIA 3). Data post-test dianalisis menggunakan analisis koefisien korelasi biserial
untuk mengetahui adanya pengaruh dan koefisien determinasi untuk mengetahui besarnya pengaruh.
4.1.2.16.1 Analisis Terhadap Pengaruh Antar Variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran, yaitu penerapan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL di kelas eksperimen dan metode ceramah disertai diskusi pada kelas kontrol, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik Kelas X SMA Negeri 2 Batang pada materi redoks. Untuk menentukan besarnya pengaruh pembelajaran yang menggunakan group investigation digunakan koefisien korelasi biserial.
Berdasarkan data diperoleh besarnya X1 = 70,64; X2 = 62,86; Sy = 10,98; p = 0,5; q = 0,5 dan u = 0,3989 (diperoleh dari Tabel daftar E). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besarnya koefisien korelasi biserial pemahaman konsep peserta didik ( rb ) sebesar 0,44. Perhitungan koefisien korelasi biserial pemahaman konsep peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 52 (halaman 222) dan uji signifikansi terdapat pada Lampiran 53 (halaman 223).
4.1.2.16.2 Penentuan Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk menentukan kontribusi suatu variabel bebas terhadap variabel terikat. Kontribusi dalam penelitian ini yaitu pengaruh pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik materi reaksi oksidasi dan reduksi.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besarnya koefisien korelasi biserial pemahaman konsep ( rb ) sebesar 0,44 dan termasuk dalam kategori sedang, sehingga besarnya koefisien determinasi (KD) adalah 19,36%. Jadi besarnya pengaruh pembelajaran yang menerapakan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL terhadappeningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik materi reaksi oksidasi dan reduksi sebesar 19,36%. Perhitungan koefisien determinasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada Lampiran 54 di halaman 224.
4.1.2.17 Analisis Angket Respon Tanggapan Peserta didik
Penyebaran angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerimaan peserta didik terhadap proses pembelajaran dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL materi reaksi oksidasi dan reduksi. Penyebaran angket diberikan pada kelas eksperimen pada akhir pembelajaran, dimana dalam penelitian ini diberikan di kelas X MIIA 1 SMA Negeri 2 Batang. Hasil penyebaran angket respon dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Hasil Angket Respon Peserta didik terhadap Pembelajaran
No Pernyataan
SS S BS TS STS1. Saya merasa senang dan asyik mengikuti pelajaran Kimia dengan melakukan investigasi secara berkelompok.
44,4% 52,8% 2,8% 0% 0% 2. Dalam melakukan investigasi dan
diskusi kelompok saya dan teman-teman saling membantu dalam mencari penyelesaian
30,6 % 63,9% 5,6% 0% 0% 3. Saya belajar Kimia dengan
sungguh-sungguh agar nilai saya dan kelompok saya baik
52,8% 44,4% 2,8% 0% 0% 4. Dengan diskusi dan investigasi
langsung saya merasa lebih mudah memahami materi Kimia
19,4% 66,7% 13,9% 0% 0% 5. Saya menyukai cara guru dalam materi
dengan diskusi dan kemudian dilakukan pembahasan
44,4% 50% 5,6% 0% 0% 6. Saya termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran Kimia selanjutnya 8,3% 83,3% 5,6% 0% 2,8% 7. Dengan melakukan investigasi langsung
saya merasawaktu diluar sekolah lebih bermanfaat
19,4% 55,6% 25% 0% 0%
Berdasarkan Tabel hasil angket respon peserta didik yang telah terkumpul kemudian dianalisis diketahui bahwa sebesar 52,46% peserta didik menyatakan setuju bahwa dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL karena lebih menyenangkan, menarik, dan dapat membuat peserta didik lebih mudah memahami materi, hal ini dapat dilihat dari rasa ingin tahu peserta didik yang meningkat dalam pembelajaran dan mereka lebih termotivasi untuk giat belajar. Selanjutnya peserta didik yang sangat setuju untuk menyukai penerapan metode pembelajaran group investigation dalam model PBL sebesar 25,05%; untuk peserta didik yang menyatakan biasa saja dalam penerapan metode pembelajaran ini sebesar 7,97%; kategori tidak setuju 0% dan sangat tidak setuju 2,8%. Sehingga
dengan mengacu kepada hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa peserta didik menyukai pembelajaran dengan menerapkan metode group investigation dalam model PBL karena memberikan pengaruh positif kepada peserta didik terutama dalam hal mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data awal maupun data akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran group investigation
dalam model PBL dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol baik itu hasil belajar dalam aspek kognitif, psikomotorik dan afektif peserta didik. Hasil belajar pada kelas eksperimen dalam aspek kognitif mengalami peningkatan sebesar 0,53 berdasarkan uji normalitas Gain dengan seluruh peserta didik tergolong dalam kelompok kreteria prestasi sedang, sedangkan pada kelas kontrol peningkatan hanya sebesar 0,36 dengan peserta didik kelompok prestasi sedang 25 dari 36 peserta didik dan sisanya pada kelompok peserta didik prestasi rendah. Kelas eksperimen memberikan hasil belajar yang lebih baik dibanding kelas kontrol, hal ini dikarenakan dalam kelas eksperimen peserta didik melakukan diskusi dengan penyelidikan sehingga peserta didik dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Perlakuan berbeda dengan kelas kontrol dalam proses pembelajarannya dengan melakukan diskusi tanpa penyelidikan. Variasi perlakuan ini memberikan pengalaman yang berbeda, sehingga berpengaruh dengan pemahaman konsep materi yang didapatkan.
Kurikulum 2013 menilai hasil belajar peserta didik dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Sejalan dengan hasil belajar aspek kognitif begitu juga dengan aspek psikomotorik dan aspek afektif menunjukkan bahwa dalam kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Penilaian aspek psikomotorik ini dilakukan saat peserta didik melakukan presentasi solusi pemecahan masalah dari hasil diskusi yang telah dilakukan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tingkat ketercapaian ketrampilan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah diukur dengan lembar observasi aspek psikomotorik. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada aspek psikomotorik seluruh indikator ketercapaian pada kelas eksperimen sebesar 93,17% sedangkan kelas kontrol sebesar 87,96%.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan semua indikator ketercapaian dalam aspek psikomotorik ini sudah mencapai kriteria yang tinggi baik itu pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Kriteria tinggi yang tercapai ini karena peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol melaksanakan diskusi untuk mencari solusi pemecahan masalah yang dihadapi dengan sungguh-sungguh. Indikator dalam aspek psikomotorik yang perlu ditingkatkan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah indikator saran dan kritik, pada indikator ini peserta didik dalam memberikan saran dan kritik masih kurang sesuai dengan solusi pemecahan yang ditemukan. Kemudian untuk indikator-indikator selain saran dan kritik tingkat ketercapaian peserta didik baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol sudah baik.
Ditinjau dari aspek afektif dari tujuh indikator ketercapaian dalam kelas eksperimen jauh lebih tinggi rata-rata persentase keseluruhan jika dibanding kelas kontrol yakni sebesar 96,43% dan 91,96%. Indikator kehadiran antara kelas eksperimen dan kontrol memiliki ketercapaian yang hampir sama tinggi yaitu 0,99 dan 0,98. Indikator menyampaikan pendapat dalam kelas eksperimen memiliki tingkat ketercapaian yang lebih tinggi 0,93 daripada kelas kontrol 0,78 karena pada kelas eksperimen setiap solusi pemecahan masalah mereka temukan secara mandiri sehingga setiap kelompok berusaha untuk menyampaikan dan mempertahankan pendapatnya. Indikator ketiga yaitu kedisiplinan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki tingkat ketercapaian yang hampir sama tinggi, begitu juga dengan indikator sopan dan santun serta indikator tanggungjawab. Selanjutnya pada indikator kepedulian kelas eksperimen memperoleh ketercapaian yang sempurna dibanding kelas kontrol 0,89 dikarenakan pada kelas eksperimen setiap anggota dalam kelompok berusaha mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi sehingga antar anggotanya memiliki rasa kepedulian yang tinggi untuk membantu mencari solusi. Kemudian indikator percaya diri pada kelas eksperimen memperoleh hasil 0,91 lebih tinggi dibanding kelas kontrol 0,83 hal ini karena pada kelas eksperimen setiap solusi yang ditemukan merupakan hasil pemikiran setiap kelompok sehingga dalam mempresentasikan jauh lebih memiliki rasa percaya diri.
Analisis kemampuan pemecahan masalah dilihat dari instrumen tes yang berupa soal uraian yang bermuatan indikator pemecahan masalah. Indikator pemecahan masalah yang sesuai dalam penelitian ini ada lima yakni tingkat pemahaman terhadap suatu masalah, menemukan suatu pola pemecahan, penalaran
logis terhadap masalah, memperhitungkan semua kemungkinan solusi dan mengevalusi kembali solusi yang telah ditawarkan dalam diskusi. Penelitian untuk mengembangkan pemecahan masalah dengan pengaruh penggunaan artikel ilmiah di internet pada tahun 2009 menunjukkan hasil bahwa pada kelas eksperimen memperoleh tingkat hasil belajar lebih baik dibanding kelas kontrol (Supardi & Putri, 2009). Sehubungan dengan hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan artikel ilmiah di internet yang sangat beragam dapat membangun pola pengetahuan peserta didik. Pengetahuan yang diperolehpun tidak hanya mengenai konsep materi namun juga penerapannya dikehidupan sehari-hari. Berbeda dengan kelas kontrol yang bersumber pada buku paket, sehingga peserta didik dalam kelas ini kurang leluasa dalam memilih masalah untuk diselidiki (Supardi & Putri, 2009).
Pelaksanaan pembelajaran pada penelitian ini dengan memfokuskan pada langkah-langkah PBL yang selaras dengan indikator kemampuan pemecahan masalah. Indikator kemampuan pemecahan masalah yang pertama yaitu memperhitungkan semua kemungkinan pemecahan, indikator ini mengalami peningkatan yang tertinggi diantara lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil analisis uji normalitas Gain pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 0,8 kategori tinggi, sedangkan kelas kontrol sebesar 0,45 dalam kategori sedang. Peningkatan ini terjadi karena adanya faktor pendukung yang terfasilitasi yaitu dengan langkah-langkah PBL. Perlakuan awalnya dengan mengorientasikan peserta didik pada masalah. Hal ini peserta didik diberikan permasalahan yang umum dalam lingkungan sekitar seperti perkaratan pada besi. Selanjutnya yaitu
mengorganisasikan dalam kegiatan belajar, dalam hal ini perserta didik dalam kelompoknya berdiskusi dan bertukar informasi sebab terjadinya dan pencegahan yang dilakukan dalam peristiwa perkaratan. Perlakuan dalam langkah membimbing penyelidikan mandiri yaitu dengan memberikan tugas kelompok untuk menginvestigasi reaksi yang terjadi dalam peristiwa perkaratan pada beberapa logam serta pencegahannya.
Mengembangkan dan menyajikan karya dilakukan setelah investigasi selesai, setiap kelompok merancang laporan hasil penyelidikan disertai dokumentasi untuk kemudian dipresentasikan di depan kelas. Terakhir dalam langkah analisis dan evaluasi, kelompok pendengar bertugas untuk memberikan saran kritik serta pendapat kepada kelompok yang sedang presentasi sehingga solusi yang didapat lebih beragam dan baik lagi serta analisis kemampuan pemecahan masalah peserta didik berkembang.
Indikator kemampuan pemecahan masalah yang kedua yaitu penalaran logis, dalam hal ini peserta didik diorientasikan pada permasalahan yang terjadi dalam dirinya yaitu proses pembakaran dalam tubuh. Pengorganisasian dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok diskusi tentang proses pembakaran glukosa didalam tubuh. Membimbing penyelidikan mandiri ini peserta didik berdiskusi serta menganalisis hubungan redoks yang terjadi dengan proses pembakaran dari beberapa literatur. Selanjutnya hasil diskusi tersebut dikembangkan menjadi sebuah karya berupa laporan hasil diskusi sesuai petunjuk guru untuk kemudian dipresentasikan. Analisis dan evaluasi dilakukan tiap kelompok kepada kelompok yang bertugas presentasi dengan pengawasan guru
agar pokok pembahasan tetap pada jalur. Hasilnya indikator penlaran logis ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi dengan selisih yang tipis antara kelas eksperimen maupun kontrol. Berdasarkan uji normalitas Gain kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 0,74 kategori tinggi sedangkan kelas kontrol 0,67 dalam kategori sedang.
Indikator kemampuan pemecahan masalah yang ketiga yaitu pemahaman terhadap permasalahan. Peserta didik diarahkan kepada permasalahan permasalahan terkait materi redoks yang terdapat di dalam lingkungan sekitar yang beragam selain peristiwa korosi. Peserta didik diorientasikan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan redoks tidak hanya sebatas pada perkaratan pada logam. Permasalahan-permasalahan yang mereka temukan terkait redoks tersebut kemudian didiskusikan dalam kelompoknya. Selanjutnya dilakukan penyelidikan dengan beberapa sumber referensi, seperti halnya penggunaan pemutih pakaian, peristiwa fotosintesis dan pencoklatan pada apel yang telah dibelah. Hasil penyelidikan dan diskusi kelompok tersebut kemudian dipresentasikan dan di analisis serta evaluasi oleh kelompok lain serta guru agar tidak terjadi miskonsepsi. Hasil dari fasilitas perlakuan dengan PBL ini dengan analisis normalitas Gain diperoleh pada kelas eksperimen sebesar 0,37 dan kelas kontrol 0,5 dalam kategori yang sama yaitu sedang. Kelas eksperimen mengalami peningkatan yang sedikit rendah daripada kelas kontrol karena perbedaan perlakuan pada langkah penyelidikan mandiri. Kelas eksperimen dalam penyelidikan secara mandiri di luar jam pembelajaran, sedangkan kelas kontrol dalam kelas dengan sumber informasi
dan bimbingan guru sehingga segala penjelasan permasalahan dalam pantauan guru.
Indikator kemampuan pemecahan masalah selanjutnya adalah menemukan suatu pola, dengan menggunakan langkah PBL peserta didik dapat memberikan suatu gambaran atau alur pemecahan suatu masalah. Indikator ini mengalami peningkatan dalam kategori yang sedang baik pada kelas eksperimen (0,65) dan pada kelas kontrol (0,43). Langkah PBL pertama yang diterapkan adalah dengan mengorientasi peserta didik kepada masalah. Permasalahan tersebut kemudian diorganisasikan dalam kegiatan belajar seperti pada pengolahan limbah industri dengan metode lumpur aktif. Selanjutnya setiap kelompok melakukan diskusi serta investigasi mengenai permasalahan tersebut, baik itu langkah-langkah pengolahan limbah maupun prinsipnya. Hasil diskusi kelompok kemudian dibuat sebuah karya berupa laporan yang kemudian akan dianalisis serta evaluasi bersama dengan kelompok lain dan guru.
Indikator pemecahan masalah kelima yakni mengevaluasi kembali solusi. Hasil analisisi normalitas Gain menyatakan bahwa pada kelas eksperimen maupun kontrol mengalami peningkatan yang sedang. Perlakuan awal dengan mengorientasikan peserta didik kepada permasalahan pencoklatan buah seperti pisang, apel dan kentang setelah dikupas dan dibiarkan begitu saja. Permasalahan tersebut diorganisasikan dalam kegiatan belajar salah satunya dengan menampilkan sebuah video. Gambaran permasalahan yang sudah ditangkap siswa kemudian dilakukan penyelidikan mandiri secara berkelomopok. Hasil diskusi kelompok dibuat sebuah karya berupa laporan pengamatan. Hasil laporan tersebut dianalisis
dan dievaluasi bersama dengan dampingan guru. Setiap peserta didik wajib menulis hal-hal penting terkait solusi pemecahan masalah ini, untuk menguji kembali solusi yang pernah dibahas dan untuk meningkatkan indiaktor evaluasi kembali solusi maka permasalahan ini diujikan dalam soal test.
Data yang diperoleh dari nilai pretest dan postest kemudian di analisis menggunakan uji N-Gain untuk mengetahui peningkatan setiap indikatornya. Perhitungan N-Gain setiap indikator kemampuan pemecahan masalah secara umum menunjukkan peningkatan yang lebih baik pada kelas eksperimen dibanding kelas kontrol.
Hasil analisis keseluruhan mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah dapat disimpulkan bahwa penerapan group investigation dalam model PBL dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Penelitian yang dilakukan pada kelas VIII SMP Negeri 27 Palembang tahun 2010 menunjukkan hasil yang serupa bahwa metode investigasi dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan tingkat keberhasilan setiap indikator minimal 60% (Anggraini, 2010). Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan melakukan penyelidikan langsung maka peserta didik akan memperoleh langsung permasalahannya sehingga akan lebih paham dalam mengambil penyelesaian yang tepat dan sesuai.