IMPLEMENTASI GROUP INVESTIGATION DALAM MODEL
PBL MATERI REDOKS UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
SMAN 2 BATANG.
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
oleh
Mentari Nur Rizkyawati 4301411125
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
i
hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Semarang, 10 Juli 2015
ii Skripsi yang berjudul
Implementasi Group Investigation dalam Model PBL Materi Redoks untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMAN 2 Batang.
disusun oleh
Mentari Nur Rizkyawati 4301411125
telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi Unnes, tanggal 10 Juli 2015.
Panitia :
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si
196310121988031001 196507231993032001
Penguji, Ketua Penguji,
Dr. Endang Susilaningsih, M.S 195903181994122001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Sri Haryani, M.Si Dr. A Tri Widodo
iii
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Al- Insyirah 94: 5-6)
Selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat kesehatan dan keselamatan dari-Nya.
Engkau akan mengetahui kekuatanmu yang sesungguhnya, saat tidak ada pilihan lain bagimu kecuali menguatkan diri. (Mario Teguh)
Lakukanlah dengan segala usaha terbaikmu di dunia ini sebagai ladang amal sembari menunggu giliran menghadap Illahi.
Harta yang paling berharga di dunia ini hanyalah keluarga.
Persembahan
Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Orang tua tercinta atas segala kasih sayang, perhatian dan kesabarannya dalam mendidik kami menjadi anak yang penuh cinta.
Adikku terkasih, Akbar Muhammad Ilham yang selalu memberikan energi positif dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kakakku terima kasih untuk selalu siaga memberikan dukungan tenaga dan waktu dalam membantu melancarkan penelitian skripsi ini.
Sahabat Rombel 4 Pendidikan Kimia 2011 yang selalu siap untuk menjadi teman sharing dalam memberikan pendapat Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
iv
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga peneliti dapat
menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Group Investigation dalam Model PBL materi Redoks untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Negeri 2 Batang”.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat kerjasama, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang, atas kesempatan menimba ilmu, 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian, 3. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
ijin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian,
4. Dr. Sri Haryani, M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti selama menyusun skripsi,
5. Dr. A Tri Widodo selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta saran dalam menyelesaikan skripsi,
6. Dr. Endang Susilaningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran,
7. Kepala SMA Negeri 2 Batang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian,
8. Ibu Srikandi, S.Pd selaku guru mata pelajaran Kimia SMA Negeri 2 Batang yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini,
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata, penulis mengharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Juli 2015
v
Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing utama Dr. Sri Haryani, M.Si dan Pembimbing Pendamping Dr. A Tri Widodo.
Kata Kunci: Group Investigation; model PBL; Kemampuan Pemecahan Masalah. Analisis kebutuhan untuk mambangun pengetahuan sendiri melalui pengamatan merupakan aspek dalam Kurikulum 2013. Pembelajaran kimia materi redoks dengan penyelidikan langsung mengenai penerapannya di lingkungan sekitar di beberapa sekolah masih kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui hasil belajar dan respon tanggapan siswa dengan menerapkan metode pembelajaran group investigation dalam Model PBL di SMA Negeri 2 Batang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian jenis eksperimen, dengan teknik pengambilan sampel
vi
Rizkyawati, Mentari Nur. 2015. Implementation Group Investigation in PBL Model Material Redox to Improve Problem Solving Capability Students. Skripsi. Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, State University of Semarang.
Main Supervisor Dr. Sri Haryani, M.Si and Assistance Supervisor Dr. A Tri Widodo.
Keyword : Group Investigation; PBL models; Problem solving capability.
vii
LEMBAR PENGESAHAN ..………. ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iii
KATA PENGANTAR ……… iv
ABSTRAK ………. v
DAFTAR ISI ……….. vii
DAFTAR TABEL ……….. ix
DAFTAR GAMBAR ………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……… 6
1.3 Tujuan Penelitian ………. 7
1.4 Manfaat Penelitian ……… 7
1.5 Penegasan Istilah ………. 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar ………. 12
2.2 Model Pembelajaran ………. 14
2.3 Model Problem Based Learning (PBL) ……… 15
2.4 Group Investigasi ………. 17
2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah………. 19
2.6 Tinjauan Tentang Konsep Redoks ……… 21
2.7 Kerangka Berpikir ……… 27
2.8 Hipotesis ………... 31
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 32
3.2 Subyek Penelitian ……….. 32
viii
3.5 Prosedur Penelitian ……… 36
3.6 Teknik Pengumpulan Data ……….. 37
3.7 Metode Analisis Data ……… 38
3.7.1 Analisis Data Awal ……… 38
3.7.2 Analisis Instrumen ………. 41
3.7.3 Analisis Data Akhir ……… 51
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……….. 55
4.1.1 Analisis Data Tahap Awal ………. 55
4.1.2 Analisis Data Tahap Akhir ………. 58
4.2 Pembahasan ……… 78
4.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Group Investigation dalam Model PBL ………...…. 86
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ……… 88
5.2 Saran ……….. 88
DAFTAR PUSTAKA ………. 90
ix
Model PBL……….. 17
Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 2 Batang………… 32
Tabel 3.2 Desain Penelitian Eksperimen……… 34
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal……….…… 43
Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Soal Uji Coba Instrumen………. 44
Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran dan Kriteria Soal Kemampuan Pemecahan Masalah……… 47
Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda……….. 47
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Data Populasi Awal ………. 55
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Populasi………. 56
Tabel 4.3 Uji Kesamaan Rata-Rata Dalam Kelas (Uji Anava)……… 57
Tabel 4.4 Uji Kesamaan Varians Data Populasi ………. 57
Tabel 4.5 Data Postest Hasil Belajar Siswa Materi Redoks……… 58
Tabel 4.6 Data Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Redoks.... 59
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Postest Hasil Belajar..…. 59
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Postest ………. 60
Tabel 4.9 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretest dan Postest …… 61
Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Postest ……… 62
Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Satu Pihak Kanan ………. 62
Tabel 4.12 Hasil Observasi Aspek Psikomotorik ……… 65
Tabel 4.13 Hasil Observasi Aspek Afektif Kelas Eksperimen dan Kontrol ………..……… 66
Tabel 4.14 Data Postest Kemampuan Pemecahan Masalah ………. 67
Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah ……. 70
Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Pretestdan Postest ……… 70
Tabel 4.17 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretst dan Postest …… 71
xi
Gambar 4.1 Nilai N-gain Siswa Kelas Eksperimen …………..……… 64 Gambar 4.2 Nilai N-gain Siswa Kelas Kontrol ……….…. 64 Gambar 4.3 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ……….. 67 Gambar 4.4 Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Kelas Eksperimen ……… 68 Gambar 4.5 Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Kelas Kontrol ………...……… 69 Gambar 4.6 Tingkat Pencapaian N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah
Kelas Eksperimen ………..……… 74 Gambar 4.7 Tingkat Pencapaian N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah
xii
Lampiran 1. Penggalan Silabus ……… 93
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 98
Lampiran 3. Bahan Ajar Siswa ………. 129
Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa ………. 136
Lampiran 5. Soal Essay Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah … 150 Lampiran 6. Kisi-Kisi Soal Kognitif ……… 156
Lampiran 7. Soal Uji Coba Kognitif ……… 158
Lampiran 8. Lembar Observasi Penilaian Sikap(Afektif) ……… 167
Lampiran 9.Lembar Observasi Penilaian Ketrampilan (Psikomotorik) ….. 170
Lampiran 10. Lembar Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 174
Lampiran 11 Analisis Soal Uji Coba Pilihan Ganda ……… 175
Lampiran 12 Analisis Uji Coba Soal Uraian ……… 177
Lampiran 13 Data Nilai Kondisi Awal Populasi ………. 178
Lampiran 14 Analisis Data Normalitas Kelas X MIIA 1 ……… 179
Lampiran 15 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 2 ……… 180
Lampiran 16 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 3 ……… 181
Lampiran 17 Analisis Normalitas Data Kelas X MIIA 4 ………. 182
Lampiran 18 Analisis Uji Homogenitas Awal Populasi ………. 183
Lampiran 19 Analisis Uji Anava Awal Populasi ………. 184
Lampiran 20. Analisis Uji Kesamaan Varians Data Populasi ………. 186
Lampiran 21 Daftar Nama Siswa ……… 187
Lampiran 22 Nilai Pretest Hasil Belajar Kognitif Siswa ………. 188
Lampiran 23 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen………. 189
Lampiran 24 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ………..… 190
xiii
Eksperimen ……… 194
Lampiran 29 Analisis Uji Normalitas Data Postest Hasil Belajar Kelas
Kontrol ……….. 195
Lampiran 30 Analisis Uji Homogenitas Data Postest Hasil Belajar ……….196 Lampiran 31 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Postest Hasil
Belajar ………..…….. 197
Lampiran 32 Uji t Pihak Kanan Data Postest Hasil Belajar ……… 198 Lampiran 33 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Nilai Postest Hasil Belajar ….. 199
Lampiran 34 Uji Normalitas Gain Hasil Belajar Kognitif Siswa ………… 200
Lampiran 35 Ananlisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Afektif …. 202 Lampiran 36 Analisis Lembar Observasi Aspek Afektif ………... 203 Lampiran 37 Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek
Psikomotorik ……….. 205
Lampiran 38 Analisis Lembar Observasi Aspek Psikomotorik …………. 206 Lampiran 39 Data Hasil Pretest Soal Kemampuan Pemecahan Masalah …. 208 Lampiran 40 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Soal Uraian Kelas
Eksperimen ………... 209 Lampiran 41 Analisis Uji Normalitas Data Pretest Soal Uraian Kelas
Kontrol ………..……. 210
Lampiran 42 Analisis Uji Homogenitas Data Pretest Soal Kemampuan
Pemecahan Masalah ……….. 211 Lampiran 43 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretest Soal
Uraian ………. 212
Lampiran 44 Data Hasil Postest Soal Kemampuan Pemecahan Masalah .... 213 Lampiran 45 Analisis Uji Normalitas Data Postest Soal Uraian Kelas
xiv
Pemecahan Masalah ……….. 216 Lampiran 48 Analisis Uji Kesamaan Dua Varians Data Postest Soal
Uraian ……… 217
Lampiran 49 Analisis Uji t Pihak Kanan Nilai Postest Soal Uraian ………. 218 Lampiran 50 Analisis Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Nilai Postest Soal
Uraian ……….… 219
Lampiran 51 Analisis Uji N-gain Soal kemampuan Pemecahan Masalah ... 220
Lampiran 52 Analisis Uji Pengaruh Antar Variabel (Korelasi Biserial) ..… 222 Lampiran 53 Uji Signifikansi Pengaruh Antar Variabel ……….. 223 Lampiran 54 Analisis Koefisien Determinasi ………. 224 Lampiran 55 Analisis Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ………... 225 Lampiran 56 Analisis Peningkatan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ……….. 226 Lampiran 57 Analisis Reliabilitas Angket Respon Minat Siswa ………… 227 Lampiran 58 Analisis Lembar Angket Respon Minat Siswa ………. 228 Lampiran 59 Lembar Soal Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 229 Lampiran 60 Lembar Soal Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 234 Lampiran 61 Dokumentasi Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol ………...……… 239
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan dengan kemajuan teknologi, kesadaran manusia akan pendidikanpun meningkat sehingga dorongan untuk memperbaiki sistem dan kualitas semakin giat dilakukan. Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat pola kesinambungan antara murid dengan guru dalam suatu proses pembelajaran yang ditunjang dengan adanya sumber belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang baik maka proses interaksi yang terjadi antara peserta didik dan pendidik harus berjalan kondusif. Menurut Sardiman (2005) dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terjaminlah kelanjutan hidup masyarakat dan terjamin pula kehidupan manusia. Secara tidak langsung maka penyampaian materi dari guru terhadap peserta didik berjalan multiarah dan sesuai dengan usia penerima informasi agar mudah dipahami dan untuk kelancaran proses belajar mengajar itu sendiri.
tadi, peserta didik kemudian dapat membangun sistem berpikirnya untuk bisa memahami informasi-informasi pengetahuan baru dari lingkungannya. Pemahaman tersebut dibangun oleh guru ketika proses pembelajaran pada permasalahan yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan sainstifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya (Hamdani, 2010). Pada era pembelajaran modern seperti saat ini, dalam interaksi pembelajaran peserta didik tidak hanya berperan sebagai subjek penerima pesan tetapi peserta didik juga bertindak sebagai komunikator atau penyampai pesan. Kondisi tersebut akan menjadikan komunikasi berlangsung secara multi arah, maka proses pembelajaran menjadi berpusat pada peserta didik.
Aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran menunjukan adanya kesadaran peserta didik untuk mengontrol proses berpikir dirinya sendiri, dan kesadaran tersebut sangat menentukan minat dan kemauan peserta didik untuk lebih memahami dan memaknai apa yang mereka pelajari dalam proses pembelajaran. Kesadaran peserta didik untuk belajar ini menunjang ketercapaian kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru.
Chemistry is one of the most important branches of science; it enable learners to
understand what happened around them (Sirhan, 2007). Isi materi dalam mata pelajaran kimia umumnya bersifat abstrak, sehingga kimia dikategorikan sebagai salah satu bidang studi yang sukar dan tak jarang peserta didik dihinggapi rasa bosan serta enggan untuk mempelajarinya. Guru sebagai fokus utama dalam memberikan pelajaran kimia dituntut untuk menyampaikan materi secara inovatif tanpa mengabaikan unsur akademis, agar peserta didik mudah dalam memahami pelajaran Kimia.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara yang telah dilakukan terhadap guru Kimia Ibu Srikandi, S.Pd di SMA Negeri 2 Batang pada tanggal 29 Maret 2014, peneliti mendapatkan informasi bahwa rata-rata nilai hasil belajar peserta didik kelas X masih berada di bawah KKM 75, dari 36 peserta didik dalam satu kelas sekitar 4-5 peserta didik yang tuntas dalam pelajaran kimia. Kegiatan belajar mengajar yang terlihat di SMA Negeri 2 Batang masih menggunakan metode ceramah sehingga sebagian peserta didik yang terlihat kurang berpartisipasi aktif. Menurut beliau, pembelajaran kimia dengan melakukan metode diskusi kadangkala pernah dilakukan, namun tidak mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai karena pada saat pelaksanaan hanya segelintir peserta didik yang aktif.
dipahami dan rumit sehingga mereka sering merasa bosan di kegiatan pembelajaran. Kebosanan dalam pembelajaran materi Kimia ini secara otomatis menurunkan minat peserta didik untuk belajar. Akibatnya murid hanya mengutamakan pada aspek produk pembelajaran tanpa memperhatikan dan memahami aspek prosesnya. Seperti dalam mengerjakan soal, peserta didik hanya berorientasi pada hasil jawaban soal tanpa memahami alur proses dalam memperoleh hasil tersebut. Secara tidak langsung ini sangat berpengaruh terutama kepada cara pandang peserta didik dalam memperoleh informasi dan menganalisisnya. Perihal tersebut tidak hanya tentang kemampuan kognitif tetapi juga tentang komitmen moral dengan standar kritis dan sifat (Guo Mei, 2013). Sehubungan dengan hal ini mengakibatkan kemampuan penalaran, komunikasi, dan koneksi akademis serta pemecahan masalah peserta didik dirasa kurang mumpuni. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan upaya yang nyata, rencana yang matang, dan dikaji dengan saksama agar kemampuan peserta didik dalam mencari solusi terhadap suatu masalah dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi peserta didik masing-masing. Upaya yang dirancang adalah dengan memberikan pembelajaran yang berbasis masalah atau PBL dengan melakukan penyelidikan secara berkelompok (group investigation).
Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajran PBL ini peserta didik akan dikaitkan dengan hal-hal faktual tentang kimia. Menurut Nurhayati, et al (2013) PBL adalah model pembelajaran yang memposisikan peserta didik dalam posisi belajar yang paling baik karena mereka terhubung dengan proses pembelajaran dan menemukan pengetahuan untuk diri mereka sendiri, bukan ketika guru menjelaskan materi di dalam kelas dan memberikan pengetahuan untuk mereka. Menerapkan group investigation dalam kegiatan pembelajaran dapat melatih peserta didik bekerja sama untuk mempelajari isu suatu masalah yang kemudian akan mereka rancang suatu solusi dari pemecahan masalah tersebut. Harapannya dengan menerapkan penyelidikan secara berkelompok dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pelajaran atau ilmu Kimia.
kemampuan pemecahan masalah di bidang matematika pada pemebalajaran multimedia interaktif berbantuan komputer juga berhasil dilakukan oleh Rahayuningrum (2008). Penelitian yang dilakukan dengan model PBL untuk meningkatkan kemampuan penalaran di bidang matematis peserta didik SMP pernah di teliti oleh Tatang Herman pada tahun 2008.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan melihat penelitian terdahulu, maka peneliti hendak melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan group investigation dalam model PBL materi redoks untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMA Negeri 2 Batang. Harapannya dengan menerapkan pembelajaran dengan peserta didik membentuk kelompok pengamatan dengan bantuan media penunjang dalam model pembelajaran berbasis masalah ini peserta didik dapat lebih mudah dalam pemahaman konsep materi kimia serta merangsang peserta didik untuk lebih memperluas cara pandangnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan yang diteliti yaitu :
(1) Apakah penerapan group investigation dalam model PBL dapat meningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi redoks ?
(3) Bagaimana respon peserta didik terhadap penerapan group investigation
dalam model PBL pada pembelajaran kimia materi redoks ?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
(1) Mengetahui adanya peningkatan dalam penerapan group investigation model pembelajaran berbasis masalah (PBL) materi redoks terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
(2) Mengetahui adanya peningkatan penerepan group investigation dalam model PBL pada materi redoks terhadap peningkatan hasil belajar Kimia.
(3) Mengetahui respon peserta didik terhadap penerapan pembelajan group investigation dalam model PBL pada pembelajaran kimia materi redoks .
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi sekolah, khususnya untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah tersebut.
1.4.2.2 Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengetahuan dalam proses pembelajaran, untuk lebih meningkatkan kualitas suatu materi Kimia dengan penerapan group investigation model PBL berbantuan media.
1.4.2.3 Bagi Peserta didik
Pelaksanaan pembelajaran yang berbeda dari biasanya yaitu penerapan group investigation dalam model PBL, diharapkan peserta didik dapat lebih tertarik dan mudah dalam pemahaman sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Modal kemampuan yang diperoleh selanjutnya peserta didik dapat menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karir di lingkungan dengan kondisi yang kian hari semakin kompleks.
1.4.2.4 Bagi Peneliti
1.5
Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan kesalahan dalam mengartikan atau mengungkap maksud penelitian, maka perlu dijelaskan dan dibatasi pengertian-pengertian yang terdapat dalam judul skripsi.
1.5.2 Implementasi
Implementasi adalah kata ilmiah untuk penerapan. Penerapan adalah proses pemasangan atau pemanfaatan suatu benda agar dapat digunakan untuk dapat melakukan suatu kegiatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Mengacu pada pengertian tersebut penerapan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
1.5.3 Group investigation
1.5.4 Problem Based Learning (PBL)
PBL atau pembelajaran yang berbasis masalah adalah pembelajaran yang dihadapkan pada masalah-masalah kontekstual yang relevan dengan materi yang dipelajari agar peserta didik dapat membangun pengetahuannya. Pelaksanaan model pembelajaran ini peserta didik diorientasikan kepada permasalahan yang kemudian dilakukan penyelidikan dan disajikan hasil penyelidikan tersebut dalam suatu karya untuk dianalisa dan evaluasi bersama.
1.5.5 Peningkatan
Peningkatan merupakan perbedaan yang terjadi pada sebelum dilakukan dan setelah dilakukannya penelitian. Peningkatan untuk penelitian ini yang dimaksudkan adalah dalam hal kemampuan pemecahan peserta didik mengalami perkembangan atau lebih baik dari sebelumnya. Pengukuran untuk mengetahui tingkat peningkatan dalam kemampuan pemecahan masalah dilakukan dengan mengukur selisih hasil antara post test dan pretest.
1.5.6 Pemecahan Masalah
kemampuan pemecahan masalah kepada peserta didik pada awal dan akhir pembelajaran.
1.5.7 Hasil Belajar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh individu secara berulang agar memahami atau memperoleh suatu hal yang berarah positif. Menurut Lindgren, sebagaimana dikutip oleh Saptorini (2011) dalam buku yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana seseorang mengalami perubahan tingkah laku, peningkatan kinerja, pembenahan pemikiran atau penemuan konsep-konsep dan cara-cara yang baru. Sehingga belajar merupakan usaha seseorang untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam suatu bidang dan tujuan tertentu. Sapari (2013) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Belajar sekarang bukan hanya tentang mengingat materi yang sudah didapat sebelumnya melainkan sebuah pengalaman dan pemahaman mendasar.
menekankan pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Teori kognitif ini cukup relevan dengan pengembangan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena melatih peserta didik untuk mengonsep solusi permasalahan yang didapat dari informasi-informasi lingkungan maupun sumber.
Beberapa pengertian dan teori tentang belajar tersebut di atas, dalam belajar terdapat juga beberapa dimensi dan indikator sebagai berikut (Ismail, 2009) : (1) Belajar ditandai dengan perubahan sikap, tingkah laku dan keterampilan yang relatif tetap dalam diri seseorang sesuai dengan tujuan yang diharapkan; (2) Belajar terjadi melalui latihan dan pengamalan yang dijalani yang bersifat secara komulatif; (3) Belajar merupakan proses aktif konstrukstifyang terjadi melalui mental proses, meliputi persepsi (perception), perhatian (atention), mengingat (memory), berpikir (thinking, reasoning) memecahkan masalah.
Umumnya dalam akhir kegiatan belajar diadakan suatu tes yang digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar peserta didik tentang sejauh mana pemahamannya terhadap suatu materi terutama hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai (Sudjana, 2009).
meliputi penerimaan (receiving/attending), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organizing), karakteristik (characterization); dan terakhir (3) Aspek Psikomotorik meliputi kesiapan (set), meniru (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaption), menciptakan (origination). (Solichin, 2012)
2.2
Model Pembelajaran
Pembelajaran secara umum adalah segala kegiatan yang dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk membimbing tingkah laku peserta didik ke arah yang lebih baik (Hamdani, 2010). Kegiatan pembelajaran ini dilakukan atas dasar kesadaran setiap individu dari tidak tahu menjadi tahu tentang segala hal yang akan menjadi bekal di kehidupan. Pembelajaran merupakan bagian proses pendidikan yang berlangsung seumur hidup (life long education). Hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir sampai tutup usia, sepanjang manusia itu mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya (Munib, 2011). Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran ini, guru membutuhkan model-model dalam pembelajaran. Santyasa (2007) menerangkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model-model pembelajaran akan mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan kurikulum yang diterapkan. Penerapan kurikulum 2013 terjadi perubahan dan atau pergeseran
ditekankan adalah keterampilan proses. Perubahan penekanan dari subject oriented ke process oriented dengan memperhatikan empat pilar pembelajaran menurut UNESCO yaitu learningto know, to do, to be and to live together sebagai modal intelektual (Saptorini, 2011).
Joyce & Weil yang dikutip oleh Santyasa (2007) menjelaskan bahwa model pembelajaran memiliki lima unsur dasar yaitu (1) syntax, yaitu langkah langkah operasional pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam kegiatan pembelajaran, (3) principles of reaction, mengenai gambaran yang hendak menjadi perilaku guru seperti cara dalam memandang, memperlakukan, dan merespon peserta didik, (4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang dapat mendukung proses pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects—hasil belajar yang dapat diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang hendak dicapai (instructional effects) dan hasil belajar diluar yang hendak dicapai (nurturant effects).
2.3
Model Problem Based Learning
(PBL)
yang dirancang oleh fasilitator pembelajaran. (Suci, 2008). Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting yaitu (1) belajar adalah suatu proses konstruksi bukan proses menerima (receptive process), (2) belajar dipengaruhi oleh faktor interaksi social dan sifat kontektual dari pelajaran (Gisjelairs, 1996).
Barrows (1996) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karateristik yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu (1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, (3) dosen atau guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan problem solving, (5) informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).
Tabel 2.1 Gambaran Peran Guru, Murid Dan Masalah Dalam Pembelajaran Model PBL
Guru sebagai pelatih Peserta didik sebagai
problem solver
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi a) Asking about thinking (bertanya
tentang pemikiran) b) memonitor pembelajaran
c) probbing ( menantang peserta didik untuk berfikir )
d) menjaga agar peserta didik terlibat e) mengatur dinamika kelompok f) menjaga berlangsungnya proses
a) peserta yang aktif b) terlibat langsung
dalam
pembelajaran c) membangun
pembelajaran
a) menarik untuk dipecahkan b) menyediakan
kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari
Sumber : (Hafis, 2011)
2.4
Group Investigation
Group adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti kelompok, yaitu kumpulan lebih dari dua orang yang bergabung untuk melakukan hal yang sama. Sedang investigation adalah kata yang juga berasal dari bahasa Inggris yaitu investigasi atau pengamatan. Ulfah (2014) mengungkapkan bahwa Group investigation adalah metode pembelajaran yang berbasis penemuan, metode ini sangat relevan dalam meningkatkan keterampilan proses peserta didik. Sehingga metode ini dirasa cocok oleh peneliti dalam menunjang proses pembelajaran PBL, karena memiliki tujuan akhir yang hendak dikembangkan oleh peserta didik yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Metode group investigation
memiliki tiga konsep utama, yaitu : penelitian atau enquiri, pengetahuan atau
sebayanya untuk mencari solusi yang sesuai berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan informasi yang diperoleh. Penelitian ini adalah proses dinamika kepada peserta didik untuk menghadapi masalah dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut dengan tepat.
Pelaksanaan group investigation dalam proses pembelajaran yaitu dengan membagi peserta didik dalam satu kelas menjadi 4 sampai 6 kelompok (Wiryadi, 2010). Setiap kelompok mendapatkan permasalahan yang sesuai dengan materi yang diajarkan, kemudian dalam pelaksanaanya ada beberapa tahapan yaitu : 1) tahap pembentukan kelompok; 2) tahapan perencanaan; 3) tahap penyelidikan; 4) tahap pengorganisasian; 5) tahap presentasi; 6) dan tahapan evaluasi.
Kemal., et al, sebagaimana dikutip oleh Ulfah (2014) mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran tipe Group Investigation dapat memberikan dampak positif terhadap pengalaman belajar peserta didik. Pembelajaran dengan
2.5
Kemampuan Pemecahan Masalah
Kurikulum 2013 yang saat ini sudah dijalankan adalah mengedepankan kemandirian peserta didik dalam belajar, artinya peserta didik tidak hanya mengandalkan orang lain untuk mencerdaskan dirinya. Peserta didik tahu apa yang sedang dipelajari, apa yang telah dipelajari dan apa yang harus dipelajari. Pelajaran kimia pada materi reaksi oksidasi dan reduksi misalnya peserta didik dapat menganalisis sendiri mengenai materi tersebut, apa yang sudah diketahui dan yang perlu diperdalam, serta dapat memilah intisari materi yang akan dipelajari. Implementasi pelaksanaan kurikulum 2013 ini, maka kemampuan pemecahan masalah peserta didik ini harus mulai diberikan.
Kemampuan pemecahan masalah berarti kecakapan menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang baru dikenal (Hertiavi dkk, 2010). Kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah , maka akan melatih peserta didik untuk mencari solusi dari materi yang sedang dipelajari dengan pengetahuan sebelumnya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Secara otomatis peserta didik akan mampu menyelesaikan masalah-masalah serupa ataupun berbeda dengan baik karena peserta didik sudah mendapat pengalaman konkret dari permasalahan terdahulu (Trianto, 2007)
kemampuan ini juga berguna bagi peserta didik, karena dalam kehidupan tak terlepas dari permasalahan, sehingga ada bermacam solusi yang menjadi pegangan peserta didik dalam memecahkan masalah tersebut. Guru yang mengajarkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik berarti menjadikan peserta didik lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam kehidupan nyata (Herviati dkk, 2010). Ini berarti peserta didik diharuskan untuk mencari solusi permasalahan dengan mencari referensi, informasi yang relevan, menganalisis informasi, mengumpulkan data, meneliti kembali data dan kemudian menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi.
Gagne menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Gelar & Munasprianto (2008) bahwa dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah terdapat lima langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut :
… menyajikan masalah dalam bentuk lebih jelas; menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional; menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk digunakan dalam memecahkan masalah itu; mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasil; mengecek atau memeriksa kembali apakah hasil yang didapat sudah benar atau memiliki solusi pemecahan yang lebih baik. (Gelar&Munasprianto, 2008)
kontak langsung dengan air dan oksigen, hal inilah yang merupakan penyebab utama terjadinya korosi. Peristiwa korosi atau perkaratan tersebut merupakan salah satu contoh persoalan terkait redoks dalam kehidupan sehari-hari yang dibutuhkan suatu pemecahan yang realistis untuk melakukan pencegahannya.
Perkembangan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kurikulum merupakan hal yang diperhatikan sehingga penyilidikan masalah kimia dalam setiap pokok bahasan diperlukan, dalam hal ini peran guru begitu penting. Pentingnya peran Guru dalam memngembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah dengan aktivitas selama pembelajaran, misalnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan selama kegiatan belajar secara berkelanjutan dan efektif dapat merangsang peserta didik untuk mencari penyelesaian yang tepat. Apabila peserta didik dirasa kurang memahami atau kesulitan dalam mencari solusi, guru dapat menuntun peserta didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan acuan sebagai motivasi peserta didik atau bisa juga peserta didik melakukan kegiatan diskusi dengan beberapa teman kelasnya untuk mencari penyelesaian dari permasalahan yang terjadi. Dengan demikian pemberian otonomi seluas-luasnya kepada peserta didik dalam berpikir untuk menyelesaikan permasalahan dapat menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dan berpikir strategis secara optimal (Herman, 2008).
2.6
Tinjauan Tentang Konsep Redoks
pembakaran, reaksi respirasi, dan proses pengolahan logam dari bijihnya. Pengertian oksidasi dan reduksi sendiri telah mengalami perkembangan, seiring dengan kemajuan ilmu kimia. Pada awalnya, reaksi oksidasi-reduksi dikaitkan dengan pengikatan dan pelepasan oksigen, kemudian dikembangkan menjadi proses serah-terima elektron dan perubahan bilangan oksidasi.
2.6.1 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Reaksi Terhadap Oksigen
Reaksi antara Mg dan O2 merupakan contoh reaksi penerimaan/pengikatan oksigen disebut reaksi oksidasi. Ini berarti bahwa zat yang mengalami oksidasi adalah Mg. Reaksi ini dapat ditulis sebagai berikut :
2Mg (s) + O2(g) 2MgO (s)
Sebaliknya reaksi yang mengalami pelepasan oksigen disebut reaksi reduksi. Contoh :
PbO (s) + CO (g) Pb (s) + CO2 (g)
2.6.2 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Transfer Elektron Tidak semua reaksi kimia melibatkan oksigen, sehingga butuh konsep lain untuk menjelaskan salah satunya dengan serah-terima elektron. Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah proses penangkapan electron. Sedangkan oksidasi adalah proses pembebasan electron. Contoh :
2.6.3 Konsep Reaksi Reduksi Oksidasi Berdasarkan Perubahan Bilangan Oksidasi
Bilangan oksidasi adalah besarnya muatan yang diemban oleh sutu atom dalam suatu senyawa, jika semua electron ikatan didistribusikan kepada unsur yang lebih elektronegatif. Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah peristiwa penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan oksidasi adalah persitiwa naiknya bilangan oksidasi.
Contoh :
Oksidasi
0 +3
Cr2O3 (aq) + 2Al (s) 2Al2O3 (aq) + 2Cr (s)
+3 0
Reduksi
Reaksi autoredoks adalah reaksi redoks yang oksidator dan reduktornya merupakan zat yang sama. Jadi, sebagian dari zat itu mengalami oksidasi dan sebagian lagi mengalami reduksi.
Contoh :
3I2 + 6KOH 5KI + KIO3 + 3H2O 0 -1 +5
reduksi
oksidasi
Pada reaksi ini I2 mengalami penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. sehingga reaksi ini disebut reaksi autoredoks.
Contoh :
Pada rekasi ini, H2S berfungsi sebagai reduktor, sedangkan SO2 sebagai oksidator. Sedangkan untuk unsur S merupakan hasil reaksi oksidasi dan reduksi. (Purba, 2007) 2.6.4 Penerapan Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-hari
Reaksi redoks memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, seperti di bawah ini :
a. Reaksi redoks dalam pengolahan logam
Reaksi redoks ini diterapkan pada proses setelah dipisahkan dari batu reja (karang) baik secara kimia maupun fisika yang kemudian dipekatkan menjadi bijih pekat. Bijih pekat tersebut direduksi dengan zat pereduksi yang paling tepat.
Contoh :
3 C(s) + 4 Al3+(l) + 6 O2-(l) 4 Al(s) + 3 CO2(g)
b. Reaksi redoks pada sel aki
Pada saat aki digunakan terjadi reaksi redoks, di mana Pb mengalami reaksi oksidasi membentuk PbSO4 dan PbO2 mengalami reaksi reduksi membentuk PbSO4
c. Reaksi redoks pada pengolahan air limbah
2.7
Kerangka Berpikir
Upaya untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh model yang diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang tepat akan menarik minat peserta didik untuk berperan aktif dan membuat pembelajaran menjadi berfokus pada peserta didik atau students centered. Hal inilah yang menjadi indikator penting dalam menunjang keberhasilan proses.
Pengembangan cara berpikir peserta didik ini perlu dilatih dalam suatu pembelajaran dengan memberikan masalah-masalah yang dipecahkan dengan membentuk group investigation. Penerapan metode tersebut maka peserta didik akan melakukan proses dinamika untuk memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut (Ulfah, 2014). Penerapan group investigation
memiliki andil besar dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena secara otomatis peserta didik memperoleh pengalaman yang dalam mencari solusi permasalahan dan pengetahuan secara lebih faktual. Hal ini akan merangsang pola berpikir peserta didik dalam mencari solusi dan mengambil keputusan, dorongan-dorongan ini yang kemudian mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena melakukan penyelidikan secara berkelompok akan terjun langsung dilapangan untuk mengatasi permasalahan terkait materi yang dipelajari.
dibandingkan dengan model pembelajaran ceramah karena dengan pembelajaran yang berbasis masalah peserta didik dikaitkan dengan penerapan materi kehidupan sehari-hari serta kecerdasan dalam pengambilan keputusan untuk mencari solusi. Santoso (2011) menyatakan bahwa dengan menerapkan group investigation dalam pembelajaran memiliki beberapa manfaat yaitu (1) memiliki dampak positif dalam hasil belajar peserta didik, (2) dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (3) menerapkan group investigation dalam pembelajaran membuat peserta didik saling berinteraksi dan bekerjasama didalam kelompok tanpa memandang latar belakang, dan (4) mendorong dan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses belajar.
Pelaksanaan group investigation dalam penelitian ini saat proses belajar mengajar pada materi redoks yaitu dengan membagi peserta didik dalam beberapa kelompok penyelidikan. Tiap-tiap kelompok penyelidikan mendapatkan tugas yang berbeda, menyelidiki tentang penerapan redoks dalam kehidupan sehari-hari, seperti (1) penyelidikan tentang kondisi logam pada rumah warga di tepi laut, (2) menyelidiki reaksi redoks yang terjadi pada aki mobil, (3) menyelidiki reaksi redoks yang terjadi pada saat penyambungan besi atau logam, (4) menyelidiki reaksi redoks pada pembuatan tape, (5) menyelidiki pencegahan korosi pada logam menara pemancar dan (6) menyelidiki reaksi pengolahan logam menjadi barang bernilai ekonomis.
Secara ringkas penelitian yang akan dilakukan disajikan seperti pada Gambar 2.1 berikut :
[image:45.595.87.559.144.614.2]
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Pelaksanaan Penelitian Fakta di sekolah :
Pembelajaran kimia masih berpusat pada guru
Minat peserta didik dalam pembelajaran Kimia masih kurang
Peserta didik yang tuntas KKM kurang dari 25%
Dalam pembelajarannya peserta didik masih kurang terlibat aktif
Sintak PBL : 1. Orientasi pada
masalah
2. Mengorganisasikan kegiatan belajar 3. Penyelidikan mandiri 4. Menyajikan karya 5. Analisis & evaluasi Seharusnya di sekolah :
Pembelajaran harus
berpusat pada peserta didik, guru hanya sebagai
fasilitator
Kegiatan pembelajaran yang digunakan harus dilengkapi metode lain untuk mengaktifkan peserta didik
Peserta didik merasa antusias dan senang dalam pembelajaran Kimia
Pembelajaran dengan berbasis Masalah (PBL) Kemampuan pemecahan masalah peserta didik harus
dilatih agar berkembang Indikator Kemampuan
Pemecahan Masalah : 1. Memahami masalah 2. Merencanakan
penyelesaian
3. Melakukan perhitungan 4. Penalaran logis
5. Menemukan suatu pola 6. Pengecekan kembali
3.8 Hipotesis
Mengacu dari latar belakang yang ada dan teori yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis yang dapat ditarik adalah :
(1) Implementasi group investigation dalam pelaksanaan model PBL materi Redoks dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.
(2) Implementasi group investigation dalam model PBL pada materi Redoks dapat meningkatkan hasil belajar Kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 2 Batang pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015
3.2
Subyek Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah obyek atau subyek yang memiliki karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian eksperimen ini harus memenuhi prasyarat homogenitas dan normalitas, gunanya untuk kemudahan dalam pengambilan sampel dan perlakuan yang hendak diberikan. Kesamaan ciri yang dimaksud dalam populasi ini meliputi kurikulum, materi pelajaran, kemampuan guru, jam pelajaran serta rata-rata hasil belajar awal yang sama. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIA SMAN 2 Batang yang terbagi dalam empat kelas pararel. Daftar kelas dan jumlah peserta didik dalam populasi ini disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah peserta didik populasi kelas X SMA Negeri 2 Batang Nomor Kelas Jumlah Peserta didik
1 X MIIA 1 36
2 X MIIA 2 36
3 X MIIA 3 36
4 X MIIA 4 36
3.2.2 Sampel
Berdasarkan populasi tersebut diambil sampel untuk pelaksanaan penelitian. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010)
3.2.2.1 Sampling
Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi sedemikian rupa sehingga anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Penentuan 2 kelas sebagai sample (kelas eksperimen dan kelas kontrol) dengan teknik cluster random sampling ini dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang ada terbagi dalam kelas-kelas yang berdistribusi normal dan memiliki homogenitas yang sama dengan data yang diambil dari nilai mid semester ganjil mata pelajaran kimia kelas X SMA Negeri 2 Batang. Metode yang digunakan adalah metode undian karena jumlah populasi kecil yaitu 4 kelas. Dari hasil undian tersebut didapatkan dua kelas yaitu kelas X MIIA 1 dan X MIIA 3 sebagai kelas sampel. Dari kedua kelas tersebut, satu sebagai kelas pembanding (kontrol) yaitu kelas X MIIA 3 dan yang satu sebagai kelas perlakuan (eksperimen) yaitu kelas X MIIA 1.
3.3
Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan yaitu metode pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran group investigation dalam model PBL yang diterapkan pada kelas eksperimen dan metode ceramah serta diskusi biasa diterapkan pada kelas kontrol.
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang pada materi Redoks dengan melihat hasil belajarnya serta minat peserta didik pada pembelajaran.
c. Variabel kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, kurikulum, mata pelajaran dan jumlah jam pelajaran yang sama serta bahan ajar dalam pelaksanaan pembelajaran yang sama.
3.4
Desain Penelitian
[image:49.595.169.513.657.741.2]Pelaksanaan penelitian ini dengan menggunakan pretest–posttest control group design, yaitu penelitian dengan melihat perbedaan pretes maupun postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Desain Penelitian Eksperimen
Kelas Keadaan Awal Perlakuan Keadaan Akhir
Eksperimen T1 X T2
Keterangan :
X :Pembelajaran kimia dengan menerapkan group investigation menggunakan model PBL.
Y :Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran ceramah dan diskusi serta praktek redoks. T1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest
T2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest
Pada penelitian ini digunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, kelas X MIIA 1 sebagai kelas ekaperimen dan kelas X MIIA 3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan dua kelas untuk penelitian ini sesuai dengan teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling dengan memerhatikan analisis data awal yaitu semua kelas dalam populasi berdistribusi normal, kesamaan rata-rata awal antar kelas dan homogenitas sama. Sebelum kegiatan pembelajarn dilaksanakan, masing-masing kelas diberi pretest terlebih dahulu. Selanjutnya pada kelas eksperimen dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
3.5
Prosedur Penelitian
3.5.1 Persiapan Penelitian
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membuat perangkat pembelajaran
2. Membuat instrumen (silabus, RPP, bahan ajar, lembar penilaian keterampilan peserta didik, lembar penilaian sikap peserta didik, lembar angket respon peserta didik, lembar penilaian kemampuan pemecahan masalah, soal pretest dan posttest)
3. Melakukan uji coba instrumen soal pretest dan posttest
4. Analisa hasil uji coba instrumen
5. Melakukan uji homogenitas dan normalitas kelas yang akan digunakan sebagai sampel penelitian.
3.5.2 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan group investigation dengan model PBL (pada kelas eksperimen).
(a) Memberikan pretest pada peserta didik
(b) Guru membagi peserta didik menjadi enam kelompok.
(d) Kelompok-kelompok melakukan penyelidikan langsung dengan berkunjung di berbagai tempat seperti rumah warga tepi laut untuk mengetahui kondisi logam disana, bengkel mobil untuk mengetahui penerapan redoks pada aki, bengkel las untuk menyelidiki penerapan redoks pada penyambungan logam, pembuatan tape, dll.
(e) Menyajikan hasil penyelidikan dengan membuat artikel ilmiah secara individu yang memuat hasil investigasi seperti penerapan yang dilakukan, reaksi yang terjadi, penanggulangan yang ditawarkan, teori yang mendukung serta dokumentasi.
(f) Memberikan posttest
(2) Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan tidak menerapkan
group investigation dengan model PBL (pada kelas kontrol). (a) Memberikan pretest kepada peserta didik
(b) Guru menerangkan materi (c) Memberikan posttest
3.6
Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Dokumentasi
b. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengungkap data tentang penerapan group investigation dalam model PBL materi konsep redoks terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang c. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk menilai afektif dan psikomotorik peserta didik serta untuk mengungkap data tentang penerapan group investigation dalam model PBL untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Batang.
d. Metode Angket atau Kuesioner
Metode ini digunakan untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik tentang penerapan group investigation dalam model PBL pada kegiatan pembelajaran Kimia.
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Data Awal
3.7.1.1Uji Normalitas
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Rumus yang digunakan untuk menguju kenormalan data ini adalah dengan Chi-Kuadrat.
� = ∑ O − EE
=
Keterangan:
X2 = Chi kuadrat
Oi = Frekuensi hasil pengamatan Ei = Frekuensi harapan
Kriteria : Tolak Ho jika χ2 data ≥ χ2 (0,95)(k-3) atau χ2 dengan taraf konfidensi 0,95 derajat kebebasan k-3. Dalam hal lainnya Ho diterima artinya data yang diuji berdistribusi normal (Sudjana, 2005).
3.7.1.2. Uji Homogenitas Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui bahwa dalam populasi memiliki homogenitas yang sama dan memiliki rata-rata yang sama. Uji kesamaan homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett. Rumusnya sebagai berikut:
(i) Menghitung varians gabungan dari semua kelas :
= ∑∑ �− �
�−
(ii) Menghitung harga satuan B :
= � ∑ �−
(iii) Menghitung nilai statistik chi-kuadrat dengan rumus: ] log ) 1 ( )[
10
(ln 2
2
i
i S
n B
Keterangan:
Si2 = variansi masing-masing kelas S = variansi gabungan
ni = banyaknya anggota dalam kelas/kelas B = koefisien Bartlett
χ2 = harga konsultasi homogenitas sampel
(Sudjana, 2005) Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut:
H diterima jika t2hitung < t2tabel (1-t)(k-1) (taraf signifian 5%). Hal ini berarti varians dari populasi tidak berbeda satu dengan yang lain (homogenitasya sama).
Uji homogenitas populasi merupakan langkah awal untuk menentukan teknik pengambilan sampel. Apabila populasi homogenitasnya sama, maka pengambilan sampel yang tepat adalah cluster random sampling, sedangkan apabila populasi tidak homogenitas maka dapat menggunakan teknik purposive sampling.
3.7.1.3. Uji Kesamaan Rata-Rata Antar Kelas dalam Populasi (Uji ANAVA) Uji Anava dilakukan untuk mengetahui apakah keadaan awal populasi sama atau tidak (Sudjana, 2002). Untuk mengetahui kesamaan rata-rata dari kelas-kelas dalam populasi, dengan H : μ1 = μ2 =….= μk. Hipotesis diterima apabila Fhitung < Ftabel (0,95) (k-1) (n-k).
Perhitungan menggunakan rumus berikut:
� =
/ ∑ �−/ −Dengan: (i) Jumlah kuadrat rata-rata (Ry)
Ry = ∑ Xn
(ii) Jumlah kuadrat antar kelas (Ay)
Ay = ∑ Xn 2− RY (iii) Jumlah kuadrat total (Jk tot)
JK tot = ∑ X
(iv) Jumlah kuadrat dalam (Dy)
Dy = Jk tot – Ry – Ay 3.7.2 Analisis Instrumen
3.7.2.1 Analisis Butir Soal Kognitif a. Validitas
Validitas tes diketahui dengan menggunakan rumus korelasi point biserial, dengan rumus sebagai berikut.
� � = − √
R pbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t.
= � � √ − √ − � �
Kriteria: jika t hit t tab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n adalah jumlah peserta didik.
Setelah dilakukan perhitungan validitas tiap-tiap butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi point biserial kemudian dikonsultasikan dan diperoleh t Tabel = 1,7, sehingga perhitungan validitas soal diperoleh hasil sebagai berikut :
b. Reliabilitas
Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan rumus K-R21:
11r
kVt M k M k
k ( )
1 1
Keterangan:
11
r
: reliabilitas instrumen, instrumen reliabel bilar
11 ≥ 0,7k : banyaknya butir soal M : skor rata-rata
Vt : varians total
Reliabelitas yang didapatkan sebesar 0,70 yang termasuk kedalam kriteria reliabelitas tinggi. Perhitungan reliabilitas yang selengkapnya terdapat dalam Lampiran 11 halaman 175-176.
c. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi
simbol P (p kapital), singkatan dari kata “proporsi”.
Rumus mencari P adalah:
JS B IK
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
Kriteria tingkat kesukaran soal uji coba instrumen disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Kriterian Tingkat Kesukaran Soal
Interval Indeks
Kesukaran Kriteria 0,00-0,30
0,31-0,70 0,71-1,00
Sukar Sedang Mudah
Berdasarkan analisis tingkat kesukaran soal dapat dikategorikan dalam beberapa kriteria, yang termasuk kriteria sukar adalah nomor 5, 7, 8, 10, 11, 13, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 33, 35, 37, 39, 41, dan 49. Butir soal yang termasuk kriteria sedang terdapat pada nomor 1, 3, 4, 15, 19, 28,30, 31, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 43, dan 44. Untuk soal yang tergolong mudah yaitu nomor 12, 27, dan 46. Perhitungan lebih lengkap mengenai tingkat kesukaran dapat di lihat pada Lampiran 11 halaman 175-176.
d. Daya Beda
Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya data pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Daya pembeda dinyatakan dalam rumus:
D = − Keterangan:
Ja : banyaknya peserta kelompok atas Jb : banyaknya peserta kelompok bawah
Ba :banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
[image:58.595.231.447.155.226.2]Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Soal uji Coba Instrumen Interval Indeks Daya Kriteria
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
3.7.2.2 Analisis Soal Pemecahan Masalah
Analisis instrumen soal ini digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Soal yang diterapkan berbentuk essay sesuai indikator ketercapain kompetensi dasar yang bervisi pada indikator kemampuan pemecahan masalah.
a. Validitas Butir Soal
Instrumen dapat dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur dan mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pada penelitian ini, untuk mengetahui validitas butir soal, digunakan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.
= ∑ − ∑ ∑
√{ ∑ − ∑ }{ ∑ − ∑ }
Keterangan: : Koefisien korelasi antara X dan Y N : Banyaknya subjek/peserta didik
yang diteliti
∑ : Jumlah skor tiap butir soal ∑ Y : Jumlah skor total
∑ : Jumlah kuadrat skor butir soal ∑ : Jumlah kuadrat skor total
soal didapat kevalidan secara berturut-turut yaitu 0,66; 0,66; 0,77; 0,52; dan 0,60. Perhitungan kevalidan uji soal uraian terdapat pada Lampiran 12 halaman 177.
b. Reliabilitas
Suatu instrumen tes dapat dikatakan baik apabila instrumen tersebut dapat digunakan berulang kali dengan syarat saat pengukuran tidak berubah serta memberikan hasil tes yang sama. Reliabilitas instrumen tes pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha karena tes berupa soal uraian atau essay. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen tes adalah :
= [ − ][ −Ʃ�� ]
Varians :
� =Ʃ − Ʃ
� =Ʃ − Ʃ
Ʃ� = � + � + ⋯ … … … . +��
Keterangan :
r11 : reliabilitas tes, instrumen reliabel bila r11 ≥ 0,7 k : banyaknya butir pertanyaan atau butir soal
Ʃ� : jumlah varians butir
� : varians total
(Ʃx)2 : kuadrat jumlah skor item
(Ʃy)2 : kuadrat jumlah skor total
N : banyaknya subjek pengikut tes
Kriteria pengujian tes yaitu setelah didapat harga r11 dan harga r11
tersebut ≥ 0,7, maka soal tersebut reliabel. Setelah melakukan analisis data butir soal diperoleh harga reliabilitas sebesar 0,80. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 12 halaman 177.
c. Tingkat Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu disebut indeks kesukaran (difficult index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan tingkat kesukaran soal.
0,00 1,00
Sukar Mudah
Rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaran soal adalah:
� � � = − � � � �
(Arifin, 2012) Untuk menginterpolasikan tingkat kesukaran soal digunakan tolak ukur sebagai berikut:
Kriteria:
TK = 0,00 – 0,30 (Item sukar) TK = 0,31 – 0,70 (Item sedang) TK = 0,71 – 1,00 (Item mudah)
Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran dan Kriteria Soal Kemampuan Pemecahan Masalah
Nomor 1 2 3 4 5
Tingkat
Kesukaran 0,30 0,38 0,48 0,48 0,43 Kriteria Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
d. Daya Beda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang pandai (kurang/tidak menguasai materi). Logikanya adalah peserta didik yang pandai tentu akan lebih mampu menjawab dibandingkan dengan peserta didik yang kurang pandai (Arifin, 2012).
Rumus untuk menentukan daya pembeda pada butir soal uraian adalah:
�� = � � − � �
(Arifin, 2012) Keterangan:
DP = daya pembeda
Mean KA = rata-rata kelompok atas
Mean KB = rata-rata kelompok bawah Skor Maks = skor maksimum
Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda
Daya Pembeda Keterangan
≥ 0,40 Sangat baik
0,30 - 0,39 Baik
0,20 – 0,29 Cukup, soal perlu perbaikan
≤ 0,19 Kurang baik, soal harus
dibuang
[image:62.595.214.508.417.695.2]pada angka 0,41 dengan kriterian sangat baik. Sehingga dengan kriteria ini soal uraian dapat digunakan dalam penelitian. Perhitungan selengkapnya mengenai daya pembeda uji soal uraian terdapat pada Lampiran 12 halaman 177.
3.7.2.3 Analisis Lembar Observasi
Penilaian aspek psikomotorik dan afektif merupakan instrumen non tes, pada kedua aspek tersebut diukur dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini disusun dengan memuat indikator-indikator terkait keterampilan pada kurikulum yang berlaku. Tahap selanjutnya diukur validitas dan reliabilitas pada tiap aspekya sama dengan langkah sebagai berikut : a. Validitas Lembar Observasi
Lembar observasi akan dikatakan valid apabila validitas isi telah divalidasi oleh pakar menggunakan lembar validasi, (Mardapi, 2008).
b. Reliabilitas Lembar Observasi
Lembar observasi akan reliable jika r11 ≥ 0,70 menggunakan rumus
inter raters reliability:
= � +� − ��− ��
Keterangan:
r11 = reliabilitas ≥ 0,70
Vp = varian persons/responden/testee Ve = varian eror
k = jumlah rater/observer (Mardapi, 2008)
peserta didik diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,75 perhitungan reliabilitas ini terdapat pada Lampiran 35 halaman 202. Kedua adalah lembar observasi untuk mengukur ketercapaian aspek keterampilan atau psikomotorik peserta didik dalam analisisnya diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,71 untuk perhitungan selengkapnya mengenai reliabilitas lembar observasi psikomotorik ini dapat dilihat pada Lampiran 37 halaman 205.
3.7.2.4 Analisis Lembar Angket
Analisis lembar angket ini digunakan untuk mengetahui dan atau mengukur tingkat respon dan minat peserta didik terhadap pembelajaran dengan penerapan group investigation dalam model PBL pada materi Redoks. Tiap aspek dari pembelajaran kimia dengan menerapkan metode group investigation dianalisis untuk mengetahui rata-rata nilai tiap indikator dalam kelas eksperimen. Dalam menganalisis data yang berasal dari angket bergradasi atau berperingkat satu sampai dengan lima, peneliti menyimpulkan makna setiap alternatif sebagai berikut:
1) “Sangat setuju” menunjukkan gradasi paling tinggi. Untuk kondisi tersebut diberi nilai 5
2) “Setuju”, menunjukkan peringkat lebih rendah dibandingkan dengan kata
“Sangat”. Oleh karena itu kondisi tersebut diberi nilai 4 3) “Biasa Saja”, karena berada dibawah “Setuju”, diberi nilai 3
Besarnya presentase tanggapan peserta didik dihitung dengan rumus:
responden Jumlah
nilai Jumlah aspek
tiap nilai rata
-Rata
Tiap aspek dalam penilaian angket dapat dikategorikan sangat tinggi jika rata-rata nilai 3,4 – 4,0, kategori tinggi jika rata-rata nilai 2,8 – 3,4, kategori sedang jika rata-rata nilai 2,2 – 2,8, kategori rendah jika rata-rata nilai 1,6 – 2,2, dan kategori sangat rendah jika rata-rata nilai 1,0 – 1,6
a. Validitas Lembar Angket
Angket akan dikatakan valid apabila validasi isi dilakukan oleh pakar dan dikatakan valid menggunakan lembar validasi angket, (Mardapi, 2008).
b. Reliabilitas Angket
Reliabilitas angket dapat dihitung menggunakan rumus α-Cronbach
sebagai berikut:
= − { −∑ � }
Keterangan:
r11 = reliabilitas, instrument reliabel bila r11 ≥ 0,7 n = jumlah soal
Si2 = varian butir soal St2 = varian total
(Mardapi, 2008)
3.7.3 Analisis Data Akhir 3.7.3.1 Uji Normalitas Data
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis. Rumus yang digunakan untuk menguju kenormalan data ini adalah dengan Chi-Kuadrat.
� = ∑ O − EE
=
Keterangan:
χ2 = Chi kuadrat
Oi = Frekuensi hasil pengamatan Ei = Frekuensi harapan
k = Banyaknya kelas interval
Kriteria : Tolak Ho jika χ2 data ≥ χ2 (0,95)(k-3) atau χ2 dengan taraf konfidensi 0,95 derajat kebebasan k-3. Ho diterima artinya data yang diuji berdistribusi normal (Sudjana, 2005).
3.7.3.2 Uji Kesamaan Dua Varian
Uji kesamaan dua varians bertujuan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai tingkat varians yang sama (homogenitas sama) atau tidak. Uji kesamaan dua varians bertujuan pula untuk menentukan rumus t-test yang digunakan dalam uji hipotesis akhir.
Rumus yang digunakan adalah:
� =� �� � � � � � �
Kriteria pengujiannya adalah:
3.7.3.3. Uji Average Normalized Gain <g>
Uji ini dilakukan untuk menguji peningkatan hasil belajar kognitif peserta didik berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dengan menggunakan rumus N-gain.
− � � = �� −− � � � �
Kategori peningkatannya adalah sebagai berikut : g ti