• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. HASIL PENELITIAN 1.Data Penelitian

3. Uji Hipotesis Hubungan

Uji hipotesis hubungan dilakukan dengan menggunakan program

SPSS for windows 22.00. Berdasarkan uji asumsi normalitas dan

linearitas diperoleh data yang tidak normal dan linear, oleh sebab itu digunakan uji hipotesis non-parametrik yakni uji hipotesis korelasi Spearman’s rho. Hasil analisis dari variabel kematangan emosi dan kesetiaan perkawinan menunjukkan skor korelasi 0,647. Hasil tersebut

ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Kesetia an Perkawi nan * Kemata ngan Emosi Betw een Grou ps (Combined) 8906,084 29 307,106 8,803 ,000 Linearity 7705,446 1 7705,446 220,870 ,000 Deviation from Linearity 1200,638 28 42,880 1,229 ,226 Within Groups 3558,461 102 34,887 Total 12464,545 131

menunjukkan bahwa hipotesis ada hubungan positif dan signifikan antara kematangan emosi dengan kesetiaan perkawinan dinyatakan diterima.

Tabel 11 Hasil Uji Korelasi

Koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil kuadrat koefisien korelasi adalah 0,618. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas penelitian ini yaitu kematangan emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 61,8% terhadap variabel terikat yaitu kesetiaan perkawinan.

Tabel 15

Hasil Kuadrat Koefisien Korelasi

Correlations Kematangan_E mosi Kesetiaan_Per kawinan Spearman's rho Kematang an_Emosi Correlation Coefficient 1,000 ,647 ** Sig. (1-tailed) . ,000 N 132 132 Kesetiaan _Perkawin an Correlation Coefficient ,647 ** 1,000 Sig. (1-tailed) ,000 . N 132 132

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

R R Squared Eta Eta Squared

Kesetiaan_Perkawinan *

E. PEMBAHASAN

Deskripsi data penelitian menunjukkan skor rata-rata subjek penelitian variabel kematangan emosi yaitu mean teoritik sebesar 70 dan mean empirik sebesar 87,05. Pada variabel kesetiaan perkawinan diperoleh mean teoritik 87,5 dan mean empirik sebesar 111,59.

Berdasarkan hasil uji asumsi normalitas dan linearitas, diperoleh bahwa data yang dihasilkan adalah data yang tidak normal dan linear. Data yang tidak normal merupakan data yang memiliki penyebaran tidak normal, hal ini disebabkan karena sampel yang diambil oleh peneliti kurang dapat mewakili populasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor subjek yang cenderung didominasi beragama katholik yakni sebesar 65,15% atau sebanyak 86 subjek. Serta faktor responden yang mayoritas berada dalam usia perkawinan tengah 11-30 tahun, yakni sebanyak 90 responden atau sebesar 68,18%. Hasil data yang tidak normal, dan data yang linear tersebut dapat dilanjutkan pengujian hipotesis dengan menggunakan data non parametric. Data non parametrik memiliki kelemahan yakni hasil analisis tidak dapat di generalisirkan untuk kelompok yang lebih luas. Atau dapat dikatakan bahwa hasil analisis data yang diperoleh hanya dapat memahami karakteristik atau kondisi yang terjadi pada penelitian ini saja.

Berdasarkan hasil uji hipotesis korelasi dengan menggunakan Product

Moment Spearman's rho, menunjukkan bahwa hipotesis ada hubungan yang

positif antara kematangan emosi dengan kesetiaan perkawinan diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan emosi

semakin tinggi pula kesetiaan perkawinannya. Penyataan tersebut dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi (r) antara kematangan emosi dengan kesetiaan perkawinan yaitu 0,647 pada taraf signifikansi 0,000 (p<0,05), yang dapat diartikan bahwa kedua variabel berkorelasi positif.

Hubungan tersebut sesuai dengan pernyataan Allport, dimana individu yang memiliki kematangan, ia akan memiliki kecenderungan untuk berperilaku menyimpang yang lebih kecil, atau dapat dikatakan berperilakuan baik yang cenderung lebih besar (dalam Schultz, 2003). Salah satu perilaku yang baik dalam hubungan suami isteri yakni menunjukkan beberapa hal yang masuk dalam kategori kesetiaan seperti saling menghormati, menerima pasangan, memberikan kasih sayang, menempatkan pasangannya diatas orang lain, berpegang teguh pada janjinya, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, dan terlibat secara fisik dan emosional hanya kepada pasangannya yang sah.

Dalam penelitian ini variabel bebas kematangan emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 61,8 % terhadap variabel terikat yaitu kesetiaan perkawinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Walgito (2000), yang menjelaskan salah satu faktor kesetiaan pada pasangan suami isteri adalah kematangan emosi. Dalam ikatan perkawinan pasangan suami isteri dituntut untuk memiliki kematangan emosi dan pikiran, agar pasangan suami isteri dapat melihat persoalan yang mungkin akan dan sedang terjadi dalam rumah tangga secara objektif antara emosi dan pikiran.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa individu dengan kematangan emosi tinggi, ia akan memiliki emosi yang stabil dan tidak bersifat impulsif.

Individu tersebut akan dapat mengontrol emosinya dan mengekspresikan emosi dengan tepat yang dapat diterima pasangannya dengan baik (Walgito, 2004). Individu yang memiliki emosi dengan kematangan tinggi memiliki ciri tidak mudah tersinggung dan mampu menerima kritikan dan masukan dari orang lain (Finkelor, 2004). Saat individu memiliki kematangan emosi, ia cenderung mampu mengakui kesalahan yang telah ia perbuat dan mengakui kekurangan dari dalam dirinya. Sehingga, apabila pasangan menegur ia tidak akan berkecil hati dan marah melainkan menerima masukan dan mempertimbangkan dengan akal sehat untuk memperbaikinya. Hal lain yang menunjukkan bahwa individu memiliki kematangan emosi tinggi adalah individu tersebut memiliki tanggung jawab yang baik, serta memiliki kemampuan untuk menerima konsekuensi dari perilakunya (Khairani, 2013). Individu yang bertanggung jawab, akan menepati janji atau komitmen yang telah dikatakan dan disepakati serta dipercayakan pada pasangannya. Ia juga mampu dan berani menerima segala konsekuensi atas perbuatan yang ia lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa individu itu setia dengan bertanggung jawab atas semua perbuatan yang ia ucapkan dan lakukan.

Peneliti kurang mampu mengontrol beberapa faktor lain sebesar 38,2 %. Faktor lain yang dapat dimungkinkan dapat mempengaruhi kesetiaan perkawinan pasangan suami isteri antara lain, faktor lingkungan. Individu yang tinggal dalam lingkungan dengan kondisi yang selalu menghargai orang lain, mampu menerima setiap perbedaan dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan membantu individu dalam menghadapi

permasalahannya dengan penuh pengertian. Oleh sebab itu, lingkungan akan memberikan kontribusi dalam membentuk individu sehingga memiliki emosi yang semakin matang. Dalam konteks perkawinan, pasangan suami isteri yang tinggal dalam keluarga dengan kondisi yang selalu menghargai pasangan, mampu menerima setiap perbedaan dan mampu menyesuaikan diri dengan pasangannya akan membantu suami dan isteri dalam menghadapi permasalahan rumah tangganya dengan penuh pengertian. Dengan demikian keadaan relasi dalam rumah tangga khususnya hubungan suami isteri akan memberikan kontribusi dalam membentuk diri dan pasangan.

Faktor lainnya yang dapat dimungkinkan dapat mempengaruhi kesetiaan perkawinan pasangan suami isteri yang tidak mampu dikontrol oleh peneliti antara lain faktor pengalaman. Pengalaman individu yang memberikan pelajaran dan masukan dalam kehidupannya. Pelajaran yang baik akan dikembangkan untuk mengontrol dan mengelola emosi. Sedangkan pengalaman yang buruk dijadikan pelajaran agar tidak terulang lagi. Semakin banyak pengalaman diri individu, maupun pengalaman orang lain akan dapat membentuk emosi individu menjadi semakin matang. Dalam kehidupan perkawinan faktor pengalaman dari diri sebagai isteri maupun suami akan menjadikan pelajaran yang baik yang dapat di kembangkan untuk mengontrol dan mengelola emosi (Meichati, 1987).

61

BAB V

Dokumen terkait