• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3.1 Member Check Partisipan 1

Member Check dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2011 yaitu di rumah partisipan. Peneliti membawa video rekaman berupa kamera dan didengar oleh partisipan. Tetapi ada sedikit hasil wawancara yang dikoreksi oleh partisipan bahwa Desa Pondok ini sebenarnya sudah bukan merupakan daerah yang terpencil lagi menurut dinas kesehatan. Karena dari segi

kesehatan sendiri pelayanan kesehatan itu sudah bisa dijangkau. Selanjutnya partisipan setuju dengan data-data yang sudah diberikan oleh partisipan.

4.3.2 Member Check Partisipan 2

Member Check pada partisipan 2 dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2012. Peneliti juga membawa video rekaman berupa kamera yang diperlihatkan pada partisipan. Partisipan setuju dengan data-data yang diberikan kepada peneliti. Partisipan memberi himbauan kepada peneliti agar bisa mewancarai warga lain sehingga bisa membandingkan jawaban partisipan dengan warga yang lain.

4.3.3 Member Check Partisipan 3

Member Check pada partisipan 3 dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2012 di rumah partisipan. Peneliti juga membawa hasil rekaman untuk diperlihatkan dan didengar, agar dikoreksi oleh partisipan. Partisipan setuju dengan data-data yang diberikan kepada peneliti dengan memberikan tambahan informasi berhubungan dengan Desa Pondok.

4.4 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku kesehatan terhadap penyakit malaria pada masyarakat

di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah. Menurut Sunaryo, 2004 ada beberapa aspek-aspek dalam perilaku kesehatan yaitu perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promosition behavior), perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), perilaku pencarian pengobatan kesehatan (health seeking behavior), perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior).

Dari hasil analisis dapat dilihat dan diketahui bahwa perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yang didapatkan dari partisipan adalah dengan melakukan upaya-upaya untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dan memelihara kesehatan agar tidak menderita sakit. Dari ketiga partisipan, memiliki upaya-upaya yang hampir sama yaitu mandi 2x kali sehari, peralatan makan dan minum harus bersih, menjaga tampungan air selalu tertutup, merebus air dan tidak menggunakan air sungai pada saat hujan memisahkan orang yang sakit tidak boleh menggunakan barang-barang yang sama seperti handuk dan sabun. Dengan menerapkan beberapa upaya tersebut, penyakit malaria tidak mungkin terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo yang menyebutkan bahwa perilaku peningkatan dan pemeliharaan perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

optimal serta memelihara kesehatan agar tidak sakit (Sunaryo, 2004).

Selanjutnya diketahui juga bahwa dalam mencegah penyakit malaria merupakan perilaku pencegahan penyakit agar tidak sakit. Jadi dari ketiga partisipan ini upaya pertama yang perlu dilakukan untuk mencegah penyakit malaria adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan. Dari partisipan 1 menyebutkan dalam mencegah penyakit perlu menyiapkan kelambu, obat nyamuk, tidur sendiri agar tidak tertular penyakit malaria. Sedangkan dari partisipan 2 menjaga halaman rumah terhindar dari kotoran, menggunakan baju panjang sehingga nyamuk tidak mudah menggigit manusia, tidak ada tempat tergenangnya air supaya nyamuk-nyamuk malaria tidak berkembangbiak, membersihkan tempat-tempat yang gelap supaya nyamuk tidak bersarang dan populasi nyamuk jadi berkurang, selain itu menggunakan kelambu. Selanjutnya dari partisipan 3 menyebutkan bahwa dalam mencegah penyakit malaria perlu memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, memiliki WC sehingga tidak membuang kotoran di mana-mana, dan tidak mengikat hewan di bawah kolong rumah. Beberapa upaya pencegahan penyakit tersebut berhubungan dengan pendapat Notoatmodjo bahwa perilaku pencegahan merupakan perilaku pencegahan agar

tidak sakit. Misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya, juga termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain (Notoatmodjo, 2003).

Selain itu ketika seseorang menderita sakit ada upaya untuk mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan merupakan upaya mencari pengobatan agar bisa sembuh dari penyakit. Dari ketiga partisipan ini ketika menderita sakit malaria tindakan awal atau pertolongan pertama yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan ramuan tradisional berupa daun sambiloto, daun pepaya, daun pare, biji mahoni dan obat-obat tradisional lainnya. Obat-obat tersebut diproses sehingga menghasilkan ramuan yang dapat digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala malaria. Menurut partisipan 1 dan partisipan 3 penggunaan ramuan tradisional hanya digunakan untuk mengurangi gejala malaria saja. Apabila dalam beberapa hari tidak ada perubahan, langsung berobat ke rumah sakit atau Puskesmas. Kadang sering ke Polindes juga tetapi petugas kesehatan selalu tidak ada di tempat. Jadi harus langsung berobat ke rumah sakit pemerintah atau ke Puskesmas Lawonda dan Puskesmas Anakalang. Berbeda dengan partisipan 2, obat tradisional sangat dipercaya dapat menyembuhkan penyakit malaria.

Sehingga partisipan jarang sekali berobat ke rumah sakit atau Puskesmas. Partisipan 2 mengatakan obat tradisional sangat berbeda dengan obat medis. Kalau obat medis selalu membuatnya lemah, mual, dan terkadang muntah. Jadi ketika partisipan 2 merasakan gejala malaria langsung menggunakan ramuan tradisional. Tetapi untuk menjangkau layanan kesehatan dalam mencari pengobatan partisipan juga mengalami kesulitan karena beberapa hambatan seperti kesulitan transportasi, keterbatasan ekonomi, kurangnya pengetahuan. Sehingga partisipan kesulitan untuk mendapatkan pengobatan yang maksimal.

Adapun beberapa obat tradisional yang digunakan oleh partisipan 1, partisipan 2 dan partisipan 3 adalah daun sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Obat tradisional yang digunakan partisipan ketika menderita malaria yaitu dengan menggunakan daun sambiloto. Obat tradisional tersebut dipercaya dapat mengurangi gejala malaria seperti demam. Sambiloto merupakan tanaman kecil yang bercabang-cabang dengan ketinggian mencapai 90 cm dengan batang dan cabang berbentuk persegi empat. Daun kecil-kecil, berbentuk lanset, pangkal rata, permukaan berwarna hijau tua, tetapi tidak bergerigi, bunga berwarna putih kekuningan dan bertangkai. Buah berbentuk jorong kecil, bila tua akan pecah

menjadi 4 keping. Tanaman sambiloto dapat memproduksi senyawa sesquiterpen yang terkumpul menjadi diterpenoid, tetapi pada budidaya jaringan hanya menghasilkan 3 sesquiterpen yang disebut panisulid A, B dan C Sambiloto mengandung beberapa senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh seperti andrographolid, neo andrographolid, homoandrographolid, andrographin, paniculid A, B, dan C, paniculin, kalmagenin, dan senyawa kalium (Mursito, 2002).

Sambiloto dipilih sebagai obat alternatif. Bagian yang digunakan adalah daunnya. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan penyakitnya. Penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia) (Umar Zein, 2005).

Selain itu partisipan juga menggunakan biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacg) sebagai ramuan tradisional. Biji mahoni juga digunakan sebagai obat tradisional. Karena rasanya yang pahit dipercaya dapat mengurangi gejala malaria. Biji mahoni mengandung senyawa saponin dan flavonoida yang berguna untuk mengobati tekanan darah tinggi (Hipertensi), kencing manis (Diabetes mellitus), kurang napsu makan, rematik, demam, masuk angin dan eczema.

(http://kiathidupsehat.com/manfaat-biji-mahoni-senagai-obat-herbal/). Selain itu, menurut pengobatan Cina, tanaman ini memiliki sifat pahit, dingin, antipiretik (penurun panas), antijamur dan paling terkenal biji mahoni adalah untuk pengobatan malaria.

(http://unibio-center.blogspot.com/2011/11/berbagai-manfaat-bijimahoni-dan efek.html).

Selanjutnya obat tradisional lain yang digunakan adalah daun pepaya (Carica papaya. L). Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, buah dan akar. Daun, buah muda dan akar, mengandung senyawa caricaksatin, violaksantin, papain dan alkaloid karpain. Buah masak banyak mengandung vitamin. Daun muda dapat digunakan pada pengobatan penyakit demam, penambah nafsu makan, keputihan, jerawat, memperlancar haid dan air susu, penyakit jengkolan, serta sakit gigi (Mursito, 2002). Ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo, Soekidjo 2003 bahwa perilaku kesehatan merupakan upaya pencarian pengobatan, misalnya usaha-usaha untuk mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, rumah sakit dan sebagainya) maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, tabib dan paranormal). Hal ini juga diungkapkan oleh

Notoatmodjo Soekidjo, 2003 bahwa perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan. Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

Setelah sembuh dari sakit ada upaya-upaya pemulihan kesehatan yang dilakukan agar tidak menderita sakit malaria. Upaya-upaya yang disebutkan oleh partisipan 1, partisipan 2 dan partisipan 3 hampir sama yaitu yang pertama air harus bersih dan dimasak, nasi yang dimakan harus dihabiskan, dan makan-makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, habis obat langsung memeriksakan diri ke Rumah Sakit atau puskesmas. Dari beberapa upaya yang disebutkan oleh ketiga partsipan bertujuan untuk menghindari terkena penyakit malaria. Selain itu menerapkan apa yang menjadi anjuran dari tenaga kesehatan baik itu dokter, perawat, maupun bidan. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sunaryo, 2004 bahwa dalam meningkatkan perilaku pemulihan kesehatan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk untuk pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit, misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dari empat aspek perilaku kesehatan yang dilakukan oleh partisipan 1, partisipan 2, dan partisipan 3 dipengaruhi oleh beberapa faktor juga seperti respons internal (dari dalam diri) yaitu kurangnya kesadaran dari masing-masing pribadi dalam meningkatkan perilaku hidup sehat maupun eksternal (dari luar dirinya) yaitu kurangnya himbauan dan kerja sama yang baik dengan warga setempat dalam memelihara kesehatan. Karena apabila dalam diri partisipan sendiri tidak ada kesadaran dalam upaya menjaga pola hidup sehat, maka dengan sangat mudah memunculkan terjadinya penyakit malaria. Selain itu tidak luput juga dari pengaruh lingkungan. Lingkungan yang kurang bersih, kurang terawat, juga mempunyai pengaruh tinggi terjadinya penyakit malaria. Karena lingkungan tempat tinggal partisipan juga berdekatan dengan sungai, hutan dan persawahan. Sehingga memungkinkan tingginya populasi nyamuk malaria.

Selain beberapa faktor tersebut di atas ada juga hal-hal lain yang menjadi masalah meningkatnya malaria di Desa Pondok seperti terbatasnya transportasi sehingga apabila ada salah satu anggota keluarga yang menderita malaria dibiarkan begitu saja dan memudahkan menularnya penyakit malaria pada orang yang sehat, terbatasnya ekonomi mempengaruhi

partisipan kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang optimal, tingkat pengetahuan yang masih minim sehingga untuk mengetahui sumber terjadinya malaria masih sulit. Ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh (Budiharto, 2009), bahwa perilaku kesehatan juga di pengaruhi oleh beberapa hal seperti fasilitas kesehatan, uang, waktu, tenaga, jarak ke fasilitas kesehatan akan berpengaruh positif dan negatif terhadap perilaku kesehatan seseorang.

Dokumen terkait