Uji perbedaan (komparasi) merupakan pengujian yang dilakukan untuk
menganalisis perbedaan diantara dua kelompok atau lebih (Kriyantono,
2008:183). Melalui pengujian ini, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
perbedaan antara sikap KPA dan bendahara akibat terpaan pemberitaan kasus
Sesuai dengan jenis data dan skala yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu skala ordinal dan responden tidak berpasangan (independen), maka jenis uji
statistik yang digunakan adalah Mann-Witney U Test (Siregar, 2012:177). Adapun
hipotesis untuk uji perbedaan ini adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan hubungan antara pemberitaan kasus TPK dengan
sikap KPA dan Bendahara dalam pengelolaan keuangan daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
H1: Terdapat perbedaan hubungan antara pemberitaan kasus TPK dengan sikap
KPA dan Bendahara dalam pengelolaan keuangan daerah di lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perhitungan uji perbedaan dengan rumus Mann Witney U Test dilakukan
dengan bantuan aplikasi SPSS versi 19.0. Hasil perhitungan ditunjukkan pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.4.2
Hasil uji beda antara Pemberitaan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Media Massa terhadap Sikap KPA dan Bendahara dalam pengelolaan keuangan
daerah
Mann-Whitney Test
Ranks
Jabatan N Mean Rank Sum of Ranks
Total skor KPA 59 37.50 2212.50 Bendahara 17 41.97 713.50 Total 76 Test Statisticsa Total skor Mann-Whitney U 442.500 Wilcoxon W 2212.500 Z -.738
Asymp. Sig. (2-tailed) .461 a. Grouping Variable: Jabatan
Hasil perhitungan uji beda tersebut menunjukkan bahwa Sig Z hitung adalah
sebesar 0.461. Nilai tersebut lebih besar (>) dari 0,05, dengan demikian H0
diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antar hubungan
pemberitaan kasus TPK di media massa terhadap sikap KPA maupun bendahara.
Dengan kata lain, baik KPA maupun bendahara memiliki sikap yang identik
dalam pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan pemberitaan kasus TPK di
media massa.
Untuk memberikan perspektif lain mengenai hubungan pemberitaan kasus
TPK dengan sikap KPA dan bendahara, peneliti juga membandingkan nilai
koefisien korelasi (rho) dari masing-masing kelompok responden. Perhitungan
koefisien korelasi (rho) antara pemberitaan kasus TPK di media massa terhadap
sikap KPA maupun bendahara, disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.4.3
Hasil uji korelasi antara pemberitaan kasus tindak pidana korupsi di media massa terhadap sikap KPA dalam pengelolaan keuangan daerah
Correlations
Pemberitaan kasus TPK di media massa
Sikap KPA
Spearman's rho Variabel X Correlation Coefficient 1.000 .591** Sig. (2-tailed) . .000
N 59 59
Variabel Y Correlation Coefficient .591** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 .
N 59 59
Tabel 4.4.4
Hasil uji korelasi antara pemberitaan kasus tindak pidana korupsi di media massa terhadap sikap Bendahara dalam pengelolaan keuangan daerah
Correlations Pemberitaan kasus TPK di media massa Sikap Bendahara
Spearman's rho Variabel X Correlation Coefficient 1.000 .282
Sig. (2-tailed) . .272
N 17 17
Variabel Y Correlation Coefficient .282 1.000
Sig. (2-tailed) .272 .
N 17 17
Dari kedua perhitungan koefisien korelasi (rho) diatas dapat diketahui
beberapa hal, sebagai berikut:
a. Koefisien korelasi sikap KPA adalah sebesar 0.591 dan sikap bendahara
sebesar 0.282. Kedua koefisien tersebut sama-sama memiliki nilai positif (+),
artinya variabel X yaitu pemberitaan kasus TPK di media massa memiliki
hubungan yang searah dengan variabel Y yaitu sikap dalam KPA maupun
bendahara.
b. Kekuatan hubungan antara pemberitaan kasus TPK di media massa terhadap
sikap KPA dalam pengelolaan keuangan daerah sebesar 0.591 berada pada
taraf “cukup”. Sementara terhadap sikap bendahara sebesar 0.282 pada taraf yang lebih rendah yaitu “lemah”.
c. Nilai Sig (p) pada sikap KPA adalah sebesar 0.000 < 0,01 berarti hubungan
variabel sangat signifikan, sementara nilai Sig (p) pada sikap bendahara
sebesar 0.272 > 0,05 berarti hubungan variabel tidak signifikan.
Hasil uji tabel tunggal, tabel silang, korelasi maupun uji perbedaan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberitaan kasus
TPK terhadap sikap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan bendahara dalam
pengelolaan keuangan daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,
dimana taraf kekuatan hubungannya adalah ‘cukup’.
Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini sejalan dengan model SOR yang
yang menyatakan bahwa efek merupakan reaksi terhadap situasi tertentu. Dalam
penelitian ini, efek adalah hubungan ataupun pengaruh yang timbul atau dirasakan
oleh responden, sementara situasi tertentu adalah kondisi dimana responden
menerima terpaan pemberitaan kasus TPK dari media massa. Sejalan dengan
model tersebut, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan (pengaruh) yang
dirasakan oleh responden yaitu sikap dalam pengelolaan keuangan daerah sebagai
reaksi terhadap pemberitaan kasus TPK.
Model SOR mengasumsikan bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Asumsi ini memiliki makna, apabila suatu stimulus bertambah atau
berkurang kualitasnya, maka akan diikuti dengan pertambahan atau pengurangan
perubahan perilaku pada komunikan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil uji tabel
silang yang menunjukkan bahwa dari total 76 orang responden, 71,6%
diantaranya menyatakan dengan mengetahui banyak kasus TPK lewat media
Berkaitan dengan penggunaan media massa oleh responden, mengacu pada
delapan jenis media massa menurut Biagi (2010), melalui penelitian ini ditemukan
bahwa televisi merupakan media massa yang paling rutin digunakan oleh
responden dengan rata-rata penggunaan setiap hari dalam seminggu dengan
persentase sebesar 68%, diikuti oleh surat kabar = 61%, internet = 50%, radio =
24%, buku = 12%, majalah = 9%, film = 7% dan terakhir rekaman sebesar 4%.
Jenis media massa setelah televisi yang paling sering digunakan oleh
responden atau rata-rata digunakan 4 – 6 hari dalam seminggu adalah internet
sebesar 21%, disusul surat kabar = 20%, buku = 13%, radio = 8%, majalah = 7%,
rekaman = 4% dan terakhir film = 3%. Sementara media massa yang rata-rata
jarang atau bahkan tidak pernah digunakan dalam seminggu adalah rekaman =
84%, diikuti film = 55%, radio = 30%, majalah 29%, dan buku = 20%.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan responden
penelitian terhadap media massa sangat tinggi, dimana media massa telah menjadi
kebutuhan dan salah satu kegiatan rutin dari aktivitas keseharian responden. Hasil
ini sejalan dengan sebuah penelitian di Amerika Serikat (Biagi, 2010) yang
menemukan bahwa dalam sehari setiap orang dewasa menghabiskan waktu lebih
banyak dengan media daripada tanpa media.
Hasil lain dalam penelitian ini adalah pendapat responden mengenai tiga
jenis media massa yang paling sering digunakan sebagai sumber informasi
berkaitan dengan berita kasus TPK. Pada urutan pertama responden memilih
televisi dengan persentase sebesar 46%, disusul surat kabar = 41% dan internet =
8%. Pada urutan kedua, responden lebih banyak memilih surat kabar dengan
urutan ketiga, responden memilih internet dengan persentase sebesar 43%, disusul
televisi sebesar 20% dan radio sebesar 18%. Preferensi penggunaan media sebagai
sumber berita kasus TPK tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 5.1
Preferensi penggunaan media massa sumber berita kasus TPK
Berkaitan dengan pertanyaan tentang intensitas mengikuti berita-berita
kasus TPK yang terbaru (terkini), sebagian besar responden yaitu 79%
menyatakan mengikuti, 16% menyatakan selalu mengikuti, 5% menyatakan
jarang dan tidak terdapat responden yang memilih jawaban tidak pernah. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa baik KPA maupun bendahara memberikan
perhatian terhadap berita-berita terkini tentang kasus TPK yang ditunjukkan
dengan mayoritas mengikuti dan bahkan selalu mengikuti berita tersebut.
Berkaitan dengan pertanyaan tentang harapan memperoleh berita kasus
TPK secara mutakhir (up to date), sebagian besar responden yaitu 68%
menyatakan berharap, 21% bahkan menyatakan sangat berharap, 8% menyatakan
kurang berharap dan hanya 3% yang menyatakan tidak berharap.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Urutan 1 Urutan 2 urutan 3
Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor kekinian dari suatu berita
atau berkaitan dengan ketepatan waktu (timeline) menjadi pendorong bagi
responden untuk mengikuti berita kasus TPK. Hasil ini sejalan dengan tesis dari
Bond (dalam Suhandang, 2004) yang menyatakan bahwa salah satu faktor utama
sebuah berita dinyatakan bernilai tinggi dan dapat merangsang bangkitnya
perhatian orang banyak adalah unsur ketepatan waktu (timeline).
Penelitian ini menganalisis tanggapan responden mengikuti berita kasus
TPK yang terjadi dekat dengan tempat kerja. Hasilnya menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berpendapat bahwa berita kasus TPK yang terjadi dekat
dengan tempat kerja menarik perhatian mereka. Hal tersebut tercermin dari
mayoritas responden yaitu 68% menyatakan berita seperti itu menarik perhatian
mereka, 19% bahkan menyatakan sangat menarik, 13% menyatakan kurang
menarik dan tidak terdapat responden yang menyatakan tidak menarik.
Penelitian ini juga melihat bagaimana tanggapan responden mengenai berita
kasus TPK yang terjadi di lingkungan Pemda. Sebagai hasilnya diketahui
mayoritas reponden yaitu sebesar 71% menyatakan berpengaruh dan sangat
berpengaruh. Sisanya, masing-masing sebesar 20% dan 9% menyatakan kurang
dan tidak berpengaruh.
Menurut Bond (dalam Suhandang, 2004), kedekatan tempat kejadian
(proximity) juga merupakan faktor utama dari sebuah berita yang bernilai tinggi
dan dapat merangsang bangkitnya perhatian orang banyak. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa berita kasus TPK yang terjadi dekat dengan tempat
Salah satu fungsi dari media massa adalah memberikan informasi bagi
khalayak luas (to inform). Fungsi ini menurut ahli komunikasi Harold D. Lasswell
dikenal dengan fungsi pengawasan instrumental/instrumental surveillance
(Nurudin, 2013). Responden dalam penelitian ini berpendapat bahwa mereka
mengetahui atau mendapatkan informasi terkait berita kasus TPK juga melalui
media massa. Hal itu tercermin dari mayoritas responden yaitu sebesar 93%
menyatakan mengetahui berita kasus TPK melalui media massa dan hanya
sebagian kecil responden yaitu 7% yang menyatakan kurang mengetahui.
Informasi mengenai berbagai kasus TPK yang diterima oleh responden
menjadi sumber pengetahuan antara lain mengenai kasus yang sedang terjadi,
pelaku yang terlibat, modus yang digunakan, nilai kerugian yang timbul, dan lain
sebagainya. Informasi-informasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan atau
wawasan bagi responden yang merupakan bagian dari unsur kognitif yang
dimiliki responden. Menurut Liliweri (2011), unsur kognitif adalah salah satu
komponen dari pembentuk sikap manusia, dalam hal ini responden, termasuk
dalam rangka pengelolaan keuangan daerah.
Selain unsur kognitif, masih terdapat dua unsur lainnya pembentuk sikap
manusia yaitu unsur afektif dan konatif (Liliweri, 2011). Unsur afektif berkenaan
dengan perasaan, respek atau perhatian manusia terhadap objek tertentu seperti
ketakutan, kesukaan, atau kemarahan. Unsur ini berisi apa yang kita rasakan
mengenai suatu objek tertentu. Sementara unsur konatif berisi predisposisi
seseorang untuk bertindak terhadap suatu objek yaitu kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek, atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan
Hasil penelitian mengenai unsur afektif yang dimiliki responden berkaitan
dengan pengetahuan terhadap berbagai berita kasus TPK ditunjukkan pada
gambar berikut ini.
Gambar 5.2
Tanggapan responden terhadap maraknya berita kasus TPK di Indonesia
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (99%)
menyatakan prihatin terhadap maraknya berita kasus TPK yang terjadi di
Indonesia. Dari jumlah tersebut sebesar 52% diantaranya bahkan menyatakan
sangat prihatin. Unsur afektif yaitu perasaan prihatin yang dimiliki oleh
responden, merujuk pada tesis dari Liliweri (2011), akan menjadi pembentuk
sikap dari responden. Termasuk didalamnya dalam melaksanakan tugas, baik
sebagai KPA maupun bendahara di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara.
Hasil penelitian yang berhubungan dengan unsur konatif tercermin dari
tanggapan yang diberikan responden terhadap pertanyaan mengenai tindakan yang
diambil dalam menjalankan tugas setelah mengetahui berbagai berikut kasus TPK.
Seluruh responden (100%) menyatakan akan berhati-hati dan bahkan 54%
diantaranya menyatakan sangat berhati-hati. Hasil ini menunjukkan bahwa
responden, baik KPA dan bendahara di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera
52% 47%
1% 0%
Tanggapan melihat maraknya berita kasus TPK di Indonesia
Sangat prihatin Prihatin Kurang prihatin Tidak pengaruh
Utara memiliki konasi atau kecenderungan sikap untuk berhati-hati dalam
menjalankan tugas.
Berkaitan dengan tipologi efek media sebagaimana dianjurkan oleh Golding
(McQuail, 2011), yang merupakan perpaduan antara efek yang
diinginkan/direncanakan dengan jangka waktu, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terpaan pemberitaan kasus TPK di media massa menimbulkan dua
implikasi efek, yaitu efek yang direncanakan dan bersifat jangka pendek berupa
respon individual. Respon individual yang tampak melalui penelitian ini adalah
terpaan berita kasus TPK di media massa yang memengaruhi baik, pengetahuan,
perasaan (afeksi) dan perilaku KPA dan bendahara.
Efek lainnya adalah efek yang tidak direncanakan dan juga bersifat jangka
pendek. Efek ini berupa reaksi individu. Menurut Golding (McQuail, 2011), efek
ini merupakan tipe efek yang berkaitan dengan respons kuat emosional,
kebangkitan hasral seksual, dan reaksi terhadap ketakutan dan kekuatiran. Jika
dihubungkan dengan penelitian ini, efek ini terlihat dari timbulnya rasa takut
dalam diri KPA dan bendahara dalam menjalankan tugas setelah mengetahui
berbagai berita kasus TPK di media massa.
Hasil uji korelasi dalam penelitian ini adalah sebesar 0.529 dan nilai Sig
sebesar 0.000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pemberitaan kasus TPK di media massa terhadap sikap KPA dan bendahara dalam
pengelolaan keungan daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Angka keofisien korelasi sebesar 0.529 (positif) berarti bahwa hubungan antara
sikap KPA dan bendahara dalam pengelolaan keuangan daerah adalah searah.
Taraf kekuatan hubungan berada pada kategori cukup.
Berkaitan dengan perbandingan antara sikap KPA dan bendahara
sehubungan dengan pemberitaan berita kasus TPK di media massa diketahui tidak
terdapat perbedaan antara hubungan pemberitaan kasus TPK di media massa
terhadap sikap KPA maupun bendahara. Terpaan pemberitaan kasus TPK di
media massa mendorong timbulnya upaya dan komitmen yang sama, baik dari
KPA maupun bendahara yaitu untuk meningkatkan keahlian/kompetensi dan
bekerja secara jujur dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain, baik
KPA maupun bendahara memiliki sikap yang identik dalam pengelolaan
keuangan daerah.
Sikap yang dimiliki oleh KPA dan bendahara, menurut Liliweri (2011)
terdiri dari unsur kognitif yakni pengetahuan dan pemahaman akan berbagai hal
yang berkaitan dengan kasus TPK, seperti: kasus yang terjadi, modus operandi,
pelaku dan siapa yang terlibat, nilai kerugian negara/daerah yang timbul, dll.
Unsur afektif berupa perasaan prihatin melihat maraknya berbagai kasus TPK
yang terjadi di Indonesia dan perasaan takut dalam menjalankan tugas baik
sebagai KPA maupun sebagai bendahara. Terakhir, unsur konatif yaitu timbulnya
komitmen untuk meningkatkan keahlian dan kompetensi serta komitmen untuk
bekerja secara jujur.
Dibandingkan dengan empat penelitian sejenis terdahulu yang menjadi
referensi dalam penelitian ini, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari tiga
a. Penelitian oleh Ria Wuri Andary (2015). Hasil dari penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa penggunaan smartphone terhadap perilaku pelajar
SMA Negeri I Medan memiliki hubungan yang tinggi dan kuat, dengan
koefisien korelasi sebesar 0,883.
b. Penelitian oleh Yovita Sabarina Sitepu dan Emilia Ramadhani (2012). Hasil
dari penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat hubungan antara High
Fear Message dengan sikap pelajar SMU Immanuel dan SMU Harapan Medan dengan kategori sedang.
c. Dina Aktrissita Santoso (2010). Hasil dari penelitian tersebut menemukan
bahwa terpaan pemberitaan ledakan gas elpiji di televisi dengan sikap
khalayak memiliki hubungan yang positif, dimana hubungan yang terjadi
antara terpaan pemberitaan ledakan gas elpiji di televisi dengan sikap
khalayak sebesar 0,288.
Satu penelitian lainnya dengan hasil yang tidak sejalan dengan penelitian ini
adalah penelitian oleh Lydia Elton (2007). Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel berita
surat kabar mengenai kasus kecelakaan pesawat Adam Air terhadap persepsi
masyarakat pengguna jasa tranportasi udara di Surabaya. Hasil analisis korelasi
menunjukkan adanya korelasi negatif sebesar 0,021.
BAB VI