• Tidak ada hasil yang ditemukan

KarakteristikWilayah

Secara geografis kabupaten Cianjur terletak di tengah provinsi Jawa Barat, dengan jarak sekitar 65 km dari ibu kota provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km dari ibu kota negara (Jakarta) dan terletak diantara 6º21’-7º25’ Lintang Selatan dan 106º42’-107º25’ Bujur Timur. Kabupaten Cianjur yang luasnya 350.148 hektar, terdiri dari 32 kecamatan, 354 desa dan 6 kelurahan yang mencakup 2.746 rukun warga serta 10.384 rukun tetangga. Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 adalah 2,740,779 jiwa terdiri dari 1.412.454 laki-laki dan 1.328,325 perempuan.Sebanyak 63,90% penduduk terkonsentrasi di wilsuami utara dengan luas wilayah 30,78%, dan 19,09% mendiami berbagai kecamatan di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,45% dan sisanya sebanyak 17,01% berada di berbagai kecamatan di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,77% (ILLPD Kabupaten Cianjur 2011). Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara: Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

Sebelah Barat: Berbatasan denga wilayah Kabupaten Sukabumi Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Timur: Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut

Keadaan alam daerah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian sekitar 7-2.962 meter diatas permukaan laut. Secara geografis wilayah ini terbagi dalam 3 bagian, yaitu:

1. Cianjur bagian Utara: merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter, sebagian besar ini merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan persawahan.

2. Cianjur bagian Tengah: merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor inipun inipun merupakan daerah gempa bum, dataran lainnya terdiri dari areal perkebunan dan daerah persawahan.

3. Cianjur bagian Selatan: merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar

sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia, seperti halnya daerah Cianjur Bagian Tengah, bagian Selatanpun tanahnya labil dan sering terjadi longsor dan gempa bumi, disini terdapat pula areal untuk perkebunan dan persawahan tetapi tidak bagitu luas.

Kabupaten Cianjur secara geografis terbagi dalam tiga wilayah yaitu wilayah Utara, Tengah, dan Selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32 kecamatan dan 342 desa dan 6 kelurahan di kota Cianjur. Sebagai gambaran pemerintah kabupaten Cianjur dapat dikemukakan sebagai berikut;

1. Wilayah Selatan meliputi: Kecamatan Agrabinta, Kecamatan Leles, Kecamatan Sindang Barang, Kecamatan Cidaun, Kecamatan Naringgul, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cikadu

2. Wilayah Tengah meliputi: Kecamatan Tanggeung, Kecamatan Pasir Kuda, Kecamatan Pegelaran, Kecamatan Kadupandak, Kecamatan Cijati, Kecamatan Takokak, Kecamatan Sukanegara, Kecamatan Campaka, Kecamatan Campaka Mulya

3. Wilayah Utara meliputi: Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Haurwangi, Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cianjur, Kecamatan Warung Kondang, Kecamatan Gekbrog, Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Cipanas, Kecamatan Mande, Kecamatan Cikalongkulon, Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Sukaresmi

Karakteristik Keluarga Contoh

Karakteristik keluarga contoh pada penelitian ini adalah keragaan keluarga yang ditunjukkan oleh besar keluarga, usia orang tua contoh, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga. Berikut merupakan pembahasan dari masing-masing karakteristik.

Besar Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peranan masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman 1998). Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi konsumsi makanan. Penelitian yang bervariasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara ukuran rumah tangga dan prevalensi malnutrisi. Peningkatan jumlah anggota keluarga tanpa pendapatan yang cukup akan menimbulkan ketidakseimbangan distribusi makanan.

27

Menurut Hurlock (2004) besar keluarga dibagi menjadi 3 kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa besar keluarga contoh yang termasuk dalam kategori kecil (≤4 orang) sebanyak 46.5 %, kategori sedang (5-6 orang) sebanyak 40.6 %, dan besar keluarga yang termasuk dalam kategori besar (≥7) hanya sebesar 12.9 %. Data sebaran besar/jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 8 .

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

Kecil (≤4) 72 46.5

Sedang (5-6) 63 40.6

Besar (≥7) 20 12.9

Total 155 100

Usia Orang Tua

Usia orang tua contoh dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok menurut Papalia & Old (2008), yaitu remaja (13-19), dewasa muda (20-40), dewasa madya (41-65), dan dewasa tua (>65). Berdasarkan penelitian, sebagian besar usia ayah berada dalam rentang dewasa muda (20-40) sebanyak 47.4% dan dewasa madya (41-65) sebanyak 45.5 , sedangkan usia ayah yang tergolong dewasa tua (>65) hanya sebesar 1.9% saja, sisanya sebesar 5.1% tergolong cerai/meninggal. Sementara itu, mayoritas usia ibu termasuk pada kategori dewasa muda (20-40) dengan persentase sebesar 69.9%. Hanya sebagian kecil saja usia ibu yang termasuk dewasa tua (>65) sebesar 0.6% dan remaja akhir sebesar 1.9%. Data sebaran contoh menurut usia orang tua dapat dilihat dalam tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua

Kategori usia Ayah Ibu/Pengasuh

n % n % Remaja akhir (17-19) 0 0 3 1.9 Dewasa muda (20-40) 73 47.4 109 69.9 Dewasa Madya (41-65) 71 45.5 43 27.7 Dewasa Tua (>65) 3 1.9 1 0.6 Cerai/meninggal 8 5.1 0 0 Total 155 100 155 100

Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Tingkat pendidikan formal pada ibu rumah tangga berhubungan positif dengan peningkatan pola konsumsi keluarga. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, dimana tingkat pendidikan

yang cukup tinggi biasanya mempunyai kemampuan dalam menyusun ataupun pengadaan bahan makanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Menurut Sukandar (2007) orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah namun kandungan gizi tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehinggan kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Pendidikan Terakhir Ayah Ibu/Pengasuh

n % n % Tidak Sekolah 2 1.3 5 3.2 Tidak tamat SD 41 26.5 42 27.1 SD 81 52.3 94 60.6 SLTP 11 7.1 7 4.5 SLTA 8 5.2 4 2.6 D3/PT 4 2.6 3 1.9 Cerai/meninggal 8 5.2 0 0 Total 155 100 155 100

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar (52.3%) tingkat pendidikan ayah adalah SD, begitu pula dengan tingkat pendidikan ibu yang mayoritas (60.6%) adalah SD. Hanya sebagian kecil saja ayah dengan tingkat pendidikan D3/PT (2.6%) begitu juga dengan ibu (1.9%). Sebanyak 26.5% ayah contoh tidak tamat SD, dan sebanyak 27.1% ibu/pengasuh contoh tidak tamat SD. Sebanyak 5.2% ayah contoh yang bercerai atau meninggal sehingga tidak diketahui tingkat pendidikannya.

Tingkat pendidikan orang tua contoh yang rendah menyebabkan rendahnya pendapatan keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan yang dimiliki. Menurut Engel et al

(1994) bahwa pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua contoh pada penelitian ini sangat beragam terdiri dari petani, wiraswasta, buruh , PNS/ABRI, TKI/TKW, Ibu Rumah Tangga (IRT), tidak bekerja dan lainnya. Berdasarkan Engel et al. (1994), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Pekerjaan yang baik umumnya akan menghasillkan pendapatan yang tinggi pula sehingga akan mempengaruhi sosial ekonomi keluarga.

29

Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai buruh (52.9%) meliputi buruh tani, buruh bangunan dan buruh pabrik. Sebanyak 18.9% ayah contoh bekerja sebagai pekerjaan jenis lainnya, yaitu tukang ojeg, supir, ustadz dan mandor. Selain itu, terdapat 7.1% ayah contoh yang tidak bekerja. Ibu atau pengasuh contoh sebagian besar (71.6%) adalah IRT dan terdapat 16.8% contoh bekerja sebagai buruh. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua disajikan dalam tabel 11.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Pekerjaan Ayah Ibu/Pengasuh

n % n % Petani 5 3.2 3 1.9 Wiraswasta 20 12.9 11 7.1 Buruh 82 52.9 26 16.8 PNS/ABRI 5 3.2 3 1.9 Honorer 2 1.3 0 0.0 TKI/TKW 1 0.6 1 0.6 IRT 0 0.0 111 71.6 Tidak bekerja 11 1.9 0 0.0 Lainnya 29 18.7 0 0.0 Total 155 100 155 100 Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil/upah dari pekerjaannya. yang dinyatakan dalam pendapatan perkapita. Menurut Hardinsyah (1997) pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan dan kesehatan. Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Berikut sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga pada tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga (kap/bulan) n %

Miskin (< Rp.210.000) 108 69.9 Hampir miskin (Rp.210.000-420.000) 17 11 Menengah Atas (>Rp.420.000) 30 19.4 Total 155 100 Min-max (kap/bulan) Rp.10.000 - Rp.1.933.333 Rataan±SD (kap/bulan) Rp.195.926 ± Rp251.520

Pendapatan keluarga/kapita/bulan terletak pada rentang Rp 10.000,- sampai Rp 1.933.333,-. Pendapatan keluarga minimal sebesar Rp 10.000,- disebabkan ayah contoh bekerja sebagai buruh tani yang memperoleh upah/bulan sebesar Rp 40.000,- dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang. Upah ini belum termasuk bahan pangan yang mungkin diterima oleh ayah contoh yang tidak dikonversikan ke dalam sejumlah nilai rupiah pada saat

wawancara. Sebagian besar contoh, sebanyak 69.9% termasuk dalam kategori miskin karena pendapatan keluarga < Rp 210.000/kap/bulan, sebesar 10,9% keluarga contoh tergolong hampir miskin, dan hanya 19,2% keluarga contoh yang termasuk tingkat ekonomi menengah atas. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp 195.926,- dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu Rp 251.520,-. Selain menjadi indikator kesejahteraan ekonomi keluarga, pendapatan juga merupakan indikator yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh yang rendah menyebabkan pemilihan pangan yang kurang beragam dan cenderung memilih bahan pangan yang relatif murah sehingga konsumsi bahan pangan hewani yang umumnya mahal sangat rendah pada konsumsi contoh, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 15 dan tabel 16 tentang konsumsi pangan.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas 4 dan 5 SD dari 3 kecamatan di wilayah pegunungan Kabupaten Cianjur. Contoh yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 155 orang dengan usia berkisar antara 9 sampai 14 tahun. Sebagian besar contoh (92.3%) berada pada masa kanak-kanak, sedangkan (7.7%) contoh sudah memasuki masa remaja awal. Mayoritas contoh pada penelitian ini merupakan anak kelas 5 SD, yaitu sebanyak 73.5% dan sisanya sebanyak 26.5% adalah kelas 4. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, yaitu contoh berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan. Contoh berjenis kelamin laki-laki sebanyak 52.3% sedangkan contoh berjenis kelamin perempuan sebanyak 47.7%. Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin

Karakteristik Contoh N % Kelompok Umur (th) Kanak-kanak (9-12) 143 92.3 Remaja awal (13-14) 12 7.7 Total 155 100 Kelas 5 114 73.5 4 41 26.5 Total 155 100 Jenis Kelamin Laki-laki 81 52.3 Perempuan 74 47.6 Total 155 100

31

Status Gizi Contoh

Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh. Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat melalui antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat melalui cara survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktro ekologi (Supariasa 2002).

Menurut Gibson (2005) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2004).

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). IMT/U digunakan sebagai data referensi karena merupakan indikator terbaik yang direkomendasikan untuk mengukur status gizi remaja. Berikut adalah tabel sebaran contoh berdasarkan status gizi.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status gizi N % Obes 4 2.6 Gemuk 1 0.6 Normal 134 86.5 Kurus 15 9.7 Sangat kurus 1 0.6 Total 155 100 Min-Max -5,91 - 2,32 Rataan±SD -0,78±1,08

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) sebagian besar status gizi contoh adalah normal, yaitu sebesar 86.5%. Walaupun sebagian besar contoh sudah berstatus gizi normal, masih ada contoh dengan status gizi sangat kurus meskipun hanya 0,6%. Selain

itu, terdapat pula contoh dengan status gizi obes (2.6%) dan status gizi gemuk (0.6%).

Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi

Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis, frekuensi, dan jumlah bahan pangan yang dimakan setiap hari oleh seseorang atau merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso 2004). Pola konsumsi dan kebiasaan makan menunjukkan bagaimana individu memilih dan mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tubuhnya. Pola konsumsi dan kebiasaan makan masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pangan di tempatnya. Dengan adanya sumber-sumber pangan di tempat sekelilingnya, setiap anggota masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangannya.

Pada masyarakat di daerah endemik GAKI, kurangnya asupan yodium dari makanan selalu dikaitkan dengan rendahnya kandungan yodium di daerah tersebut. Rendahnya kandungan yodium pada air dan tanah di daerah tersebut menyebabkan rendahnya kandungan yodium pada setiap pangan yang tumbuh. Sehingga asupan yodium pada konsumsi pangan masyarakat juga rendah (Soeharyo et.al, 2002).

Pada penelitian ini, peneliti mengukur pola konsumsi dengan metode food recall 2x24 jam dan food frequency. Metode food recall 2x24 jam digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan gizi dari contoh. Frekuensi konsumsi merupakan bagian dari pola konsumsi yang juga dapat mempengaruhi besarnya asupan gizi. Selain mengukur frekuensi pangan, peneliti pun menghitung besarnya asupan yodium pada makanan yang dikonsumsi contoh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan yodium dalam tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber yodium, tetapi juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber zat goitrogenik yang dapat menghambat penyerapan yodium dalam tubuh. Oleh karena itu, selain mengukur frekuensi konsumsi makanan sumber yodium, peneliti juga mengukur frekuensi konsumsi makanan sumber zat goitrogenik pada contoh serta asupan sianida dari bahan pangan goitrogenik.

Konsumsi Pangan

Pada penelitian ini, rata-rata konsumsi pangan per kapita per hari dihitung melalui data recall 2x24 jam. Kelompok pangan yang dimaksud adalah serealia,

33

umbi, ikan, daging, telur, sayur, buah, dan kacang-kacangan. Berikut rata-rata konsumsi contoh tiap kelompok pangan per hari yang disajikan pada tabel 15.

Tabel 15 Rata-rata konsumsi contoh tiap kelompok pangan per hari

Kelompok pangan Rata-rata asupan (g/kap/hari)

Serealia : Beras 211 Mie 34 Lainnya 15 Total 260 Umbi : Singkong 7 Kentang 1 Lainnya 2 Total 10 Ikan : Ikan asin 13

Ikan air tawar 9

Lainnya 2 Total 24 Daging : Ayam 11 Sapi 1 Lainnya 2 Total 14 Telur 38.5 Minyak/lemak 2.6 Sayur : Kangkung 6 Bayam 11 Lainnya 23 Total 40 Buah : Jeruk 7 Pisang 22 Lainnya 11 Total 40 Kacang-kacangan Tahu 18 Tempe 12 Lainnya 3 Total 33 Biji-bijian minyak 0 Gula 1.8

Kelompok pangan yang menyumbangkan energi paling besar adalah kelompok serealia, dengan asupan rata-rata setiap hari sebesar 260 g/kap/hari. Dari kelompok serealia ini, beras merupakan pangan sumber karbohidrat utama yang paling banyak dikonsumsi contoh, yaitu sebanyak 211 g/kap/hari. Beras biasa diolah oleh para ibu/pengasuh contoh menjadi nasi putih atau nasi goreng sebagai hidangan untuk sarapan. Pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah telur ayam sebanyak 38.5 g atau rata-rata per

orang per hari adalah ½ butir telur. Telur ayam banyak dikonsumsi contoh dibandingkan jenis pangan hewani yang lain karena harga yang relatif lebih murah, mudah diolah, dan awet dalam masa penyimpanan.

Kelompok pangan ikan, rata-rata dikonsumsi oleh contoh sebanyak 24 g/kap/hari. Ikan yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah ikan asin, yaitu sebanyak 13 g. Ikan asin banyak dikonsumsi contoh karena selain harga ikan asin yang lebih murah dibandingkan jenis ikan lainnya, ketersediaan ikan asin di pasar tradisional daerah ini pun melimpah. Konsumsi ikan laut sangat rendah bahkan hampir tidak pernah karena letak wilayah yang sangat jauh dari pantai sehingga ikan laut jarang ditemui di pasar tradisional wilayah ini.

Kelompok daging rata-rata dikonsumsi contoh sebanyak 14 g/kap/hari. Sebagian besar contoh paling banyak mengkonsumsi ayam dibandingkan jenis daging yang lain, yaitu sebesar 11 g/kap/hari. Asupan rata-rata untuk kacangan adalah 33 g per orang per hari. Pada umumnya jenis kacang-kacangan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah dalam bentuk tahu dan tempe. Tahu yang paling banyak dikonsumsi contoh sebesar 18 g/kap/hari dan tempe sebanyak 12 g/kap/hari.

Sayuran dikonsumsi oleh contoh rata-rata 40 gram per hari.Jenis sayuran yang banyak dikonsumsi contoh adalah bayam sebanyak 11 g/kap/hari. Jenis sayur yang dikonsumsi oleh contoh sangat bervariasi yang digolongkan dalam kategori lainnya dalam kelompok sayur, sebanyak 23 g/kap/hari. Sayur lain yang dikonsumsi contoh adalah daun singkong, kol, sawi, wortel, kembang kol, labu siam, jamur tiram. Rata-rata asupan contoh untuk buah-buahan adalah sebanyak 40 gram per hari. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah pisang sebanyak 22 g/kap/hari. Pisang banyak dikonsumsi contoh karena sebagian keluarga contoh yang memiliki pohon pisang di kebun masing-masing. Pisang pun dikonsumsi contoh dalam berbagai jenis olahan seperti pisang goring, pisang molen, atau kolak pisang. Terdapat pula buah-buahan yang hanya dikonsumsi pada saat panen buah tersebut tiba, yaitu belimbing dan nangka.

Selanjutnya rata-rata konsumsi pangan dibandingkan dengan konsumsi pangan yang dianjurkan menurut PPH. Setelah dibandingkan dengan PPH, konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan masih di bawah anjuran PPH. Hanya kelompok serealia dan kacang-kacangan yang besar konsumsinya hampir sesuai anjuran. Kelompok umbi-umbian, pangan hewani serta sayur dan buah masih sangat jauh dari anjuran PPH. Dalam

35

mengkonsumsi makanan, aspek yang diperhatikan tidak hanya masalah kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan. Secara kuantitas pangan, telah diuraikan bahwa konsumsi pangan masih di bawah anjuran sedangkan untuk kualitas pangan yang sekaligus melihat keragaman atau diversifikasi konsumsi pangan dilakukan penilaian dengan skor PPH.

Kualitas konsumsi pangan dianggap baik dan terdiversifikasi sempurna apabila skor PPH mencapai 100. Dapat dilihat pada tabel 16 bahwa kualitas konsumsi pangan contoh memiliki skor PPH sebesar 46.5. Skor PPH aktual ini lebih rendah jika dibandingkan dengan skor PPH nasional tahun 2011 yang telah mencapai 77.5. Skor PPH yang rendah ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan contoh masih belum beragam, ketidakberagaman konsumsi pangan terutama dapat dilihat dari sumbangan energi contoh yang masih didominasi oleh beras sedangkan konsumsi contoh tehadap umbi-umbian masih rendah. Selain itu, contoh pun tidak mengkonsumsi buah/biji berminyak. Secara kuantitas pun konsumsi pangan contoh untuk semua kelompok pangan masih jauh di bawah anjuran PPH. Kualitas konsumsi pangan aktual contoh disajikan pada tabel 16.

Tabel 16 Kualitas Konsumsi Pangan Aktual Contoh

Kelompok pangan Anjuran PPH

(g/kap/hari) Konsumsi contoh (g/kap/hari) Skor AKE Skor Maks Skor PPH Serealia 275 260 14.2 25 14.2 Umbi-umbian 100 10 0.55 2.5 0.55 Pangan hewani 150 76.5 15.8 24 15.8 Kacang-kacangan 35 33 6.2 5 6.2

Sayur dan buah 250 80 9 1 9

Minyak/lemak 20 2.6 0.55 10 0.55 Buah/biji berminyak 10 0 0 2.5 0 Gula 30 1.8 0.15 30 0.15 Total 46.5 100 46.5

Asupan Gizi dan Tingkat Kecukupan Gizi

Rata-rata asupan energi dan zat gizi diketahui melalui metode food recall

2x24 jam. Kandungan energi dan zat gizi dari masing-masing pangan yang dikonsumsi contoh dihitung dengan menggunakan DKBM. Setelah asupan rata-rata energi dan zat gizi diketahui kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 sehingga diperoleh tingkat kecukupan gizi.

Tabel 17 Rata-rata asupan gizi contoh dan tingkat kecukupan gizi

Zat gizi Rata-rata

asupan

Tingkat Kecukupan Gizi

Total rata-rata Kategori

Pria Wanita

Energi (kkal) 1289 62 63 62 Defisit berat

Protein (g) 36 70 73 72.9 Defisit sedang

Vitamin A (RE) 749 130 117 124 Cukup

Vitamin C (mg) 27 51 56 53.3 Kurang

Fe (mg) 9 48 36.7 46.4 Kurang

Zn (mg) 3 18 21 20 Kurang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar asupan zat gizi contoh masih di bawah AKG, hanya vitamin A saja yang rata-rata asupannya telah melebihi AKG. Tingkat kecukupan energi tergolong pada kategori defisit berat disebabkan konsumsi pangan sumber energi contoh, seperti serealia dan umbi-umbian yang memang masih dibawah anjuran PPH. Tingkat kecukupan protein, Fe dan Zn pun masih rendah hal ini disebabkan sumber zat-zat gizi tersebut terdapat pada pangan hewani sedangkan konsumsi pangan hewani contoh masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan anjuran konsumsi PPH. Konsumsi pangan hewani contoh rata-rata adalah 76.5 g/kap/hari sedangkan anjuran PPH adalah 150 g/kap/hari.

Konsumsi pangan hewani yang rendah bisa disebabkan oleh tingkat pendapatan keluarga contoh yang sebagian besar tergolong miskin sehingga daya beli terhadap pangan hewani yang umumnya relatif lebih mahal dibandingkan dengan bahan pangan lainnya menjadi lemah. Tingkat kecukupan vitamin C contoh pun tergolong kurang karena konsumsi sayur dan buah contoh pun masih di bawah anjuran PPH, yaitu 250 g/kap/hari sedangkan konsumsi sayur dan buah contoh hanya 80 g/kap/hari. Konsumsi sayur dan buah contoh yang rendah bisa disebabkan contoh yang tergolong kanak-kanak kurang menyukai sayur dan buah. Contoh lebih menyukai pangan yang digoreng dan jajanan.

Tingkat Kecukupan Energi

Tingkat kecukupan energi adalah persentase asupan energi contoh yang

Dokumen terkait