• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN

1. Uji Validitas Instrumen

Arikunto (dalam Werang, 2015: 125) mengatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau

kesahihan suatu alat ukur. Sedangkan Sugiyono (2011: 361) memiliki pendapat yang sedikit berbeda, bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Gay (dalam Sukardi, 2012: 121) menambahkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah suatu alat ukur yang menunjukkan ketepatan antara obyek penelitian dan data penelitian yang dapat dinyatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur obyek/subyek yang akan diukur.

a. Validitas Isi

Darmadi (2014: 161) mengatakan validasi isi (content validity) adalah suatu alat ukur yang meliputi: bahan yang akan diukur seperti, topik yang akan disajikan, substansi yang akan diteliti, bersifat representative dan memenuhi syarat suatu sampling penelitian.

Validitas isi diberikan kepada dua Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti dalam hal ini memberikan rentan skor atas komentar yang diberikan oleh para ahli menjadi dalam bentuk data interval. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi : sangat baik (4),

baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Kemudian skor yang sudah didapat dikonversikan menggunakan tabel konservasi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel yang sudah dimodifikasi oleh peneliti, dimana tidak ada skor jawaban bernilai 3. Hal ini dikarenakan skor 3 adalah nilai tengah, sehingga peneliti berasumsi bahwa skor 3 kurang efektif bila dicantumkan karena peneliti mengharapkan ketentuan yang pasti dari skor baik atau tidak baik dari validasi yang diajukan kepada validator, bukan nilai tengah. Berikut tabel skala Likert yang sudah dimodifikasi oleh peneliti;

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi dari sisi bahasanya (ejaan EYD). Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi.

Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusif atau inklusi. Validator A memberi nilai 5 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print.

Validator kedua adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari

validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai. Validator B memberi nilai 4 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunakan 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid.

b. Validitas Konstruk

Frankel (dalam Siregar 2013: 47) menjelaskan bahwa validasi konstruk (penentuan validasi konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria. Sugiyono (dalam Darmadi, 2014: 159) menambahkan untuk menguji validitas konstruk dapat menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang bervariasi dari masing-masing responden kemudian dikelompokkan yang

memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan.

Pripsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti, menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Tujuannya agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru.

Prinsip kedua adalah identifikasi, peneliti kemudian mengembangkan prinsip identifikasi menjadi indikator mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Peneliti menggunakan indikator ini untuk mengetahui bagaimana cara guru mengidentifikasi anak yang mengalami hambatan dan bagaimana cara pelaksanaan identifikasinya, penanganannya, dan juga cara guru menyikapi pelaksanaan identifikasinya. Peneliti ingin mencari informasi bagaimana identifikasi yang dilakasanakan oleh guru-guru di sekolah dasar inklusi.

Prinsip ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan, adakah tim yang khusus menyusun kurikulum, dan apakah ada perbedaan antara kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak yang tidak berkebutuhan khusus. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi.

Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak yang kemudian dibagi menjadi dua indikator yaitu, menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui tentang bahan ajar yang digunakan apakah memenuhi prinsip pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak. Kemudian peneliti membagi menjadi dua indikator yaitu, mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Tujuannya agar peneliti dapat mengetahui penataan ruang

kelas, pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru.

Prinsip keenam adalah asesmen. Prinsip ini kemudian dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Indikator ini digunakan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru.

Prinsip ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Kemudian dikembangkan menjadi indikator memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Tujuan dari indikator ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam memahami

materi juga efisiensi dan efektifitas serta dalam pembelajaran pembuatan media yang digunakan.

Prinsip kedelapan adalah penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Melalui indikator ini, peneliti ingin mencari tahu KKM yang digunakan oleh guru, adakah perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui kegiatan evaluasi terkait manfaat evaluasi yang dilakukan, tindakan apa yang akan dilakukan setelah melakukan evaluasi, serta peran orang tua dalam kegiatan evaluasi.

Kedelapan prinsip tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan dalam membuat daftar pertanyaan yang digunakan untuk mencari informasi bagaimana penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan indikator yang dijadikan acuan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada kedelapan prinsip tersebut telah dilakukan expert judgment (validasi dengan tim ahli) yang mendapatkan hasil bahwa daftar pertanyaan tersebut sudah baik. Dari hasil validasi dengan tim ahli tersebut maka daftar

pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk.

Dokumen terkait