• Tidak ada hasil yang ditemukan

KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN BERDASARKAN KEDALAMAN RENANG

4.2.3 Ukuran Rata-Rata Pertama Kali Tertangkap

Ukuran ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) umumnya dengan tingkat porbabilitas L50% dan L75% pada selektifitas pukat cincin. Dimana selektifitas telah

menjelaskan bahwa peluang sebaran ikan layak tangkap dapat meningkatkan ketersediaan sumber daya ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selektivitas pukat cincin berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch memperoleh ukuran rata-rata ikan pertama kali tertangkap yang berbeda tergantung jenis ikan pelagis tertangkap dengan pukat cincin. Gambar 4.2 terlihat bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong1,5 inch dapat menangkap madidihang dengan panjang 19,5 cm sebanyak 4 ekor sedangkan pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch tidak tertangkap, dan ukuran mata jaring kantong 4,46 cm madidihang ukuran 129,5 cm tertangkap sebanyak 12 ekor, sedangkan 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 39,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 59,5 cm.

Gambar 4.2 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.3 yaitu Y = 0,697x–2,477 dengan nilai R2 = 0,933. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,697 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 93,3%.

30

Gambar 4.3 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan lemadang dengan kisaran panjang 29,5 cm sebanyak 8 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 3 ekor. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan lemadang dengan ukuran 159,5 cm sebanyak 10 ekor, ukuran 169,5 cm sebanyak 4 ekor sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 59,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 79,5 cm.

Gambar 4.4 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan Ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.5 yaitu Y = 0,911x–3,529 dengan nilai R2 = 0,914. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,911 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 91,4%.

31

Gambar 4.5 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

Gambar 4.6 terlihat bahwa pukat cincin ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan cakalang dengan kisaran panjang 27 cm sebanyak 36 ekor, mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 2 ekor. Ukuran mata jaring kantong 4,46 cm ikan cakalang dengan ukuran 82 cm sebanyak 6 ekor, ukuran 87 cm sebanyak 2 ekor sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 42 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 47 cm.

Gambar 4.6 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.7 yaitu Y = 0,611x–2,758 dengan nilai R2 = 0,922. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,611 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 92,2 %.

32

Gambar 4.7 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

Pada Gambar 4.8 terlihat bahwa pukat cincin ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan tongkol komo dengan panjang 27 cm sebanyak 18 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 6 ekor. Ukuran mata jaring 1,75 inch ikan tongkol komo dengan ukuran 67 cm sebanyak 12 ekor, sedangkan ukuran mata jaring 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 37 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 47 cm.

Gambar 4.8 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.9 yaitu Y = 1,087x–3,001 dengan nilai R2 = 0,934. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,611 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 93,4 %.

33

Gambar 4.9 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

Pada gambar 4.10 bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan layang biru dengan panjang 19,5 cm sebanyak 9 ekor dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch tidak tertangkap. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan layang biru dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 27,5 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 29,5 cm.

Gambar 4.10 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.11 yaitu Y = 1,358x–4,241 dengan nilai R2 = 0,954. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln (CbL/CaL) sebesar 1,36 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 95,4 %.

34

Gambar 4.11 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

Gambar 4.12 terlihat bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan sunglir dengan panjang 22 cm sebanyak 19 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 2 ekor. Ukuran mata jaring kantong 1,75 inch ikan sunglir dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 37 cm dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch adalah 42 cm.

Gambar 4.12 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch

Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.13 yaitu Y = 0,780x–2,785 dengan nilai R2 = 0,840. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan memberikan penambahan nilai Ln(CbL/CaL) sebesar 0,780 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 84,0 %.

35

Gambar 4.13 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan

4.3 Pembahasan

Sebaran ukuran panjang ikan pelagis yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m memperlihatkan adanya pola sebaran ukuran ikan yang berbeda. Ukuran ikan dengan mata jaring kantong 1,5 inch lebih kecil dibanding ikan dengan mata jaring kantong 1,75 inch dengan modus yang berbeda. Ikan madidihang tertangkap dengan modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan lemadang modus pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring 1,5 inch dan 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring 1,75 inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.

Anggrainy (1991) menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang terangkap dengan handline di perairan Kepulauan Bacan berukuran panjang total antara 31-60 cm, dan 41,6-77,6 cm. (Samad 2002) menjelaskan bahwa kisaran panjang ikan cakalang yang tertangkap dengan handline di perairan Maluku Tengah adalah 40,3-65,4 cm dan di perairan Kupang adalah 29-58,9 cm dan ukuran dominan 47,0-49,0 cm. Gafa et al. (1987) menjelaskan bahwa ikan cakalang yang tertangkap dengan handline di perairan Sulawesi Tengah berkisar 27,1-57,7 cm. Baso (2011) menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang tertangkap dengan pole and line di perairan Teluk Bone memiliki ukuran panjang total 14,0-86,0 cm, dengan frekuensi panjang terbesar pada kelas panjang 26,0-29,0 cm sebanyak 132 ekor dan frekuensi panjang terkecil pada ukuran 83,0-86,0 cm sebanyak 7 ekor. Ikan cakalang di perairan Teluk Bone dapat mencapai ukuran yang lebih panjang (86,0 cm) dibanding dengan perairan lainnya. Syamsuddin et al. (2008) menjelaskan bahwa komposisi ukuran ikan yang tertangkap di perairan Kupang berkisar 29,0- 58,9 cm. Jumlah tangkapan terbanyak adalah ukuran 47,0-49,9 cm (17,90 %), dan disusul oleh ukuran 44,0-46,9 cm (16,64%), dan ukuran 38,0-40,9 cm (16,36%).

36

Perbedaan sebaran hasil tangkapan pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m terlihat terhadap kisaran panjang dan rata-rata ikan pertama kali tertangkap (Lc). Sebaran ikan

pelagis kecil dan besar yang tertangkap berbeda, dimana ikan pelagis kecil menyebar pada kisaran 0-50 meter, pelagis besar 60-200 meter dan suhu 28,700C- 31,100C (Suwarso dan Hariati 2003). Dimana hasil penelitian yang dilakukan Pranata (2013) dengan rawai tuna di Samudera Hindia bahwa ikan tuna albakora, madidihang, marlin hitam, marlin puith, gindara, bawal bulat dan lemadang dengan kisaran panjang 50-100 cm tertangkap pada pancin nomor 1 dan 2 dengan kedalaman 64-84 meter dan 110-130 meter, tuna mata besar kisaran panjang 100- 150 cm tertangkap pada pancing nomor 4 dan 9 dengan kedalaman 185-205 meter. Kedalaman mata pancing tersebut berdasarkan rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009).

Selanjutnya Suharto (1995), menyatakan bahwa kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh rawai tuna yaitu pancing 1 terdapat pada kedalaman 44,3- 45,6 m, mata pancing 2 pada kedalaman 72-74,5 m, mata pancing 3 pada kedalaman 94,1-98 m, mata pancing 4 pada kedalaman 109,7-114,6 m, dan mata pancing 5 kedalaman 118-123,3 m. Adanya berbedaan kedalaman terhadap mata posisi pancing diduga karena perbedaan dimensi alat tangkap. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Wudianto (1991) bahwa ikan yang tertangkap dengan perbedaan suhu, salinitas, strata kedalaman,dan musim yang berbeda. Dengan kisaran kedalaman 0-200 meter dengan pukat cincin menghasilkan hasil tangkapan yang berbeda pada kisaran panjang ikan tersebut.

Ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin pelagis kecil dengan ukuran mata kantong 1,5 inch dan kedalaman jaring 123 meter berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dan kedalaman jaring 136 meter. Hal tersebut diduga karena perbedaan kedalaman optimum ikan tersebut, siklus hidup, suhu, termoklin dan arus. Perbedaan ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan perbedaan ukuran mata jaring kantong dan kedalaman jaring mengindentifikasikan bahwa ikan yang tertangkap sangat berpengaruh terhadap kedalaman renang ikan dan suhu perairan, dimana ikan dengan ukuran lebih besar identik kedalaman renangnya lebih dalam seperti yang diutarakan Reddy (1993).

Laevastu dan Hela (1970) bahwa perbedaan suhu terhadap ikan merupakan proses metabolisme seperti pertumbuhan, jenis makanan, aktivitas tubuh seperti kecepatan renang dan rangsangan syaraf. Lebih lanjut Reddy (1993) bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi tempat pemijahan (spawning ground) dan daerah penangkapan (fishing ground) secara periodik. Gafa et al. (2004) menunjukkan gradien penurunan suhu terbesar di Laut Banda pada lapisan massa air di kedalaman 50-150 meter. Sedangkan lapisan termoklin berdasarkan pengukuran minilogger berada pada kedalaman rata-rata berkisar 70-270 meter. Menurut Ehrenberg (1984), ikan-ikan kecil cenderung bergerombol pada lapisan atas perairan, sedangkan ikan yang lebih besar menyebar di lapisan bawah. Burczynski et al. (1987) juga menyatakan bahwa penyebaran ikan-ikan kecil dapat dipengaruhi oleh profil temperatur dan thermocline.

Distribusi ikan pelagis sangat ditentukan oleh suhu, kedalaman salinitas, kecepatan arus dan faktor ekologi lainnya (Brandt 1984). Seperti diutarakan Simbolon (1996). Bahwa fenomena distribusi vertikal populasi ikan di tandai

37

dengan adanya pergerakan pola migrasi ikan, dimana ikan pada umumnya melakukan migrasi diurnal (pada siang hari) dan nokturnal (pada malam hari) secara vertikal pada strata perairan. Gafa et al. (2004). Korelasi antara suhu dan kedalaman terhadap hasil tangkapan belum menunjukkan hasil tangkapan yang signifikan. Menurut Unar (1957) dalam Sumadhiharga (2009), bahwa ikan yang telah mencapai ukuran yang lebih besar, ikan tersebut cenderung berada pada lapisan air yang lebih dalam.

Dimana faktor lingkungan perairan sekitarnya akan mempengaruhi penyebaran ikan pelagis secara horizontal dan vertikal (Allain et al. 2005). Sulaiman (2006) menyatakan bahwa penangkapan dengan alat bantu cahaya dapat mengumpulkan ikan pada pada kisaran kedalaman 20-30 meter dan 5-10 meter, hal ini terlihat dengan mengunakan side scan sonar. Lebih lanjut Gambang et al. (2003) bahwa ikan pelagis kecil terdistribusi dikedalaman 15-60 meter, perbedaan kedalaman mengindikasikan oleh jenis dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi optimum ikan tersebut.

Laevastu dan Hayes (1981) bahwa penentuan batas penyebaran secara vertikal ikan sangat penting untuk diketahui dalam penentuan kedalaman alat tangkap saat pengoperasian dengan penyesuaian terhadap kedalaman renang ikan (swimming layer) dan suhu perairan (Tabel 11).

Tabel 11 Kisaran lapisan renang ikan dan suhu perairan pelagis besar

Jenis ikan

Kisaran suhu perairan (ᵒC) untuk Lapisan Renang

(m)

Habitat Daerah Penangkapan

Penyebaran Optimum Penyebaran Optimum

Cakalang (Katsuwanus pelamis) 17-28 20-24 19-23 16-22 0-40

Madidihang (Thunnus albacares) 18-23 20-28 20-28 21-24 0-200

Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) 11-28 17-23 18-23 - 50-400

Albakora (Thunnus alalunga) 14-23 14-22 15-21 15-19 20-300

Sirip biru selatan (Thunnus macoyii) 12-25 14-21 15-22 - 50-300

Sumber : Laevastu dan Hayes (1981)

Perbedaan termoklin bagi ikan pelagis akan sangat mempengaruhi terhadap ukuran dan kedalaman renangnya, karena kedalam renang ikan pelagis cenderung berada di lapisan campuran (mixed layer) yang banyak terdapat makanan seperti plankton, telur ikan, dan larva, sedangkan lapisan air dingin berada dibawah termoklin yang mendukung kehidupan hewan bentik dan hewan laut dalam (Reddy 1993). Wyrtki (1961) mengatakan bahwa kedalaman termoklin di lautan Hindia mencapai 120 meter menuju ke Selatan di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter.

Laevastu dan Hayes (1981) bahwa pengaruh oseanografi terhadap sebaran ikan pelagis dari berbagai daerah penangkapan menunjukkan bahwa arus dan suhu merupakan parameter utama terhadap sebaran ikan pelagis. Dimana ikan pelagis sangat tergantung pada struktur vertikal suhu dan akan berenang lebih dalam jika suhu dipermukaan perairan menjadi hangat. Suwarso dan Hariati (2003) SPL untuk penyebaran ikan pelagis kecil seperti layang dan kembung berkisar antara 28,700C-31,100C. Menurut Illahude (1970) Perairan Selat Makasar kedalaman 300

meter sampai dasar perairan suhunya sekitar 5-110C, musim timur lapisan homogen dapat mencapai 50 meter dengan suhu berkisar 260C-270C, lapisan termoklin saat musim timur berkisar 100C-260C pada kedalaman 50-400 meter.

38

Frekuensi ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin yang berbeda diduga akan mempengaruhi terhadap kisaran panjang ikan tersebut. Dimana ikan madidihang dengan ukuran mata jaring 1,5 inch Lma nya sebesar 42,96 cm dan ukuran mata jaring 1,75 inch Lmb nya sebesar 60,26 cm, lemadang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 54,94 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 77,05 cm, cakalang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 36,8 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 51,6 cm, tongkol komo dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 31,11 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 43,64 cm, layang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 21,62 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 30,32 cm dan sunglir dengan mata jaring 1,5 inch cm Lma nya berkisar 31,96 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 44,83 cm. Dari hasil tersebut terlihat perbedaan selektivitas ikan yang tertangkap dengan mata jaring dan kedalaman jaring yang berbeda, dimana ikan dengan ukuran yang lebih besar kedalaman renangnya akan semakin dalam dan dikondisikan dengan suhu, salinitas dan termoklin.

Hasil penelitian yang dilakukan Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa 2013, di wilayah perairan Samudera Hindia selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menghasilkan Lc/L50%fork length ikan cakalang sebesar 42,89 cm dan fork length

madidihang sebesar 124,16 cm FL. Wudianto (1991) hasil peneilitian di Kepulauan Okinawa Lautan Pasific dengan pukat cincin, dimana penelitian dibagi empat musim dengan pembagian strata kedalaman sesuai dengan suhu dan salinitas berkisar 0-200 meter dengan 4 strata kedalaman yaitu 50, 100, 150 dan 200 meter dengan rata-rata hasil tangkapan berdasarkan suhu didominasi tuna kecil 49,9 % , Tuna ekor kuning 18.89%, dan mackerel 1,98% dengan kisaran suhu 20,1-280C. Berdasarkan salinitas didominasi tuna kecil 50,12%, tuna ekor kuning 18,91%, cakalang 5,52% dan mackerel 2,4% dengan kisaran salinitas 34,41-35,0 (%o). Selanjutnya hasil penelitian Pranata (2013) hasil tangkapan dengan rawai tuna berdasarkan kedalaman lapisan renang ikan tuna diperoleh tuna albakora berkisar 64-232 meter dengan ukuran 5-100 cm, tuna mata besar 64-250 meter dengan ukuran 100-150 cm, madidihang 64-205 meter dengan ukuran 100- 150 cm dan tuna sirip biru selatan berkisar 110-205 meter ukuran 150 cm.

Hasil peneilitian Pranata (2013) secara umum ikan tuna yang tertangkap diduga pada kedalaman (swimming layer) 64-232 meter. Lebih lanjut menurut Uda (1959) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009), penyebaran ikan tuna albakora pada kisaran suhu 14-240C, dimana saat juvenile tuna albakora berada di wilayah equator dan lapisan renangnya dilapisan dekat permukaan dan setelah berukuran dewasa (>95 cm) mulai berpindah ke lapisan yang lebih dalam (Block dan Stevens 2001). Tuna mata besar tertangkap pada tertangkap pada kedalaman sekitar 64-250 meter dan tuna mata besar yang lebih besar berada pada dibawah lapisan termoklin (Suzuki et al. 1977 dalam Santoso 1999). Tuna madidihang diduga tertangkap pada kedalaman sekitar 64-205 meter dan umumnya pada kedalaman 100 meter yang memiliki cukup kandungan oksigen, sedangkan juvenile sering dijumpai bergerombol dengan cakalang, tuna mata besar dilapisan permukaan dan setelah dewasa berada pada kisaran suhu 18-310C (Block dan Stevens 2001).

Berdasakan penelitian Brata et al. (2011) bahwa ikan jenis tuna madidihang dan albakora tertangkap pada kisaran kedalaman 35,15-299,04 dengan suhu 12,51-26,960C, tuna mata besar tertangkap pada kisaran kedalaman 92,23-470,12

39

meter dengan suhu berkisar 8,35-26,800C sedangkan tuna sirip biru selatan pada kisaran kedalaman 118,23-194,21 meter dengan suhu 14,99-22,590C. Selanjutnya Brata et al. (2011) bahwa tuna dengan ukuran lebih kecil dari 100 cm cenderung tertangkap lebih pada level permukaan atau diatas lapisan termoklin sampai kedalaman 200 meter. Selanjutnya Nishimura (1964) dengan mengunakan echosounder bahwa bluefin terdapat dikedalaman 60-200 meter, madidihang kedalaman 60-120 meter sedangkan Albakora pada kedalaman 50-80 meter.

Adanya korelasi antara penelitian pukat cincin dengan ukuran dan kedalaman jaring yang berbeda terhadap penelitian pukat cincin di Jepang oleh Wudianto dan hasil penelitian long line di Selatan Jawa ,Samudera Hindia. Dimana ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berada dilapisan yang lebih dalam sedangkan ukuran yang lebih kecil cenderung berada dilapisan atas. Dalam pengelolaan perikanan yang ramah lingkungan yang berkelanjutan, harus adanya pembatasan ukuran dan kedalaman mata jaring, hal ini menunjukkan bahwa perikanan pukat cincin di Pacitan tidak ramah lingkungan, hal tersebut didasari tertangkapnya jenis ikan pelagis besar dengan ukuran yang belum layak tangkap tertangkap dalam jumlah besar sekitar 85 %, hal ini telah menyalahi aturan bahwa ijin pukat cincin Pacitan adalah pukat cincin pelagis kecil namun realitasnya tidak adanya pembatasan ukuran dan kedalaman jaring di wilayah tersebut.

4.4 Simpulan

Sebaran ikan pelagis yang tertangkap pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, dalam jaring 120 m cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mata jaring kantong 1.75 inch, dalam jaring 136 m, dimana sebaran ukuran ikan yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,75 inch lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan ukuran rata-rata ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) dengan ukuran mata 1,5 inch dan ukuran mata 1,75 inch cenderung lebih besar yaitu ikan madidihang modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, lemadang modus pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.

4.5 Saran

Harus dikaji ulang mengenai perijinan pukat cincin sekala kecil untuk membatasi ukuran dimensi alat tangkap, guna menghindari hasil tangkapan yang belum layak tangkap.

40

5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Kapal pukat cincin Pacitan termasuk kapala katagori encircling gear dan belum termasuk kapal normal yaitu speed length ratio1,811 karena kisaran kecepatannya berkisar 5,88-8,83 dengan panjang kapal berkisar13.86-19.91 m 2. Faktor teknis yaitu kecepatan relatif melingkar, kecepatan poenarikan purse line dan kecepatan waktu tenggelam, secara simultan saling terkait dan berpengaruh terhadap hasil tangkapan dengan tingkat kepercayaan sebesar 87,86 %.

3. Sebaran ikan pertama kali tertangkap (Lc) pada ikan pelagis kecil dan pelagis besar yang tertangkap dengan pukat cincin dengan mata jaring dan kedalaman jaring yang berbeda memperlihatkaan pola terdistribusi dikedalaman 15-80 meter, perbedaan kedalaman mengindikasikan pada jenis dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi optimum ikan tersebut. 4. Pukat cincin Pacitan dikatagorikan tidak ramah lingkungan, karena jenis tuna

tertangkap dalam ukuran dan berat yang belum layak tangkap.

5.2 Saran

1. Pelu penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor teknis lain guna melihat seberapa besat variable lain mempengaruhi hasil tangkapan pukat cincin 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara terintegrasi terhadap sebaran

ikan pelagis yang selama ini masih dalam dugan penyebaran struktur ukuran jenis dan kedalaman renangnya.

3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai ukuran dan kedalaman jaring pukat cincin yang ramah lingkungan dengan mengkaji besaran dimensi alat tangkap guna keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya ikan pelagis tetep lestari.

41

Dokumen terkait