• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK TEKNIS PUKAT CINCIN,

PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN

DI PACITAN JAWA TIMUR

HELMAN NUR YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun . Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

(4)

RINGKASAN

HELMAN NUR YUSUF. Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan DENI ACHMAD SOEBOER

Pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap yang efektif dalam menangkap ikan. Pengembangan metode penangkapan berdasarkan karakteristik kapal, faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan terhadap kedalaman renang ikan pelagis pada sebaran vertikal. Dengan mengetahui sebaran vertikal ikan diharapkan pengembangan alat tangkap pukat cincin dapat meningkatkan selektivitas terhadap hasil tangkapan (target spesies), keberlanjutan dan ketersedian sumberdaya perikanan Indonesia khususnya di Perairan Selatan Jawa Samudera Hindia di WPP 573.

Keberhasilan operasi penangkapan purse seine dipengaruhi oleh faktor teknis seperti kecepatan relatif kapal ketika melingkari ikan, kecepatan penarikan purse line, kecepatan tenggelam jaring, sedangkan faktor lainnya relatif sama. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh faktor teknis terhadap hasil tangkapan pukat cincin dan pertama kali ikan tertangkap (Lc) berdasarkan kedalaman renang ikan secara vertikal di perairan Pacitan, Jawa Timur. Manfaat penelitian sebagai dasar pertimbangan pengembangan usaha perikanan, kontribusi terhadap pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bahan informasi tentang keragaan alat tangkap pukat cincin.

Penelitian dilakukan pada Februari-Desember 2013 dengan 57 kapal penangkap sebanyak 291 stasiun. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan persamaan analisis regresi linier berganda dan menghasilkan nilai Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 + 10.938,21 X2 + 812,96 X3.

Dimana kecepatan melingkar (X1) menghasilkan sebesar 13.300,80 kg, penarikan

purse line (X2) sebesar 10.938,21 kg dan kecepatan tenggelam jaring (X3) sebesar

812,96 kg. Sedangkan proporsi hasil tangkapan pukat cincin seperti madidihang (Thunnus albacares) sebesar 23,5%, layang (Decapterus macarellus) 22,5%, cakalang (Katsuwanus pelamis), 14,9%, tongkol komo (Euthynnus affinis)13,7%, lemadang (Coryphaena hippurus) 7,6%, kambing-kambing (Canthidermis maculata) 6,9%, sunglir (Elagatis bipinulatus) 6,7% dan tenggiri (Scrombedies commerson)7,6%. Koefisien determinasi 87,86% dan musim penangkapan ikan memiliki pola yang sama dengan kontribusi hasil tangkapan.

Ikan pelagis yang tertangkap pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dalam jaring 120 m cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dalam jaring 136 m. Ukuran ikan yang tertangkap lebih besar pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dan menunjukkan perbedaan ukuran rata-rata ikan pertama kali tertangkap (Lc). Perikanan pukat cincin Pacitan dapat dikatagorikan tidak ramah lingkungan karena banyak ikan pelagis besar yang belum layak tangkap tertangkap, selain itu ukuran dan kedalaman jaring melebihi dari peraturan yang telah ditentukan pemerintah.

(5)

SUMMARY

HELMAN NUR YUSUF. Technical Characteristics Purseseine, Influence on Catch In Pacitan, East Java Supervised by RONNY IRAWAN WAHJU, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan DENI ACHMAD SOEBOER

Purse seines is one of effective fishing gear. This is the underlying research development arrest method based on characteristics of the vessel, as well as technical factors affecting the catch of the pelagic fish swimming depth in vertical distribution. By knowing the vertical distribution of fish expected development of purse seine fishing gear can improve the selectivity to catch (target species), to sustainability and availability of fisheries resources in Indonesia especially in the waters of the Indian Ocean South of Java in WPP 573.

The success of purse seine fishing operations are influenced by technical factors such as the relative speed of the ship when circling schooling of fish, purse line drawing speed, sinking speed, while other factors are relatively equal. The research objective was to determine the influence of technical factors on purse seine catches and length at fish first caught (Lc) based on the depth vertically fish swimming in the waters of Pacitan, East Java. The benefits of research as the basis for consideration of the development of fisheries, contribute towards sustainable fisheries management and material information about the performance of purse seine fishing gear.

The research was conducted in February-December 2013, with 57 fishing vessels as many as 291 stations. The method used was a case study using multiple linear regression equation and generate value Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 + 10.938,21 X2 + 812,96 X3. From regression analysis catch composition consists of madidihang (Thunnus albacares) sebesar 23,5%, layang (Decapterus macarellus) 22,5%, cakalang (Katsuwanus pelamis), 14,9%, tongkol komo (Euthynnus affinis)13,7%, lemadang (Coryphaena hippurus) 7,6%, kambing-kambing (Canthidermis maculata) 6,9%, sunglir (Elagatis bipinulatus) 6,7% and tenggiri (Scrombedies commerson)7,6%. Ceofficient determination is 87.86% and the fishing season have the same pattern with the contribution of the catch.

Pelagic fish caught in the mesh size of 1.5 inch, from the length of net 120 m tend to be smaller than the mesh size of 4.46, the length of net 136 m. By catching size larger fish with a mesh size of 1.75 inch. This is evidenced by the different average size of pelagic length at fish first caught (Lc) with purse seine different sizes and smaller. Pacitan purse seine fisheries can be categorized not environmentally friendly because many large pelagic fish are dominated by under sized fish, more over the size and depth of the nets in excess of predetermined rules of government.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta dilindung Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian ,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ,atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

KARAKTERISTIK TEKNIS PUKAT CINCIN,

PENGARUHNYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN

DI PACITAN JAWA TIMUR

HELMAN NUR YUSUF

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dipilih telah dilaksanakan pada Februari - Desember 2013 mengenai Karakteristik Teknis Pukat Cincin, Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Di Pacitan, Jawa Timur Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ronny Irawan Wahju, M Phil, Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi, dan Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi selaku Komisi Pembimbing, Dr Ir Zulkarnain, MSi selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang memberikan banyak saran dan masukan dalam perbaikan penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih penulis disampaikan kepada Prof. Dr. Ali Suman Selaku Kepala Balai penelitian Perikanan Laut yang telah memberikan ijin penulis untuk melanjutkan pendidikan di IPB, kedua orang tua, mertua, istri tercinta Dais Mustikahati, anak Muhammad Maulana Yusuf dan Mufti’ah Shafrina Yusuf atas doanya ke Aba, kasih sayang dan dukungannya, serta kepada kerabat dan teman-teman yang senantisa memberikan dukungan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR ISTILAH xvi

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 5

2.2 Alat dan Bahan 5

2.3 Pengumpulan Data 5

2.4 Analisa Data 7

3 PENGARUH FAKTOR TEKNIS TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN

3.1 Pendahuluan 14

3.2 Hasil 17

3.3 Pembahasan 22

3.4 Simpulan 24

3.5 Saran 25

4 SEBARAN IKAN DAN UKURAN RATA - RATA PERTAMA KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN BERDASARKAN

KEDALAMAN RENANG

4.1 Pendahuluan 26

4.2 Hasil 27

4.3 Pembahasan 35

4.4 Simpulan 39

4.5 Saran 39

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 40

5.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 45

(14)

DAFTAR TABEL

3.1 Nilai rasio dimensi kapal pukat cincin Pacitan 15

3.2 Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia 16

3.3 Speed length ratio kapal pukat cincin Pacitan 17 3.4 Sidik ragam pengaruh kecepatan relatif kapal saat melingkar 19 3.5 Sidik ragam pengaruh kecepatan penarikan tali kolor saat melingkar 19

3.6 Sidik ragam pengaruh kecepatan waktu tenggelamnnya jaring 20

3.7 Sidik ragam pengaruh faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat

cincin Pacitan 21

3.8 Hasil analisis parsial faktor produksi pukat cincin dengan uji t 21

3.9 Jarak ideal saat melingkar gerombolan ikan 23

4.1 Distribusi ukuran kisaran panjang berdasarkan ukuran mata jaring 27 4.2 Kisaran lapisan renang ikan dan suhu perairan pelagis besar 37

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2.1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan pukat cincin 5

2.2 Spesifikasi pukat cincin KM. Inka Mina 127 Pacitan Jawa Timur 6 2.3 Spesifikasi pukat cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan Jawa Timur 7

2.4 Ilustrasi penebaran jaring 9

2.5 Pelolosan ikan pada saat purse line di tarik 9

3.1 Indeks panjang per dalam terhadap waktu tenggelam 17

3.2 Indeks panjang per dalam terhadap berat jaring 18

3.3 Pengaruh kecepatan relatif rata-rata kapal terhadap hasil tangkapan 18 3.4 Pengaruh kecepatan penarikan purse line pukat cincin terhadap hasil

tangkapan 19

3.5 Pengaruh kecepatan waktu tenggelam jaring terhadap hasil tangkapan 20 3.6 Persentase faktor teknis terhadap hasil tangkapan per bulan 22 4.1 Persentase frekuensi ukuran ikan pelagis berdasarkan ukuran mata

jaring tahun 2013 28

4.2 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75inch 29

4.3 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 30

4.4 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 30

4.5 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 31

4.6 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 31

4.7 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 32

4.8 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 32

4.9 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 33

4.10 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 33

(15)

4.12 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan

dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch 34

4.13 Kurva regresi dari Ln (CbL/CaL) terhadap panjang ikan 35

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kapal Inka Mina 127 dan KM. Baruna Jaya 46

2. Alat bantu penelitian 46

3. Pengoperasian alat tangkap 47

4. Jenis ikan hasil tangkapan pukat cincin 48

5. Data sampel kapal penelitian 49

(16)

DAFTAR ISTILAH

Akatsuki bottom : Kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai huruf "U", akan tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya.

Behaviour : Tingkah laku ikan

Bycatch : Hasil tangkapan sampingan pada suatu alat tangkap ikan;

Catchability : Kemampuan tangkap dari alat tangkat tertentu Catchability area : Wilayah kemampuan tangkap pada jenis alat

tangkap ikan tertentu; Code of Conduct For

Responsible Fisheries :

Kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan;

coefficient of fineness : Koefisien kehalusan

Discard : Jumlah hasil tangkapan ikan yang terbuang Diurnal : Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari

makan pada siang hari;

Encircling gear : Jenis alat tangkap yang dioperasikan dengan melingkari gerombolan ikan;

Experimental fishing : Pengujian suatu alat tangkap terhadap uji coba penangkapan ikan;

Performance : Unjuk kerja dari suatu kapal dalam olahgerak kapal yang memiliki stabilitas dan daya oleng yang baik;

Fishing base : Pangkalan dari armada penangkapan; Fishing ground : Daerah atau wilayah penangkapan ikan;

Fork length : Kisaran panjang dari ujung kepala sampai dengan cagak ekor ikan;

Genetis : Informasi genetik dari induk kepada keturunannya dari suatu organisme ikan;

Gross tonnage : Perhitungan volume semua ruangan yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas;

Hauling : Proses penarikan dan pengangkatan jaring; High speed : Kecepatan renang ikan tertentu dalam meter

perdetik (m/s);

High migration : Jenis ikan yang memiliki kemampuan renang yang jauh dari tempat asalnya;

Horse power : Sebuah kemampuan untuk mengusung sebuah beban dalam periode/rentang waktu tertentu; Hunting : Berburu/menggiring;

Hunting system : Waktu mengiring ikan pada proses penangkapan ikan;

(17)

Bangsa-Maritime Organization) Bangsa (PBB) yang menangani masalah-masalah kemaritiman;

Longitudinal strength : Kekuatan memanjang suatu kapal;

Mesh size : Ukuran mata jaring tertentu dari alat tangkap; Mid layer : Kedalaman renang ikan pelagis yang hidup

pada permukaan perairan sampai dengan pertengahan perairan;

Mixed layer : Lapisan yang berada di kedalaman 100-500 m dari permukaan air laut;

Mesh size : Ukuran mata jaring tertentu dari alat tangkap;

Nilai tengah : Kisaran panjang yang berada pada pertengahan

suatu interval ukuran ikan; Nokturnal

: Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari makan pada malam hari;

Pelagis kecil : Jenis-jenis ikan pelagis yang hidup pada kedalaman renang 0-80 meter seperti layang, kembung, selar dan yang lainnya;

Pelagis besar : Jenis-jenis ikan pelagis yang hidup pada kedalaman renang 0-400 meter seperti madidihang, tuna mata besar, tongkol lisong, tongkol krei, tongkol komo dan jenis tuna lainnya;

Pole and line : Alat tangkap yang menggunakan joran/pancing untuk menangkap ikan jenis tongkol, cakalang dan pelagis lainnya;

Propulsive ability : Kemampuaan daya dorong suatu kapal;

Perairan oseanik : Wilayah ekosistem laut lepas yang

kedalamannya tidak dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar, sehingga bagian dasarnya paling gelap;

Purse line : Tali kerut atau tali kolor yang berfungsi untuk mengerutkan kantong jaring pukat cincin agar berbentuk kantong;

Purse seine : Alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang. Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa membuka dan membentang dengan baik;

Round flat bottom : kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada bagian bawahnya;

Resistance : Perhitungan tahanan suatu kapal terhadap gaya gesekan dari luar;

Schoolling : Gerombolan ikan pada wilayah tertentu pada suatu perairan;

(18)

tertentu;

speed length ratio : Nilai perbandingan antara kecepatan dengan panjang kapal;

Swimming layer : Kedalaman renang ikan pada tingkat optimum pada setiap jenis ikan;

Turning ability : Pergerakan melingkar pada pengoperasian pukat cincin;

Thermocline : Lapisan yang membagi 2 massa air diperairan, lapisan ini merupakan lapisan pembatas antara air yang berada di permukaan dan yang berada di bawahnya, umumnya lapisan ini memiliki fluktuasi suhu yang sangat tajam dibandingkan dengan lapisan air lainya;

Trophic level : Tingkatan atau level yang didalamnya terdapat organisme-organisme yang memiliki peran yang sama dalam rantai makanan;

Target spesies

: Target hasil tangkapan utama pada suatu alat tangkap ikan;

(19)

1

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pukat cincin (purse seine) merupakan salah satu alat tangkap yang produktif untuk menangkap ikan. Target alat tangkap tersebut adalah ikan pelagis, terutama yang bernilai ekonomis tinggi dan menguntungkan bagi nelayan. Pukat cincin mulai diperkenalkan di Pantai Utara Jawa tahun 1970-an dan berkembang sampai sekarang dan menyebar ke daerah lain khususnya Perairan Pacitan.

Keberhasilan dalam pengoperasian alat tangkap pukat cincin tidak terlepas dari kondisi kapal yang laiklaut dan rancang bangun berstandar IMO (International Maritime Organization), kriteria tersebut akan terlihat pada proses penangkapan ikan, apakah kapal tersebut memiliki stabilitas dan kecepatan kapal yang laiklaut. Unjuk kerja (performance) tersebut sangat menentukan pada proses pengoperasian alat tangkap dan keberhasilan pada saat melingkari gerombolan ikan yang menjadi target hasil tangkapan pukat cincin. Tingkat keberhasilan pukat cincin ditentukan oleh seberapa besar hasil tangkapan dan seberapa besar ikan yang meloloskan diri saat pengoperasian alat tangkap. Kapal pukat cincin sebaiknya dijalankan dengan cepat ketika melingkarkan jaring dan setelah itu purse line segera ditarik sehingga jaring akan mengurung gerombolan ikan dengan cepat (Ayodhyoa, 1981).

Proses penangkapan pukat cincin dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis terhadap komposisi hasil tangkapan seperti kecepatan kapal dalam melingkari gerombolan ikan (setting), ukuran kapal, ukuran alat tangkap, tenaga mesin, kecakapan dan kecepatan ABK dalam menarik jaring. Sedangkan faktor alam seperti densitas ikan yang ada di sekitar rumpon, sedangkan pengaruh cuaca, suhu permukaan, salinitas perairan, gelombang dan lain – lain dianggap tetap. Faktor teknis lain yang mempengaruhi kecepatan pelingkaran gcrombolan ikan diantaranya adalah Gross Tonnage (GT) kapal dan Horse Power (tenaga mesin) selain itu ukuran alat tangkap juga dapat mempengaruhi kecepatan pelingkaran jaring seperti yang diutarakan oleh Sahwan (1982).

Rumpon dan cahaya merupakan alat bantu penangkapan yang berperan sebagai pemikat, pengumpul, reproduksi dan shelter. Lokasi tempat pemasangan rumpon merupakan daerah penangkapan ikan bagi pukat cincin. Keberhasilan operasi penangkapan dengan pukat cincin tergantung tempat dan waktu pemikatan dilakukan. Kesempurnaan tertangkapnya ikan ketika dilingkari sangat tergantung oleh kecepatan pengangkatan rumpon dan kecepatan setting, seperti yang diutarakan oleh Sondita (1986).

(20)

2

cakalang (Katsuwanus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol lisong (Auxis rochei), tongkol krei (Auxis thazard), madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus macoyii) dan tuna abu-abu (Thunnus tonggol) (Barus, H.R 1982)

Metode pengembangan penangkapan pukat cincin dengan tujuan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan adalah harus mengacu pada tata laksana perikanan yang bertanggung jawab CCRF 1995 (Code of Conduct For Responsible Fisheries). Kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan diantaranya : selektifitas yang tinggi; tidak membahayakan nelayan; tidak destruktif terhadap nelayan; produksinya berkualitas; produknya tidak membahayakan konsumen; bycatch dan discard minimum; tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah; dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati; dapat diterima secara sosial (Monintja 2001).

Hal ini yang mendasari penelitian pengembangan metode penangkapan yang berdasarkan karakteristik kapal, serta faktor-faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan terhadap swimming layers ikan pelagis pada sebaran vertikal. Pengintegrasian antara karakteristik kapal dengan faktor teknis merupakan metode yang diterapkan guna mengetahui interval swimming layer sebaran vertikal ikan. Dengan mengetahui sebaran vertikal ikan diharapkan pengembangan alat tangkap pukat cincin untuk dapat meningkatkan selektivitas terhadap hasil tangkapan (target spesies), untuk keberlanjutan dan ketersedian sumberdaya perikanan Indonesia khususnya di Perairan Selatan Jawa Samudera Hindia di WPP 573.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha perikanan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ekonomi yang memanfaatkan potensi sumberdaya ikan. Untuk memberi nilai tambah bagi nelayan, pengusaha dan pemerintah. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin ditujukan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis (kecil dan besar) dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungannya.

Kondisi usaha saat ini baik nelayan, pengusahan maupun pemerintah hanya melihat pada sisi ekonomi dan produksi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan sebaran vertikal, jenis ikan dan ukuran alat tangkap. Jika hal ini tetap berlangsung tanpa ada batasan waktu dan pengelolaan penangkapan ikan yang baik, maka ketersedian dan keberlanjutan sumberdaya ikan akan punah.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian seberapa besar pengaruh karakteristik kapal, faktor teknis terhadap hasil tangkapan ikan yang diharapkan memberikan gambaran kepada stakeholder, pengusaha dan nelayan pukat cincin bahwa pengembangan metode penangkapan harus didasarkan pada laiklautnya kapal, ukuran alat tangkap, target spesies, dan ukuran ikan guna ketersedian dan keberlanjutan sumberdaya ikan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(21)

3

2. Menganalisis ikan pertama kali tertangkap berdasarkan sebaran vertikal ikan pelagis pada perikanan pukat cincin.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Sebagai dasar pertimbangan pengembangan usaha perikanan pukat cincin di Pacitan, Jawa Timur

2. Pengembangan metode dalam upaya meningkatkan akurasi penangkapan sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan perikanan pukat cincin secara berkelanjutan.

3. Sebagai bahan informasi tentang keragaan alat tangkap pukat cincin dan bahan penelitian lanjutan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pengembangan metode penangkapan perikanan pukat cincin merupakan bentuk pendekatan usaha penangkapan ikan khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis. Sebagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan dalam pengoperasian alat tangkap harus didukung dengan kondisi kapal penangkap yang laiklaut dan stabilitas kapal yang baik, kestabilan kapal akan mempengaruhi karakteristik alat tangkap pukat cincin saat alat tersebut dioperasikan, karena olahgerak dan kecepatan kapal akan mempengaruhi proses pengoperasian alat tangkap baik dari segi kecepatan melingkar, kecepatan penarikan purse line (purse line), kecepatan waktu tenggelamnya jaring terhadap kemampuan tangkap (catchability) terhadap sebaran vertikal ikan.

Berdasarkan hal tersebut akan diperoleh informasi seberapa besar pengaruh faktor teknis terhadap kemampuan tangkap pukat cincin terhadap gerombolan ikan (Schoolling) pelagis yang berada di lapisan tengah (mid layer) berkisar antara 0 – 100 meter (pelagis kecil) dan 50 – 400 meter (pelagis besar). Wilayah kemampuan tangkap (catchability area) pukat cincin akan terlihat seberapa besar komposisi, ukuran dan jenis ikan yang tertangkap.

(22)

4

Gambar 1.1 Kerangka Pemipikiran Pengembangan metode penangkapan pukat cincin untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan pelagis

Permasalahan utama

Karakteristik pukat cincin terhadap hasil tangkapan Informasi teknis mengenai kapal, pukat cincin dan proporsi hasil tangkapan

Analisis

 Pengkajian mengenai dimensi kapal dan alat tangkap  Pengkajian faktor teknis terhadap hasil tangkapan pukat cincin

 Pengkajian mengenai sebaran vertikal ikan pelagis pertama kali tertangkap

Pukat cincin

 Kecepatan tarik tali kolor  Kecepatan tenggelam jaring  Kecepatan waktu melingkar

 Komposisi & ukuran  Swiming layer

Hasil tangkapan

Analisis

Hasil

1. Faktor teknis mempengaruhi terhadap hasil tangkapan pukat cincin

2. Mengetahui ikan pertama kali tertangkap berdasarkan sebaran vertikal ikan pelagis

Layak ?

Ya  Dimensi alat tangkap

 Rasio dimensi utama  Olah gerak kapal Dimensi kapal & alat tangkap

Analisis Sidik Ragam Analisis Dimensi

Kapal & Alat Tangkap Layak

? Ya

(23)

5

2

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2013 dengan kondisi bulan gelap dan sedang (tidak gelap) dan observasi ditempat pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tamperan Pacitan (Gambar 2.1). Mengikuti kegiatan operasi penangkapan ikan dengan KM. Inka Mina 127 dan KM. Baruna Jaya 07 dan Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta sebagai tempat pengolahan data.

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan pukat cincin

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian :

1. Kapal nelayan pukat cincin ukuran 30 GT dan 48 GTArmada pukat cincin 2. Jaring pukat cincin (purse seine) dengan ukuran mata jaring (ukuran mata

jaring kantong) kantong yang berbeda yaitu 1,5 inch dan 1,75 inch. 3. Instrumen fish finder type 350C merk Garmin, frekuensi 200 KHz. 4. Instrumen GPS type GP-32 merk Furuno.

5. Jam G-Shock merk Casio. 6. Meteran.

7. Alat tulis

2.3 Pengumpulan Data

2.3.1 Rasio Dimensi Kapal Pukat Cincin

(24)

6

membandingkan nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia (Iskandar dan Pujiati 1995).

2.3.2 Hasil Tangkapan Pukat Cincin

Data diperoleh dengan mengikuti operasi penangkapan pada dua armada pukat cincin yaitu KM. Inka Mina 127 dengan tonnase kapal 48 GT dimensi per trip dan jumlah setting per trip sekitar 7-8 setiap kapal.

2.3.3 Dimensi Alat Tangkap

Perhitungan estimasi pada ukuran pukat cincin mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch yaitu mengukur panjang tali ris atas dan dalam jaring, estimasi berat jaring, jumlah mata jaring, rentangan maksimum jaring dan kecepatan rata-rata jaring saat tenggelam (Gambar 2.2 dan 2.3).

Pemberat 5 X 3 cm (1400 bh)

Desain Pukat Cincin KM. Inka Mina 127 Pacitan

123

m

(25)

7

Desain Pukat Cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan

136

m

Gambar 2.3 Spesifikasi pukat cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan Jawa timur

2.3.4 Kecepatan Kapal dan Alat Penangkap Ikan

Teknik pengukuran kecepatan kapal saat pengoperasian alat tangkap dengan diketahui dari GPS rata-rata kecepatan kapal yaitu 7,0 knot, rata-rata waktu pengoperasian alat tangkap saat setting 24,7 menit, rata-rata kecepatan melingkar saat setting 3,45 m/s, rata-rata kecepatan penarikan purse line 1,46 m/s dan rata-rata waktu tenggelamnya jaring 833,8 detik atau 13,9 menit.

2.3.5 Sebaran Ikan dan Ukuran Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)

Distribusi fork length ikan berdasarkan ukuran mata jaring kantong pukat cincin dan kedalaman renang ikan.

2.4 Analisis Data

2.4.1 Rasio Dimensi Kapal Pukat Cincin

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan yaitu :

1. Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

2. Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan

(26)

8

2.4.2 Speed Length Ratio

Keterkaitan antara dimensi alat tangkap dan Speed length ratio adalah bahwa keberhasilan pengoperasian alat tangkap pukat cincin ditentukan oleh kecepatan kapal ideal dalam melingkari gerombolan ikan dimana speed length ratio merupakan nilai perbandingan antara kecepatan dengan panjang kapal. Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa nilai speed length ratio dapat di rumuskan sebagai berikut :

Speed length ratio = ...(1)

Katagori kapal menurut perbandingan panjang dan kecepatan kapal meliputi : 1. Kapal berkecepatan normal SLR :1,811

2. Kapal berkecepatan rendah SLR : 1,448 3. Kapal berkecepatan tinggi SLR : 2,173

2.4.3 Dimensi Alat Tangkap Pukat Cincin

Perhitungan estimasi berat jaring dihitung dengan mengalikan panjang jaring dan dalam jaring, koefisien koreksi simpul diudara yaitu (Fridman 1986) :

)

Coef = 1,12 kgf (koefisien simpul diudara)

2.4.4 Kecepatan Melingkar

Kecepatan melingkar diestimasi dengan menghitung jarak gerombolan ikan dengan posisi kapal yaitu, yaitu dengan mengetahui jarak terdekat kapal dan gerombolan ikan dari arah titik A ke titik B dengan kecepatan gerombolan ikan (Vf) (Gambar 2.4), jaring diturunkan dan dilingkarkan untuk menghadang ikan

(27)

9

Gambar 2.4 Ilustrasi penebaran jaring Vs = kecepatan kapal (m/s)

Vf = kecepatan ikan (m/s)

b = nilai koefisien kecepatan (Ev = Vs/Vf)

a = jarak kapal dengan gerombolan ikan C = kapal saat menurunkan jaring

D = kapal saat menghadang gerombolan ikan rn = jari-jari jaring saat dilingkarkan

Perlakuan kecepatan relatif setting saat melingkar tersebut pada Gambar 2.5 berfungsi untuk :

1. Mencegah lolosnya gerombolan ikan melalui ujung celah di antara dua ujung jaring

2. Mencegah arah renang gerombolan ikan untuk menuju ke bawah tali pemberat ketika jaring sedang ditebar

3. Mengurangi pelolosan gerombolan ikan pada saat purse line di tarik

Gambar 2.5 Pelolosan ikan pada saat purse line ditarik

(28)

10

gerombolan ikan (Vf) sehingga akan di dapat kecepatan kapal ideal (Ev) dapat di

hitung dengan rumus (Fridman 1986) :

Vs = kecepatan setting saat melingkar (m/s) Vf = kecepatan gerombolan ikan (m/s) Ev = Kecepatan ideal (m/s)

π = 3,14

a = jarak kapal dengan gerombolan ikan Rn = jari-jari jaring /

Rs = radius gerombolan ikan

Dengan diketahuinya kecepatan ideal kapal saat operasi penangkapan maka radius putaran atau jaring melingkar penuh (bulat) saat setting dapat diketahui yaitu (Fridman 1986) :

L = Panjang pukat cincin

2.4.5 Kecepatan Tenggelam Jaring

Kecepatan tenggelamnya jaring pukat cincin dipengaruhi oleh waktu tebar jaring, tenggelamnya tali pemberat, maka kecepatan tenggelam jaring pukat cincin dapat diestimasi dengan mengunakan rumus (Fridman 1986) :

Vs = kecepatan tenggelam (m/s)

Fs = daya tenggelam per satuan panjang tali pemberat (kgf/m) Fn = berat per unit (kgf)

Hs = tinggi kedalaman jaring (m) Fb = daya apung (kgf/m)

Ss = pemberat (kgf/m)

Menghitung waktu tenggelam dengan rumus (Fridman 1986) :

Ts = waktu tenggelam (m/s) H = dalam jaring

Fs = daya tenggelam per satuan panjang tali pemberat (kgf/m) meghitung maksimum jaring tengelam dengan rumus (Fridman 1986):

H = kedalaman jaring maksimum (m)

Ss = pemberat per satuan unit (kgf/m) Ts = waktu tenggelam jaring (m/s)

(29)

11

2.4.6 Indeks Kecepatan Tenggelam dan Berat Jaring

Diestimasi indeks kecepatan tenggelam dan berat jaring (L/D) yaitu dimensi utama panjang jaring (L) dan dalam (D) jaring (L/D).

2.4.7 Kecepatan Penarikan Purse Line

Kecepatan penarikan purse line yang ditarik dengan gardan (winch) dengan mengunakan rumus (Fridman 1986):

Vt = waktu penarikan purse line (m/s) Ev = ratio kecepatan(m/s) Vs =kecepatan kapal(m/s)

0,514 =1852/3600) koef. kecepatan renang ikan (m/s)

2.4.8 Faktor Teknis

Metode penelitian dengan metode exsperimental fishing dan dianalisis secara regresi. Hipotesis bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar, kecepatan tenggelamnya jaring dan kecepatan penarikan purse line dapat memberikan hasil yang optimal terhadap jumlah tangkapan. Dengan tujuan untuk menduga seberapa erat interaksi variabel dengan variabel lain baik secara tunggal dan kelompok terhadap hasil tangkapan.

Data kecepatan dianalisis secara regresi berganda dengan hubungan fungsional antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (variabel bebas) (Walpole,E.R. 1995) adalah

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3………(8)

Y = variabel dependen (Nilai estimasi optimalisasi hasil penangkapan) a = nilai Y pada perpotongan antara garis linear dengan sumbu vertikal Y

(30)

12

2.4.9 Sebaran dan Rata-Rata Ikan Pertama Kali Tertangkap (Lc)

Distribusi ukuran panjang cagak ikan atau fork length berdasarkan ukuran mata jaring dan kedalaman renang ikan dianalisis secara diskriptif. Untuk melihat perbedaan rata-rata ukuran ikan dengan mengunakan metode statistik melalui uji nilai tengah dengan dugaan keragaman yang berbeda, sedangkan kedalaman renang ikan secara diskriptif. Proses perhitungan rata-rata ikan pelagis pertama kali tertangkap Lc atau L50% dengan pendekatan seperti gillnet yaitu dengan cara

dilingkarkan (encircling gillnet and purse seine) yaitu dengan selektivitas pada kelolosan dengan model Holt seperti yang diutarakan Sparred an Venema (1999) sebagai berikut :

SL = ikan dengan kisaran panjang L tertahan di pukat cincin (0<SL≤1)

Lm = kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap

S = standar deviasi dan distribusi normal

Proses analisis terhadap ikan yang tertangkap menurut kelompok panjang untuk masing-masin alat sebagai berikut :

1. Menghitung logaritma rasio untuk masing-masing kelompok panjang yang saling tumpang tindih :

Y = frekuensi panjang (cm)

Ca = ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring 1,5 inch Cb = ikan yang tertangkap pada ukuran mata jaring 1,75 inch

2. Menganalisis regresi terhadap logaritma rasio (y= ln(Cb/Ca) terhadap titik tengah interval panjang ikan (x = L) dan tentukan a dan b :

a = ikan yang tertangkap pada jaring yang lebih kecil (FL/cm) b = ikan yang tertangkap pada jaring yang lebih besar (FL/cm) L = interval panjang ikan(kelas panjang) (cm)

3. Menghitung faktor seleksi yang diestimasi :

SF = faktor seleksi

ma = ukuran mata jaring 1,5 inch mb = ukuran mata jaring 1,75 inch

4. Menghitung standar deviasi pada kedua ukuran :

(31)

13

Lma = kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap ukuran jaring 1,5 inch Lmb = kisaran panjang optimum ikan yang tertangkap ukuran jaring 1,75 inch S2 = standar deviasi

a = intersef b = slope

5. Menghitung kurva seleksi dengan memasukkan nilai L ke :

6. Menghitung estimasi populasi :

)

(32)

14

3

PENGARUH FAKTOR TEKNIS TERHADAP HASIL

TANGKAPAN PUKAT CINCIN

3.1 Pendahuluan

3.1.1 Kapal

Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (UU RI nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran). Pada kakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut air dari suatu tempat ketempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun hewan. Kapal juga dapat digunakan untuk rekreasi, alat pertahanan dan keamanan, alat survey atau laboratorium maupun sebagai kapal kerja (Mudjiono, 1986). Klasifikasi kapal perikanan baik ukuran, bentuk, kecepatan maupun konstruksinya sangat ditentukan oleh peruntukkan kapal perikanan tersebut. Demikian pula dengan kapal penangkap, masing‐masing memiliki ciri khas, ukuran, bentuk, kecepatan dan perlengkapan yang berbeda (Ardidja, 2007).

Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa kapal ikan Indonesai terdiri dari ukuran yang terkecil (sampan), perahu nelayan terbuat dari kayu, hingga kapal–kapal ikan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran lebih besar dari 100 GT menggunakan tenaga penggerak mesin diesel. Kapal penangkap ikan adalah kapal-kapal yang khusus digunakan dalam penangkapan ikan, jenis-jenis kapal ikan diantaranya adalah kapal pukat udang, pukat cincin, payang, long line, huhate (pole and line) (Pasaribu, 1984). Kapal pukat cincin (purse seine) menurut Mulyanto (1986) adalah kapal yang menggunakan alat tangkap purse seine yang dilengkapi tiang dan winch untuk menarik purse line yang dekat dengan jaring setelah penebaran. Pukat cincin adalah jenis alat penangkap ikan yang digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis, dimana alat ini merupakan perkembangan dari alat jaring yang termasuk klasifikasi beach seine (Rumeli, 1976). Seperti yang diutarakan Brandt (1984) bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis.

3.1.2 Kapal Pukat Cincin

Ayodhyoa dan Sondita (1986) menyatakan bahwa kapal pukat cincin merupakan kapal khusus untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol (schooling), perenang cepat (hight speed) dan beruaya jauh (high migration). Terkait dengan sifat ikan sebagai target tangkapan dan alat tangkap yang digunakan, maka dimensi utama kapal akan berpengaruh pada beberapa kebutuhan kapal pukat cincin seperti :

(33)

15

2. Nilai L/B berpengaruh terhadap tahanan penggerak kapal, mengecilnya nilai akan berpengaruh buruk pada kecepatan kapal.

3. Nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, membesarnya nilai ini akan mengakibatkan kekuatan memanjang (longitudinal strength) kapal melemah.

Kapal pukat cincin merupakan salah satu tipe kapal yang membutuhkan kecepatan dalam olah gerak, menuju daerah penangkapan (fishing ground) dan manuver dalam pengoperasiannya. Kecepatan dalam olahgerak kapal sangat dibutuhkan saat melingkarkan jaring pukat cincin terhadap gerombolan ikan (Schooling). Sinkronisasi antara bentuk kasko, panjang kapal dan kecepatan kapal harus saling terkait, penyesuaian antara ketiga faktor tersebut merupakan indikator terhadap keberhasilan penangkapan pukat cincin. Faktor tersebut berpengaruh terhadap target spesies ikan yang akan ditangkap, dimana target ikan tangkapan merupakan ikan pelagis yang mempunyai kecepatan renang relatif tinggi dengan kisaran 0,8-1,6 meter/detik. Olah gerak kapal merupakan dasar dari keberhasilan dalam kecepatan kapal saat melingkari gerombolan ikan, penarikan purse line dan kecepatan waktu tenggelammnya jaring. Hal ini yang mendasari penelitian karakteristik kapal pukat cincin terhadap hasil tangkapan ikan pelagis.

Spesifikasi kapal pukat cincin Pacitan umumnya terbuat dari kayu dengan panjang sekitar 13-18 meter, lebar 4-5,35 meter dan dalam 1,5-2,5 meter dengan tonnase berkisar 25-50 GT. Mesin utama bermerk Dompeng atau Mitsubishi yang mempunyai kekuatan 350-420 PK dan mempunyai mesin bantu bermerk Dompeng 36 dan 42 PK. Palkah untuk menyimpan hasil tangkapan berjumlah 9-12 buah dengan kapasitas 2 ton per palkah. Anak buah kapak (ABK) berjumlah 25-30 orang. Alat tangkap terdiri dari badan jaring, tali ris atas dan pelampung dari gabus, tali ris bawah dan pemberat serta cincin sebagai tempat purse line untuk mengerutkan bagian bawah jaring. Panjang pukat cincin sekitar 350-600 m kedalaman jaring sekitar 100-130 m, lebar mata jaring bagian atas 2-3 inci dan bagian bawah 1,5 inci. Spesifikasi kapal dan Alat tangkap pukat cincin disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Pasaribu (1984) dalam Umam (2007) menyatakan bahwa perbedaan dimensi ukuran, desain kapal, dan rancangan bangun disesuaikan dengan peruntukkan kapal tersebut. Hasil perhitungan nilai rasio dimensi ukuran kapal pukat cincin Pacitan menunjukkan bahwa rasio panjang berbanding lebar kapal berkisar 2,51-4,30 meter, rasio lebar berbanding dalam berkisar 2,22-4,00 meter sedangkan rasio panjang berbanding dalam berkisar 6,75-12,0 meter. Selanjutnya, Ayodhyoa (1972) menyatakan bahwa jika nilai L/B suatu kapal mengecil akan berpengaruh lambat terhadap kecepatan, jika L/D membesar maka kekuatan memanjang (longitudinal strength) akan melemah dan jika nilai B/D dari kapal tersebut membesar, maka stabilitas akan membaik tetapi daya dorong (propulsive ability) akan memburuk (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Nilai rasio dimensi kapal pukat cincin Pacitan

Kelompok kapal L/B L/D B/D

Pukat cincin Pacitan 2,51-4,30 6,75-12,0 1,93-4,00 Sumber : Hasil penelitian di Pacitan

(34)

16

pukat cincin Pacitan termasuk encircling gear, dari 57 kapal yang diteliti ada 1 kapal yang memiliki batas dibawah standar propulsive ability) yaitu kapal KM. Baruna Jaya 07 sebesar 2,51 meter, hal ini berarti nilai rasio L/B kapal KM. Baruna Jaya 07 tergolong kapal yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai kapal pukat. Nilai rasio dimensi B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal, dimana nilai rasio kapal pukat cincin Pacitan termasuk kapal yang mempunyai stabilitas yang baik yaitu 2,22 hingga 4,00 meter, dan dapat meningkatkan daya dorong kapal saat melingkarkan alat tangkap terhadap gerombolan ikan (schooling). Nilai rasio L/D kapal pukat cincin Pacitan sebesar 6,75 hingga 12,00 meter dan termasuk dalam acuan kapal pukat cincin Indonesia yaitu berkisar 4,55 hingga 17,43 meter, kondisi kekuatan memanjang kapal melemah, karena panjang kapal yang terlau besar dibandingkan dengan dalam (D) dan akan menghambat saat melakukan olah gerak kapal.

Tabel 3.2 Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan Indonesia

Kelompok kapal L/B L/D B/D Sumber : Iskandar dan Pujiati (1995)

Keberhasilan operasi penangkapan pukat cincin di rumpon dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kecepatan relatif kapal dalam melingkari gerombolan ikan (setting), kecepatan penarikan purse line, kecepatan tenggelamnya jaring, sedangkan faktor teknis lain relatif sama dan musim penangkapan sebagai indikator komposisi hasil tangkapan. Ketiga faktor tersebut merupakan indikator penyeimbang terhadap kecepatan renang gerombolan ikan saat penangkapan, berdasarkan FAO kecepatan renang ikan rata-rata sebesar 1,1 m/s. Wijopriono dan Genisa (2003), bahwa kapal dengan kecepatan relatif tinggi dapat menghalangi atau menyaingi kecepatan renang ikan. Oleh karena itu, kapal yang bergerak relatif lebih cepat dari kecepatan renang ikan akan meningkatkan peluang tertangkapnya ikan. Dengan kekuatan mesin yang besar, maka proses pelingkaran gerombolan ikan juga lebih cepat sehingga kemungkinan ikan untuk lolos juga semakin kecil. Kane dan Sternheim (1991) menyatakan bahwa kecepatan rata-rata kapal adalah pergeseran atau perubahan kedudukan kapal yang terjadi dalam suatau interval waktu dibagi oleh waktu yang berlalu.

(35)

17

3.2 Hasil

3.3.1 Speed Length Ratio

Kapal pukat cincin umumnya termasuk tipe kapal cepat karena dalam operasinya di butuhkan kecepatan yang tinggi untuk melingkari gerombolan ikan sehingga ikan akan terkurung di dalam jaring dan tidak dapat meloloskan diri. Hasil analisis rata-rata kecepatan kapal pukat cincin pacitan 7,2 knot dengan panjang kapal rata-rata 16,27 dan termasuk kapal katagori normal (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Speed length ratio kapal pukat cincin Pacitan Kecepatan SLR SLR Pacitan

(knot)

Panjang Kapal Pacitan (m)

Normal 1,811 6-8 13.86-19.91

Rendah 1,448 6-8 22.9-24.95

Tinggi 2,173 6-8 9.62-11.08

3.3.2 Indeks Panjang per Dalam Terhadap Waktu Tenggelam Jaring

Hasil penelitian perbandingan panjang per dalam terhadap waktu tenggelam jaring menunjukkan bahwa perbandingan panjang per dalam jaring sebesar 2,5 meter menghasilkan waktu tenggelam 0,102 m/s dan panjang per dalam sebesar 3,4 meter waktu tenggelam 0,106 m/s. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 7 yaitu Y = 98,11x-7,309 dengan nilai R2 = 0,475. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan waktu tenggelam per meter akan memberikan penambahan nilai sebesar 98,11 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 47,5 % (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Indeks panjang per dalam terhadap waktu tenggelam 3.3.3 Indeks Panjang per Dalam Terhadap Berat Jaring

(36)

18

regresi seperti pada Gambar 8 yaitu Y = 0,019x-0,571 dengan nilai R2 = 0,863. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan berat jaring per meter akan memberikan penambahan nilai sebesar 0,019 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 86,3 % (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Indeks panjang per dalam terhadap berat jaring 3.2.4 Kecepatan Relatif Kapal Saat Melingkar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar berkisar 3,4-3,6 (m/s) dan menghasilkan hasil tangkapan ikan berkisar 8.760-16.490 kg per trip, Kecepatan relatif terendah pada bulan Juli yaitu sebesar 3,3 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.760 kg per trip dan kecepatan relatif tertinggi pada bulan September sebesar 3,6 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip. (Gambar 3.3).

(37)

19

Tabel 3.4 Sidik ragam pengaruh kecepatan relatif kapal saat melingkar

SK db JK KT Fhit Ftab

Regresi 1 39.231.684,2 39.231.684,2 18,49 5,12 Sisa 9 19.089.758,07 2.121.084,23

Total 10 58.321.442,27

Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F tolak Ho,

artinya bahwa kecepatan relatif kapal saat melingkar berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan, dan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 67,26 %. Artinya bahwa kecepataan relatif kapal saat melingkar sangat signifikan atau kecepatan relatif kapal saat melingkar dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin.

3.2.5 Kecepatan Penarikan purse line

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan penarikan purse line saat melingkar berkisar 1,3-1,6 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.478-16.490 kg per trip. Kecepatan penarikan purse line terendah pada bulan Desember yaitu sebesar 1,36 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 8.478 kg per trip dan kecepatan penarikan purse line tertinggi pada bulan September sebesar 1,59 (m/s) dengan hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip (Gambar 3.4).

1.25

Hasil Tangkapan Kec. Purse Line

Gambar 3.4 Pengaruh kecepatan penarikan purse line pukat cincin terhadap hasil tangkapan

Hasil analisis menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Y= -32.770,32 + 29.988,44 X dengan R = 67,27 %, nilai tersebut menunjukkan bahwa kecepatan penarikan purse line berpengaruh terhadap peningkatan produksi sebesar 29.307,14 kg, sedangkan hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Sidik ragam pengaruh kecepatan penarikan purse line saat melingkar

SK db JK KT Fhit Ftab

Regresi 1 39.236.747,38 39.236.747,38 18,50 5.12 Sisa 9 19.084.694,89 2.120.521,65

(38)

20

Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak

Ho, artinya bahwa kecepatan penarikan purse line saat melingkar berpengaruh

nyata terhadap hasil tangkapan, dan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 70,87 % dan koefisien korelasi (r) sebesar 8,41. Nilai tersebut menjelaskan bahwa kecepataan penarikan purse line saat melingkar berpengaruh terhadap hasil tangkapan.

8.2.6. Kecepatan Waktu Tenggelam Jaring

Kecepatan waktu tenggelamnya jaring saat melingkar antara 762,79-903,17 (m/s) dan menghasilkan hasil tangkapan ikan berkisar 8.478-16.490 kg per trip. Kecepatan waktu tenggelamnya jaring terendah pada bulan Maret yaitu selama 762,79 (m/s) pada ukaran mata jaring kantong 1,75 inch, dengan hasil tangkapan sebesar 9.874 kg per trip dan kecepatan waktu tenggelamnya jaring tertinggi pada bulan September selama 903,17 (m/s) dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 16.490 kg per trip. Waktu kecepatan tenggelam jaring saat melingkar memperlihatkan adanya hubungan terhadap peningkatan hasil tangkapan pukat cincin di Pacitan (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Pengaruh kecepatan waktu tenggelam jaring terhadap hasil tangkapan Hasil analisis menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Y^ = -23.799,23 + 2.506,98 X dengan R = 69,66 %, dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa kecepatan tenggelamnya jaring memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan sebesar 2.506,9 kg per setting, sedangkan hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Sidik ragam pengaruh kecepatan waktu tenggelamnnya jaring

SK db JK KT Fhit Ftab

Regresi 1 40.626.825,1 40.626.825,1 20,66 5,12 Sisa 9 17.694.617,2 1.966.068,57

Total 10 58.321.442,3

Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak

Ho, artinya bahwa kecepatan waktu tenggelamnya jaring berpengaruh nyata

(39)

21

Nilai tersebut menjelaskan bahwa kecepataan tenggelam jaring dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin.

2.3.7 Analisis Faktor Teknis Yang Berpengaruh Terhadapat Hasil Tangkapan Pukat Cincin

Hasil analisis ketiga variabel menghasilkan model faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat cincin sebagai berikut: Y = - 62.159,33 + 13.300,80 X1 +

10.938,21 X2+ 812,96 X3, dari ketiga variabel memiliki koefisien regresi positif

terhadap hasil tangkapan. Tabel 3.7 menjelaskan keeratan atau keterkaitan antar variabel dengan variabel lain dari faktor produksi.

Tabel 3.7 Sidik ragam pengaruh faktor produksi terhadap hasil tangkapan pukat cincin Pacitan

SK db JK KT Fhit Ftab

Regresi 3 50.626.729,24 16.875.576,41 15,35 4,35 Sisa 7 7.694.713,03 1.099.244,72

Total 0 58.321.442,27

Hasil sidik ragam menghasilkan Fhit > Ftab sehingga hasil uji F adalah tolak

Ho, artinya bahwa ketiga variabel menunjukkan saling berkaitan dan berpengaruh

nyata terhadap hasil tangkapan, dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 86,80 %. Nilai tersebut menjelaskan bahwa ketiga variable sangat signifikan terhadap hasil tangkapan atau dapat pula dikatakan ketiga variabel dapat menjelaskan hasil tangkapan pukat cincin.

Hasil pengujian secara parsial uji t memperlihatkan bahwa ketiga faktor produksi memberikan pengaruh nyata secara langsung terhadap hasil tangkapan pada tingkat kepercayaan 95%. Dimana koefisien regresi kecepatan relatif melingkar menghasilkan sebesar 13.300,80 kg, penarikan purse line sebesar 10.938,21 kg dan kecepatan tenggelam jaring sebesar 812,96 kg. Artinya ketiga koefisien regresi tersebut searah dengan peningkatan hasil tangkapan pukat cincin Pacitan (Tabel 3.8).

Tabel 3.8 Hasil analisis parsial faktor produksi pukat cincin dengan uji t.

Sumber Koefisien regresi Standard Error koef. t Stat P-value

Intercept -62.159,33 14.051,49 -4.42368 0.00307

X 1 13.300,81 5.041,23 2.63840 0.03350

X 2 10.938,21 9.926,29 1.10194 0.30692

X 3 812,96 848,26 0.95838 0.36979

2.3.8 Pengaruh Faktor Teknis Terhadap Proporsi Hasil Tangkapan per Bulan

(40)

22

Gambar 3.6 Persentase faktor teknis terhadap hasil tangkapan per bulan

3.3 Pembahasan

Perkembangan usaha perikanan pukat cincin di Pacitan tergolong skala usaha kecil dan menengah. Dimana armada pukat cincin berdasarkan tonnase sekitar 25-48 GT dan melakukan operasi penangkapan di wilayah perairan ZEEI dan laut lepas Samudera Hindia. Dengan wilayah operasi penangkapan dengan rumpon sampai posisi lintang 100-130 LS dan bujur 108030’-113000’ BT dan diluar wilayah perairan teritorial Indonesia. Hal ini dilakukan karena berkurangnya hasil tangkapan di wilayah pesisir laut teritorial dan bertambah jauh operasi penangkapan, untuk itu dibutuhkan kapal penangkap yang laiklaut berstandar IMO (International Maritime Organization), stabilitas atau daya oleng dan kecepatan kapal ideal. Unjuk kerja (performance) sangat menentukan saat pengoperasian alat tangkap dan keberhasilan pada saat melingkari gerombolan ikan yang menjadi target hasil tangkapan pukat cincin. Menurut Rumeli (1976) bahwa pukat cincin pada operasi penangkapan akan banyak menerima dari beban samping.

Berdasarkan perhitungan tahanan (resistance) yang dihasilkan jaring, maka kecepatan kapal saat melakukan penurunan jaring diperkirakan 20% lebih rendah daripada kecepatan kapal saat bergerak bebas lurus (Fridman dan Carrothers, 1986). Sedangkan kapal pukat cincin Pacitan mampu mengurangi beban samping yang berdasar pada nilai rasio dimensi (L/B) termasuk encircling gear, dengan rasio panjang berbanding lebar (L/B) kapal berkisar 2,5-4,3 meter, rasio lebar berbanding dalam (B/D) berkisar 1,9-4,0 meter sedangkan rasio panjang berbanding dalam (L/D) berkisar 6,7-12,0 meter. Lebih lanjut Setiyanto (2005) menyatakan bahwa perbandingan L/B berpengaruh terhadap kemampuan olah gerak kapal atau daya gerak kapal, B/D berpengaruh terhadap stabilitas kapal dan daya gerak sedangkan L/D berpengaruh terhadap stabilitas, daya muat dan kekuatan kapal.

(41)

23

rata-rata 5,8-8,8 knot dengan kisaran panjang kapal antara 13,86-19,91 dan termasuk katagori kapal normal. Dengan kecepatan tersebut pukat cincin Pacitan lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan pelagis dan setiap bulannya menghasilkan produksi ikan pelagis berkisar 8-16 ton. Wijopriono dan Nasution (1986) menyatakan bahwa pukat cincin yang dioperasikan di Prigi mempunyai kecepatan rendah, walaupun demikian kecepatan kapal tersebut sudah cukup karena dalam operasinya pukat cincin sifatnya tidak mengejar gerombolan ikan (hunting) tetapi hanya melingkari gerombolan ikan yang sudah terkumpul pada rumpon.

Selanjutnya Wijoprioyono (1986) menyatakan dari hubungan panjang dan kecepatan kapal, ternyata kapal pukat cincin di Prigi masih dapat ditambah kecepatan dengan memperbesar tenaga penggeraknya, sehingga dapat memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengejar gerombolan ikan. Sedangkan kecepatan kapal pukat cincin Pacitan tidak perlu merubah daya mesin dan dimensi kapal karena termasuk katagori kapal normal, hal ini dibuktikan dengan mendapat hasil tangkapan yang relatif tinggi. Memiliki daya oleng yang baik seperti yang diutarakan Nomura dan Yamazaki (1977) dan Iskandar (1990).

Kecepatan relatif didefinisikan dalam pergeseran atau perubahan kedudukan sebuah benda dalam suatu interval waktu tertentu, dimana interval waktu tertentu adalah pergeseran dibagi oleh waktu. Kecepatan rata-rata sebanding dengan pergeseran dan arahnya sama (Kane dan Sternheim 1991). Dengan stabilitas kapal laiklaut akan mengurangi beban anak buah kapal pada salah satu sisi kapal saat pengoperasian alat tangkap. Dimana efektivitas pengoperasian pukat cincin terlihat saat faktor teknis berfungsi yaitu kecepatan kapal saat melingkar jaring, kecepatan tenggelam jaring dengan membentuk dinding untuk menahan gerak kelompok gerombolan ikan keluar secara horisontal, serta kecepatan untuk menarik purse line untuk menahan larinya ikan ke arah vertikal (bagian bawah jaring) seperti yang diutarakan (Sainsbury 1971).

Hasil penelitian ketiga faktor teknis mempelihatkan keeratan sebesar 87,86 %, dimana keberhasilan pengoperasian pukat cincin dengan alat bantu rumpon dan lampu sangatlah produktif dalam mengumpulkan gerombolan ikan di area penangkapan (catchable area), dengan dugaan ikan yang memasuki zona influence tidak dapat lolos saat jaring dilingkarkan. Dimana proses penangkapan pukat cincin untuk mengurangi tingkat kelolosan ikan yaitu dengan memotong arah renang ikan, cenderung melawan arus, dengan kecepatan relatif saat melingkar peluang tertangkapnya ikan lebih besar. Hal ini akan berhasil jika pergerakan ikan secara horizontal dan vertikal dapat diduga saat penangkapan, dimana jarak ideal penangkapan dengan pukat cincin dengan rumpon sekitar 50-100 m (Tabel 3.9). Jarak toleransi menduga pergerakan ikan, kecepatan renang ikan akan terbaca dan terperangkap saat jaring dilingkarkan (Fridman 1986).

Tabel 3.9 Jarak ideal saat melingkarkan sifat gerombolan ikan Spesies Diameter 2.rs(m) Kecepatan Renang (m/s)

Tembang atlantik 25 1,0

Sardin 50 1,1

Mackerel 40 1,3

Cakalang 30 1,6

Teri laut hitam 60 0,8

(42)

24

Hasil penelitian menunjukan rasio kecepatan relatif kapal lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan yaitu 3,44-3,60 (m/s) sedangankan rasio kecepatan renang ikan berkisar 0,6-3,3 (m/s). Kecepatan penarikan purse line berkisar 1,36-1,59 (m/s) dan kecepatan tenggelam berkisar 762,9 – 903,17 (m/s), sedangkan kecepatan renang ikan berkisar 1,0-1,6 (m/s). Roni (2002) menyatakan bahwa kecepatan relatif kapal purse seine saat setting dengan target tangkapan ikan selar, layang dan kembung di perairan Ambunten Madura dengan KM. Damar Wulan berkisar 1,71-1,91 (m/s) sedangkan kecepatan relatif saat setting dengan KM. Asrama berkisar 1,90-2,18 (m/s). Muntaha, A (2012) menyatakan bahwa dengan kecepatan melingkar saat setting dengan 4 knot, kecepatan penarikan tali ris 1,69 (m/s) mendapatkan hasil tangkapan sebesar 540 kg/tawur, sedangkan dengan kecepatan melingkar saat setting dengan 8 knot, kecepatan tenggelam jaring 561 detik mendapatkan hasil tangkapn sebesar 844,77 kg.

Fridman (1986) menyatakan bahwa jenis ikan tembang memiliki kecepatan renang 1,0 (m/detik), mackerel 1,3 (m/s), cakalang 1,6 (m/s). Selanjutnya Videle (1993) Menyatakan bahwa kecepatan renang jenis tuna 10 (m/s), mackerel 3,3 (m/s) kisaran panjang 30 cm, hering dewasa 1 (m/s) kisaran panjang 20 cm, hering muda 0,5 (m/s) kisaran panjang 10 cm. Godo et al. (2003) mengemukakan bahwa ikan mackerel mempunyai kecepatan renang sampai 6 (m/s) jika kawanan/gerombolan kecil dan sekitar 1 (m/s) jika kawanan besar.

Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknis lebih cepat terhadap kecepatan renang ikan pada saat jaring pukat cincin dioperasikan dan pukat cincin memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan ikan yaitu madidihang 23,5%, layang 22,5%, cakalang 14,9%, tongkol komo 13,7%, lemadang 7,6%, kambing-kambing 6,9%, sunglir 6,7% dan tenggiri 4,1%. Sedangkan musim penangkapan pukat cincin memperlihatkan pola yang sama dan menunjukkan bahwa hasil tangkapan pada bulan Mei hingga Juni meningkat sebesar 11.987 kg dan 12.875 kg, dan menurun pada bulan Juli sebesar 8.760 kg dan meningkat pada bulan Oktober sebesar 12.914 kg. Sedangkan musim penangkapan pukat cincin terjadi pada bulan Mei hingga Juni dan pada bulan Oktober (BPPL 2013). Hal ini menjelaskan bahwa tertangkapnya ikan saat dilingkar lebih besar, namun tingkat keberhasilan hasil tangkapan berbeda, diduga gerombolan ikan meloloskan diri saat jaring belum maksimal dilingkarkan, purse line belum maksimal ditarik, arah renang ikan cenderung menyisir jaring, kebawah jaring, dimana tingkat kelolosan gerombolan ikan lebih tinggi dan umumnya ikan yang tertangkap sekitar 0,25%-50% per setting (Fridman, 1986).

Adanya perbedaan hasil dari ketiga penelitian terkait ketiga faktor teknis, hal ini diduga perbedaan target hasil tangkapan ikan, dimana proses penangkapan dikondisikan terhadap target jenis ikan yang akan ditangkap, perbedaan karakteristik wilayah perairan sangat mempengaruhi terhadap dimensi alat tangkat, pola penangkapan, kedalaman perairan, keragaman jenis ikan di wilayah tersebut.

Simpulan

(43)

25

bagian belakang kapal. Kapal pukat cincin Pacitan termasuk katagori kapal normal yang memiliki panjang 13.86-19.91 m, dengan kecepatan kapal berkisar 5,8-8,8 knot dengan nilai speed length ratio normal yaitu 1,811.

Hasil penelitian menunjukan rasio kecepatan relatif kapal lebih cepat dibanding kecepatan renang ikan yaitu 3,44-3,60 (m/s) sedangankan rasio kecepatan renang ikan berkisar 0,6-3,3 (m/s). Kecepatan penarikan purse line berkisar 1,36-1,59 (m/s) dan kecepatan tenggelam berkisar 762,9-903,17 (m/s), sedangkan ikan 1,0-1,6 (m/s). Sedangkan hasil analisis sidik ragam secara parsial menunjukkan kecepatan melingkar berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan dengan α 0,05 nilai Fhit sebesar 18,50. Secara bersamaan ketiga faktor

teknis yaitu kecepatan melingkar, kecepatan penarikan purse line dan kecepatan tenggelamnya jaring berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga faktor teknis memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan yaitu madidihang 23,5%, layang 22,5%, cakalang 14,9%, tongkol komo 13,7%, lemadang 7,6%, kambing-kambing 6,9%, sunglir 6,7% dan tenggiri 4,1%.

Saran

(44)

26

4

SEBARAN IKAN DAN UKURAN RATA-RATA PERTAMA

KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN

BERDASARKAN KEDALAMAN RENANG

4.1 Pendahuluan

Daerah penyebaran ikan pelagis yang berpotensial di Indonesia meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, Laut Banda, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, laut Sulawesi dan perairan utara Papua (Pasifik). Penyebaran ikan pelagis dipengaruhi oleh suhu, densitas, kedalaman lapisan thermoklin, arus,sirkulasi massa air, oksigen dan kedalaman renang (swimming layers). Secara umum ikan pelagis (tuna) tertangkap di kedalaman 0-400 meter, salinitas perairan berkisar 32-35 ppt (perairan oseanik), suhu berkisar 17-310C (Uktolseja 1988).

Samudera Hindia merupakan salah satu perairan yang potensial menghasilkan ikan pelagis seperti cakalang (Katsuwanus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol lisong (Auxis rochei), tongkol krei (Auxis thazard), madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus macoyii) dan ekor panjang atau abu-abu (Thunnus tonggol), layang biru (Decapterus macarellus), kembung (Rastrelliger spp), tembang (Sardinella fimbriata), sunglir (Elagatis bipinulatus) dan ikan lemuru (Sardinella longiceps) (BRPL 2004).

Sebaran distribusi vertikal ikan dipengaruhi oleh struktur panas pada kolom air, seperti adanya korelasi antara tertangkapnya ikan oleh pukat cincin, kedalaman dari swimming layer, dan kekuatan dari gradien suhu pada termokline (Trump dan Leggette. 1980). Umumnya ditemui di bagian atas dari kedalaman 100 meter pada kolom air yang cukup oksigen. Di bawah termokline kandungan suhu dan oksigen sangat rendah biasanya dibawah 2 ml/l sehingga ikan perenang cepat ini jarang ditemukan (Meja dan Garcia. 2003). Ikan biasanya bergerombol sesuai ukuran baik bersama spesies sejenis maupun dengan spesies lain. Penyebaran ikan tuna diperairan merupakan salah satu respon terhadap perubahan suhu. Pola penyebarannya secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku dari ikan tuna.

Distribusi ukuran jenis ikan pelagis pertama kali tertangkap (Lc) di perairan Pacitan dapat diketahui berdasarkan perbedaan ukuran mata jaring kantong (mesh size) dan kedalaman jaring pukat cincin, dimana ukuran mata dan kedalaman jaring dapat menentukan terhadap sebaran ukuran ikan yang tertangkap, hal ini diduga bahwa kedalaman perairan mengidentifikasi sebaran jenis yang tertangkap. Pendugaan ukuran ikan pertama kali tertangkap (Lc) indentik dengan portabilitas atau peluang ikan yang tertangkap dengan L50% pada selektivitas alat tangkap

tersebut, dimana setiap ukuran ikan yang tertangkap mewakili ikan yang tertangkap atau ikan yang tidak tertangkap di daerah penangkapan. Dasar pengukuran selektivitas ditentukan dengan kisaran panjang terhadap ikan yang di teliti (Sparred dan Vanema 1999).

(45)

27

tertangkap di perairan Pacitan diestimasi berdasarkan hasil tangkapan ikan pukat cincin dengan panjang jaring antara 380-420 m, kedalaman 120-136 m dengan ukuran mata jaring kantong 1,5-1,75 inch. Hal ini di teliti karena kurangnya informasi mengenai sebaran rata-rata ukuran pertama kali tertangkap baik secara vertikal dan horisontal menurut kedalaman dengan pukat cincin di perairan Pacitan Jawa Timur.

4.2 Hasil

4.2.1 Distribusi Ukuran Berdasarkan Ukuran Mata Jaring

Ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,5 inch berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,75 inch cm. Jenis dan Ukuran ikan yang tertangkap yaitu madidihang, cakalang, tongkol komo, lemadang, layang biru, sunglir dan kambing-kambing pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi ukuran kisaran panjang berdasarkan ukuran mata jaring

Jenis Uk. Jaring 2 (ukuran mata jaring kantong 1,75inch)

(46)

28

panjang 19,5-37,5 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 25,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 29,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch. Ikan sunglir dengan kisaran panjang 22-82 cm dengan modus terbanyak pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm, 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.

Madidihang

Lemadang

Cakalang

Komo

Layang

Sunglir

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pemipikiran
Gambar 2.3 Spesifikasi pukat cincin KM. Baruna Jaya 07 Pacitan Jawa timur
Gambar 2.5 Pelolosan ikan pada saat purse line ditarik
Tabel 3.3 Speed length ratio kapal pukat cincin Pacitan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indofood Fritolay Makmur berdasarkan kepada data permintaan berupa CMO, yang merupakan dasar bagi bagian produksi dalam memproduksi, serta terutama bagian distribusi

Daripada menggunakan mesin Java tradisional virtual (VM) seperti Java ME (Java Mobile Edition), Android menggunakan VM kustom yang dirancang untuk memastikan bahwa

untuk memperbaiki atau mengganti Jasa Lainnya dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberitahuan tersebut. Jika Penyedia tidak memperbaiki atau mengganti Jasa

Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa palafalan vokal anak tunarungu tidak mengalami pergeseran di awal silabel dan mengalami pergeseran ke fonem lain

Media sosial merupakan bagian dari Computer – Mediated Communiation dimana pada saat berkomunikasi para pengguna menggunakan jaringan internet. Salah satu fungsi dari

Kajian komposisi ikan hasil tangkapan dianalisis dari data bulanan hasil tangkapan nelayan pukat cincin yang diperoleh dari Instansi Dinas Kelautan dan Perikanan

Secara simultan, faktor produksi dengan variabel ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin, dalam jaring pukat cincin, jumlah ABK, BBM, dan jumlah

Jaring bobo ( Purse seine) Merupakan jaring yan lingkarkan yang berukuran lebih kecil dari purse seine atau pukat cincin (panjang antara 200 – 400 m dan lebar berkisar 40 – 70 m