• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN SUMBA BARAT 3.0 Pengantar

3.3 Umpatan yang Bermaksud Marah

Marah adalah perasaan tidak senang yang dimiliki seseorang karena merasa dihina atau diperlakukan tidak dengan sepantasnya atau mendengar ucapan yang tidak pantas. Dalam kehidupan sehari-hari, sama seperti masyarakat di daerah lain, masyarakat Sumba Barat juga menggunakan umpatan untuk mengungkapkan perasaan marah mereka. Umpatan-umpatan yang sering mereka gunakan adalah sebagai berikut.

(33) Memang manusia puki mai.

Pada tuturan (33) terdapat umpatan yang bermaksud untuk memarahi orang yang dianggap melakukan kesalahan yang sangat besar sehingga tidak dapat diterima. Orang yang mengumpat sangat marah sehingga melontarkan umpatan tersebut. Bagi masyarakat Sumba Barat, umpatan tersebut sangat kasar karena yang diumpat adalah ibu dari orang yang dimaki tersebut, bukan orang yang bersangkutan

(34) Lahu, diam sedikit!

Umpatan yang terdapat dalam tuturan (34) bermaksud untuk memarahi kaum laki-laki. Lahu berarti anjing, namun seringkali juga diidentikkan dengan

43

alat kelamin kaum laki-laki. Dalam tuturan tersebut terdapat umpatan yang bermaksud memarahi (biasanya laki-laki) yang berkelakuan di luar batas, nakal, gatal, berkelakuan liar layaknya seekor anjing. Kadang digunakan untuk mengumpat orang yang kerap melakukan pelecehan.

(35) Itu tua satu su macam manu beddi.

Pada tuturan (35) terdapat umpatan yang bermaksud untuk memarahi (biasanya laki-laki) yang berkelakuan di luar batas, nakal, gatal, ganjen. Terkadang digunakan untuk mengumpat orang yang kerap melakukan pelecehan.

(36) Itu dia laki-laki katumma.

Umpatan yang terdapat pada tuturan (36) memiliki maksud yang mirip dengan tuturan (35), namun kadar marah dalam umpatan ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan tuturan (35) Orang yang diumpat di sini hanya sekadar menggoda, tidak sampai melakukan tindakan yang bersifat melecehkan.

(37) Tutup mulut naga rara.

Umpatan yang terdapat dalam tuturan (36) bermaksud untuk memarahi anak gadis. Umpatan tersebut tergolong kasar karena menyebutkan alat kelamin

perempuan. Naga rara digunakan untuk mengumpat kaum gadis karena buah

nangka yang merah (dalam hal ini nangka yang baru merekah, dalam tahap menjadi buah dewasa), diasosiasikan sebagai kelamin anak gadis karena adanya kemiripan bentuk. Maksud tuturan di atas adalah memarahi orang yang diumpat dan memerintahkannya untuk diam, menutup mulut, tak usah berbicara.

44

Tuturan (38) bermaksud untuk memarahi orang yang dianggap sangat bodoh, memiliki otak tanpa isi, sama seperti labu merah yang kosong tengahnya (karokko rara). Karokko rara adalah jenis labu berukuran sedang dan kadang ada yang besar. Bagian tengah labu itu kosong jika diketuk-ketuk. Di Sumba Barat, labu jenis itu hanya digunakan untuk makanan babi atau anjing. Karena kebiasaan itulah, karokko rara digunakan untuk mengumpat orang yang sangat bodoh,

berotak kosong sama seperti karokko rara yang kosong tengahnya dan tak

berguna, hanya untuk makanan ternak, tak berguna bagi manusia. (39) Watu loko suda itu barang-barang.

Pada tuturan (39) terdapat umpatan yang bermaksud memarahi orang yang

melakukan pekerjaan sia-sia. Watu loko atau batu kali digunakan untuk

mengumpat orang yang melakukan pekerjaan sia-sia karena pada dasarkan batu kali tak ada gunanya. Batu-batu dan barang lainnya yang berkaitan dengan kali adalah yang sudah tidak berguna lagi, karena itulah dibuang ke kali.

(40) Heh, kabang’nga watu loko jang banyak omong.

Lain halnya dengan umpatan dalam tuturan (39), watu loko yang terdapat

dalam umpatan kabang’nga watu loko ini memiliki maksud untuk memarahi

orang yang dianggap sangat bodoh, memiliki daya tangkap di bawah rata-rata, berotak keras seperti batu kali. Layaknya bebatuan di kali yang sangat keras dan susah dipecahkan atau diserapi air, begitulah otak orang yang diumpat ini. Sangat keras, bebal, susah untuk menyerap apa yang diajarkan.

45

Tuturan (41) bermaksud untuk memarahi orang yang kerap melakukan kesalahan yang sama dan tidak pernah jera. Oleh karena itu disebut tebal kulit (tebe kalitta). Kesalahan yang sama terus diulang meskipun sudah diperingatkan, bahkan tak jarang dihukum. Karena pelaku (orang yang dimarahi) sudah berkulit tebal, maka kesalahan tersebut diulang terus, tidak kunjung jera.

(42) Jangan bacari hal deng ata ndaina.

Umpatan yang terdapat di dalam tuturan (42) bermaksud untuk memarahi orang yang bermain-main (dalam hal ini mengganggu) ata ndaina. Ata ndaina adalah orang suwanggi, yang kerap memangsa orang lain yang mengganggu mereka atau orang yang tidak mereka sukai. Maksud dari tuturan tersebut adalah untuk melarang sekaligus memperingatkan orang yang diumpat agar tidak mengusik orang suwanggi tersebut.

(43) Jang sampe itu lahu liat kau lagi.

Tuturan (43) mengandung umpatan yang bermaksud untuk memarahi orang yang sering menampakkan diri kepada orang yang dianggap musuhnya. Lahu yang dimaksud di sini adalah orang yang tidak disukai, entah itu karena dendam, karena berbahaya, atau karena tidak disukai. Selain untuk memarahi, tuturan tersebut sekaligus bermaksud untuk melarang dan memperingtkan.

(44) Nguddumu! Kabiar sa tir pi lagi.

Umpatan yang terdapat di dalam tuturan (44) bermaksud memarahi orang yang menyuruh atau memintanya pergi. Dalam kemarahan yang terdapat dalam umpatan tersebut, terkandung unsure penolakan. Si pengumpat tidak sudi untuk pergi ke tempat yang disuruh oleh orang yang diumpat.

46 (45) Kom kere! Apa su sa sendiri.

Tuturan (45) mengandung umpatan yang bermaksud memarahi orang yang meminta tolong atau menyuruhnya untuk melakukan sesuatu seorang diri. Sama seperti tuturan (44), dalam umpatan ini terdapat sikap penolakan dari orang yang mengumpat. Si pengumpat tidak ingin melakukan hal yang dimintai tolong atau yang diperintahkan jika ia seorang diri.

(46) Perempuan telle, maen gila bodo.

Umpatan yang terdapat di dalam tuturan (46) ini bermaksud memarahi anak gadis yang dianggap bercanda berlebihan. Candaan tersebut dianggap sangat bodoh, konyol, dan melewati batas kewajaran, sehingga umpatan ini dikeluarkan. Umpatan ini tergolong kasar dalam masyarakat Sumba Barat.

Dokumen terkait