• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: ATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG

C. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Guna memberi perlindungan yang lebih memadai sehubungan dengan perubahan dan perkembangan kebutuhan masyarakat, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan peraturan baru, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan pada tanggal 16 November 2012 untuk mengganti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ini tidak diatur secara khusus tentang pertanggungjawaban produsen-pelaku usaha pangan.32

Sebelum suatu pangan didistribusikan, terlebih dahulu pangan tersebut harus memenuhi standar keamanan pangan, tentang persyaratan citarasa, penampilan dan kualitas, apakah pangan tersebut layak untuk dikonsumsi. Karena keamanan pangan merupakan salah satu dari sekian banyak faktor penting yang harus menjadi perhatian dalam konsumsi sehari-hari. Artinya pangan tidak boleh mengandung bahan berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba pantogen ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu

32 Janus Sidabalok, Op.Cit., halaman 110.

Universitas Sumatera Utara

kepercayaan ataupun keyakinan masyarakat misalnya tercemar bahan berbahaya.33

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antaralain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.34 Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012, Bahan Tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Pasal 11 yaitu setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang.35

Didalam Penjelasan Umum dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ini dijelaskan bahwa:

“Pelaku usaha pangan dalam melakukan Produksi Pangan harus memenuhi berbagai ketentuan mengenai kegiatan atau proses Produksi Pangan sehingga tidak berisiko merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. Pelaku Usaha Pangan bertanggungjawab kepada pangan yang diedarkan, terutama apabila Pangan yang diproduksi menyebabkan kerugian, baik terhadap gangguan kesehatan maupun kematian orang yang mengonsumsi Pangan tersebut.”

33 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., halaman 169.

34 Wisnu Cahyadi, Bahan Tambahan Pangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, halaman 1.

35 Cahyo Suparinto dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm. 57-58.

Universitas Sumatera Utara

Banyak sekali macam dan cara tindak pidana pangan yang dapat dilakukan oleh para produsen pangan, sehingga pengaturan tentang macam-macam tindak pidana pangan tidak hanya diatur dalam satu pasal melainkan banyak. Pengaturan tentang macam-macam tindak pidana pangan ini diatur dalam Pasal 133 sampai Pasal 140 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang. Pada Pasal 133 diatur tentang pelaku usaha pangan yang menyimpan melebihi jumlah maksimal dengan tujuan harga pangan pokok menjadi mahal yang bunyinya:

Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan Pokok menjadi mahal atau melambung tinggi dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Dalam Pasal 134 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan ini diatur tentang pelaku usaha pangan yang dengan sengaja menerapkan tata cara pengolahan pangan yang mengakibatkan hilangnya kandungan Gizi pada bahan pangan yang bunyinya:

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 135 dalam Undang-undang ini mengatur tentang rangkaian kegiatan proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi pangan, yang bunyinya:

Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2)

Universitas Sumatera Utara

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Aturan tentang peredaran pangan yang dengan sengaja menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas dan bahan tambahan yang dilarang diatur dalam pasal 136 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang bunyinya:

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan:

a. bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

atau

b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Produksi maupun bahan baku pangan yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik bila belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan juga termasuk dalam tindak pidana pangan yang diatur dalam Pasal 137 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang bunyinya:

(1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi Pangan dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kemasan pangan yang dapat mencemari yang dapat membahayakan kesehatan manusia juga dilarang dan diatur dalam pasal 138 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 yang bunyinya:

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pengemasan kembali juga dilarang dalam aturan produksi pangan karena disamping memang pelaku usaha pada dasarnya tidak boleh dengan sembarangan mengemas dan menjual kembali, juga sudah diatur dalam Pasal 139 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 yang bunyi pasalnya:

Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Yang paling utama dalam memperdagangkan pangan yaitu produksi pangan harus memenuhi standar keamanan pangan yang jika dilanggar dapat digolongkan menjadi tindak pidana pangan karena sudah diatur dalam Pasal 140 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang bunyinya:

Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang-Undang Pangan tersebut terlihat jelas bahwa keamanan pangan terkait langsung dengan kesehatan manusia yang dapat terjadi sebagai akibat cemaran biologis, seperti bakteri, virus, parasit, dan cendawan; pencemaran kimia, seperti perstisida, toksin (racun) dan logam berat serta pencemaran fisik seperti radiasi.36

Ketentuan pidana diberlakukan sebagai upaya hukum pengamanan peredaran makanan dan minuman dipasaran agar mencegah upaya-upaya yang merugikan masyarakat atau konsumen dalam mengonsumsi pangan yang beredar dan bertujuan agar memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana apabiala terbukti melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan hukum dibidang perlindungan konsumen, kesehatan dan pangan.

Belakangan ini masih banyak produsen yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya. Tindakan produsen yang demikian sangatlah merugikan masyarakat yang mengonsumsi pangan hasil olahan bahan berbahaya tersebut karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti demam, muntah, mual, mata merah, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, diare, sesak nafas, pendarahan dari hidung37 dan lebih parah lagi dapat mengakibatkan gangguan pernapasan, gangguan penglihatan dan kerusakan usus.38 Padahal, aturan yang mengatur tentang produsen yang memproduksi pangan dengan

36 Ibid.

37 https://www.alodokter.com/makanan-mengandung-boraks-ini-efeknya artikel “Makanan Mengandung Boraks, Ini Efeknya” Diakses pada Selasa 9 April 2019, 02:22 WIB

38 https://doktersehat.com/4-efek-buruk-terlalu-banyak-mengonsumsi-makanan-mengandung-formalin/ artikel “4 Efek Buruk Terlalu Banyak Mengonsumsi Makanan Mengandung Formalin”

Diakses pada Selasa 9 April 2019, 02:30 WIB

Universitas Sumatera Utara

menggunakan bahan berbahaya sudah ada dan sudah diterapkan dalam masyarakat.

Pengaturan tentang produsen yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya terdapat dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyatakan bahwa:

(1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan:

a. Bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau

b. Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan.

Bila produsen melanggar ketentuan tersebut dan tetap memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya maka akan diadili dengan ketentuan pidana pada Pasal 136 yang menyatakan bahwa:

Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan:

a. Bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; atau

b. Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Produsen yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya dapat dikenakan sanksi pidana hanya jika dengan sengaja menggunakan bahan tambahan pangan. Pemberian sanksi pada produsen yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya diharapkan dapat menimbulkan efek jera

Universitas Sumatera Utara

bagi produsen tersebut. Dapat kita lihat sudah jelas aturan hukum mengenai larangan memproduksi pangan dengan menggunakan bahan berbahaya tetapi masih banyak produsen yang menggunakan bahan berbahaya sebagai bahan tambahan pangan dalam memproduksi pangan.

Universitas Sumatera Utara

BAB III

FAKTOR PENYEBAB PRODUSEN YANG MEMPRODUKSI PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BERBAHAYA

A. Faktor Penyebab Kejahatan Menurut Teori-Teori Kriminologi

Kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kejahatan, karena secara etimologi, kriminologi berasal dari kata crime dan logos. Crime berarti kejahatan, da logos bertarti ilmu pengetahuan. W. A. Bonger mengatakan bahwa Kriminologi adalah suatu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala-gejala kejahatan yang seluas-luasnya. Pengertian seluas-luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan. Hal yang berhubungan dengan kejahatan adalah sebab timbul dan melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan, reaksi masyarakat terhadap kejahatan, pribadi penjahat yang menyangkut umur, keturunan, pendidikan, dan cita-cita si penjahat. Sedangkan Wolfgang membagi kriminologi sebagai perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku kejahatan, dan reaksi yang ditunjukkan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya.39

Kejahatan secara umum memiliki arti suatu perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Kejahatan berasal dari kata jahat yang mendapat awalan “ke” dan mendapat akhiran “an” yang memiliki arti sangat jelek, buruk, sangat tidak baik (tentang kelakuan, tabiat, perbuatan).40 Sutherland juga mengungkapkan tentang kejahatan, menurutnya kejahatan memiliki arti suatu perilaku yang dilarang oleh Negara karena merugikan terhadapnya, Negara

39 Wahju Muljono, Pengantar Teori Kriminologi, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012, halaman 35.

40 Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: CV. Widya Karya, 2011, halaman 196.

Universitas Sumatera Utara

bereaksi dengan hukuman sebagai upaya untuk mencegah dan memberantasnya.41 Secara kriminologi, kejahatan merupakan tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat. Kejahatan menurut pakar kriminologi secara umum berarti adalah perilaku manusia yang melanggar norma (hukum pidana/

kejahatan/ criminal law) merugikan, menjengkelkan, menimbulkan korban, sehingga tidak dapat dibiarkan. Sementara itu, kriminologi menaruh perhatian terhadap kejahatan, yaitu:42

1. Pelaku yang telah diputus bersalah oleh pengadilan;

2. Dalam white collar crime termasuk yang diselesaikan secara non-penal;

3. Perilaku yang dideskriminasi;

4. Populadi pelaku yang ditahan;

5. Tindakan yang melanggar norma;

6. Tindakan yang mendapat reaksi social.

Sedangkan Sue Titus Reid menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang disengaja (intentional act) maupun kelalaian (oomission) yang melanggar hukum pidana tertulis maupun putusan hakim yang dilakukan oleh seorang yang bukan pembelaan atau pembenaran dan diancam dengan sanksi oleh Negara sebagai kejahatan maupun pelanggaran, menurutnya ciri-ciri kejahatan adalah sebagai berikut:43

a. Kejahatan adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja, dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya,

41 Yermil Anwar Adang, Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010, halaman 179.

42 Arbintaro Prakoso, Kriminologi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016, halaman 115.

43 M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, halaman 11-12.

Universitas Sumatera Utara

melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak.

Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam keadaan tertentu, disamping itu juga harus ada niat jahat.

b. Merupakan pelanggaran hukum pidana.

c. Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum.

d. Diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran.

Kasus kejahatan kerap terjadi di masyarakat kita yang majemuk ini. Bentuk-bentuk kejahatan inipun bermacam-macam serta disebabkan oleh faktor yang bermacam-macam pula. Jika kita amati ada beberapa pengertian kejahatan menurut penggunaannya, antara lain:44

1. Secara Praktis (Practice Interpretation)

Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat disebut kejahatan, misalnya:

a. Seorang anak kecil menyatakan bahwa temannya sangat jahat, oleh karena suka memukul dia.

b. Seorang guru yang kejam menurut ukuran murid, dapat dicap oleh murid-muridnya sebagai seorang guru yang jahat.

c. Suami si Yul sangat jahat, kata Asin kepada temannya kita dapat memberikan contoh lebih banyak lagi tentang kejahatan yang tergolong dalam arti praktis ini.

44 Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana… Op. Cit., halaman 25-26.

Universitas Sumatera Utara

2. Secara Religius (Religious Interpretation)

Pelanggaran atas perintah-perintah Tuhan disebut kejahatan. Misalnya secara religius pelaku kejahatan pertama di dunia yakni Adam yang telah melakukan kejahatan besar yakni: melanggar perintah Tuhan, mereka telah memakan buah larangan yang terdapat ditengah-tengah Firdaus.

3. Secara Yuridis (Juridical Interpretation)

Yakni suatu perbuatan yang melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP) dan lain-lain.

Kejahatan cenderung dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ciri-ciri: miskin, menganggur, dan juga frustasi dikeluarga maupun lingkungan masyarakat, menurut penelitian di Inggris yang dilakukan oleh peneliti Steven Box. Berkaitan dengan pemikiran itu dalam buku kriminologi suatu pengantar, tahun 1981 dijelaskan bahwa salah satu masalah struktural yang perlu diperhatikan didalam analisis kriminologi Indonesia adalah masalah kemiskinan. Dalam teori kriminologi, keadaan ini sebenarnya dianggap sangat penting karena kemiskinan merupakan bentuk kekerasan struktural dengan amat banyak korban. Kejahatan di Indonesia salah satunya juga didorong oleh krisis ekonomi, termasuk oleh ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan ekonomi.45

Kejahatan dapat dilihat dalam berbagai aspek, yaitu aspek yuridis, sosial dan ekonomi. Aspek yuridis artinya seseorang dianggap berbuat kejahatan jika ia melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh

45 Anang Priyanto, Kriminologi, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012, halaman 19.

Universitas Sumatera Utara

pengadilan serta dijatuhi hukuman. Aspek sosial artinya bahwa sesorang dianggap berbuat kejahatan jika ia mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga perbuatannya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Aspek ekonomi berarti seseorang dianggap berbuat kejahatan jika ia merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya sehingga ia dianggap sebagai penghambat atas kebahagiaan orang lain.46

Dalam kriminologi banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya suatu kejahatan yang didasari oleh teori-teori yang berusaha mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan. Beberapa teori tersebut antara lain:

1. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku (Teori–Teori Tipe Fisik)

Teori tipe ini berlandaskan pada pendapat umum bahwa terdapat perbedaan–

perbedaan biologis pada tingkah laku manusia. Seseorang bertingkah laku berbeda, karena ia memiliki struktur yang berbeda. Adapun yang tergolong dalam teori ini adalah:47

a. Fisiognomi Theory

Teori fisiognomi merupakan teori yang menghubungkan raut muka dengan kelakuan manusia. Ciri-ciri yang kurang baik menurut teori ini adalah:

20. Laki–laki tidak berkumis 21. Perempuan berkumis

46 Arbintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2013, halaman 78-79.

47 Wahju Muljono, Op. Cit., halaman 47.

Universitas Sumatera Utara

22. Mata yang gelisah, dst.

b. Frenologi Theory

Lahirnya teori ini didorong oleh teori fisiognomi. Teori ini berlandaskan pada otak yang merupakan alat atau pun organ pada akal. Teori ini mendalilkan, bentuknya tengkorak sesuai dengan isinya, akal terdiri dari kecakapan–kecakapan dan fungsinya, dan kecakapan–kecakapan tersebut bersangkutan dengan bentuk otak dan tengkorak. Beberapa kecakapan yang dimiliki seseorang yaitu:

- Cinta birahi - Cinta keturunan - Keramahan - Sifat perusak, dsb.

Sedangkan kecakapan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

a. Naluri–naluri aktif atau rendah b. Sentiment–sentiment moral

c. Kecakapan – kecakapan intelektual

Menurut teori Frenologi ini, kejahatan disebabkan oleh naluri–naluri rendah, seperti:

1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Sifat militant 4. Sifat rahasia

c. Antropolologi Kriminal

Universitas Sumatera Utara

Teori ini mendasarkan bahwa penjahat merupakan inferior secara organis.

Sementara kejahatan adalah hasil pengaruh dari lingkungan terhadap organisme manusia yang rendah tingkatannya. Bagi penjahat hanya dapat dilakukan melalui cara eliminasi mutlak atau penumpasan secara total pada orang – orang secara fisik, mental, dan moral.

d. Teori Interioritas dan Teori tipe fisik

Menurut Kretschmer–Sheldon, teori interioritas berlandaskan pada anggapan tentang adanya interioritas / cacat dasar yang telah diperkuat dengan pernyataan–

pernyataan, bahwa macam-macam sifat yang dapat dilihat mencerminkan suatu kekurangan dengan mana orang yang dilahirkan di dunia ini bersifat konstitusional. Teori tipe fisik ini berlandaskan kepada empat tipe yaitu:48

- Asthenic, yaitu orang yang memiliki badan kurus, bertubuh ramping dan berbahu kecil

- Athletic, yaitu orang yang bentuk badan nya menengah tinggi, kuat, berotot dan bertulang kasar

- Pyknic, yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang, figure yang tegap, leher besar, wajah luas

- Beberapa tipe campuran, tidak terklasifikasi e. Teori Tipe Tes Mental dan Kelemahan Jiwa

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa penjahat adalah tipe orang-orang yang memiliki cap tertentu.

f. Teori Kewarisan

48 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, halaman 43.

Universitas Sumatera Utara

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa orang tua yang berperilaku jahat akan diturunkan kepada anaknya.

g. Teori Psikopati

Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan kelainan-kelainan dari pelaku nya.

2. Teori–Teori yang Berpusat Kepada Pengaruh–Pengaruh Kelompok atau Pengaruh Kebudayaan49

Ajaran teori ini dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

1. Hubungan antara kondisi ekonomi dengan kriminalitas. Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan dapat terukur melalui statistic.

2. Kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal.

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang dipelajari, seperti kegiatan manusia yang selalu mencerminakn sesuatu dari kepribadiannya dan dari kecakapan-kecakapannya namun berlawanan dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan masyarakat.

Teori-teori yang berpusat kepada pengaruh kelompok atau kebudayaan antara lain:

1. Interaksionisme Simbolik dan Pembelajaran Sosial

a. Pluralism of Selves (kemajemukan diri), teori ini berpendapat bahwa seseorang mempunyai rasa diri social, kesadaran diri dianggap bergantung kepada berbagai reaksi dari berbagai individu.

49 Wahju Muljono, Op. Cit., halaman 50.

Universitas Sumatera Utara

b. The Looking Glass Self, teori ini berpendapat bahwa citra tentang penampilan kepada orang lain, citra terhadap penilaian nya tentang penampilan, dan beberapa macam perasaan diri (self feeling) seperti kebanggaan.

c. Definition of the Situation, teori ini berpendapat bahwa bila seseorang mendefenisikan situasi sebagai suatu kenyataan, maka akan nyata dalam akibatnya.

d. Interaksionisme Simbolik, teori ini berpendapat bahwa tingkah laku yang dimiliki seseorang merupakan perwujudan dari tingkah laku masyarakat sekitarnya.

e. Aktualisasi Penyimpangan, teori berpendapat bahwa belajar menjadi penyimpangan melibatkan suatu proses sosialisasi di mana instruksi rancangan, persetujuan, kebersamaan, perbincangan gaya hidup bahwa pelaku penyimpangan sendiri mulai mendefenisikan sebagai hal biasa dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori Labeling

Teori ini berdasarkan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata dan bukan perbuatan atau tindakan. Kriminalitas di defenisikan secara sosial dan orang-orang kriminal dihasilkan secara sosial dalam suatu proses yang mendorong orang banyak memberikan cap pada kelompok minioritas, di mana dalam banyak hal bahkan mungkin mereka melaksanakan konsekuensi daripada labeling tersebut.

Akibatnya orang yang diberi cap cacat mungkin tidak bisa berbuat lain daripada peranan yang telah diberikan kepadanya.

Universitas Sumatera Utara

3. Teori Kriminologi dalam Berbagai Perspektif Biologi dan Psikologi (tokoh-tokoh)

a. Aguste Comte (1978 – 1857)

Aguste Comte membawa pengaruh penting bagi para tokoh mashab positivism, meurutnya: “There could be no real knowledge of social phenomena unless it was

Aguste Comte membawa pengaruh penting bagi para tokoh mashab positivism, meurutnya: “There could be no real knowledge of social phenomena unless it was

Dokumen terkait