• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Underwriting

Hasil underwriting adalah nilai yang didapat dengan menghitung selisih antara pendapatan underwriting dan beban underwriting. Pendapatan underwriting perusahaan asuransi dapat diperoleh dari pendapatan premi bruto, premi reasuransi dan kenaikan atau penurunan premi yang belum menjadi pendapatan. Sedangkan beban underwriting dapat dipeoleh

perusahaan asuransi dari pengeluaran klaim atau manfaat asuransi, klaim reasuransi, kenaikan atau penurunan kewajiban manfaat polis masa depan dan kenaikan atau penurunan estimasi klaim. Untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan bahwa hasil underwriting terbanyak terdapat pada bulan desember 2012 sebesar Rp. 9.993.398.742 dan yang terendah pada bulan januari 2008 Rp. 74.607.703. Dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.4

Data Hasil Underwriting Tahun 2008 - 2009

Sumber: data diolah

Dari grafik diatas dapat dilihat pada tahun 2008 hasil underwriting terendah terdapat pada bulan Januari sebesar Rp. 74.607.703dan hasil underwriting tertinggi terdapat pada bulan November sebesar Rp. 10.321.634.100. Sedangkan pada tahun 2009 hasil underwriting terendah terdapat pada bulan Februari sebesar Rp. 31.243.577 dan hasil underwriting tertinggi terdapat pada bulan Desember sebesar Rp. 1.590.940.237. Begitupun

0 20 40 60 80 100 120 ja n u ar i fe b ru a ri m ar e t ap ri l m e i ju n i ju li a gu st u s se p e te m b e r o kt o b e r n o v e m b e r d e se m b e r 2008 2009 2010 2011 2012

pada tahun 2010 hasil underwriting terendah masih pada bulan Januari sebesar Rp. 184.030.056 sedangkan yang tertinggi terdapat pada bulan Desember sebesar Rp. 3.190.284.127. Pada tahun 2011 hasil underwriting terendah teradapat pada bulan Januari sebesar Rp. 648.045.821 dan hasil underwriting tertinggi terdapat pada bulan Desember sebesar Rp. 7.791.841.733. Adapun pada tahun 2012 hasil underwriting terendah terdapat pada bulan Januari sebesar Rp. 849.600.002 sedangkan hasil underwriting tertinggi terdapat pada bulan Desember sebesar Rp. 9.993.398.742

E. Laba

Laba adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan manajemen. Maksimalisasi laba merupakan maksimalisasi penghasilan perusahaan setelah pajak. Maksimalisasi laba sering dianggap sebagai tujan perusahaan. Untuk dapat memberikan gambaran tentang dapata dari keuntungan yang diperoleh pada tahun 2008 hingga 2012. Dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa laba terbanyak didapat pada bulan desember 2012 sebesar Rp. 10.387.483.079 dan yang terendah pada bulan maret 2009 Rp. –

Gambar 4.5

Data Hasil Laba Tahun 2008 - 2009

Sumber: data diolah

Dari data grafik diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 nilai terkecil yang dihasilkan terdapat pada bulan September sevesar Rp. 6.260.814 dan laba terbesar didapatkan pada bulan Desember sebesar Rp. 350.498.981. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2009 laba terendah didapatkan pada bulan Maret sebesar Rp. -118.215.352 dan laba tertinggi didapat kan pada bulan Desember sebesar Rp. 1.335.671.152. Sedangkan pada tahun 2010 laba terendah didapatkan pada bulan Januari sebesar Rp. 221.847.820 dan laba tertinggi didapatkan pada bulan Desember sebesar Rp. 3.370.793.123. pada tahu 2011 laba terendah didapatkan pada bulan April sebesar Rp. 254.064.844 sedangkan laba tertinggi didapatkan pada bulan Desember sebesar Rp. 8.523.451.881. Pada athun berikutnya 2012 laba terendah didapat pada bulan Januari sebesar Rp. 1.127.481.792 dan laba tertinggi didapat pada bulan

0 20 40 60 80 100 120 2008 2009 2010 2011 2012

Desember sebesar Rp. 10.387.483.079. Dari tahun ke tahun terjadi perlonjakan tetapi tidak terlalu signifikan.

C. Analisis data

1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang ada agar dapat menentukan model analisis yang paling tepat digunakan. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari analisis grafik (normal P-P plot) untuk menguji normalitas data, variance inflation factor yang diperkuat oleh korelasi untuk menguji multikolinearitas data, uji Durbin-Watson yang sering digunakan untuk menguji autokorelasi dan grafik plot untuk menguji heterokedasitas.

1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual berdistribusi secara normal atau tidak.Dalam hal ini yang di uji normalitas bukan masing – masing variabel independen dan dependen tetapi nilai residual yang dihasilkan dari model regresi.Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai yang berdistribusi secara normal. Ada dua cara yang biasa digunakan untuk menguji normalitas pada model regresi antara lain dengan analisis grafik (normal P-P plot) regresi dan uji Kolmogorov-Smirnov.

Pengujian Normal Probability dapat dilihat pada output regresi, atau disajikan sebagai berikut:

Gambar 4.6

Hasil Uji Normalitas Data

Sumber: diolah dari SPSS

Gambar diatas dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka data tersebut terdistribusi dengan normal dan model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

1.2.Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan dimana antara dua variabel independen atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna.Model regresi yang baik menyaratkan tidak adanya masalah multikolinearitas. Apabila nilai tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.1

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa: Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 4.058E8 9.235E7 4.394 .001 premi(X1) .638 .097 .939 6.574 .000 .921 1.410 klaim(X2) .267 .165 .151 1.615 .000 .448 1.759 investasi(X3) .638 .266 .202 2.396 .000 .859 1.944 underwriting(X4) .002 .009 .005 .203 .000 .784 1.275 a. Dependent Variable: laba(Y)

Sumber: Diolah dari SPSS

Pada tabel diatas dapat dilihat dari kolom Collinearity stastics nilai premi mempunyai tolerance sebesar 0,921 dan nilai VIF 1,410. Pada ketentuan ada atau tidaknya gejala multikolinearitas dapat diketahui

bahwa nilai tolerance dan nilai VIF pada kolom Collinearity stastics harus lebih dari 0,1 untuk nilai tolerance dan nilai VIF nya kurang dari 10. Untuk nilai yang dihasilkan premi maka dapat diketahui bahwa premi tidak mengalami gejala multikolinearitas.

Selanjutnya pada ketentuan ada atau tidaknya gejala multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai tolerance dan VIF pada kolom Collinearity stastics harus lebih dari 0,1 untuk tolerance dan nilai VIF kurang dari 10. Nilai klaim mempunyai tolerance sebesar 0,448 dan nilai VIF 1,759, jadi dapat diketahui bahwa nilai klaim pada kolom Collinearity stastics tidak memiliki gejala multikolinearitas.

Sedangkan nilai investasi mempunyai tolerance sebesar 0,859 dan nilai VIF 1,944, maka nilai investasi pada kolom Collinearity stastics tidak memiliki gejala multikolinearitas karena nilai tolerance dan nilai VIF pada kolom Collinearity stastics harus lebih dari 0,1 untuk tolerance dan kurang dari 10 untuk VIF.

Adapun nilai underwriting mempunyai tolerance sebesar 0,784 dan nilai VIF 1,275 yang mana dari ketentua ada atau tidakadanya gejala multikolinearitas nilai tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang dari 10. Maka nilai underwriting dari kolom Collinearity stastics tidak mengalami gejala multikolinearitas.

1.3. Uji Heterokedasitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi.Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masaalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas menyebabkan penaksiran atau estimator menjadi tidak efisien dan nilai koefisien determinasi akan menjadi sangat tinggi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat pola titik- titik pada scatterplot regresi.

Gambar 4.7

Hasil Uji Heterokedasitas

Dari scatterplot di atas dapat diketahui bahwa titik – titik menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka pada model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

1.4.Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana terjadinyakorelasi dari residual untuk pengamatan satu dengan pengamatan yang lain yang disususn menurut runtun waktu. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi.Dampak yang diakibatkan dengan adanya autokorelasi yaitu varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasinya.Uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat diketahui dengan deteksi uji Durbin Watson Test (DW).Nilai du dan dl dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung banyaknya observasi dan banyaknya variabel yang menjelaskan.Seperti tabel dibawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Uji Autokorelasi

D

Hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson adalah 1,450. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 1,65<DW<2,35 tidak ada auto korelasi

b. 1,21<DW<1,65 atau 2,35<DW<2,79 tidak dapat disimpulkan c. DW<1,21 atau DW>2,79 terjadi autokorelasi

Berdasrkan output Model Summary didapat nilai DW adalah 1,450 dengan mengikuti ketentuan diatas, dapat dikategorikan bahwa nilai DW (1,450) berada diantara interval 1,21<DW<1,65 sehingga tidak dapat disimpulkan. Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .988a .977 .975 4.611E8 1.450 a. Predictors: (Constant), underwriting(X4), klaim(X2), investasi(X3), premi(X1) b. Dependent Variable: laba(Y)

D. Pengujian Hipotesis

Dokumen terkait