• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi umum Kabupaten Pasir

4.2.4 Unit Penangkapan ikan

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan, terdiri dari nelayan, perahu/kapal penangkap ikan dan alat penangkap ikan. Ketiga elemen tersebut sangat penting dalam melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

4.2.4.1 Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan usaha penangkapan ikan. Nurani (1987) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, dalam hal ini termasuk juru masak dan ahli mesin yang bekerja di atas kapal.

Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir tahun 2005, nelayan di sekitar perairan Teluk Apar berjumlah 2088 orang. Jumlah nelayan setiap tahun cenderung mengalami peningkatan (Tabel 11). Kondisi diatas secara tidak langsung memberikan gambaran terhadap pemanfaatan sumberdaya di perairan Teluk Apar. Semakin bertambah jumlah nelayan tekanan pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Apar juga akan semakin meningkat.

Tabel 11 Perkembangan Jumlah Nelayan di Teluk Apar tahun 1996 – 2005

Tahun Penuh Sambilan Jumlah

Utama Tambahan 1996 1.410 272 247 1929 1997 1.261 382 202 1845 1998 1.160 572 195 1927 1999 1.160 553 215 1928 2000 1.217 556 267 2040 2001 1.293 548 258 2099 2002 1.927 122 52 2101 2003 2.117 149 61 2327 2004 1.862 137 56 2055 2005 1.890 140 58 2088 Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, 2006

4.2.4.2Perahu/ kapal

Kapal perikanan menurut UU No 31 Tahun 2004 (pasal 1 ayat 9) adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan

penelitian/eksplorasi perikanan (UU No 31 Tahun 2004). Secara Umum jumlah perahu dan kapal meningkat setiap tahun. Peningkatan secara signifikan pada motor ukuran 0-5 GT. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu peningkatan jumlah nelayan, kultur masyarakat di pesisir pantai kawasan Teluk Apar, kemampuan modal dan daerah operasi penangkapan. Selengkapnya perkembangan jumlah perahu/kapal di Teluk Apar periode 1996-2005 disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Perkembangan Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan di Teluk Apar Tahun 1996-2005

Tahun Tidak bermotor Kapal motor Jumlah

Kecil Sedang Tempel 0-5 GT 5-15 GT

1996 154 79 75 843 0 1151 1997 55 75 43 1.032 0 1205 1998 140 98 86 832 0 1156 1999 136 97 103 869 0 1205 2000 135 96 105 878 0 1214 2001 120 85 104 925 0 1234 2002 105 75 30 1.065 50 1325 2003 105 75 0 1.250 65 1495 2004 85 76 0 1.300 65 1526 2005 81 73 0 1.886 69 2109

Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, 2006 4.2.4.3Alat tangkap

Beragam jenis alat tangkap dioperasikan di perairan Teluk Apar, diantara berbagai alat tangkap tersebut yang dominan digunakan antara lain : purse seine,

jaring insang hanyut, jaring insang dasar, jarring insang tiga lapis, bagan tancap, rawai hanyut dan jermal.

Produksi perikanana laut Kabupaten Pasir secara umum ditopang oleh dua perairan laut yaitu Teluk Adang dan Teluk Apar. Terdapat perbedaan keragaman alat tangkap yang dioperasikan pada masing-masing perairan teluk. Di perairan Teluk Adang masih ditemukan atau masih beroperasi alat tangkap baby trawl

(dogol)dan tidak terdapat alat tangkap purse seine. Sebaliknya di perairan Teluk Apar masyarakat nelayan Desa Tanjung Aru dan Desa Muara Pasir mengoperasikan alat tangkap purse seine dan tidak terdapat trawl.

Tidak beroperasinya trawl di Teluk Apar lebih disebabkan oleh adanya kepatuhan terhadap kesepakatan antar nelayan, tokoh masyarakat, aparat desa

37

yang berada di sekitar kawasan Teluk Apar untuk melarang beroperasinya trawl di perairan Teluk Apart, mengingat alat yang dioperasikan sebagian besar merupakan alat tangkap pasif khususnya jaring tiga lapis (penambe), selain itu armada yang digunakan dominan berkapasitas kecil sehingga operasi semua unit penangkapan terfokus pada satu kawasan yang sama. Berdasarkan hal tersebut maka disepakati untuk alat tangkap trawl dilarang dioperasikan di Teluk Apar. Perkembangan jenis alat tangkap pada periode 1996-2005 disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Perkembangan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di Teluk

Apar Periode Tahun 1996-2005

Tahun

Jenis Alat Tangkap

Jumlah Pukat

Cincin

Jaring insang Bagan Tancap

Rawai

Hanyut Jermal Hanyut Dasar Tiga

1996 9 240 242 1.028 87 58 18 1.682 1997 46 204 205 874 78 35 21 1.463 1998 72 221 224 952 89 39 21 1.618 1999 73 215 216 921 95 36 20 1.576 2000 76 216 214 930 90 35 22 1.583 2001 83 236 233 1.015 115 39 22 1.743 2002 35 195 197 854 66 96 22 1.465 2003 35 211 214 928 79 251 23 1.741 2004 35 249 248 1.080 56 237 23 1.928 2005 56 232 234 1.017 58 225 25 1.847

Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan, Pasir 2006

Pasca pelarangan pengoperasian trawl telah berdampak terhadap menurunnya jumlah alat tangkap trawl (dogol) di Kabupaten Pasir, kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi udang. Dampak lain dari pelarangan pengoperasian trawl adalah semakin meningkatnya luasan bukaan hutan mangrove di Kabupaten Pasir untuk usaha budidaya udang. Ditinjau dari aspek pencapaian produksi khususnya udang, hal ini memberikan nilai tambah bagi Kabupaten Pasir karena produksi udang yang sebelumnya dihasilkan melalui penangkapan (trawl) kini tersubstitusi melalui usaha budidaya, dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dari hasil penangkapan. Oleh karena itu kontribusi udang terhadap produksi perikanan di Kabupaten Pasir (Teluk Apar) dominan dihasilkan oleh aktifitas budidaya.

Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran di Kabupaten Pasir khususnya di Teluk Apar telah menciptakan permasalahan baru. Pada beberapa desa pesisir disekitar kawasan Teluk Apar telah mengalami abrasi sehingga

mengakibatkan rusaknya bangunan-bangunan rumah, selain itu juga karena kerasnya terpaan angin laut yang langsung mengarah kerumah-rumah diperkampungan nelayan akibat tidak adanya penghalang/ terbukanya hutan mangrove untuk usaha tambak. Hal ini semakin diperparah oleh minimnya pengetahuan masyarakat bagaimana usaha budidaya tambak yang berwawasan lingkungan, sehingga dalam melakukan usahanya mereka tidak memperhatikan kaidah-kaidak keseimbangan.

Dari aspek usaha penangkapan karakteristik unit penangkapan yang dioperasikan di Teluk Apar antara lain yaitu.

a) Pukat Cincin / gae

Pukat Cincin menurut Baskoro (2002) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah). Dengan menarik tali kerut pada bagian bawah jaring menguncup dan akan membentuk seperti mangkok. Dikatakan “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin (Gambar 3).

Awal diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin yaitu pada tahun 1970 di pantai Utara Jawa oleh BPPL. Baru pada tahun 1973/1974 alat tersebut mulai diaplikasikan di daerah Muncar dan hingga sekarang alat tangkap tersebut berkembang pesat (Subani dan Barus 1989). Di beberapa daerah pukat cincin memiliki nama serta konstruksi yang agak berbeda.

Gambar 3 Alat Tangkap Purse seine (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002) Pukat Cincin (purse seine) menurut Von Brant (1984) dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau

39

lebih panjang daripada tali ris atas (floatline). Float line memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air.

Leadline adalah tali ris bawah yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Mata jaring pada pukat cincin hanya berfungsi untuk penghadang gerak ikan, bukan penjerat sebagaimana pada gillnet.

Metode pengoperasian pukat cincin menurut Baskoro (2002) yaitu dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan satu kapal maupun dengan menggunakan dua kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, pada bagian bawah jaring kemudian dikerutkan dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin hingga tertutup.

Purse Seine dibedakan dalam empat kelompok besar. Menurut Sadhori (1985) kelompok tersebut adalah :

(1)Berdasarkan bentuk jaring utama : persegi panjang atau segi empat, trapesium atau potongan dan lekuk

(2)Berdasarkn jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi: tipe satu kapal (one boat system) dan tipe dua kapal (two boat system).

(3)Berdasarkan waktu operasi yang dilakukan : purse seine siang dan purse seine malam;

(4)Berdasarkan species ikan yang tertangkap : purse seine lemuru, layang, kembung dan cakalang.

Pukat cincin (purse seine) di perairan Teluk Apar disebut dengan Gae, dalam istilah lain juga dikenal dengan nama jaring kolor. Disebut demikian menurut Sadhori (1985) karena pada bagian bawah jaring dilengkapi dengan tali kolor yang berguna untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan, dengan cara menarik tali kolor. Pengoperasian Gae di perairan Teluk Apar umumnya dilakukan dengan menggunakan satu buah kapal motor bermesin.

Sebelum operasi penangkapan dilakukan terlebih dahulu melihat densitas kelompok ikan yang terdapat di rumpon, bila terlihat jumlah ikan cukup banyak di lakukan penangkapan ikan. Bila jumlah ikan pada rumpon tersebut diperkirakan sedikit maka penangkapan ditunda dan armada berpindah pada rumpon yang lain. Biasanya nelayan melakukan penangkapan ikan pada rumpon secara bergiliran hal

ini dimaksudkan agar ikan tetap berada disekitar rumpon sehingga ikan dapat ditangkap secara kontinyu.

Jenis ikan yang umum tertangkap oleh alat tangkap purse seine di Teluk Apar terdiri dari Selar (Selaroides spp), Tembang (Clupeoides sp), Kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus) dan tongkol (Auxis thazard). Pengoperasian purse seine umumnya dilakukan one day fishing yaitu sejak pukul 16.00 sampai 06.00. Jumlah setting rata-rata 3-4 kali permalam, waktu antara

setting sampai dengan hauling 3-4 jam. b) Jaring Insang (gill net )

Gill Net merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama pada seluruh mata jaring, yang dilengkapi dengan pelampung dan pemberat sehingga menyebabkan jaring terbuka dengan sempurna di dalam air. Gill Netdiartikan juga sebagai jaring insang karena ikan-ikan yang tertangkap pada umumnya tersangkut pada tutup insangnya. Prinsip pengoperasiannya yaitu menghadang gerak gerombolan ikan, diharapkan ikan menabrak jaring dan terjerat disekitar insang baik pada mata jaring maupun terpuntal pada tubuh jaring. Untuk mendukung keberhasilan operasi penangkapan dengan gillnet menurut Sadhori (1984) warna jaring disesuaikan dengan warna perairan tempat gillnet dioperasikan.

Gill Net di sekitar Teluk Apar dikenal dengan rengge. Jenis rengge pada umumnya disesuaikan berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Berdasarkan klasifikasi alat tangkap, gillnet (rengge) yang umum digunakan di Teluk Apar terdiri dari jaring insang hanyut (drift gill net) dan jaring insang dasar (bottom gill net).

(1) Jaring Insang Hanyut (drift gill net)

Martasuganda (2002) memberikan definisi jaring insang hanyut sebagai jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring utama sama, jumlah mata jaring arah horizontal (mesh lengh) lebih banyak dari jumlah arah vertikal (fesh depth). Pada bagian atas dilengkapi dengan beberapa pelampung (float) dan dibagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers), dengan adanya dua gaya berlawanan menyebabkan jaring insang dapat dioperasikan dalam keadaan tegak (Gambar 4).

41

Gambar 4 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut (drift gill net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002)

Posisi jaring pada jaring insang hanyut ketika dioperasikan tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada salah satu ujung jaring di letakkan tali dan tali tersebut dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal mempengaruhi posisi jaring. Selain arus, gelombang dan kekuatan angin juga mempengaruhi keadaan hanyut dari jaring tersebut.

Nelayan Teluk Apar umumnya mengoperasikan jaring insang hanyut pada siang hari antara pukul 07.00-17.00 sedang pada malam hari pada pukul 18.00 – 04.00. Operasi penangkapan dalam sebulan rata-rata sebanyak 15 trip. Setting

rata-rata dilakukan 3-4 kali dengan waktu 2-3 jam per setting. Jenis-jenis ikan yang umum tertangkap terdiri dari Tenggiri (Scomberomus commersoni), Menangin (Eleutheronema tetradactylum ), dan Bawal (Stromateus sp).

(2) Jaring Insang Dasar (bottom gill net)

Jaring insang dasar di sekitar Teluk Apar disebut dengan rengge dasar hal ini karena jaring tersebut direntangkan dekat dengan dasar laut (Gambar 5). Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan terdiri dari ikan-ikan demersal. Prinsip pengoperasian sama dengan surface gill net bedanya hanya pada posisi jaring dalam air. Fishing ground alat tangkap ini di daerah muara dan teluk sehingga ikan yang tertangkap dapat berbagai jenis.

Gambar 5 Alat Tangkap Jaring Insang Dasar (bottom gill net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002)

Pengoperasikan alat tangkap rata-rata sebanyak 20 trip perbulan, dan dilakukan antara pukul 07.00 – 16.00. Malam hari dilakukan antara pukul 18.00 - 05.00. Jenis ikan yang biasa tertangkap antara lain ikan Kakap (Lates calcarifer), Beronang (Siganus sp), Pari (Dasyatis sp), Bawal (Stromateus sp), Trakulu (Caranx sp), dan Sumbal/Kuro (Eleutheronema sp).

c) Jaring Tiga Lapis (trammel net)

Jaring tiga lapis terdiri dari tiga lapis jaring, lapisan jaring bagian dalam (inner net) ukuran mata jaringnya lebih kecil dibanding dengan kedua lapisan yang di luar (outer net). Alat ini dioperasikan pada bagian dasar perairan (Gambar 6). Pada umumnya hasil tangkapan berupa Udang Windu (Penaeus monodon), Udang Putih (Penaeus merguensis), dan Udang Bintik (Metapenaeus

sp.). Pengoperasian jaring tiga lapis rata-rata sebanyak 20 trip perbulan. Waktu pengoperasian biasanya mulai pukul 07.00 - 17.00.

Gambar 6 Alat Tangkap Jaring Tiga Lapis (trammel net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002

43

d) Jermal/ Togo (tidal traps)

Jermal dalam klasifikasi alat tangkap masuk dalam kategori alat tangkap perangkap, yang biasa dikenal dengan jermal (Gambar 7). Prinsip penangkapan ikan dengan alat ini yaitu menghadang arah ruaya ikan pantai dengan memanfaatkan arus pasang surut, sehingga ikan masuk ke bagian jebakan yang dipasang jaring. Untuk mengarahkan ruaya ikan ke arah kamar jebakan nelayan memasang pagar kayu.

Gambar 7 Alat Tangkap Jermal/Julu (tidal traps) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002)

Pengoperasian jermal rata perbulan sebanyak 12 trip dan perhari rata-rata dioperasikan antara 5 – 6 jam mengikuti pergerakan arus surut. Walaupun pergantian pasang dan surut terjadi 2 kali setiap hari akan tetapi nelayan mengoperasikan hanya satu kali pada saat air surut. Komoditi ikan yang umum tertangkap terdiri dari Udang Windu (Penaeus monodon), Udang Putih (Penaeus merguensis), Udang Jari (Penaeus indicus longirostris), Udang Belang (Parapenaeopsis sculptisis), Bawal (Stromateus sp), Bulu Ayam (Thryssa setirostris), dan Kakap (Lates calcarifer).

e) Bagan Tancap (Stationary lift net)

Bagan merupakan alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik keatas dari posisi horizontal yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang ada diatasnya dengan menyaring air. Menurut Subani dan Barus (1988) bagan berdasarkan bentuk dan metode pengoperasian terbagi menjadi 3 macam yaitu bagan tancap, rakit dan perahu.

Metode penangkapan ikan dengan bagan dengan memanfaatkan naluri ikan, yaitu ketertarikan terhadap cahaya. Menurut Subani dan Barus (1988) penangkapan dengan bagan dilakukan pada malam hari, terutama pada saat bulan gelap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu (Gambar 8).

Gambar 8 Alat Tangkap Bagan Tancap(stationary lift net)

Pengoperasian bagan tancap rata-rata perbulan sebanyak 16 trip, dioperasikan mulai pukul 19.00 - 05.00. Hasil tangkapan berupa ikan Teri (Stolephorus comersonii), Tembang (Sardinella sp), Kembung (Rastrelliger spp ) dan Cumi-cumi (Loligo sp).

Komponen material bagan tancap terdiri dari jaring, rumah bagan yang terbuat dari batang kayu nibung, serok dan lampu petromax, pada bagian pelataran terdapat alat penggulung yang digunakan untuk menurunkan dan menaikkan jaring bagan pada saat dioperasikan. Berdasarkan posisi penempatan bagan tancap di perairan Teluk Apar, terlihat bahwa jarak antar bagan saling berdekatan. Keadaan ini tentu mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan karena distribusi ikan lebih menyebar.

g) Rawai Hanyut (lift net)

Rawai merupakan alat penangkap ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali yang bercabang-cabang dan pada setiap ujung cabangnya diikatkan dengan sebuah pancing dan diberi umpan. Pancing rawai terdiri atas tali utama, tali cabang, bendera, pelampung, pemberat, mata pancing dan umpan.

Pancing rawai diklasifikasikan kedalam tiga bagian, yaitu berdasarkan letak pemasangan diperairan, susunan mata pancing pada tali utama, dan jenis

45

ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Berdasarkan letak pemasangan di perairan, terdiri atas rawai permukaan (surface longline) dan rawai pertengahan (midwater longling). Berdasarkan susunan mata pancing yaitu rawai mendatar (horizontal longline) dan berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan yaitu rawai tuna (tuna long line).

Rawai yang dominan digunakan di Teluk Apar adalah rawai hanyut (Gambar 9). Operasi penangkapan per bulan rata-rata sebanyak 14 trip. Umumnya nelayan mengopertasikan rawai mulai pukul 08.00-14.00. Hasil tangkapan yaitu ikan Kakap (Lates calcarifer), Trakulu (Caranx sp), Pari (Dasyatis sp), dan Menangin (Eleutheronema tetradactylum ).

Gambar 9 Alat Tangkap Rawai Hanyut 4.2.5 Sumberdaya Ikan

Sumberdaya ikan yang dihasilkan oleh nelayan diperairan Teluk Apar sangat beragam, baik pada ikan pelagis maupun ikan demersal. Dari berbagai jenis ikan yang dihasilkan, terdapat beberapa jenis ikan yang dominan antara lain : Tongkol, Kakap, Tembang, Layang, Kembung, Selar dan Teri.

1) Tongkol (Auxis sp)

Ikan tongkol (Auxis thazard) tergolong ikan efipelagik dan termasuk dalam jenis tuna kecil (Gambar 10). Tongkol tergolong ikan buas dan sebagai predator. Kondisi yang disenangi adalah perairan laut dengan kisaran temperatur antara 18-29oC (Saanin, 1984). Menurut Nontji (1993) Ciri-ciri morfologinya yaitu badan memanjang, kaku, bulat seperti cerutu, badan tanpa sisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil kebagian belakang, warnanya kebiru-biruan serta putih dan perak dibagian perut. Ciri-ciri lain, dibagian perut

terdapat ban-ban serong berwarna hitam diatas garis rusuk serta noktah-noktah hitam terdapat diantara sirip dada dan perut. Ukuran panjang ikan rata-rata yang tertangkap berkisar antara 25-40 cm.

Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip punggung yang pertama berjari-jari keras 10 sedangkan yang kedua berjari-jari keras 11 dan terdapat 6-9 jari-jari tambahan yang letaknya dibelakang sirip punggung yang kedua. Sirip dubur berjari-jari lemah 44, diikuti jari-jari sirip tambahan. Badannya tampak diselumuti sisik, kecuali pada bagian belakangnya. Ikan ini mempunyai daging yang kenyal dan gurih serta merupakan perikanan ekonomis penting (Kiswantoro dan Sunyoto, 1986).

Gambar 10 Ikan Tongkol (Auxis thazard) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Distribusi tongkol sangat luas meliputi perairan tropis dan sub tropis, termasuk Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Atlantik. Penyebarannya cenderung membentuk kumpulan multispecies menurut ukurannya (FAO, 1986). Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Kelas : Pisces

Sub kelas : Telestoi

Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidae

Famili : Scombidae

Divisi : Scombridae

Genus : Auxis

Species : Auxis thazard

2) Kakap (Lates calcarifer),

Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga suku yaitu

47

disebut kakap merah. Dua jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Labotus surinamensis yang termasuk suku Labotidae disebut kakap batu (Djamali, Burhanuddin dan Martosewojo, 1986).

Saanin (1984) mengklasifikasikan ikan kakap sebagai berikut. Phylum : Chordata

Sub Phylum: Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas :Teleostei

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidae

Famili : Lutjanidae

Genus : Latidae

Species : Lates calcarifer

Kakap yang tertangkap nelayan umumnya berukuran panjang berkisar 30-40 cm. Secara morfologi ikan kakap mempunyai ciri bentuk kepala tirus kedepan, punggung tinggi dan tebal dan banyak berisi daging. Ujung sirip ekornya bentuknya bundar (Saanin, 1984). Seluruh badan kepalanya tertututp oleh sisik-sisik yang kasar, berwarna perak keabuabuan yang lebih gelap pada pada bagian punggung dan memutih pada bagian perutnya (Gambar 11).

Rahang bawah maupun atas bergigi kecil-kecil dan tajam. Ikan ini termasuk ikan yang buas yang memangsa ikan-ikan lain yang lebih kecil. Kakap pada umumnya hidup di perairan sekitar muara sungai.

3) Tembang (Sardinella sp)

Ikan tembang termasuk kelompok jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti: pukat cincin, payang dan jaring insang hanyut. Daerah penyebaran meliputi seluruh perairan pantai Indonesia, ke Utara sampai ke Taiwan, ke Selatan sampai ke ujung Utara Australia dan ke Barat sampai Laut Merah (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979 yang diacu Wiyono, 2001).

Saanin (1984) memberikan ciri-ciri ikan Tembang sebagai berikut. Bentuk tubuh fusiform, pipih dengan sisik berduri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan, berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh dibelakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah 16 – 19. Lapisan insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang pemakan plankton dan membentuk gerombolan besar. Panjang berkisar antara 15-25 cm, warna bagian atas kehijauan, dan bagian bawah putih perak, sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya (Gambar 12).

Gambar 12 Tembang (Sardinella fimbriata)

Gambar 12 Ikan Tembang (Sardinella sp) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Fischer dan Whitehead (1974) mengklasifikasi tembang sebagai berikut.

Phylum: Chordata

Sub Phylum: Vertebrata Kelas: Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo :Malacopterygii

Famili : Clupeinae

Sub famili : Clupeinae

Genus : Sardinella

49

Fischer dan Whitehead (1974) mengemukakan bahwa Sardinilla fimbriatai

merupakan ikan permukaan dan hidup perairan pantai serta suka bergerombol pada areal yang luas sehingga sering tertangkap bersama-sama ikan lemuru. Ikan Tembang juga terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 100 meter. Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam, pada malam hari ikan tembang cenderung berenang ke permukaan dan berada di permukaan sampai matahari terbit. Waktu malam terang, gerombolan ikan tembang akan berpencar atau tetap berada di bawah permukaan.

4) Layang ( Decapterus)

Ikan layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia ada 5 jenis yakni

Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima species ikan layang hanya Decapteus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang hidup diperairan yang dangkal seperti dilaut Jawa (termasuk Selat Sunda, Selat Madura dan Selat Bali), Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapteus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhanratu.

Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter atau lebih (Nontji 1993).

Ikan ini hidup di perairan yang berjarak 37-56 km dari pantai dengan kadar garam relatif tinggi (32-34o/oo) dan menyenangi perairan jernih serta membentuk gerombolan besar. Ikan ini termasuk perenang cepat. Panjang tubuhnya mencapai panjang 30 cm, bentuk badan agak memanjang dan agak gepeng. Dalam statistik perikanan, kedua jenis ikan layang ini dimasukkan dalam satu kategori (Decapterus spp) (Widodo, 1988).

Ikan layang biasanya memijah pada suhu minimum perairan 17oC. Umumnya pemijahan terjadi dua kali pertahun, puncak pemijahan pada bulan Maret/April (musim barat) dan Agustus/September (musim timur). Asikin (1971) mengemukakan bahwa ikan layang muncul kepermukaan karena dipengaruhi oleh ruaya harian dari plankton hewani (zooplankton) yang terdapat disuatu perairan. Secara spesifik, makanan ikan layang terdiri dari cepepoda 39%, crustacea 31% dan organisme lainnya 30%.

Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Phyllum : Chordata

Sub phyllum : Vertebrata Class : Pisces

Sub Clas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea

Divisi : Perciformes

Sub Ordo : Carangi

Genus : Decapterus

Species : Decapterus russelli, (Rupped)

Decapterus macrosoma, (Sleeker)

Decapterus maruadsi (Tamminck dan Schlgel) Makanan utama zooplankton, terkadang juga ikan kecil seperti ikan teri (Stolephorus spp) dan japuh (Dussumteria acuta) (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan jaring insang, mini purse seine, dan bagan tancap.

Gambar 13 Ikan Layang ( Decapterus) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) 5) Kembung (Rastrelliger spp)

Ciri ikan kembung (Rastrelliger spp) secara umum yaitu badan berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih