• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur Intrinsik Cerpen

Dalam dokumen Tanah Air (Halaman 33-42)

BAB II LANDASAN TEORI

2.2. Kajian Teoritis

2.2.3. Unsur Intrinsik Cerpen

berfungsi sebagai penyedia sumber makanan semata, tetapi juga sebagai pusat kehidupan dan pembentuk sistem budaya.

d. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri

Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat berupa eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, dan lain-lain yang lebih bersifat melibat ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus (Nurgiyantoro, 2002:176). Menurut Nurgiyantoro, terdapat beberapa macam tokoh dalam suatu cerita, yaitu :

1) Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.

2) Tokoh Pembantu

Tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang tokoh utama.

3) Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, yaitu tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2002:178).

4) Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab timbulnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis.

5) Tokoh Kompleks

Tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2002:181-183).

b. Penokohan

Penokohan adalah penggambaran karakter tokoh oleh penulis dalam karyanya yang mewakili tipikal-tipikal manusia, biasanya terdiri dari tokoh utama dan tambahan. Dalam cerpen, pengarang dapat menggambarkan watak para tokohnya dengan menggunakan beberapa teknik perwatakan yaitu teknik analitik dan teknik dramatik yaitu pelukisan watak para tokohnya melalui jalan cerita (Sadikin, 1999:

23).

Nurgiyantoro (1995:178), menjelaskankan sebagai berikut, di lihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan cerita dibedakan

atas tokoh-tokoh utama dan tokoh tambahan, sedangkan jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat digolongkan ke dalam tokoh protagonis (tokoh yang kita kagumi), dan tokoh antagonis (tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik).

c. Alur (Plot)

Aminudin (2002), menyatakan bahwa alur (plot) adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Alur adalah struktur cerita yang disusun oleh urutan peristiwa, baik yang dialami ataupun yang diakibatkan oleh pelaku. Alur juga bisa disebut sebagai rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Adapun jenis alur (plot) dalam sebuah karya sastra dibedakan menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut:

1) Alur maju

Alur maju merupakan sebuah alur yang klimaksnya berada di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan yang teratur dan beruntut. Tahapan pada alur maju adalah sebagai berikut:

pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian.

2) Alur mundur

Alur mundur merupakan sebuah alur yang menceritakan masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa kini/ awal dengan susunan waktu yang tidak sesuai dan tidak beruntut. Tahapan pada Alur mundur adalah sebagai berikut:

penyelesaian, antiklimaks, klimaks, konflik, dan pengenalan.

3) Alur campuran

Alur campuran atau biasa disebut alur maju-mundur adalah alur yang diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa lampau, dan dilanjutkan hingga tahap penyelesaian. Pada saat menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita dikenalkan sehingga saat cerita tersebut belum selesai, alur cerita kembali ke awal cerita untuk mengenalkan kembali tokoh lainnya. Tahapan pada Alur campuran adalah sebagai berikut: klimaks, konflik, pengenalan, antiklimaks, dan penyelesaian.

d. Latar (setting)

Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita, merupakan penggambaran waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita (Wiyanto, 2002: 28). Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting,

karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981:1975 dalam Fananie, 2002:95).

Nurgiyantoro (2002:216 dalam Santosa 2011:7), menyatakan bahwa setting adalah dasar, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan saling melengkapi, Hayati (1990:10) berpendapat setting (landasan tumpu) cerita adalah gambaran tempat waktu atau segala situasi di tempat terjadinya peristiwa.

Latar (setting) ini erat hubungannya dengan tokoh atau pelaku dalam suatu peristiwa. Oleh sebab itu, latar (setting) sangat mendukung plot cerita. Di samping itu, latar (setting) juga sangat mempengaruhi suasana, peristiwa, pokok persoalan dalam cerita, dan tema cerita. Secara garis besar, latar (setting) dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni:

1) Latar tempat

Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi, misalnya yang menunjuk latar pedesaan, perkotaan, atau latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya (Suminto 2000:127).

2) Latar waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman yang melatar belakanginya (Suminto 2000:127).

3) Latar sosial

Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi (Suminto 2000:127).

e. Tema

Dalam pengertiannya yang paling sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Sebagai sebuah gagasan sentral, tema merupakan sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi. Wujud tema dalam karya fiksi, biasanya berpangkal pada alasan tindak atau motif tokoh. Tema lebih merupakan sebagai jenis komentar terhadap subjek atau pokok

masalah, baik secara eksplisit maupun implisit. Jadi, di dalam tema terkandung sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita (Suminto 2000: 186-190).

Lebih lanjut, Suminto (2000: 193-194), mengklasifikasikan tema ke dalam beberapa jenis, yakni sebagai berikut:

1) Tema jasmaniah (physical)

Tema jasmaniah merupakan tema yang cenderung berkaitan dengan keadaan jasmani seseorang. Tema jenis ini terfokus pada kenyataan diri manusia sebagai molekul, zat, dan jasad.

2) Tema moral (organic)

Tema organic diterjemahkan sebagai tema “moral” karena kaelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral manusia yang wujudnya tentang hubungan antarmanusia, antarpria-wanita.

3) Tema sosial (social)

Tema sosila meliputi hal-hal yang berada di luar masalah pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan, dan propaganda.

4) Tema egoik (egoic)

Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi priadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.

5) Tema ketuhanan (divine)

Tema ketuhanan merupakan tema yang erkaitan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

f. Sudut Pandang

Sudut pandang atau pusat pengisahan (point of view) dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita. Sebuah karya fiksi sesungguhnya merupakan pandangan pengarang terhadap kehidupan (Suminto 2000:158).

g. Amanat

Amanat ialah pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik kesimpulan dari apa yang telah pembaca nikmat (Kosasih: 2006).

Pesan itu ada yang disampaikan secara tersirat, ada pula yang tersurat. Biasanya pesan itu dapat ditelusuri melalui percakapan para tokoh dalam teks cerita.

Sadikin (2010), menjelaskan bahwa amanat merupakan pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Lebih lanjut dijelaskan olehnya bahwa amanat biasa

disebut makna. Makna yang diniatkan oleh pengarang disebut makna niatan, sementara makna muatan adalah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.

h. Gaya Bahasa

Gorys Keraf (2002:113), mengungkapkan bahwa gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Lebih lanjut dijelaskan olehnya bahwa sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yakni meliputi kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Sedangkan menurut Guntur Tarigan (2009), merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca.

Dalam dokumen Tanah Air (Halaman 33-42)

Dokumen terkait