• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Unsur-unsur Novel

3. Alur

Analisis alur dalam novel Kronik Betawi menggunakan sumber dari Nurgiyantoro. Ada lima tahapan dalam alur: penyituasian, pemunculan, peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian. Dengan demikian lima tahapan alur tersebut akan digunakan untuk menganalisis alur.

a. Tahap Penyituasian

Tahap penyituasian merupakan tahap pembukaan cerita. Tahap ini memberikan informasi awal sebagai landasan cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

Pembukaan cerita dalam novel Kronik Betawi yaitu peristiwa bom atom yang dijatuhkan Amerika kepada Jepang, sehingga tentara Jepang yang berada di Indonesia kembali ke negaranya. Kejadian itu dimanfaatkan tuan Belanda bernama Henk untuk pulang ke negeri Belanda dan juga menyerahkan tanahnya yang berada di Karet kepada pembantunya yakni Juned dan Ipah. Di rumah itulah Juned memulai hidup baru, hidup yang layak bersama Ipah. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut

22 Ibid., h. 89.

Begitulah, alkisah cinta Juned yang tak dimulai dengan secuil pun. Hanya rasa kasihan dan tanggung jawab yang mewakili kebersediaan Juned menikahi Ipah. Kelak, dari Juned Ipah melahirkan tiga anak; Jaelani, Jarkasi, dan Juleha. Dua laki-laki, satu bontot perempuan.21

Kelahiran Jaelani, Jarkasi, dan Juleha di rumah itu melandastumpui cerita yang dikisahkan berikutnya. Hal pokok dalam tahap penyituasian merupakan pengenalan tokoh-tokoh utama yaitu Jaelani, Jarkasi, dan Juleha. Pada perkembangan cerita selanjutnya, tanah yang berada di Karet itu merupakan warisan yang berharga bagi mereka bertiga. Alur cerita menjadi tegang dan penuh dinamika sosial ketika setelah mereka menikah dan masing-masing punya anak/cucu.

b. Tahap Pemunculan Konflik

Tahap pemunculan konflik merupakan gerbang awal untuk menuju ke konflik utama. Tahap ini akan berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Pemunculan konflik tampak pada Jaelani yang berhadapan dengan dua perlente yang mengklaim utusan dari Sultan Agung Mataram yang ingin merebut paksa tanah yang berada di Karet. Hal tersebut terungkap dalam kutipan berikut

“Nah..., keturunan keluarga besar Sultan Agung, yaitu para ahli warisnya, menginginkan tanah ini kembali. Tanah ini bersejarah, Pak. Demi kelangsungan pelestarian sejarah negara kita yang mulai mengikis, para pewaris kerajaan Mataram, khususnya keturunan langsung Sultan Agung, menginginkan tanah ini kembali. Nah, bukti- bukti tertulisnya bisa Bapak dapatkan dalam arsip-arsip ini, silakan Bapak pelajari,” kata laki-laki perlente tersebut dengan penuh percaya diri sambil menyerahkan surat-surat lecek itu.22

Jaelani pada suatu siang di rumahnya menerima tamu tak diundang yang datang dengan sikap tidak sopan. Motif dua perlente itu adalah bahwa tanah yang ditempati Jaelani dan keluarga besarnya ilegal, dengan demikian

23 Ibid., h. 92-93.

tanah itu harus dikembalikan kepada negara. Dua perlente terus beradu argumen dengan Jaelani karena tanah itu milik kerajaan Mataram, bahkan sudah menjadi milik kerjaan sebelum Belanda datang menjarah.

c. Tahap Peningkatan Konflik

Tahap peningkatan konflik merupakan tahap konflik yang sudah muncul makin berkembang kadar intensitasnya. Peristiwa yang terjadi makin menegangkan. Konflik yang makin mengarah kepada klimaks tak dapat dihindari.

Peningkatan konflik dalam novel Kronik Betawi diawali ketika munculnya petugas Badan Otorita. Konflik yang sebelumnya dibawa oleh dua perlente untuk merebut tanah keluarga besar Jaelani, Jarkasi, dan Juleha, tampak meningkat kadar intensitasnya menjadi konflik yang secara nyata. Kali ini tamu kedua datang kepada Jaelani dari petugas Badan Otorita. Hal berikut tampak dalam kutipan berikut

Sambil keheranan, saya letupkan kekesalan, “Lucu amat yak? Tanah milik aye, hanya gara-gara terlambat mengajukan permohonan, jadi milik Negara?! Sedang orang-orang pendatang dikasih sertifikat Prona. Mana adilnya!?”

Petugas Badan Otorita yang kelihatannya lebih pintar dari pada dua perlente yang datang lebih dulu berlalu, meninggalkan sejumlah copy berkas-berkas dari lembaganya dengan penjelasan program

pembangunan kawasan diplomatik.23

Dalam tahap peningkatan konflik ini, tanah warisan keluarga besar Jaelani makin berusaha direbut oleh para pengembang. Motif petugas Badan Otorita merupakan perwakilan dari pemerintah yang ingin menjadikan kawasan Jakarta sebagai kawasan diplomatik.

Berdasarkan urutan keluarga, Jaelani sebagai sosok laki paling tua dalam keluarga (selain Jarkasi dan Juleha). Dengan demikian biasanya

24 Ibid., h. 99.

orang Betawi yang paling tua di keluarga perihal tanah atau warisan maju paling depan untuk menjaganya.

d. Tahap Klimaks

Tahap klimaks merupakan tahap konflik yang dilalui oleh para tokoh mencapai titik puncak. Tahap klimaks dalam novel Kronik Betawi terdapat pada peristiwa ketika anak Jaelani bernama (Enoh) melaksanakan pernikahan, itu artinya semua keluarga besar pada kumpul di Karet. Tiba- tiba petugas Badan Otorita kembali lagi untuk kedua kali. Kemudian Jaelani tak basa-basi langsung berantem dengan mereka.

“Apa?! Elu mau gua tinggal di kandang lutung yang lu bikin itu?! Sembarangan aja lu tanah orang mau diambil jadi milik negara! Negara siapa?! Heh? Negara moyang lu?! Langkahin dulu mayat gue kalo lu berani! Maju lu! Gue suwek lu pade!” Saya mengaksikan kuda-kuda.24

Dalam kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa puncak pertentangan berupa perlawanan Jaelani mewakili seluruh keluarga untuk melawan para petugas yang tak jelas yang ingin merebut tanahnya. Akibat perlawanan itu akhirnya petugas Badan Otorita kabur. Dengan demikian peristiwa itu dinilai sebagai titik puncak intensitas sebuah konflik yang berkembang. Tindakan yang dilakukan oleh Jaelani merupakan bentuk rasa cintanya dengan Betawi, sebab orang Betawi selalu terpinggirkan di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu Jaelani, Jarkasi, dan Juleha berusaha mempertahankan tempat tinggalnya.

e. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap konflik yang terjadi mulai menemukan solusi kemudian cerita diakhiri. Jaelani dan keluarga besar sudah terlanjur muak dengan penawaran para pengembang soal tanah

26 Ibid., h. 43.

mereka. Akhirnya mereka berhasil menjual tanah, kemudian Jaelani, Jarkasi, dan Juleha masing-masing mendapat hak waris. Berikut fakta teksnya

Tapi setelah itu, Jarkasi lebih tertarik pada gambang kromongnya. Untuk yang satu itu dia memang betul-betul kagak ada matinye! Ditinggallah saya dengan sapi-sapi ini. Setelah babeh meninggal, saya, Jarkasi, dan Juleha masing-masing dapat warisan.25 Dengan demikian nasib ketiga tokoh tersebut setelah tanah warisannya dijual, seperti: Jaelani setelah mendapatkan warisan kemudian tinggal di daerah Ciganjur bersama anak-anaknya, Jarkasi mengurus rumah petak dan fokus dengan grup gambang keromong, dan Juleha tinggal bersama suaminya di Semanggi.

Dokumen terkait