March 1st, 2013 | Posted by admin_tsb in Artikel - (0 Comments) UNTUK TUAN JURAGAN (2)
Oleh: Prof Dr Moh Ali Aziz, M, Ag
Penulis Buku 60 Menit Terapi Shalat Bahagia
Beberapa pembantu tidak berbaur dengan keluarga juragan. Mereka ditempatkan di kamar kecil di rumah belakang dekat parkir mobil atau kamar gudang. Tidak ada televisi di kamar, dan tidak mungkin menyaksikan acara tv bersama juragan. Oleh sebab itu, satu-satunya saluran informasi dan hiburan adalah radio. “Jika acara pengajian sudah selesai atau sudah mulai bosan, ya saya ganti musik dangdutan atau sms-an,” cerita Suriah, pembantu asal Trenggalek melalui telpon. Wanita yang menyekolahkan anaknya di pondok pesantren itu juga membaca buku-buku Islam di waktu senggang.
Para pembantu yang aktif mendengarkan kajian Islam di radio dan membaca buku-buku keagamaan itulah yang kemudian menjadi rujukan juragan dalam soal-soal keagamaan. Tidak sedikit para juragan yang meminta pembantu menuliskan doa-doa shalat atau doa-doa lain, atau membantu anaknya mengerjakan tugas-tugas dari guru agamanya di sekolah. Kadangkala karena pintarnya pembantu dalam soal keagamaan, juragan lalu memberi tugas rangkap: ya pembantu ya guru mengaji.“Sini Mas Robet, saya ajari doa untuk orang tua. Tirukan saya ya!,” begitulah kira-kira ajakan manis sang pembantu kepada anak juragan untuk menghafal doa, Rabbighfir ly
waliwalidayya (wahai Allah ampunilah aku dan ibu-bapakku).”
Jika Jum‟at yang lalu saya membisikkan pesan melalui telinga kanan juragan, kali ini saya bisikkan pesan senada melalui telinga kiri juragan. “Gan, betapa besar jasa para pembantu mengenalkan nama Allah dan Rasul-Nya kepada anak-anak juragan.” “Gan, jika mengenalkan monyet dan ayam kalkun saja tuan harus membayar mahal tiket kebun binatang , berapa yang tuan berikan untuk mereka?”. “Gan, betapa mereka berjasa mengajarkan cinta tulus dan doa sepanjang masa untuk Tuan dan Nyonya yang terhormat.” “Gan, mereka telah mengabdi setulus hati kepada Tuan sekalipun dibayar mungkin hanya 2% dari penghasilan Tuan setiap bulan.” “Gan, jika Tuan tidak memberi mereka bonus uang, pernahkah Tuan bersujud lama untuk mendoakan mereka sesukses Tuan, bahagia dan membahagiakan orangtua yang menjadi angan-angan mereka setiap saat?.”
Ada kisah menarik hubungan pembantu dan juragan yang banyak dikutip di beberapa buku, termasuk di buku “60 Menit Terapi Shalat Bahagia” (halaman 153) dengan beberapa modifikasi. Ada seorang juragan yang marah kepada pelayan karena makanan dan minuman dalam talam yang akan disuguhkan kepadanya tumpah. Pelayan itu dengan suara yang agak nyaring membaca firman Allah Surat Ali Imran ayat 134, wal kadhiminal ghaidha. (orang-orang bertakwa adalah
orang yang menahan marah). Sang juragan langsung menjawab, ”Saya akan menahan marah
saya”. Palayan itu kemudian membaca lanjutan ayat, wal‟afina ‟anin nas (..dan orang-orang
bertakwa adalah yang memaafkan manusia). Setelah melihat wajah sang juragan semakin cerah,
pelayan membaca ujung ayat, wallahu yuhibbul muhsinin (dan Allah menyintai orang-orang
yang berbuat baik). Juragan langsung berdiri dan berkata, “Dengan mengharap ridla Allah
semata, silakan pulang dengan setumpuk uang ini sebagai modal, menjadi manusia mandiri, lepas dari kungkungan juragan. Berbahagialah bersama keluarga, dan selamat membahagiakan juga orang lain.”
UNTUK TUAN JURAGAN
Oleh: Prof Dr Moh Ali Aziz, M, Ag
Penulis Buku 60 Menit Terapi Shalat Bahagia
Sekalipun sudah empat kali saya menulis untuk memberi apresiasi kepada para pembantu rumah tangga, saya masih belum puas, dan perlu menulis sekali lagi. Jum‟at pagi (1-2-13) itu, ada sekitar 30 puluhan pendengar acara Syiar Pagi Radio El-Victor yang meminta kiriman buku “60 Terapi Shalat Bahagia.” 75 % di antara mereka tinggal di perumahan mewah di Surabaya dan sekitarnya. Saya bersyukur, berarti semakin banyak orang kelas atas yang haus kajian Islam. Menjelang shalat isyak, beberapa mahasiswa yang saya beri tugas mengirim buku melaporkan beberapa kesulitan pengirima. Bukan karena lokasinya, tapi prosedurnya. Saat itulah saya sadar bahwa dugaan saya tentang kelas atas yang haus agama salah. “Maaf mas, di sini tidak ada nama Sarmini. Yang ada hanya tuan Beny dan nyoya Monica,” bentak penjaga keamanan kepada pengantar buku. Begitulah kisah Faid, salah satu pengantar buku. Rupanya petugas keamanan tidak tahu bahwa di dalam rumah bertingkat bergaya Eropa itu ada Sarmini, pembantu yang baru mulai kerja sebulan sebelumnya. Wanita asal Bojonegoro itu setiap pagi merawat taman luas di halaman rumah sambil mendengarkan Syiar Pagi di radio melalui handphonenya. Setelah diyakinkan oleh Faid, barulah penjaga keamanan mengijinkan Sarmini untuk menerima buku pesanannya melalui lubang kecil di pintu pagar. “Maaf mas, kurang sopan, saya menerima buku melalui lubang pagar. Semata-mata karena saya tidak diijinkan keluar kecuali atas perintah majikan,” kata Sarmini melalui SMS setelah Faid sampai di rumah.
Kisah di atas disebutkan semata-mata untuk mengepresiasi para pembantu rumah tangga yang menyimpan uang sedikit demi sedikit untuk membeli buku agama. Ia tidak mau berpisah dengan Allah, sekalipun ia berpisah dari keluarganya di kampung, dan berpisah dari lingkungan perumahan tempat ia bekerja. Andai ia diijinkan pulang sendirian, ia pasti tidak tahu harus kemana pergi, karena memang tidak pernah diijinkan keluar rumah.
Rumah-rumah mewah tanpa pembaca Al Qur‟an di dalamnya, sejatinya adalah kuburan. Rumah seperti itu memang bagai istana, tapi sebenarnya merana. Rumah tanpa shalat di dalamnya adalah ruang gelap, sekalipun sekian wat lampu gemerlap. Bau rumah menjadi busuk jika penghuninya tidak shalat dengan khusyuk. Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan orang beriman
yang membaca Al Qur‟an seperti buah jeruk: harum baunya dan enak rasanya.” (HR Bukhari
Muslim dari Abu Musa Al Asy‟ary r.a). Betapa harum rumah itu karena wanita pembantu di dalamnya membaca Al Qur‟an dengan suara sayup-sayup di pojok rumah sang juragan pada jam istirahat yang singkat.
Nabi SAW juga bersabda, “Perumpamaan rumah tanpa dzikir dan rumah penuh dzikir adalah
seperti perumpamaan antara kehidupan dan kematian.” (HR Bukhari Muslim dari Abu Musa Al
Asy‟ary r.a). Betapa pembantu rumah itu meniupkan roh kehidupan di rumah sang juragan yang karena kesibukannya kurang dzikirnya kepada Allah.
Nabi SAW bersabda lagi, “Nawwiruu manaazilakum bis-shalaati wa qira-atil Qur‟an/
Betapa pembantu rumah yang shalat dan membaca Al Qur‟an itu telah menerangi rumah yang “gelap” karena jarang ditempati majikan, yang lebih banyak waktunya di luar rumah daripada menikmati tempat tidurnya yang mewah.
Kepada para juragan, saya berbisik lembut di telinga kanan Tuan, “Gan, jika Tuan dan keluarga sukses, sangat besar kemungkinan karena jasa spiritual para pembantu tuan.” “Gan, sangatlah bijaksana Tuan membayar mahal atau menanggung sekolah anak-anak mereka, karena mereka peniup “roh kehidupan” Tuan. “Gan, ketika Tuan kelelahan menghitung uang, mereka memberkahi rumah Tuan dengan shalat dan membaca Al Qur‟an.” Terimakasih Gan, insya-Allah minggu depan saya akan berbisik lagi di telinga kiri Tuan.