TRADISI 10 MUHARRAM DI PARIAMAN A.Asal Usul Tradisi 10 Muharram
B. Upaya Masyarakat Muslim Mempertahankan Perayaan Tradisi 10 Muharram Muharram
perjalanan dengan membuat paket wisata ke Pariaman dalam acara perayaan
tradisi 10 Muharram. Selain itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
memberikan pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Pariaman, seperti
pelatihan hotel, bisnis penginapan serta pelatihan di bidang jasa berguna
untuk meningkatkan pariwisata Pariaman dalam perayaan tradisi 10
Muharram.11
Oleh karena itu, peranan pemerintah daerah merupakan salah satu
faktor kebertahan perayaan tradisi 10 Muharram di Pariaman sampai saat
sekarang.
B. Upaya Masyarakat Muslim Mempertahankan Perayaan Tradisi 10 Muharram
Zaman modern seperti sekarang, sangat jarang bisa ditemukan
masyrakat yang masih mempertahankan kebudayaannya. Akan tetapi
kondisi seperti itu bisa saja dihindari tergantung kepada masyrakat itu
sendiri. Jika kita lihat di zaman sekarang para pemuda sebagai generasi
penerus bangsa kebanyakan tidak mau tahu terhadap budayanya sendiri,
bahkan mereka bangga dengan budaya asing. Hal ini tidak terjadi salah
satunya pada masyrakat musim Pariaman yang sudah modern, Dengan
perubahan tata global yang semakin gencar seperti sekarang, masyrakat
11
Pariaman tetap memegang teguh tradisi12 yang telah dimilikinya dengan
segala keunikannya.
Pariaman merupakan salah satu daerah yang sampai sekarang masih
mempertahankan kebudayaan yang sudah menjadi tradisi bagi mereka untuk
dilaksanakan setiap tahunnya yaitu perayaan tradisi 10 Muharram. Perayaan
10 Muharram di Pariaman masih dilaksanakan seperti biasanya, setiap
prosesi dilakukan secara teratur tampa pengaruh elemen lainnya. Perayaan
tradisi 10 Muharram masih mempertahankan nilai-nilai leluhurnya.
Pengaruh modernisasi dan masuknya unsur budaya asing tidak memiliki
pengaruh terhadap perubahan baik bentuk, isi dan fungsi.13 Kebertahanan
tradisi 10 Muharram di Pariaman sampai sekarang tidak terlepas dari
masyarakat pendukungnya yang sadar akan pentingnya menjaga apa yang
telah mereka miliki. Perayaan 10 Muharram di Pariaman tidak hanya
dilaksanakan oleh penduduk yang sudah berumur, akan tetapi para pemuda
pemudi juga ikut serta dalam perayaan tradisi 10 Muharram yang bersifat
tradisional. Menurut pengakuan dari salah seorang pemuda, ia merasa
bangga dengan ikut serta dalam perayaan tradisi 10 Muharram, karena
tradisi tersebut merupakan salah satu identitas mereka yang sangat dikenal
12
Tradisi merupakan pola prilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaaya yang telah lama dikel sehingga menjadi adat istiadat dan kepercayaan secara turun temurun. Lihat Soekanto Soerjono. Kamus Sosiologi (Jakarta : Raja Grafindo, 1993), h. 520.
13
Erntib dkk. Upacara Tabuik : Kajian Nilai Budaya dan Fungsi bagi Masyrakat (Jakarta : Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film,2001), h. 50.
masyrakat luas, untuk itu mereka merasa punya kewajiban untuk tetap
mempertahankan menjaga budaya yang mereka miliki.14
Dalam menjaga dan melestarikan budaya local, ada berbagai macam
cara yang dapat dilakukan diantaranya 15:
1. Mengajarkan pada generasi penerus akan pentingnya kebudayaan
sehingga kebudaayan tidak hilang begitu saja dan tetep dapat
bertahan.
2. Mempraktekkan kegunaan budaya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menghilangkan perasaan gengsi ataupun sifat acuh tak acuh terhadap
kebudaayan.
4. Mengadakan kompetisi-kompetisi tentang kebudayaan.
5. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian kebudayaan.
Begitupun dalam perayaan tradisi 10 Muharram, upaya yang
dilakukan masyrakat sekitar agar tradisi 10 Muharram yang telah mereka
jalankan dari tahun ke tahun dapat tetap bertahan, dengan cara tetua
Pariaman mengadakan perkumpulan dengan pemuda pemudi bermusywarah
tentang adat istiadat mereka, selalu memberikan nasehat, amanat kepada
generasi penerusnya untuk tetap melaksanaakan perayaan tradisi 10
Muharram karena tradisi 10 Muharram bukan hanya sekedar memperingati
kematian Husain bin Ali di Padang Karbela juga bertujuan untuk meminta
keselamatan, mendapat ridha berkah Tuhan serta sebagai ungkapan syukur
14
Aditya, Risky. Pelajar asli Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 3 April 2014.
15
atas anugrah yang telah diberikan-Nya. Masyrakat sekitar percaya apabila
perayaan 10 Muharram tidak dilaksankan maka masyrakat setempat akan
mendapat musibah.16 Hal lain yaitu melibatkan pemerintah sekitar dalam
menjalankan tradisi 10 Muharram.
Tradisi 10 Muharram samapai sekarang bertahan di Pariaman salah
satunya karena masyrakat mau bekerja sama dengan pemerintah setempat
dengan menjadikan 10 Muharram sebagai agenda tahunan untuk pariwisata
akan tetapi dengan kesepekatan, pemerintah tidak boleh mengurangi
kesakralan dan makna dari perayaan tradisi 10 Muharram tersebut.17
Adapun kesakralan dan makna dari perayaan 10 Muharram tersebut
terdapat dalam setiap rangkaian acara seperti setiap memulai dan mengkhiri
suatu prosesi selalu melakukan doa, setiap peralatan yang digunakan untuk
pembuatan bangunan tabuik dilumuri darah, tidak lupa memberikan sesajen
ke pantai Barat Sumatera yang di anggap sebagai penghuni pantai dan
memetuhi segala macam pantangan yang tidak boleh dilanggar seperti
memakan makananan yang berdarah seperti iakan, daging dan sejenisnya,
apabila pantangan ini dilanggar maka akan mendatangkan musibah yang
terjadi pada Ihsan ketika perayaan 10 Muharram ia memkan ikan, beberapa
hari setelah itu perutnya membesar, sudah diobati tidak kungjung sehat
maka sampai akhir hayatnya perutnya seperti itu.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sejauh ini pengamatan
penulis untuk sementara upaya yang dilakukan masyrakat sekitar menjaga
16
Luqman. Masyarkat asli Pariaman.Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014.
17
tradisi 10 Muharram tetep lestari dengan memberikan nesaehat atau amanat,
serta bekerja sama dengan pemerintah setempat.
C. Fungsi Perayaan Tradisi 10 Muharram pada Masyarakat sekitar
Pariaman
10 Muharram merupakan salah satu tradisi berkaitan dengan
nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mempunyai
makna yang sangat penting bagi masyrakat pendukunggnya. Misal di masa
sekarang, nilai gotong royong yang sudah berkurang, bahkan antara satu
sama lain sudah saling tidak mengenal dengan adanya tradisi 10 Muharaam
dapat memperkuat nilai persatuan dan kesatuan tersebut.18 Tradisi 10
Muharram merupakan upacara tradisional bagi masyrakat Pariaman yang
sampai sekarang masih tetap bertahan. Walaupun ada sedikit perubahan
sebagai penyesuaian terhadap perkembangan zaman di masa sekarang, hal
ini tidak mengurangi arti dari tradisi serta minat masyrakat pendukungnya.
Hal ini juga menjadi pendukung bahwa tradisi 10 Muharram mengandung
nilai-nilai luhur yang menjadi panutan bagi masyrakat di luar Sumatera
Barat umumnya datang dan menyaksikan perayaan tradisi 10 Muharram.
Tradisi 10 Muharram mempunyai cirri yang khas, unik dan sangat didukug
oleh tokoh-tokoh masyrakat dan pemerintah.
Fungsi tradisi 10 Muharram bagi masyrakat yaitu sebagai fungsi
sosial dan spiritual. Adapun fungsi sosial bagi Masyrakat Pariaman
merupakan salah satu pendukung tradisi 10 Muharram sampai sekang.
18
Yusrizal. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 3 April 2014.
Fungsi tradisi ini dapat terlihat dikehidupan sosial masyrakat, yakni
menjaga hubungan sosial antara manusia dengan manusia dalam sebuah
masyrakat, dan mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan
penciptanya.
Tradisi 10 Muharram merupakan acara yang sangat penting dan
sangat berperen dalam kehidupan masyrakat Pariaman. Tradisi ini
merupakan pembentuk hubungan sosial masyrakat sampai sekarang masih
terbina dengan baik dalam kehidupan bermasyrakat. Pelaksanaan tradisi 10
Muharram mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa serta nilai keagamaan
yang dianut masyrakat sekitar. Selain itu masyrakat Pariaman mempunyai
hubungan erat dengan sejarah masuknya Islam di pantai Sumatera Barat,
karena Pariaman dikenal sebagai daerah pertama pengembangan Islam di
Sumatera Barat yang disebarkan oleh Syekh Burhanudin di Ulakan.19Seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tradisi 10 Muharram
berasal dari India yang dibawa oleh pasukan Islam Tamil. Pada dasarnya
perayaan tradisi 10 Mharram dilaksanakan untuk memperingati kematian
Husain bin Ali.
Perayaan tradisi 10 Muharram selain memperluas hubungan
silaturrahmi, persatuan dan kesatuan dengan warga di luar daerah, juga
mempererat hubungan antara warga setempat. Adanya kebiasaan gotong
royong, bahu membahu, diantara masyrakat berupa dana dan prasarana
untuk memnyukseskan tradisi 10 Muharram. Hal ini menunjukkan adanya
kebersamaan. Hubungan baik antar sesama warga dalam melaksanakan
19
Taufiq Abdullah. Islam dan Pembentukan Tradisi di Aasia Tenggara.(Jakarta : LP3ES, 1988) H 59.
tradisi 10 Muharram, akan terlihat pada setiap proses pelaksanaan tradisi,
baik dari awal hingga akhir perayaan. Sebelum pelaksanaan pembuatan
bangunan tabuik semua lapisan masyrakat baik dari alim ulama, pemuda
bermusywarah di kantor Kerapatan Adat Nagari guna membahas untuk
penyelenggraaan perayaan tradisi 10 Muharram.
Bukan hanya masyarakat yang berada di Pariaman, perantau juga
ikut serta meendukung perayaan tradisi 10 Muharram, karena tradisi ini
merupakan salah satu pemicu perantau untuk pulang kampung.20 Masyrakat
perantau yang sengaja pulang ke Pariaman untuk menyaksikan tradisi 10
Muharram serta melihat kemajuan kampung halaman setelah lama
ditinggalkan. Adanya kebiasaan seperti itu merupakan norma yang
mengharuskan setiap masyarakat memilihara hubungan yang baik dengan
sesamanya. Perayaan tradisi 10 Muharram merupakan salah satu aspek dari
adat istiadat sangat berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat.21
Unsur-usur lain yang memiliki kaitan dengan perayaan tradisi 10
Muharram adalah terdapat pantangan-pantanagn yang menjadi larangan dan
dianggap sebagai perwujudan dari peristiwa 10 Muharram tersebut.
Pantangan yang dimaksud disi yaitu terdapat pada bahan-bahan pembuatan
bangunan tabuik yang harus dilumuri darah agar para pekerja terhindar dari
20
Ernatip. Dkk. Upacara Tabuik di Pariaman : Kajian Nilai Budaya dan Fungsi Bagi Masyarakat Pendukungnya (Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film, 2001), h. 51.
21
musibah. Sesuatu yang mustahil seperti ini sudah menjadi tradisi bagi
masyrakat.22
Selain itu, perayaan tradisi 10 Muharram juga menjadi sarana
komunikasi antar sesame manusia. Missal dengan adanya perayaan tradisi
10 Muharram, orang-oang jadi mengenal daerah Pariaman. Dapat menjalin
hubungan yang baik antara masyrakat penyelenggara, pemerintah, bahkan
sampai macanegara. Masyrakat luar yang mengikuti perayaan 10 Muharram
berusaha mengikuti dan menghormati adat istiadat yang dijalankan pada
saat berada di daerah Pariaman.23
Adapun fungsi perayaan tradisi 10 Muharram lainnya bersifat
spiritual.24 Kehidupan sehari-hari masyrakat Pariaman sering dihadapkan
dengan masalh, salah satunya masalh perekonomian. Umumnya masyrakat
hidup dari hasil pertanian, nelayan, dan perdaganagn. Hal ini sering
mengalami pasang surut dengan seiring kemajuan zaman dan pola berfikir
masyrakat. Bagi masyrakat setempat masalah tersebut sering kali sulit
menemukan solusinya, karena itu mereka selalu membutuhkan bantuan dari
pihak lain baik materi maupun non materi. Bantuan bukan berupa materi
sering diminta untuk melindungi negri beserta isinya dari segala musibah.
Untuk meminta pertolongan tersebut sering kali mereka melakukan
hubungan khusus dengan makhluk lain dengan meberi sesajen melalui
upacara.
22
Syamsul Islami. Masyarakat asli Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014
23
Ilham. Rumah Tabuik Pariaman, artikel diakses pada 3 Juli 2014 dari
http://www.Padangekspres.co.id 24
Spiritual merupakan hubungan seseorang dengan sang pencipta, hal ini tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Diakses pada tanggal 5 Mei 2014 dari
Perayaan 10 Muharram bagi masyarakat Pariaman selain
memperingati wafatnya Husein bin Ali di Padang Karbela juga untuk
memberikan sesajen untuk makhluk halus penghuni pantai Barat Sumatera.
Dalam perayaan taradisi 10 Muharram tersebut terdapat nilai-nilai luhur
yang dipercaya secara turun temurun. Adapun tujuannya untuk meminta
pertolongan keselamatan, serta bentuk ungkapan rasa bersyukur kepada
Tuhan atas semua anugrahNya.25 Setiap rangkaian acara tradisi 10
Muharram tidak lupa dimulai dan disudahi dengan doa. Tradisi 10
Muharram merupakan tardisi yang sangat erat kaitannya dengan
perkembangan agama Islam.
Pelaksanaan perayaan tradisi 10 Muharram selama sepuluh hari
mempunyai makna-makna ritual yang masih dipertahankan oleh masyrakat
setempat. Selain pembacaan doa-doa, ketika mahoyak tabuik juga terlihat
samapai tabuik dibunag ke lauat merupakan sembahan terhadap penjaga
laut yang dianggap sebagai pelindung selain Tuhan.26
Dengan demikian perayaan tradisi 10 Muharram merupakan
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan untuk memelihara
hubungan antar manusia serta lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat dari
perlengkapan perayaan tradisi 10 Muharram itu sendiri kebanyakan barasal
dari alam. Manusia yang hidip dalam suatu masyrakat tidak akan terlepas
dari lingkungan alam. Ini menggambarkan adanya hubungan yang sangat
erat antara manusia dengan lingkungan dan berusaha untuk tetap menjaga
hubungan tersebut dengan melakukan upacara-upacara seperti 10
25
Majalah Pemko Pariaman “Tabuik”. Edisi 5 (Terbit berdasarkan SK Wali Kota no 65/040. 2010. Triwulan), h. 8-7.
26
Muharram. Selain itu hubungan dengan hal yang ghaib tetap terjaga dengan
memberikan sesajen yang dibuang ke laut. Perayaan tradisi 10 Muharram
seperti ini merupakan penghubung antara manusia dengan manusia, manusia
dengan sang pencipta, serta manusia dengan dengan kekuatan ghaib.
Perayaan taradisi 10 Muharram selain mumpunyai fungsi sosial dan
fungsi spiritual, perayaan tradisi 10 Muharram ini juga berfunsi sebagai
penunjang pariwisata kebudayaan guna meningkatkan perekonomian
masyrakat. Melihat perkembangan dan minat orang utuk menyaksikan
perayaan tradisi 10 Muharram maka pemerintahan melalui Dinas Pariwisata
menjadikan tradisi 10 Muharram sebagai objek wisata budaya.27 Adapun
sebenarnya masyarakat Pariaman banyak yang tidak setuju menjadikan
perayaan tradisi 10 Muharram sebagai objek wisata, karena merasa khawatir
dapat menghilangkan nilai-nilai religi yang selama ini mereka miliki. Akan
tetapi demi kepentingan bersama agar tetap bertahannya tradisi 10
Muharram, maka mereka menerima hal tersebut, dengan syarat tidak
mengurangi kesakralan dan makna dari perayaan tradisi 10 Muharram
tersebut.28
Keunikan dari perayaan tradisi 10 Muharram membuat para
wisatawan ingin menyaksikan tradisi tersebut. Banyak wisatawan yang
merasa heran melihat bangunan tabuik yang indah di buang ke laut,
kemudian diperebutkan oleh para pengunjung atau masyrakat sekitar. Bagi
sebagian mereka yang menyaksikan hal seperti ini menilai suatu perbuatan
yang mubazir. Akan tetapi bagi masyrakat Pariaman mempunyai makna
27
Nanda Iskandar, “Tabuik Piaman,” Republika, 8 Januari 2013, h. 15.
28
Syamsul Islami. Masyarakat asli Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 4 April 2014
tersendiri yaitu mengingat suatu peristiwa yang sangat bersejarah serta
meminta kelamatan dan kesejahteraan. Dilihat dari satu sisi perayaan tardisi
10 Muharram memang suatu yang mubazir, dimana pembuatan bangunan
tabuik ini memnggunakan biaya yang begitu banyak, yang hanya
dipergunakan beberapa hari saja, setelah itu bangunan tabuik dibuang ke
laut. Akan tetapi, dibalik itu semua masyrakat mendapatkan keuntungan
yang tidak terhitunng. Selama 10 hari berlangsungnya perayaan tradisi 10
Muharram sangat banyak dana yang masuk ke kota Pariaman. Kedatangan
wisatawan membawa keberuntungan tersendiri bagi masyrakat setempat,
masyrakat bisa menyediakan berbagai macam mkanan khas Pariaman. Di
lokasi perayaan tardisi 10 Muharaam berbagai macam usaha yang bisa
dilakukan untuk menghasilkan uang, seperti banyaknya didapati
warung-warung kecil yang menjual berbagai macam makanan, hiburan. Hal seperti
ini telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyrakat setempat dalam
usaha meningkatkan perekonomian.29
29
Yusrizal. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman. Wawancara pribadi. Pariaman, 3 April 2014.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintah dan masyarakat Pariaman mempunyai peranan yang
sangat besar dalam mempertahankan perayaan tradisi 10 Muharram tahun
1992-2013, sebagaimana dapat dibuktikan :
1. Pemerintah setempat mengangkat tradisi 10 Muharram menjadi
agenda pariwisata tahunan yang dilaksanakan setiap tanggal 1
samapai 10 Muharram
2. Pemerintah setempat berusaha mempromosikan perayaan tradisi 10
Muharram sampai mancanegara
3. Pemerintah setempat membangun rumah tabuik sebagai museum
berguna untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan juga untuk
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Pariaman
4. Untuk pembiayaan perayaan tradisi 10 Muharram yang tidak sedikit,
pemerintah mengambil dari pendapatan daerah.
5. Masyarakat setempat selalu memberi pengarahan kepada generasi
penerus begitu pentingnya untuk tetap melestarikan tradisi 10
Muharram.
6. Masyarakat setempat selalu ikut bepartisipasi dalam perayaan, baik
berbentuk materi ataupun nonmateri.
7. Masyarakat setempat selalu menjaga nilai-nilai yang terkandung
dalam perayaan tradisi 10 Muharram dan mempraktekan dalam
Diangkatnya perayaan tradisi 10 Muharram sebagai agenda
pariwisata tahunan selain melestarikan 10 Muharram juga bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian masyrakat setempat. Mulai dari pedagang
asongan, aneka makanan, dan bentuk jasa lainnya, karena pengunjung yang
datang untuk menyaksikan perayaan tradisi 10 Muharram bisa mencapai
ratusan ribu orang.
B. Saran
Untuk budaya lokal seperti perayaan tradisi 10 Muharram, penulis
memberikan saran sebagai berikut :
1. Nilai serta fungsi dalam perayaan tradisi 10 Muharram sangat
berharga untuk itu perlu tatap di jaga dan melestarikan
keberadaannya.
2. Kebudayaan lokal seperti perayaan tradisi 10 Muharram
merupakan salah satu identitas bangsa. Oleh sebab itu harus
selalu dipertahankan.
3. Dengan tetap dipertahankan perayaan tradisi 10 Muharram dapat
menunjang pendapatan masyarakat Pariaman dengan
Abdullah, Taufiq. Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara. Jakarta : LP3ES, 1988.
Abdullah, Taufiq. Tradisi Intelektual Islam Minangkabau (Perkembangan
Tradisi Intelektual Tradisional di Koto Tangah Awal Abad XX), cet. Pertama. Jakarta : Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badbab
Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011.
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Adriyetti, Amir. Pemeta Minangkabau. Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan,
1998.
Amini. Kedudukan Para Sahabat dalam Islam. Jakarta : Cendikia, 2008.
Asril. Pertujukan Gandang Tambua dalam Upacara Tabuik di Pariaman
Sumatera Barat. “Tesis sebagai persyaratan mendapatkan derajat sarjana S2. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 2002.
Azra, Azyumardi. Islam Reformis : Dinamika Intelektual dan Gerakan.
Jakarta : Rajawali Press, 1999.
Azwar, Welhendri. Matrilokal dan Status Perempuan dalam Tradisi
Bajapuik. Yogyakarta : Galang Press, 2001.
Ernatip. Dkk. Upacara Tabuik di Pariaman : Kajian Nilai Budaya dan
Fungsi Bagi Masyarakat Pendukungnya. Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya, Seni dan Film, 2001.
Faturrahman, Oman. Tarekat Syatariah di Minangkabau. Jakarta : Prenanda
Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Hamka, Buya. Islam dan Aadat Minangkabau. Jakarta : Pustaka Panjimas,
1985.
Harapandi, Dahri. Tabot Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu. Jakarta :
Penerbit Citra, 2009.
Ibnur, Tom. Seni Pertunjukan. Jakarta : PT. Widyadara, 2002.
Kasim, Muslim Ak. Strategi dan Potensi Padang Pariaman dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat di Era Globalisasi. Jakarta : Indomedia, 2004.
Khanizar. Musik Tabuik Upacara Kaum Syi’ah di Pariaman. Skripsi daam
memenuhi tugas akhir sarjana Etnomusikologi. Padang Panjang : Sekolah
Tinggi Seni Indonesia, 2010.
Koentjaningrat. Kebudayaan Melintas dan Pembangunan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Koentjaningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta :
Djambatan, 1982.
Koentjaningrat. Metodelogi Penelitian Masyarakat. Jakarta : Aksara Baru,
1980.
Lexi, Moleong J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2005.
Mansoer, M.D. Sejarah Minangkabau. Jakarta : Bhratara, 1970.
Yayasan Alumni Timur Tengah, 2002.
Muhammad, Radjab. Perang Paderi di Sumatera Barat 1803-1838. Jakarta :
Balai Pustaka, 1964.
Murodi. Melacak Asal Usul Gerakan Paderi di Sumatera Barat. Jakarta :
Logos, 1999.
M.Yafas, dkk. Perkembangan Tarekat Syatariah dan Pengaruhnya dalam
Pengalaman Ajaran Islam di Kecamatan Lintau Buo. Laporan Penelitian. Padang : IAIN Imam Bonjol Padang, 1984.
Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. Jakarta : CeQDA
(Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah, 2007.
Navis, A.A. Alam Takambang Jadi Guru Adat dan Kebudayaan
Minangkabau. Jakarta : Grafiti Press, 1984.
Nazar, Bukry. Tarekat Syatariah di Padang Pariaman : Tinjauan dari Segi
Dakwah. Laporan Penelitian Padang : Pusat Penelitian IAIN Imam Bonjol Padang, 2000.
Purwadi. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta : Kompas, 2006.
Sevilla, Consuello G. penerjamah : Alimuddin Tuwu. Metodelogi Penelitian
Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1993.
Sekretariat Jendral MPR RI. Undang-undang Pariwisata Republik Indonesi No 10.
Bandung : Citra Umbara, 2009.
Siregar, Miko. Pertunjukan Tabuik Piaman Kajian Antropologi Terhadap
Mitos dan Ritual. “Tesis sebagai persyaratan mendapatkan derajat sarjana S2 program paskasarjana. Jakarta : Universitas Indonesia, 1995.
Sorjono, Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta : Raja Grafindo, 1993.
Suharti, S.Kat. Ritual Syi’ah di Pariaman. “Laporan Penelitian Padang
Panjang : STSI, 2006.
Suryadi. Imbas Gerakan Paderi Sumatera Barat. Jakarta : 2004.
Suwardi, Endraswara. Metodelogi Penelitian Budaya. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada, 2003.
Yatim, Badri. Sejarah Kebudayaan Islam. Cet ke-22. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2010.
Jurnal, Majalah
Faruqi, Asqar.“Imam Husain dan Air di Karbala : Syi’ah Husain Simbol
Perlawanan”. Syi’ar edisi Muharram, 2010.
Indikator Ekonomi kota Pariaman 2012. No. Ktalog 921001. 13.77
Pariaman : Badan Perencana Daerah Kota Pariaman dengan Badan Pusat
Statistik Kota Pariaman, 2013.
Indikator Ekonomi kota Pariaman 1992. Pariaman : Badan Perencana
Daerah Kota Pariaman dengan Badan Pusat Statistik Kota Pariaman, 1992.
Majalah Tabuik Pemko Pariaman. ISSN 2086-6838 “ Tabuik Dihoyak
Pariaman Semarak “. Edisi 04. Triwulan, 2010.
Majalah Pemko Pariaman. “Tabuik”. Terbit berdasarkan SK Wali Kota No.
Pariaman dalam Angka 2010. Pariaman : Badan Pusat Statistik, Pariaman,
2010.
Wawancara
Yusrizal. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman,
Wawancara pribadi. Pariaman, 3 Maret 2014.
Syamsul Islami. Warga masyarakat Pariaman. Wawancara pribadi. Pariamn,
4 Maret 2014.
Luqman. Warga masyarakat Pariaman. Wawancara pribadi. Pariamn, 4
Maret 2014.
Risky Aditiya. Pelajar Pariaman. Wawancara pribadi. Pariamn, 4 Maret
2014.
Yusniwar. Warga masyarakat Pariaman. Pariamn, 4 Maret 2014.
Internet
Artikel diakses pada 5 Januari 2014 dari http://mykhalifah.com
Artikel diakses pada 5 Mei 2014 dari http://wordpress.com
Data Kependudukan dan dan Catatan Sipil Kota Pariaman Tahun 2013 diakses
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yusrizal, S.Pd, MM
Jabatan : Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dengan ini menerangkan :
Nama : Lidya lestari
Status : Mahasiswi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Nim : 1110022000031
Fak/Jur : Adab & Humaniora / Sejarah Kebudayaan Islam
Telah mngadakan wawancara dengan narasumber, yaitu Yusrizal, S.Pd, MM Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang sesuai denagan