• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pengembangan Agama Kaharingan

Dalam dokumen Buku Dan kearifan Dan lokal (Halaman 129-134)

DAN SEKARANG Oleh: Damardjati Kun Marjanto

4. Upaya Pengembangan Agama Kaharingan

Organisasi Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) merupakan organisasi tertinggi umat Kaharingan. Pusat organisasi ini ada di Palangkaraya. Secara hierarkis, organisasi MBAHK mempunyai cabang-cabangnya sampai di pelosok-pelosok desa di pedalaman Kalimantan Tengah, seperti terlihat pada bagan struktur organisasi agama Hindu Kaharingan berikut ini.

Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK)

Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDAHK)

Pimpinan tertinggi umat Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan yang berkedudukan di Kota Palangkaraya.

Mejelis Resort Agama Hindu Kaharingan (MRAHK)

Majelis Kelompok Agama Hindu Kaharingan (MKAHK)

MBAHK mengurusi umat Kaharingan di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah. MBAHK membawahi Mejelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDAHK) yang mengurusi umat di tingkat kabupaten. MDAHK membawahi Majelis Resort Agama Hindu Kaharingan (MRAHK) yang mengurusi umat di tingkat Kecamatan, sedangkan MRAHK membawahi Majelis Kelompok Agama Hindu Kaharingan (MKAHK) yang mengurusi umat di tingkat desa atau kelurahan.

Foto 2.1 Kantor Sekretariat Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan

Organisasi yang mengurusi umat Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan. Saat ini (tahun 2009) pengurusnya adalah bapak Dewin Marang sebagai ketua, dan bapak Calon sebagai sekretaris.

Sebuah organisasi akan maju paling tidak ditunjang oleh dua unsur utama yaitu sistem dan pengurus organisasi. Pada saat ini organisasi umat Kaharingan yang secara formal bernama Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDAHK) mulai berbenah diri dan mempersiapkan Sumber Daya Manusia umat Kaharingan untuk mencapai cita-cita bagi kesejahteraan umat Kaharingan. Dengan tanpa lelah bapak Dewin dan bapak Calon dibantu dengan pengurus lainnya bekerja memberikan pelayanan bagi umat Kaharingan, baik yang ada di Kota Sampit maupun daerah-daerah pedalaman yang masuk wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur. Bagi mereka, konsentrasi utama yang harus mereka kerjakan adalah mengembangkan organisasi dan umat Kaharingan, bukan mempermasalahkan kembali, bergabungnya agama Kaharingan ke dalam Organisasi Agama Hindu.

Bagi pengurus MDAHK Kabupaten Kotawaringin Timur, mereka lebih mementingkan aktualisasi organisasi dan umat Kaharingan dalam mengisi pembangunan di segala bidang, dibandingkan mempermasalahkan keberadaan organisasi yang berada di bawah naungan organisasi Agama Hindu Dharma. Menurut pengurus MDAHK, ada beberapa permasalahan yang menjadi tantangan pengurus dan umat Kaharingan di Kotawaringin Timur antara lain adalah:

Sumber Daya Manusia Umat Kaharingan

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur utama dalam pengembangan sebuah organisasi. Demikian pula organisasi MDAHK Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang membina umat Kaharingan di seluruh pelosok kabupaten berusaha untuk melakukan pembinaan dan peningkatan kuantitas dan kualitas umat Kaharingan. Umat Kaharingan yang ada di seluruh Kabupaten Kotim saat ini berjumlah sekitar 22.000 (dua puluh ribu) jiwa yang tersebar di kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur, sedangkan yang ada di Kota Sampit sekitar 500 (lima ratus) jiwa. Dengan demikian, bisa dikatakan mayoritas penganut Kaharingan berasal dari pelosok desa atau daerah pedalaman yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur. Permasalahan klasik masyarakat pedalaman adalah pendidikan, kesehatan dan permasalahan sosial budaya lainnya. Pengurus MDAHK sering berkunjung sampai ke pelosok desa untuk mengunjungi umatnya sekaligus melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedalaman. Para pengurus juga melihat potensi generasi muda Kaharingan yang dapat dikembangkan dengan cara memboyong mereka ke Kota Sampit untuk disekolahkan.

Kekurangan Pemimpin Agama

Dewasa ini, pengurus Umat Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur merasakan betapa mereka mulai kekurangan tetua Kaharingan yang bisa memimpin upacara-upacara keagamaan yang sering dilaksanakan oleh umat Kaharingan baik pelaksanaannya dilakukan secara kelompok maupun perorangan. Di samping itu, permasalahan lain adalah semakin sedikitnya pemuka agama yang bisa mengartikan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang ada di Kitab Panaturan. Basir atau Pisur di Kabupaten Kotawaringin Timur saat ini sudah mulai langka karena proses regenerasi pisur yang tidak

berjalan lancar. Hal itu dikarenakan untuk menjadi seorang Pisur, memang dibutuhkan bakat dan keahlian yang cukup memadai. Seorang Pisur harus dapat mengartikan kembali kata-kata yang ada di Kitab Panaturan.

Dalam kebudayaan Dayak Ngaju ada tiga bahasa yang dipergunakan, yaitu Bahasa Bunu, Sanghyang, dan Sangin. Bahasa Bunu adalah bahasa manusia sehari-hari, misalnya Bahasa Dayak, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa dan sebagainya. Bahasa Sanghyang adalah bahasa yang ada di Kitab Panaturan, sedangkan Bahasa Sangin adalah bahasa Sanghyang yang dilagukan. Bahasa Sanghyang sebagai bahasa Kitab Suci penuh makna yang tersembunyi yang harus diuraikan oleh Pisur atau tetua Kaharingan supaya bahasa tersebut bisa dimengerti oleh umat secara keseluruhan. Salah satu contoh Bahasa Sanghyang adalah untuk menyebut kata “duduk” dipakai kalimat maratip garing kapau lukam munduk mahajid sihung kabahenan bajanda. Contoh lain misalnya untuk menguraikan bahaya miras (minuman keras), dalam Bahasa Sanghyang disebutkan sebagai batu bangkulan tuwik gohong pandih nyaring. Batu artinya batu yang mempunyai sifat benda keras, bangkulan artinya 1 ikat, tuwik artinya racun, gohong artinya jeram, pandih artinya wilayah kekuasaan/tempat, nyaring artinya setan. Secara keseluruhan kalimat tersebut dapat diartikan bahwa kalau ada seseorang yang minum minuman keras, ibaratnya orang tersebut seperti minum racun, kalau tidak meninggal karena keracunan, maka orang tersebut akan mabuk dan bertingkah seperti setan. Contoh di atas merupakan salah satu bahasa Sanghyang yang ada di Kitab Panaturan, sedangkan di dalam kitab suci tersebut ada ribuan bahasa Sanghyang yang harus bisa dimengerti dan dibaca makna di balik kata-kata tersebut untuk disampaikan kepada seluruh umat Kaharingan.

Pencurian Benda-benda Upacara

Benda-benda upacara keagamaan umat Kaharingan mempunyai makna yang sangat berarti bagi kelangsungan upacara- upacara keagamaan. Benda-benda tersebut kebanyakan sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun. Berbeda dengan umat Kaharingan yang memandang benda-benda upacara keagamaan sebagai sesuatu yang sakral, masyarakat di luar umat Kaharingan melihat benda tersebut sebagai sebuah benda antik yang memiliki nilai jual yang tinggi. Kondisi tersebut memicu terjadinya pencurian benda-

benda peralatan upacara tersebut. Menurut informan kami, pihaknya tidak bisa memastikan siapa yang melakukan pencurian tersebut karena tidak ada bukti yang mengarah pada orang tertentu, namun memang faktanya banyak terjadi pencurian benda-benda upacara tersebut. Benda-benda seperti pantar, sapunduk, sandung, paklaring sering menjadi sasaran pencurian oleh tangan-tangan jahil.

Pengaruh Agama Islam dan Kristen

Tantangan yang cukup besar terhadap eksistensi umat Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah pengaruh agama Islam dan Kristen. Kedua agama ini merupakan agama dakwah, di mana di kalangan Islam dan Kristen mereka merasa mempunyai kewajiban untuk mengajak orang lain mengenal ajaran agama mereka. Dalam praktek kehidupan sosial di Kotawaringin Timur, pada zaman dahulu banyak penganut agama Kaharingan yang beralih kepercayaan kepada agama Islam atau Kristen karena perkawinan ataupun sebab lain. Menurut informan kami, agama Kaharingan menghadapi dua kekuatan agama yang begitu intens dakwahnya, namun ada perbedaan di antara kedua agama tersebut. Agama Islam lebih banyak mendapatkan penganut dari kalangan Kaharingan melalui proses perkawinan yaitu perkawinan seorang laki-laki atau perempuan penganut agama Islam dengan laki-laki atau perempuan penganut agama Kaharingan. Yang sudah banyak terjadi penganut agama Kaharingan mengikuti kepercayaan pasangannya yang berasal dari agama Islam. Sebaliknya agama Kristen, mereka merasakan begitu kuatnya pengaruh agama Kristen terhadap keberadaan mereka, karena perpindahan pemeluk agama Kaharingan ke agama Kristen tidak saja melalui jalur perkawinan tetapi melalui misionaris yang turun sampai ke pelosok-pelosok pedalaman. Menurut informan kami, kalau agama Islam sifatnya satu-satu masuk atau berpindah ke dalam komunitas agama Islam, tetapi kalau agama Kristen bisa merubah kepercayaan satu kampung menjadi penganut agama Kristen. Pengaruh agama Kristen terhadap penganut agama Kaharingan sangat kuat sehingga pada waktu lalu banyak penganut Kaharingan yang berpindah ke agama Kristen karena dalam praktik-praktik ritual keagamaan Kristen banyak mengadopsi ritual-ritual Kaharingan sehingga seolah-olah agama Kristen tidak jauh berbeda dengan agama Kaharingan, misalnya dalam ritual atau upacara perkawinan pada agama Kristen, mereka mengadopsi ritual Haluang Hapelek dan mengikuti Pelek Rujin Pengwin

atau aturan-aturan perkawinan Nyai Idas Bulan Lisan Tingang yang merupakan nama seorang Bidadari yang merupakan bagian dari cerita yang ada di Kitab Panaturan. Menurut agama Kristen, hal itu merupakan upacara adat perkawinan, namun bagi para tokoh Kaharingan yang faham tentang Kitab Panaturan, upacara Haluang Hapelek tersebut bukan upacara adat namun upacara agama Kaharingan.

Apa yang terjadi seperti peristiwa di atas merupakan sejarah kurang baik bagi penganut agama Kaharingan. Namun kondisi tersebut sekarang ini tidak terjadi lagi, karena sudah ada kesadaran dari masyarakat penganut Kaharingan terhadap kepercayaan mereka. Hal itu ditunjang dengan semangat para pemimpin Kaharingan untuk memberikan pencerahan betapa pentingnya kepercayaan Kaharingan dalam kehidupan mereka baik di dunia maupun di alam keabadian. Konflik Sampit yang terjadi pada tahun 2001 lebih menyadarkan para penganut Kaharingan betapa institusi dan agama yang dapat menyelesaikan konflik tersebut adalah Kaharingan.

Dalam dokumen Buku Dan kearifan Dan lokal (Halaman 129-134)