BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Tinjauan Resiliensi
8. Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik
Sejumlah peneliti lebih memandang resiliensi sebagai suatu proses ketimbang suatu sifat. Ini berarti bahwa resiliensi merupakan kapasitas individu yang diperoleh melalui proses belajar dan pengalaman lingkungan. Dalam hal ini pembahasan akan lebih difokuskan pada lingkungan sekolah, karena sekolah merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan siswa.66 64 Ibid, h. 61-62 65 Ibid, 66 Desmita, Op.Cit h, 208
lii
Di samping itu, berbagai literature tentang resiko dan resiliensi menyebutkan bahwa sekolah merupakan lingkungan kritis bagi siswa dalam mengembangkan kapasitas untuk keluar dari adversity, menyesuaikan diri
dengan tekanan-tekanan dan menghadapi problem-problem, serta
mengembangkan berbagai kompetensi sosial, akademik dan vikasional yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dengan demikian jelas bahwa sekolah merupakan lingkungan kedua
setelah keluarga, yang sangat memungkinkan membantu siswa
mengembangkan resiliensi.Sebagai sebuah organisasi dan institusi pendidikan, sekolah dapat menjadi kekuatan besar bagi pengembangan resiliensi siswa.Seperti halnya dengan keluarga dan masyarakat, sekolah dapat memberikan lingkungan dan kondisi yang membantu perkembangan faktor protektif siswa.67
Dalam upaya sekolah membantu perkembangan resiliensi siswa, ada enam tahap strategi (six steps strategy) yang biasa disebut dengan istilah
“the resiliency wheel” (roda resiliensi). Adapun strategi tersebut sebagai
berikut:
a. Tahap 1 Increase Bonding
Tahap dalam membangun resiliensi siswa di sekolah adalah
dengan memperkuat hubungan-hubungan (relationships).Tahap ini
meliputi peningkatan hubungan di antara individu dan pribadi prososial.Hal ini penting, karena fakta menunjukkan bahwa siswa yang
67
liii
memiliki relasi atau keterikatan yang positif jauh lebih mampu menghindari perilaku beresiko dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki keterikatan.
Petersen menjelaskan dalam buku Desmita, bila siswa dapat bergaul dengan baik, biasanya mereka juga menunjukkan perilaku dan sikap positif dan saling membantu. Mereka juga saling memberikan dorongan untuk belajar, saling memberikan saran dan saling menolong.
Dapat dipahami bahwa hubungan-hubungan yang positif merupakan salah satu faktor protektif yang penting dalam mengurangi faktor resiko siswa di sekolah. Pola hubungan yang baik, akan menghindarkan siswa dari perilaku-perilaku berisiko/negatif seperti mengganggu teman yang sedang mengerjakan tugas, membuat keributan dalam kelas. Sebaliknya hubungan yang baik akan mendorong perilaku siswa yang positif (seperti kerja sama, tolong-menolong, dan saling menghormati).
Oleh sebab itu, dalam membantu mengembangkan resiliensi siswa di sekolah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terpeliharanya hubungan-hubungan. Hubungan ini diawali dengan sikap pendidik untuk membangun resiliensi, seperti memberikan harapan dan optimisme, memberikan dukungan kasih sayang dengan cara mendengarkan dan membenarkan perasaan siswa, serta dengan menunjukkan kebaikan, keharuan dan respek.
liv
Dalam hal ini, guru harus mampu mencari dengan saksama
kekuatan-kekuatan di dalam diri (inner strength) siswa, yang bisa
digunakan untuk menemukan akar permasalahan dan lebih
mengedepankan kekuatan-kekuatan tersebut kepada siswa.68
b. Tahap 2 Set Clear And Consistent Boundaries
Tahap kedua dalam membangun resiliensi siswa di sekolah adalah menjelaskan dan menjaga konsistensi dari batasan-batasan atau peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah. Tahap ini meliputi pengembangan dan implementasi kebijakan sekolah dan prosedur dan pelaksanaannya secara konsisten serta menyampaikannya kepada siswa sehingga mereka mendapat gambaran yang jelas tentang harapan-harapan tingkah laku yang harus mereka penuhi.
Sistem norma, nilai, peraturan dan harapan-harapan, peran atau tingkah laku tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap penyesuaian akademik dan sosial siswa. Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai norma, nilai, peraturan dan harapan peran atau tingkah laku tersebut akan memicu terjadinya stress.
Oleh sebab itu, dalam upaya membantu perkembangan resiliensi siswa serta menjauhkannya dari perasaan tertekan dan adversitas, maka sejumlah norma, nilai, peraturan dan harapan peran atau tingkah laku tersebut perlu dikomunikasikan secara jelas dan dilaksanakan secara konsisten. Tanpa adanya kejelasan aturan-aturan dan harapan-harapan
68
lv
tingkah laku tersebut, maka besar kemungkinan siswa akan lebih memberikan perhatiannya pada norma-norma dan tingkah laku yang bersumber dari teman sebaya daripada yang dikembangkan oleh sekolah.69
c. Tahap 3 Teach Life Skills
Tahap ketiga pembangunan resiliensi siswa di sekolah adalah mengajarkan keterampilan-keterampilan hidup, yang meliputi kerja sama, resolusi konflik secara sehat, resistensi, keterampilan komunikasi, keterampilan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan, serta menajemen stress yang sehat. Apabila keterampilan-keterampilan ini diajarkan dan diperkuat secara memadai, ia akan membantu para siswa sukses mengendalikan resiko-resiko atau bahaya-bahaya dari masa siswa, terutama penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obatan lainnya.
Keterampilan-keterampilan ini juga penting dalam menciptakan suatu lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik dan membantu orang dewasa untuk dapat terlibat dalam interaksi yang efektif di sekolah.70
d. Tahap 4 Provide Caring And Support
Tahap empat ini meliputi pemberian penghargaan, perhatian dan dorongan yang positif.Kenyataan memang menunjukkan bahwa siswa mustahil dapat berhasil mengatasi adversitas tanpa adanya perlindungan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, semua pihak yang
69
Ibid, h. 212 70
lvi
terlibat dalam penyelenggaraan sekolah, harus berperan aktif dalam
memberikan caring dan support kepada siswa guna membantu
pengembangan resiliensinya.
Dalam membantu perkembangan resiliensi siswa di sekolah, guru memainkan peranan yang lebih besar dari yang lainnya, karena gurulah yang berhadap langsung dengan siswa.Untuk itu dalam upaya mengembangkan resiliensi siswa, guru harus memberikan perhatian kepada semua siswa, mengetahui nama-nama mereka, menarik mereka yang tidak mudah berpartisipasi, serta melakukan investigasi dan intervensi ketika mereka menghadapi situasi yang sulit.71
e. Tahap 5 Set And Communicate High Expectations
Tahap kelima dalam membantu perkembangan resiliensi siswa di sekolah adalah memberikan atau menyampaikan harapan yang tinggi. Tahap ini secara konsisten ditemui dalam literatur resiliensi dan riset tentang keberhasilan akademis. Hal ini adalah penting, karena harapan yang tinggi dan realistis merupakan motivator yang efektif bagi siswa.
Sejumlah studi tentang harapan, menunjukkan bahwa harapan yang tinggi berhubungan positif dengan motivasi dan prestasi yang tinggi. Siswa yang tidak memiliki harapan, secara tipikal menunjukkan aspirasi yang rendah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau terhadap kemungkinan karir.
71
lvii
Harapan yang tinggi berarti kepercayaan bahwa semua siswa mampu menggunakan pikiran dan hati mereka.Membantu perkembangan resiliensi, berarti guru memandang siswa memiliki pengetahuan dan pekerjaan, mengakui kekuatan-kekuatan siswa dan menolong mereka menemukan di mana letak kekuatannya, serta mengharapkan semua siswa memiliki harapan yang tinggi dan menyampaikan harapan-harapan tersebut kepada mereka.72
Secara khusus guru membantu siswa untuk menghilangkan label- label, opini-opini yang dibentuk atau tekanan-tekanan yang diberikan oleh keluarga, sekolah atau masyarakat dengan kekuatan personal mereka serta membantu mereka untuk: 1) tidak menerima secara pribadi adversitas dalam kehidupan mereka, 2) tidak melihat adversitas sebagai hal yang permanen, 3) tidak melihat kemunduran sebagai pervasive.
Dari guru-guru yang memiliki harapan tinggi dan keinginan untuk
memberikan dukungan inilah yang bisa membuat siswa memiliki sense of
the future yang optimis dan penuh harapan, serta memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, sehingga pada gilirannya dapat tampil menjadi seorang yang resilien.73
f. Tahap 6 Provide Opportunities For Meaningful Participation
Strategi keenam yang dapat digunakan dalam upaya membantu perkembangan resiliensi siswa di sekolah adalah dengan memberikan
72
Ibid, h. 216 73
lviii
tanggung jawab dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, seperti kesempatan untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, perencanaan, bekerja sama dan menolong orang lain. Siswa diperlukan sebagai individu yang bertanggung jawab, mengizinkan mereka untuk
berpartisipasi dalam semua aspek fungsi sekolah.74
Berdasarkan teori tersebut, maka tantangan bagi sekolah yang
berusaha untuk membantu mengembangkan resiliensi adalah
mengikutsertakan semua siswa dalam aktivitas belajar dan dalam peran- peran yang berarti dengan membantu siswa membangun keterampilan- keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas dan peran tersebut.75
Membangun resiliensi siswa, dibutuhkan guru, karyawan, pegawai, kepala sekolah, dan seluruh pihak yang terlibat di sekolah yang resilien.76
B. Tinjauan Bimbingan dan Konseling