iii
IMPLEMENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM UPAYA MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK
KELAS VIII SMP NEGERI 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Jurusan
Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Konsenterasi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI)
Oleh:
M. Yasir Arafat Hsb 1314030884
KONSETRASI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
iv
KATA PENGANTAR
ب
ـــــــ
س
ـم
ميـحرـلا نـمحرـلا هلـلا
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik Kelas VIII SMPN 4 Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman”. Selanjutnya shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban bagi seluruh mahasiswa program Strata satu (S.I) yang akan menyelesaikan perkuliahan dan merupakan bagian dari syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
Selama proses penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan, motivasi, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Bapak Dr. H. Gusril Kenedi, M. Pd. Serta Bapak/ Ibu Pembantu Dekan I, II dan III.
2. Ibu Dr. Nursyamsi, M.Pd dan Ibu Jum Anidar, S.Ag, M.Pd sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan yang telah memberikan layanan dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
3. Ibu Jum Anidar, S.Ag, M.Pd. selaku Penasehat Akademik penulis yang selama kuliah telah membimbing penulis dalam bentuk apapun.
v
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan dan
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Nurlina, M.Pd selaku kepala sekolah SMPN 4 Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman.
6. Ibu Widya dan Rafiana selaku Guru bimbingan dan Konseling SMP Negeri 4 Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman.
7. Teman-teman mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam angkatan tahun 2013 yang telah banyak
memberikan masukan kepada penulis selama dalam mengikuti proses perkuliahan
maupun dalam penulisan skiripsi ini.
Teristimewa kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayangnya serta yang telah memberikan motivasi berupa moril maupun materil demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ayahanda Amansyah Hasibuan, (almh) ibunda Fatma Wati Rambe, ibunda Siti Adong Hasibuan, Bou Erma Hasibuan, Syamsul Bahri Hasibuan, Nur Hikmah Hasibuan, Siti Ulan Hasibuan dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebut satu persatu namanya. Kemudian kepada Ahmad Dalil Tambak, S.Pd.I, Malim Abdul Aziz Sinaga, Asrullah, Zaimahruddin, Redi Syahputra, Sapri Algafar dan Fefi Mailina yang selalu memberikan motivasi dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Semoga petunjuk, dorongan, motivasi, bimbingan dan bantuan yang Bapak, Ibu, dan teman-teman berikan menjadi amal ibadah yang mulia dan mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT. AminYarabbal’Alamin.
vi
sangat diharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Terakhir, doa dan harapan semoga skripsi ini bermanfaat.
Padang, 05 September 2017 M Penulis
M. Yasir Arafat Hsb
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 15
C. Fokus Penelitian ... 16
D. Tujuan Penelitian... 16
E. Penjelasan Judul ... 17
BAB II LANDASAN TEORETIS ... 20
A. Tinjauan Resiliensi ... 20
1. Pengertian Resiliensi ... 20
2. Sifat Dasar Resiliensi ... 22
3. Ciri-ciri dan Karakteristik Resiliensi ... 23
4. Keterampilan Resiliensi ... 29
5. Faktor-faktor dalam Kemampuan Resiliensi ... 31
6. Prinsip dasar Keterampilan Resiliensi ... 37
7. Langkah-langkah untuk Mencapai Resiliensi ... 38
8. Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan ... 41
B. Tinjauan Bimbingan dan Konseling ... 48
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 49
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling... 50
3. Asas-asas Bimbingan dan Konseling ... 51
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60
A. Metode dan Jenis Penelitian ... 60
B. Sumber Data ... 61
C. Teknik Pengumpulan Data ... 62
D. Teknik Analisis dan Pengolahan Data ... 64
E. Keabsahan Data ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A. Perencanaan Bimbingan dan Konseling yang diberikan oleh Guru BK dalam meningkatkan resiliensi diri peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai ... 70
B. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang diberikan oleh Guru BK dalam meningkatkan resiliensi diri peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai ... 82
C. Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ditinjau dari segi aspek proses dalam Meningkatkan resiliensi diri peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai ... 103
BAB V PENUTUP ... 112
A.Kesimpulan ... 112
B.Saran ... 114
ix
ABSTRAK
M. Yasir Arafat Hsb NIM. 1314030884 “Implementasi Bimbingan Dan Konseling Dalam Upaya Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 4 Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman.” (Skripsi: 2017). Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang.
Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa di SMPN 4 Batang Anai Telah dilaksanakan layanan BK, akan tetapi masih banyak peserta didik yang memiliki resiliensi yang rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana proses pelaksanaan BK di SMPN 4 Batang Anai. Karena di SMPN 4 Batang Anai terlihat masih ada peserta didik yang berhenti sekolah, bolos, tidak membuat tugas, melawan kepada guru dan berkelahi di sekolah. Untuk itulah penulis merasa perlu dan penting meneliti resiliensi peserta didik di kelas VIII. Adapun fokus masalah dalam penelitian ini adalah implementasi Bimbingan dan Konseling oleh guru BK dalam upaya meningkatkan resiliensi diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri 4 Batang Anai dan dibatasi pada, perencanaan BK dalam meningkatkan resiliensi diri peserta didik, pelaksanaan BKdalam meningkatkan resiliensi diri peserta didikdan Evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ditinjau dari segi aspek proses dan hasil dalam meningkatkan resiliensi diri peserta didik di kelas VIIISMP 4 Batang Anai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ditinjau dari segi aspek proses dan hasil dalam meningkatkan resiliensi diri peserta didik di kelas VIIISMP 4 BatangAnai Kabupaten Padang Pariaman.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan Jenis penelitian adalah field Research. Sumber data yang digunakan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data berupawawancara, observasidan studi dokumentasi.Teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data yang digunakan berupa teknik pemeriksaan derajat kepercayaan, Teknik pemeriksaan keteralihan dengan cara
uraian rinci, teknik pemeriksaan kebergantungan menggunakan cara Auditing
Kebergantungandan Teknik pemeriksaan kepastian dengan cara auditing kepastian.
Perencanaanimplementasi BK dalam upaya meningkatkan resiliensi
peserta didik, yaituidentifikasikebutuhanpesertalayanan sesuai dengan need
assesment, menetapkanmateri, subyeklayanan,
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu wadah di mana individu dapat mengembangkan potensi diri. Selain itu pendidikan juga dilakukan secara terencana sehingga pendidikan yang dilaksanakan dapat mewujudkan amanat
Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
Tujuan pendidikan tidak akan terealisasikan dengan maksimal dan
optimal, apabila peserta didik tidak dalam keadaan baik, baik itu secara fisik dan psikis. Tentu saja peserta didik akan mengalami
permasalahan-permasalahan yang dipenuhi pengalaman yang tidak mengenakkan. Itulah yang membuat program bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan dan memiliki andil yang cukup besar dalam dunia pendidikan.
1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h. 2
xi
Bimbingan dan konseling adalah proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. Rochman Natawidjaya dalam Juntika
Nurihsan mengartikan bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada
umumnya.3
Di dalam pengertian Undang-undang di atas, bahwa ada beberapa hal
yang harus dikembangkan pada diri peserta didik, yaitu: potensi diri, kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan. Untuk itu apabila hal tersebut dapat dikembangkan secara
baik pada peserta didik, maka akan membentuk resilien (ketahanan diri) pada peserta didik dalam mengatasi permasalahan hidup dan terbebas dari
terganggunya proses belajar peserta didik.
Jadi untuk mendukung perkembangan hal di atas, maka didukung dengan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling, agar memberikan
kontribusi dalam mewujudkan atau melaksanakan amanat Undang-undang yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, menggali dan mengembangkan
potensi serta membangun kemandirian dalam diri individu juga merupakan hal yang menjadi tujuan Bimbingan dan Konseling.
3
xii
Tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu dalam rangka menemukan pribadinya sehingga mampu memahami kelebihan dan
kekurangan dirinya, dapat menerima dan menyikapi secara positif dan akhirnya dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya lebih lanjut
dalam kehidupan sosialnya.4
Berdasarkan penjelasan teori di atas, jelaslah bahwa Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi serta
membangun diri peserta didik yang memiliki kekuatan spritual, pengendalian diri, kepribadian, serta kemandirian dalam hidup. Akan tetapi tidak dapat
dinafikan bahwa berbagai permasalahan peserta didik di sekolah, seperti stress yang dialami peserta didik selama menghadapi kehidupannya selama masa sekolah.
Sebagian adversity (pengalaman-pengalaman yang penuh penderitaan)
bersumber dari situasi eksternal seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, musim
kering, bom, perang atau kekerasan, sebagian bersumber dari dalam lingkungan keluarga seperti perceraian, penganiayaan, pengabdian, kehilangan pekerjaan, tempat tinggal atau orang yang dicintai.5
Sumber lainnya berasal dari diri individu sendiri seperti rasa takut terhadap penolakan, kehilangan cinta, rasa bersalah, kegagalan dan penyakit.
4
Rifda El Fiah. Bimbingan dan Konseling Perkembangan. (Lampung: Press Yogyakarta, 2015 h. 16
5
xiii
Kemampuan manusia untuk bangkit dari pengalaman negatif, bahkan menjadi
lebih kuat selama menjalani proses penanggulangannya dinamakan resiliensi.6
Upaya membantu perkembangan anak dan siswa yang lebih baik serta mengatasi stres sekolah yang banyak mereka alami. Apalagi disadari betapa
anak-anak dan siswa yang hidup pada era modern sekarang ini semakin membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi kehidupan abad 21 yang penuh dengan perubahan-perubahan yang sangat
cepat. Perubahan-perubahan yang sangat cepat tersebut tidak jarang
menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan bagi individu atau siswa.7
Untuk menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan tersebut, sejumlah ilmuwan, peneliti, dan praktisi dibidang sosial dan perilaku, memandang perlu untuk membangun resiliensi. Resiliensi dianggap sebagai
kekuatan dasar yang menjadi pondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologis seseorang. Tanpa adanya
resiliensi, tidak akan ada keberaniaan, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada insight.8
Bahkan resiliensi diakui sangat menentukan gaya berpikir dan
keberhasilan peserta didik dalam hidupnya, termasuk keberhasilan dalam belajar di sekolah. Ketika menyikapi kesulitan hidup, manusia menggunakan
bermacam-macam pilihan. Ada yang negatif, seperti menjadi individu yang pesimis, frustasi, putus asa hingga bunuh diri. Namun, ada juga individu yang
6
Ibid, h. 2 7
Desmita. Psikologi PerkembanganPeserta Didik: Panduan Bagi Orang Tua dan
Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan
SMA (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 198
8
xiv
berusaha sekuat tenaga untuk dapat bangkit kembali dan menghadapi kesulitan hidupnya dengan sikap yang positif.
Individu dianggap sebagai seseorang yang memiliki resiliensi jika mereka mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma
dan terlihat kebaldariberbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang negatif. Dalam hal ini, resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi pondasi semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan
psikologikal seseorang.9
Pada dasarnya, setiap individu memiliki potensi yang sangat besar
untuk dapat menjalani dan menghadapi setiap tantangan yang ada dalam kehidupannya. Kemampuan individu untuk berpikir dan belajar dari lingkungan, menjadikan ia sosok yang tangguh dalam menghadapi keadaan
seperti apapun, termasuk ketika ia berada di tengah-tengah keluarga yang serba kekurangan atau penuh keprihatinan. Hampir semua orang pernah
merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan karena kehidupan yang dijalaninya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, atau harapan yang telah diperoleh tiba-tiba sirna karena kejadian yang tidak terduga. Termasuk remaja,
dimana remaja adalah individu yang sedang dalam masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa, yang pastinya merupakan masa yang penting bagi
perkembangan individu.10
Saat remaja, anak mulai dituntut untuk lebih mandiri. Pada fase ini pola kepribadian anak mulai terlihat. Masa remaja yang sering dikenal sebagai masa
9 Ibid. 10
xv
pencarian jati diri ini marupakan fase yang tepat untuk mengetahui sejauh mana resiliensi yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan terutama remaja
dalam kondisi-kondisi yang beresiko. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun, ketika dilahirkan di dunia, individu tidak dapat
menentukan ataupun memilih ditengah-tengah keluarga yang seperti apa seseorang akan tumbuh dan berkembang. Ia harus menerima keberadaan dirinya apapun keadaannya, baik dalam keluarga yang memiliki kualitas hidup
yang baik maupun dalam keluarga yang memiliki kualitas hidup yang sangat rendah. Di sinilah setiap manusia akan diuji dalam ujian kehidupan yang
benar-benar nyata.
Firman Allah SWT, dalam al-Quran Surah al-Baqarah ayat 155:
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan padamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. al-Baqarah:155)11
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa:
Allah SWT, memberitahukan bahwa Dia akan menguji hamba-hamba-Nya. Terkadang Dia memberikan ujian berupa kebahagiaan dan pada saat yang lain , Dia juga memberikan ujian berupa kesusahan, seperti rasa takut dan kelaparan. Karena orang yang sedang dalam keadaan lapar dan takut, ujian pada keduanya akan sangat terlihat jelas. Ujian lain berupa kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Semua hal itu
adalah bagian dari ujian dari Allah SWT, kepada hamba-hamba-Nya.12
11
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya.(Bandung: Diponegoro, 2010) h. 24
12
xvi
Jelaslah bahwa setiap manusia di dunia ini akan mendapatkan masalah dalam menjalani kehidupan. Begitu pulalah masalah yang akan dialami oleh peserta didik dalam menempuh pendidikan di sekolah, masalah belajar, sosial,
pergaulan remaja yang dapat memicu stress apabila tidak dihadapi dengan baik dan tepat. Resiliensi diri peserta didik menentukan penyelesaian terhadap
masalah yang mereka alami.
Pada pemaparan fenomena yang telah dijelaskan di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa hidup dengan berada dalam situasi yang serba kekurangan
dan penuh keprihatinan, tidak menjadikan mereka sosok individu yang patah semangat. Dari keadaan yang seperti itulah mereka bangkit, pantang menyerah
dan optimis bahwa masa depan mereka akan menjadi lebih baik. Mereka menunjukkan, bahwa meski dalam keadaan hidup yang memprihatinkan
seperti itu mereka tetap dapat berprestasi. Dengan kata lain, adanya resiliensi dalam diri individu, dapat membuat individu mampu untuk menghadapi atau melewati keadaan yang tidak menyenangkan (kesulitan) yang ada. Dimana hal
tersebut dapat memotivasi diri individu untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk meningkatkan keadaannya kearah yang lebih baik. Masa remaja
disebut sebagai masa goncangan yang ditandai dengan konflik dan suasana hati.
Masa remaja dikatakan sebagai usia yang bermasalah dengan
xvii
hal ini bisa saja seorang remaja dapat menjadi individu yang resilien. Individu yang dapat bangkit kembali dari semua permasalahan hidupnya, bahkan ia
dapat meraih masa depan yang cerah, bukan keterpurukan.13
Remaja harus memiliki kemampuan untuk mengontrol atau mengatur
diri untuk tetap efektif di dalam tekanan yang menerpa, hal ini disebut dengan
emotion regulation.14 Selain itu, remaja harus memiliki kemampuan untuk tetap positif memandang masa depan dan bersikap realistis dalam
perencanaannya.15
Grotberg menyatakan bahwa sumber resiliensi berasal dari dukungan eksternal (Ihave), mengembangkan kekuatan batin (Iam), dan interpersonal
dan keterampilan pemecahan masalah (Ican), serta sosial-status ekonomi juga
berdampak signifikan pada tingkat resiliensi.16 Holaday dan McPhearson
dalam Issacson menyatakan beberapa karakteristik individu yang resilien yang
dapat mempengaruhi adalah kemampuan untuk bangkit kembali, good-natured
personality, fokus pada bakat, otonomi, tanggung jawab, kesabaran, optimisme, kemampuan memecahkan masalah, tujuan hidup, kreativitas, moral, rasa ingin tahu, copingskills,empati dan religiusitas.17
xviii
Bahkan resiliensi diakui sangat menentukan gaya berpikir dan keberhasilan peserta didik dalam hidupnya, termasuk keberhasilan dalam
belajar di sekolah.18
Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk
bangkit dari segala permasalahan atau tekanan yang ada dalam hidup ini sangat dibutuhkan oleh masing-masing individu. Salah satu individu yang membutuhkan kemampuan resilien adalah peserta didik di sekolah. Di mana
mereka selalu dihadapkan dengan banyaknya persoalan hidup, perceraian orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, hinaan teman sebaya, tugas sekolah,
dan berbagai permasalahan lainnya yang dihadapi. Tentu dengan berbagai permasalahan yang dihadapi akan memberikan tekanan bagi individu, juga membuat mereka stress dalam menjalaninya. Bagi individu yang memiliki
kemampuan resilien yang baik tentunya sedikit demi sedikit akan dapat melalui permasalah dan bangkit dari keterpurukan yang dihadapinya. Akan
tetapi bagi peserta didik yang kemampuan resiliennya rendah, tentunya akan terpaku dengan permasalahn yang ada dan semakin terpuruk serta sulit untuk bangkit kembali.
Banyaknya permasalahan yang dapat membuat peserta didik terpuruk sehingga membuat peserta didik tersebut tidak dapat memaksimalkan potensi
yang ada dalam dirinya. Selain itu dengan keterpurukan yang dialami oleh peserta didik akan membuat peserta didik tidak mampu bangkit kembali dan memperbaiki diri dari sebelumnya, sehingga akan berdampak pada hasil
18
xix
belajar peserta didik di sekolah. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka perlunya suatu upaya yang dapat membantu peserta didik menghadapi
keterpurukan tersebut sehingga dapat bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik. Baik dalam hubungan sosial kesehariannya maupun dalam belajarnya.
Allah SWT, berfirman Q.S. al-Baqarah 153:
shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. al-Baqarah 153)19
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa:
Setelah menyampaikan penjelasan mengenai perintah bersyukur, Allah SWT, menjelaskan makna sabar dan bimbingan untuk memohon pertolongan melalui kesabaran dan shalat. Karena sesungguhnya seorang hamba itu adakalanya ia mendapatkan nikmat, kemudian mensyukurinya atau ditimpa bencana kemudian bersabar atasnya. Allah SWT, juga menerangkan bahwa sebaik-baik sarana yang dapat membantu dalam menjalani berbagai musibah adalah kesabaran dan
shalat. “Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan
shalat.” Kesabaran itu ada dua macam. Pertama, sabar dalam
meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan perbuatan dosa. Kedua, sabar dalam berbuat ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada juga kesabaran jenis ketiga, yaitu kesabaran dalam menerima dan menghadapi berbagai macam musibah dan cobaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam mengenai dua pintu kesabaran, yaitu menjalankan hal-hal yang disukai Allah SWT, meskipun terasa berat bagi jiwa dan raga. Kedua sabar dalam menghindari hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT, meskipun sangat diinginkan oleh hawa nafsu. Jika seseorang telah melakukan hal itu, maka ia benar-benar termasuk orang-orang sabar yang insya Allah
akan memperoleh keselamatan.20
19
Departemen Agama RI. Op.Cit. h. 23 20
xx
Di dalam ajaran agama Islam, apabila kita mendapatkan masalah dalam kehidupan, yang harus dihadapi dan diselesaikan. Selain ikhtiar dan
bersabar, seseorang itu juga dianjurkan untuk bertawakkal kepada Allah SWT. agar dapat kemudahan dan pertolongan dari Allah sebagai Tuhan semesta
alam. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. at-Taubah ayat 129:
Artinya: Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah:
"Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (Q.S. at-Taubah ayat 129)21
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa:
Demikianlah Allah SWT. memerintahkan Rasulullah SAW dengan ayat ini, yaitu firman-Nya ”jika mereka berpaling.” Yaitu berpaling
dari apa yang engkau bawa kepada mereka, berupa syari‟at yang
agung, suci, sempurna dan menyeluruh. “maka katakanlah: cukuplah
Allah bagiku, tidak ada Ilah selain Dia.” Maksudnya adalah Allah
telah cukup menjadi pelindungku, tidak ada Ilah selain Dia,
kepada-Nya aku bertawakkal. Dan firman-kepada-Nya: “Dan Dia adalah Rabb yang
memiliki „Arsy yang agung.” Maksudnya, Allah adalah Raja dan
Pencipta segala sesuatu. Karena Allah adalah Rabb pemilik „Arsy yang
agung, yang merupakan atap bagi semua makhluk termasuk di dalamnya langit, bumi dan seisinya. Semuanya itu berada di bawah
„Arsy dan di bawah kendali kekuasaan Allah SWT. Ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu, kekuasaan-Nya berlaku pada segala sesuatu dan Allah pelindung segala sesuatu.22
Demikian jelaslah bahwa dalam menjalani kehidupan itu dipenuhi dengan berbagai banyak persoalan hidup. Begitu pulalah anak remaja (peserta
didik) dalam kehidupan sehari-harinya pasti menemukan masalah-masalah
21
Departemen Agama RI. Op.Cit. h. 207 22
xxi
yang akan dihadapi. Baik itu masalah pribadi, sosial, belajar, karir dan masalah keluarga. Masalah yang akan mereka hadapi itu tentunya tidak semua
dapat di atasi dengan usaha sendiri. Terkadang masalah itu dapat membuat daya lentur (ketahanan dirinya) melemah bahkan menjadikan individu tersebut
depresi dan putus asa. Ayat di atas menjelaskan bahwa tatkala usaha yang dilakukan oleh seseorang itu putus asa dan tidak membuahkan hasil. Maka kita harus bertawakkal kepada Allah dan menjadikan Allah sebagai pelindung
dan penolong dari semua masalah yang dihadapi.
Maka dari itu setiap manusia tidak boleh berputus asa, sesuai dengan
firman Allah SWT, dalam Q.S. Yusuf ayat 87 :
Artina: “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf:87)23
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa:
Allah SWT, memberitakan tentang Ya‟qub, bahwa dia menyuruh
anak-anaknya agar pergi ke mana saja di muka bumi ini untuk mencari berita tentang Yusuf dan saudaranya, Bunyamin. Kata
“tahassus” dipakai dalam mencari berita kebaikan, sedang“tajassus”
xxii
Penjelasan Ibnu Katsir di atas agar manusia tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah SWT, bahkan Allah juga mengatakan bahwa hanya orang kafir lah yang berputus asa dari rahmat Allah. Begitu juga peserta didik dalam
menjalani kehidupannya baik di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat jangan berputus asa dan menyerah, semua itu harus di lalui dan dihadapi
dengan usaha dari dalam diri. Bertekad untuk menjadi lebih baik lagi.
Berkenaan dengan hal yang telah dipaparkan sebelumnya, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan resiliensi
diri peserta didik adalah dengan memaksimalkan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling oleh guru BK untuk menyelesaikan permasalah yang
dihadapi oleh peserta didik tentunya diperlukan pelaksanaan layanan yang dilaksanakan oleh guru BK dengan berbagai layanan yang dapat diterapkan
sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Dalam hal ini, guru harus mampu mencari dengan saksama kekuatan-kekuatan di dalam diri (inner strength) siswa, yang bisa di gunakan untuk menemukan akar permasalahan dan lebih mengedepankan kekuatan-kekuatan tersebut kepada peserta didik.25
Menurut Winkel Guru Bimbingan dan Konseling adalah: seorang guru yang dipilih diantara guru-guru untuk memperoleh keahlian tambahan dalam
bidang bimbingan dan konseling.26 Maksudnya adalah seorang guru
Bimbingan dan Konseling tidak hanya memberikan materi dalam lokal tetapi
25
Ibid, h. 208-210 26
xxiii
membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah dengan mengarahkan peserta didik ke arah yang lebih baik. Baik itu masalah belajar di sekolah
maupun masalah pribadi.27
Berdasarkan observasi yang dilakukan di sekolah SMP Negeri 4
Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman, terlihat bahwa banyak peserta didik yang mempunyai kemampuan resilien yang kuat dan banyak pula yang lemah kemampuan resiliensinya. Bagi peserta didik yang memiliki kemampuan
resilien yang kuat terlihat mampu untuk bangkit dari kegagalan yang dihadapi seperti ketika mendapatkan nilai yang tidak baik dengan segala tugas sekolah,
tuntutan ekonomi keluarga dan hinaan teman sebaya. Ada juga peserta didik yang menangis, marah dan bahkan bolos sekolah untuk menghindari hinaan
teman sebaya sebagai anak yang lahir dari keluarga broken home, dan ada juga
menghindar dari tugas yang diberi guru mata pelajaran dan juga wali kelas. Ada juga terlihat siswa yang berhenti sekolah dan melakukan sesuatu yang
sangat menyimpang seperti melakukan percobaan bunuh diri di dalam kelas dengan memotong urat nadi tangan, kejadian ini terjadi pada peserta didik yang berinisial (S), pada saat jam istirahat pukul 09: 50 WIB, tindakan ini
dilakukan (S) akibat marah kepada teman-temannya, guru mata pelajaran dan wali kelas yang selalu merendahkannya.
Peserta didik IS mengatakan bahwa
“Kehidupan dalam keluarganya sangat berpengaruh dalam proses
belajar di sekolah. IS menjelaskan lagi bahwa keluarganya termasuk keluarga yang kurang mampu sehingga antara ayah dan ibunya sering
27
xxiv
bertengkar di rumah, sehingga membuatnya merasa terbaikan dan malas belajar.28
Peserta didik SY mengatakan bahwa
“Di sekolah tidak merasa betah dan mudah bosan, tidak suka bergaul
dengan teman kelas karena malu dengan kondisi keluargannya yang broken home.29
“Malas belajar di kelas, tidak pernah buat tugas, pakaian sekolah yang
robek-robek. AN mengaku tidak pernah ditanya oleh kedua orang
tuanya bagaimana keadaan belajarnya di sekolah.31
Peserta didik AP mengatakan bahwa
“Harus semangat dalam belajar, bisa membahagiakan kedua orang tua,
walau keadaan ekonomi keluarga bukan dari orang kaya. Tetapi untuk belajar harus tetap di utamakan.32
Ibu Sri Gustina mengatakan bahwa
“Banyaknya persoalan yang dihadapi peserta didik disebabkan
xxv
dan tidak ada semangat untuk belajar. Ada juga anak yang berprestasi meskipun dalam keadaan sulit.”33
Pada umumnya guru Bimbingan dan Konseling bisa membantu individu kearah yang lebih baik dalam merubah sikap dalam permasalahan
yang ada pada dirinya. Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih mengenai kehidupan peserta didik. Untuk itulah
perlunya layanan diberikan kepada peserta didik.
Kemudian untuk mengetahui klasifikasi tingkat resiliensi peserta didik, guru Bimbingan dan Konseling bisa melihat dari indikator yang ada, sesuai
dengan teori yang telah dibuat oleh para ahli. Desmita menyebutkan ada tujuh indikator bahwa seseorang itu dapat dikatakan resilien, yaitu sebagai berikut:
1. Initiative (inisiatif), yang terlihat dari upaya mereka melakukan eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan kemampuan individual untuk mengambil
peran/bertindak.
2. Independence (independen), yang terlihat dari kemampuan seseorang menghindar atau menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan
dan otonomi dalam bertindak.
3. Insight (berwawasan), yang terlihat dari kesadaran kritis seseorang terhadap kesalahan atau penyimpangan terjadi dalam lingkungannya atau bagi orang dewasa ditunjukkan dengan perkembangan persepsi tentang apa yang salah dan menganalisis mengapa ia salah.
4. Relationship (hubungan), yang terlihat dari upaya seseorang menjalin
33
xxvi hubungan dengan orang lain.
5. Humor (humor), yang terlihat dari kemampuan seseorang mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang menegangkan atau mencairkan suasana kebekuan.
6. Creativitas (kreativitas) yang ditunjukkan melalui permainan-permainan kreatif dan pengungkapan diri.
7. Morality (moralitas), yang ditunjukkan dengan pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan orang lain dan bertindak integritas.34
Berdasarkan pemaparan teori dan permasalahan yang disebutkan, maka penulis tertarik untuk mendalaminya melalui penelitian ilmiah dengan fokus penelitian implementasi Bimbingan dan Konseling oleh guru BK dalam
upaya meningkatkan resiliensi diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri 4 Batang Anai.
B. Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi Bimbingan dan Konseling dalam upaya meningkatkan resiliensi peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 4 Batang Anai?
C. Batasan Masalah Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Perencanaan Bimbingan dan Konseling yang diberikan oleh guru BK dalam
meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai.
34
xxvii
2. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang oleh guru BK dalam
meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai.
3. Evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ditinjau dari segi proses dalam meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII
SMPN 4 Batang Anai. D.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui:
1. Perencanaan Bimbingan dan Konseling yang diberikan oleh guru BK
dalam meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang
Anai.
2. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang diberikan oleh guru BK
dalam meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang
Anai.
3. Evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ditinjau
dari segi proses dalam meningkatkan resiliensi peserta didik di kelas VIII SMPN 4 Batang Anai.
E. Penjelasan Judul
Resiliensi adalah Menurut Reivich K. dan Shatte A., resilensi
xxviii
trauma yang dialami dalam kehidupannya.35 Sedangkan Grotberg
mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas individu untuk menangani,
menghilangkan, bahkan mengubah pengalaman tidak menyenangkan termasuk bencana alam maupun buatan manusia. Resiliensi membantu
individu yang hidup dalam kondisi atau pengalaman buruk dengan meningkatkan harapan dan keyakinan yang memadai untuk fungsi sosial dan pribadi yang lebih efektif.36
Implementasi secara etimologi adalah penerapan dan pelaksaan. Pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati
dulu.37
Bimbingan dan konseling adalah proses membantu individu untuk
mencapai perkembangan yang optimal.38
Guru Bimbingan dan Konseling adalah guru yang dipilih dari
sekolah untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan peserta didik tersebut. Disamping keahliannya di bidang studi tertentu sesuai spesialisasi keahliannya.39
Peserta Didik SMP adalah anggota masyarakat yang melanjutkan pendidikan pada tingkat sekolah menengah pertama.
KBBI. (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2006), h. 235 38
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. Loc. Cit 39
xxix
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan judul
penelitian ini adalah melihat penerapan (proses) kinerja guru BK dalam upaya
xxx
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A.Tinjauan Resiliensi
1. Pengertian Resiliensi
Secara etimologi kata resiliensi diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu reciliency, yang berarti gaya pegas, daya kenyal, kegembiraan, keuletan, ketahanan dan daya lentur. Resiliensi digunakan untuk menggambarkan
bagian positif dari perbedaan individual dalam respons seseorang terhadap stres dan keadaan yang merugikan (adversity).40
Secara umum resiliensi didefinisikan beberapa ahli sebagai berikut:
a. Shoon menyimpulkan bahwa resiliensi merupakan proses dinamis
dimana individu menunjukkan fungsi adaptif dalam menghadapi
adversity yang berperan penting bagi dirinya.
b. Benard mendefenisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit
dengan sukses walaupun mengalami situasi penuh resiko yang tergolong parah.
c. Grothberg mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan manusia untuk
menghadapi, mengatasi, mendapatkan kekuatan dan bahkan mampu
mencapai transformasi diri setelah mengalami adversity.
d. Reivich dan Shatte mengatakan bahwa resiliensi merupakan mind-set
yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan.
40
xxxi
Resiliensi memberi rasa percaya diri untuk mengambil tanggung jawab baru dalam pekerjaan, tidak malu untuk mendekati seseorang yang
ingin dikenal, mencari pengalaman yang akan memberi tantangan untuk mempelajari tentang diri sendiri dan berhubungan lebih dalam dengan
orang lain. Aplikasi resiliensi ini dinamakan reaching out. Dengan reaching out kehidupan menjadi lebih kaya, hubungan dengan
seseorang menjadi lebih dalam dan dunia seakan lebih luas.41
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa resiliensi (daya lentur, ketahanan) adalah kemampuan atau kapasitas insani yang
dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan
atau mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Bagi mereka yang resilien, resiliensi membuat hidupnya menjadi lebih kuat. Artinya, resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak
menyenangkan, serta dapat mengembangkan kompetensi sosial, akademis dan vikasional sekalipun berada di tengah kondisi stress hebat yang
inheren dalam kehidupan dewasa ini.42
41
Sri Mulyani Nasution. Resiliensi Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan.(Medan: USU Press, 2011), h. 4
42
xxxii
Menurut Emmy E. Werner sejumlah ahli tingkah laku menggunakan istilah resiliensi untuk menggambarkan tiga fenomena,
yaitu:
a) Perkembangan positif yang dihasilkan oleh anak yang hidup dalam
konteks beresiko tinggi (high risk), seperti anak yang hidup dalam kemiskinan kronis atau perlakuan kasar orang tua.
b) Kompetensi yang dimungkinkan muncul di bawah tekanan yang
berkepanjangan, seperti peristiwa-peristiwa di sekitar perceraian orang tua mereka
c) Kesembuhan dari trauma, seperti ketakuatan dari peristiwa perang
saudara dan komps konsentrasi.43
2. Sifat Dasar Resiliensi
Manusia memiliki empat penggunaan dasar resiliensi, yaitu:
a. Sebagian individu harus mengaplikasikan persediaan resiliensinya untuk
mengulangi (to evercome) hambatan pada masa kanak-kanaknya.
b. Bagi semua orang, resiliensi dibutuhkan untuk melewati (to steer
through)adversity yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Hidup dipenuhi stres dan percekcokan, akan tetapi, bila individu memiliki resiliensi, maka ia tidak akan membiarkan kesengsaraan hidup
mengganggu produktivitas dan kesejahteraannya.
c. Individu bergantung pada persediaan resiliensinya. Seseorang dapat
sekaligus merasa helppless dan tidak mampu melanjutkan hidupya, atau
43
xxxiii
justru akan mampu untuk bangkit (to bounce back) dan menemukan jalan
untuk maju.
d. Penggunaan resiliensi yang ke-empat melebihi keinginan individu untuk
melindungi dan mempertahankan diri. Individu memiliki target untuk
menemukan makna baru dan tujuan hidup serta membuka diri terhadap pengalaman baru dan tantangan yang dapat diaplikasikan pada resiliensi.
Individu memiliki kemampuan untuk keluar (to reach out) sehingga
dapat melakukan apapun yang mampu ia lakukan.44
Sifat resiliensi di atas membantu menjelaskan bagaimana manusia
menggunakan resiliensi untuk menghadapi adversity dalam hidupnya.
Individu memiliki kemampuan untuk keluar dan melakukan apapun yang
mampu ia lakukan.45
3. Ciri-ciri dan Karakteristik Resiliensi
Ciri-ciri orang yang resilien menurut Bernard dalam buku Desmita
Psikologi Perkembangan, yaitu:
a. Social competence (kompetensi sosial)
Kemampuan untuk memunculkan respons yang positif dari orang
lain, dalam artian mengadakan hubungan-hubungan yang positif dengan orang dewasa dan teman sebaya.
b. Problem solving skills (keterampilan pemecahan masalah)
Perencanaan yang memudahkan untuk mengendalikan diri sendiri dan memanfaatkan akal sehatnya untuk mencari bantuan dari orang lain.
44
Sri Mulyani. Op.Cit. h. 5 45
xxxiv c. Autonomy (otonomi)
Suatu kesadaran tentang identitas diri sendiri dan kemampuan
untuk bertindak secara independen serta melakukan pengontrolan terhadap lingkungan.
d. A Sense Of Purpose Dan Future(kesadaran akan tujuan dan masa depan) Kesadaran akan tujuan-tujuan, aspirasi pendidikan, ketekunan (persistence), pengharapan dan kesadaran akan suatu masa depan yang cemerlang (bright).46
Sementara itu, Wolins dalam Desmita Psikologi Perkembangan
mengemukakan tujuh karakteristik sebagai tipe orang yang resilien, yaitu: 8. Initiative (inisiatif), yang terlihat dari upaya mereka melakukan
eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan kemampuan individual
untuk mengambil peran/bertindak.
9. Independence (independen), yang terlihat dari kemampuan seseorang menghindar atau menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan dan otonomi dalam bertindak.
10. Insight (berwawasan), yang terlihat dari kesadaran kritis seseorang terhadap kesalahan atau penyimpangan terjadi dalam lingkungannya atau bagi orang dewasa ditunjukkan dengan perkembangan persepsi
tentang apa yang salah dan menganalisis mengapa ia salah.
11. Relationship (hubungan), yang terlihat dari upaya seseorang menjalin hubungan dengan orang lain.
46
xxxv
12. Humor (humor), yang terlihat dari kemampuan seseorang mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang menegangkan
atau mencairkan suasana kebekuan.
13. Creativitas (kreativitas) yang ditunjukkan melalui permainan-permainan kreatif dan pengungkapan diri.
14. Morality (moralitas), yang ditunjukkan dengan pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan orang
lain dan bertindak integritas.47
Henderson dan Milstein menyebutkan 12 karakteristik internal
resiliensi, yaitu:
a. Kesedian diri untuk melayani orang lain
b. Menggunakan keterampilan-keterampilan hidup, mencakup
keterampilan mengambil keputusan dengan baik, tegas, keterampilan
mengontrol impuls-impuls dan problem solving
c. Sosiabilitas, kemampuan untuk menjadi seorang teman, kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang positif.
d. Memiliki perasaan humor
e. Lokus kontrol internal
f. Otonomi, independen
g. Memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan
h. Fleksibilitas
i. Memiliki kapasitas untuk terus belajar
47
xxxvi j. Motivasi diri
k. Kompetensi personal
l. Memiliki harga diri dan percaya diri48
Kemudian, berdasarkan consensus dari sejumlah peneliti dan
praktisi yang terlibat aktif dalam pengembangan resiliensi, The
International Resilience Project merumuskan ciri-ciri atau sifat-sifat seorang yang resilien dalam tiga kategori, yaitu: 1) external supports and resources, 2) internal personal strengths, 3) social, interpersonal skills.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga kategori yang digunakan
untuk menggambarkan karakteristik dan sifat-sifat seorang yang resilien tersebut digunakan istilah-istilah pengganti. Sebagai pengganti istilah karakteristik external supports and resources, digunakan istilah I HAVE, pengganti istilah karakteristik internal, personal strengths, digunakan
istilah I‟AM, dan pengganti istilah karakteristik sosial, interpersonal skills
digunakan istilah I CAN.
Sejumlah ahli percaya bahwa pemberdayaan ketiga karakteristik ( I HAVE, I AM, I CAN) inilah yang memungkinkan seseorang, termasuk
siswa, dapat bertahan dalam mengatasi kondisi-kondisi adversity serta
mengembangkan resiliensinya.49
a) I HAVE (Aku Punya)
Karakteristik resiliensi yang bersumber dari pemaknaan siswa terhadap besarnya dukungan dan sumber daya yang diberikan oleh
48Ibid, 49
xxxvii
lingkungan sosial (external supports and resources) terhadap dirinya. Sumber I HAVE ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan
sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu: 1) Trusting relationships
2) Access to health, education, welfare and security services 3) Emotional support outside the family
4) Structure and rules at home
5) Parental encouragement of autonomy 6) Stable home environment
7) Role models
8) Religious organizations (morality)
b) I AM ( Aku ini)
Merupakan karakteristik resiliensi yang bersumber dari
ketakutan pribadi (personal strengths) yang dimiliki oleh siswa.
Sumber I AM ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu:
1) Sense of being lovable 2) Autonomy
3) Appealing temperament 4) Achievement oriented 5) Self esteem
xxxviii 8) Locus of control
c) I CAN (Aku Dapat)
Merupakan karakteristik resiliensi yang bersumber dariapa saja
yang dapat dilakukan oleh siswa sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan-keterampilan-keterampilan ini meliputi:
1) Creativity 2) Persistence 3) Humor
4) Communication 5) Problem solving 6) Impulse control
7) Seeking trusting relationships 8) Social skills
9) Intellectual skills
Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor I HAVE, I
AM, dan I CAN tersebut. Untuk menjadi seorang yang resiliensi tidak cukup hanya memiliki satu karakteristik saja, melainkan harus ditopang
xxxix
(I AM) atau tidak memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan sosial ( I CAN), maka ia tidak dapat menjadi seorang yang resilien.50
Demikian juga, seorang siswa mungkin mempunyai harga diri (I AM), tetapi jika ia tidak mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan
orang lain atau memecahkan masalah (I CAN) dan tidak ada orang yang
membantunya ( I HAVE), maka ia tidak menjadi resilien.51
Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan resiliensi siswa, ketiga
karakteristik tersebut harus saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi ketiga karakteristik tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan
sosial, termasuk rumah, sekolah dan masyarakat, dimana siswa hidup.52
4. Keterampilan Resiliensi
Pola pikir yang tidak resilien membuat seseorang berpegang teguh
pada keyakinan yang salah tentang dunia dan memiliki problem solving
yang merusak energy emosional dan sumber daya resiliensinya.Karena
resiliensi bukan sifat bawaan dan faktor genetis, maka melalui pelatihan
seseorang dapat meningkatkan resiliensinya.53
Adapun tujuh keterampilan khusus agar menjadi resilien, yaitu:
a. Learning your ABCS/Pelajari ABC yang ada pada diri
Kita harus mendengarkan pikiran kita, mampu mengidentifikasi
apa yang akan kita katakan pada diri sendiri ketika berhadapan dengan
50
Ibid, h. 205 51
Ibid, 52
Ibid, 53
xl
suatu permasalahan, dan kita juga harus memahami bagaimana pemikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku.
b. Avoiding Thinking Traps (hindari hambatan dalam berpikir)
Kita harus mengidentifikasi kebiasaan dalam merespon
permasalahan dan bagaimana mengoreksinya. c. Detecting iceberg (deteksi gunung es)
Mampu mengidentifikasi deep belief yang kita miliki dan
menentukan kapan hal tersebut membantu dan kapan hal tersebut menjerumuskan kita.
d. Challenging beliefs (uji keyakinan)
Mempelajari bagaimana menguji accuracy of beliefs yang kita
miliki mengenai permasalahan yang dihadapi dan bagaimana
mendapatkan solusi yang tepat
e. Putting in perspective (tempatkan pada perspektif yang tepat)
Mampu menghentikan cara berfikir yang kita miliki dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan yang terjadi.
f. Calming and focusing (tenang dan fokus)
Kita mampu untuk tetap tenang dan fokus pada permasalahan yang dihadapi.
g. Real time resilience (resiliensi tepat waktu)
Kemampuan diri untuk bisa dengan cepat mengubah counter
productive thoughts menjadi resiliencythoughts.54
54
xli
Dengan menguasai ketujuh keterampilan tersebut seseorang akan memiliki hubungan yang lebih bermakna, karir yang lebih produktif dan
akan merasa hidupnya lebih menyenangkan dan bergairah. Seseorang tidak
perlu menggunakan semua skilldalam kesehariannya dalam meningkatkan
kemampuan resiliensi.Individu cukup berkonsentrasi terhadap beberapa skill
saja yang dianggap penting untuk menghadapi permasalahan saat ini.55
5. Faktor-Faktor Dalam Kemampuan Resiliensi
a. Regulasi Emosi
Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang bila mengalami tekanan.Orang-orang yang resilien menggunakan seperangkat keterampilan yang sudah matang yang membantu mereka mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya.Regulasi diri penting untuk
membangun hubungan yang akrab, kesuksesan di tempat kerja dan mempertahankan kesehatan fisik.
b. Impulse control
Merupakan orang yang mampu mengontrol dorongannya, menunda pemuasan kebutuhannya, akan lebih sukses secara sosial dan
akademis. Orang yang kurang mampu mengontrol dorongan berarti
memiliki id yang besar dan super ego yang kurang.Pola khasnya adalah
merasa bergairah ketika mendapatkan pekerjaan baru, melibatkan diri sepenuhnya, namun tiba-tiba kehilangan minat dan meninggalkan pekerjaannya.
55
xlii
Regulasi emosi dan impulse control berhubungan erat. Kuatnya kemampuan seseorang dalam mengontrol dorongan menunjukkan
kecenderungan seseorang untuk memiliki kemampuan tinggi dalam regulasi emosi. Orang yang mampu mengontrol dorongan dengan baik secara signifikan akan lebih sukses secara social maupun akademis.
c. Optimisme
Orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang
optimis.Mereka yakin bahwa kondisi dapat berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki harapan ke masa depan dan yakin bahwa mereka dapat
mengatur bagian-bagian dari kehidupan mereka. Orang yang optimis memiliki kesehatan yang baik. Memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami depresi , berprestasi lebih di sekolah, lebih produktif dalam
pekerjaan dan berprestasi di berbagai bidang.
Optimisme menyiratkan bahwa seseorang memiliki keyakinan
akan kemampuannya mengatasi adversity, yang mungkin muncul di masa
depan.
d. Causal analisys
Causal analisys menunjukkan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya secara akurat.
Jika seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus.
xliii
Empati menunjukkan bagaimana seseorang mampu membaca sinyal-sinyal dari orang lain mengenai kondisi psikologis dan emosional
mereka, melalui isyarat non verbal, untuk kemudian menentukan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Empati sangat berperan dalam
hubungan social dimana seseorang ingin dimengerti dan dihargai. Seseorang yang rendah empatinya, walaupun memiliki tujuan yang baik, akan cenderung mengulangi pola perilaku yang tidak resilien.
f. Self Efficacy
Self Efficacy menggambarkan perasaan seseorang tentang seberapa efektifnya ia berfungsi di dunia ini. Hal itu menggambarkan keyakinan bahwa kita dapat memecahkan masalah, kita dapat mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Mereka yang
tidak yakin tentang kemampuannya akan mudah tersesat. g. Reaching out
Resiliensi bukan sekedar kemampuan mencapai aspek positif dalam hidup. Resiliensi merupakan sumber daya untuk mampu keluar
dari kondisi sulit (reaching out) merupakan kemampuan seseorang untuk
bisa keluar dari zona aman yang dimilikinya. Individu-individu yang
memiliki kemampuan reaching out tidak menetapkan batas yang kaku
xliv
hubungan dengan orang-orang baru dalam lingkungan kehidupan mereka.56
Di dalam sumber lain penulis menemukan faktor-faktor lain dalam kemampuan untuk resilien, yaitu:
1) Trust (kepercayaan)
Trust merupakan factor resiliensi yang berhubungan dengan bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya diri siswa.
Perasaan percaya ini akan sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan terhadap orang lain mengenai hidupnya,
kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaannya, serta kepercayaan terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya.
Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi pembentukan resiliensi pada siswa. Oleh karena itu, bila siswa diasuh dan dididik
dengan perasaan penuh kasih sayang dan kemudian mampu mengembangkan relasi yang berlandaskan kepercayaan (I HAVE), maka akan tumbuh pemahaman darinya bahwa ia dicintai dan
dipercaya (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi siswa ketika ia berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya secara bebas (I CAN).57
2) Autonomy (Otonomi)
56
Ibid, h, 24 57
xlv
Autonomy yaitu faktor resiliensi yang berkaitan dengan seberapa jauh siswa menyadari bahwa dirinya terpisah dan berbeda
dari lingkungan sekitar sebagai kesatuan diri pribadi. Pemahaman bahwa dirinya juga merupakan sosok mandiri yang terpisah dan
berbeda dari lingkungan sekitar, akan membentuk kekuatan-kekuatan tertentu pada siswa. Kekuatan tersebut akan sangat menentukan tindakan siswa ketika menghadapi masalah.
Oleh sebab itu, apabila siswa berada di lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk menumbuhkan otonomi
dirinya (I HAVE), maka ia akan memiliki pemahaman bahwa dirinya adalah seorang yang mandiri, independen (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadi dasar bagi dirinya untuk mampu
memecahkan masalah dengan kekuatan dsirinya sendiri (I CAN). 3) Initiative (inisiatif)
Initiative merupakan faktor ketiga pembentukan resiliensi yang berperan dalam penumbuhan minat siswa melakukan sesuatu yang baru.Inisiatif juga berperan dalam mempengaruhi siswa mengikuti
berbagai macam aktivitas atau menjadi bagian dari suatu kelompok. Dengan inisiatif siswa menghadapi kenyataan bahwa dunia adalah
lingkungan dari berbagai macam aktivitas, di mana ia dapat mengambil bagian untuk berperan aktif dari setiap aktivitas yang ada.
Ketika siswa berada pada lingkungan yang memberikan
xlvi
sikap optimis serta bertanggung jawab (I AM). Kondisi ini pada giliranya juga akanmenumbuhkan perasaan mampu siswa untuk
mengemukakan ide-ide kreatif, menjadi pemimpin (I CAN).58
4) Industry
Industry merupakan faktor resiliensi yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas rumah, sekolah dan sosialisasi. Melalui penguasaan
keterampilan-keterampilan tersebut, siswa akan mampu mencapai prestasi, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan social.
Dengan prestasi tersebut, akan menentukan penerimaan siswa di lingkungannya.
Bila siswa berada di lingkungan yang memberikan kesempatan
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan, baik di rumah, sekolah maupun lingkungan social (I HAVE), maka siswa akan
mengembangkan perasaan bangga terhadap prestasi-prestasi yang telah dan akan dicapainya (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menumbuhkan perasaan mampu serta berupaya untuk
memecahkan setiap persoalan atau mencapai prestasi sesuai dengan kebutuhannya (I CAN).
5) Identity (Identitas)
Identitas merupakan faktor resiliensi yang berkaitan dengan pengembangan pemahaman siswa akan dirinya sendiri, baik kondisi
58
xlvii
fisik maupun psikologisnya. Identitas membantu siswa
mendefenisikan dirinya dan mempengaruhi self image-nya.Identitas
ini diperkuat melalui hubungan dengan faktor-faktor resiliensi lainnya.59
Apabila siswa memiliki lingkungan yang memberikan umpan balik berdasarkan kasih sayang, penghargaan atas prestasi dan kemampuan yang dimilikinya ( I HAVE), maka siswa akan menerima
keadaan diri dan orang lain (I AM). Kondisi demikian pada gilirannya akan menumbuhkan perasaan mampu untuk mengendalikan,
mengarahkan dan mengatur diri, serta menjadi dasar untuk menerima kritikan dari orang lain (I CAN).
Kelima faktor (kepercayaan, otonomi, inisiatif, industry, dan
identitas) tersebut merupakan landasan utama bagi pengembangan resiliensi siswa, terutama dalam menghadapi situasi yang penuh
stress.60
6. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi
Ada empat prinsip dijadikan sebagai dasar bagi keterampilan
resiliensi, yaitu:
a. Manusia dapat berubah
Filsafat John Locke dan Jean Jacques Rousseau yang mengatakan bahwa manusia bukanlah korban dari leluhur atau masa lalunya.Setiap orang bebas mengubah hidupnya kapan saja bila memiliki keinginan dan
59
Ibid, h. 207 60
xlviii
dorongan.Setiap orang dilengkapi dengan keterampilan yang
sesuai.Individu merupakan pemimpin bagi keberuntungannya
sendiri.Hasil penelitian mendukung bahwa manusia dapat berubah secara positif dan menetap.61
b. Pikiran adalah kunci untuk meningkatkan Resiliensi
Pendapat Aaron Beck mengatakan bahwa kognisi mempengaruhi emosi.Emosi menentukan siapa yang tetap resilien dan mengalah.
c. Ketepatan berpikir adalah kunci
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki
optimisme yang tidak realistis cenderung menyepelekan resiko yang akan terjadi pada kesehatan mereka, sehingga justru menjadi tidak tertolong. Optimisme realistis, tidak mengasumsikan bahwa hal-hal baik akan
datang dengan sendirinya. Hal-hal baik hanya akan terjadi melalui usaha, pemecahan masalah dan perencanaan.
d. Fokus pada kekuatan manusia
Resiliensi merupakan kekuatan utama (basic strength) yang
mendasari semua karakteristik positif pada kondisi emosional dan
psikologis manusia.Kurangnya resiliensi menjadi penyebab
keberfungsian negatif. Tanpa resiliensi tidak aka nada keberaniaan,
rasionalitas dan insigh.t62
7. Langkah-Langkah Untuk Mencapai Resiliensi
61
Sri Mulyani, Op.Cit. h, 25 62
xlix
Langkah-langkah untuk meningkatkan resiliensi adalah sebagai berikut:
a. Pelajari ABC
Individu harus mengetahui adversity-nya dan bagaimana ia
menginterpretasi adversity tersebut. Individu harus belajar menggali dampak dari pikiran dan keyakinan sepintas terhadap konsekuensi perilaku dan emosional dari adversity. Individu harus mendengarkan pikirannya, mengidentifikasi apa yang akan ia katakan pada diri sendiri ketika berhadapan dengan masalah dan memahami bagaimana
pikirannya mampu mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Dengan demikian, tidak terjadi lagi kesalahan dalam menyikapi masalah yang
bersumber dari kesalahannya dalam menginterpretasi kejadian.63
b. Hindari Thinking Traps
Ketika menghadapi adversity, manusia umumnya melakukan
delapan kesalahan yang menurunkan resiliensi karena merupakan penghambat dalam berfikir, yaitu terlalu cepat mengambil kesimpulan, mempersempit pandangan (misalnya hanya fokus pada hal-hal negatif),
membesar-besarkan hal negatif dan meminimalkan hal positif, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, menggeneralisasi,
mengasumsikan apa yang dipikirkan orang lain, penalaran yang
didasarkan pertimbangan emosi. Individu harus belajar
63
l
mengidentifikasi kebiasaanya dalam merespon permasalahan dan berusaha mengoreksinya.
c. Detecting iceberg
Manusia sering kali menilai orang lain maupun dunia
berdasarkan nilai-nilai yang ia yakini dan inginkan sendiri. Individu
harus mampu mengidentifikasi deep belief yang ia miliki dan
menentukan kapan hal tersebut membantu dan kapan hal tersebut justru
menjerumuskan. d. Challenging beliefs
Suatu proses untuk meningkatkan pemahaman akan suatu peristiwa yang mengarahkan pada perilaku yang lebih efektif dan mendukung perilaku pemecahan masalah karena komponen kunci
resiliensi adalah pemecahan masalah. e. Putting in perspective
Individu harus mampu menghentikan cara berfikir “what if”
(berandai-andai) cara berpikir yang berputar-putar dan tidak sehat. Individu harus mengubahnya kepada pikiran yang lebih realistis dan
lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan yang terjadi. f. Calming and focusing
li
cara menghindari adversity dan menciptakan kesempatan untuk berfikir lebih resilien.
g. Real-time resiliensi
Individu harus mampu mengubah counter productive thoughts menjadi resilience thoughts dengan cepat. Begitu adversity terjadi, individu segera berpikir dan bertindak resilien dengan cepat.Namun demikian, harus diingat bahwa walaupun kadangkala resiliensi
membutuhkan tindakan segera, tetapi seringkali justru tidak.64
Seseorang tidak perlu menggunakan semua skill dalam
kesehariannya untuk meningkatkan resiliensinya.Faktanya, dengan hanya menguasai dan menggunakan dua atau tiga dari skill di atas
banyak orang yang mengalami perubahan dramatis dalam
resiliensinya.65
8. Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik Dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan
Sejumlah peneliti lebih memandang resiliensi sebagai suatu proses ketimbang suatu sifat. Ini berarti bahwa resiliensi merupakan kapasitas
individu yang diperoleh melalui proses belajar dan pengalaman lingkungan. Dalam hal ini pembahasan akan lebih difokuskan pada lingkungan sekolah,
karena sekolah merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan siswa.66
64
Ibid, h. 61-62 65
Ibid, 66
lii
Di samping itu, berbagai literature tentang resiko dan resiliensi menyebutkan bahwa sekolah merupakan lingkungan kritis bagi siswa dalam
mengembangkan kapasitas untuk keluar dari adversity, menyesuaikan diri
dengan tekanan-tekanan dan menghadapi problem-problem, serta
mengembangkan berbagai kompetensi sosial, akademik dan vikasional yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dengan demikian jelas bahwa sekolah merupakan lingkungan kedua
setelah keluarga, yang sangat memungkinkan membantu siswa
mengembangkan resiliensi.Sebagai sebuah organisasi dan institusi
pendidikan, sekolah dapat menjadi kekuatan besar bagi pengembangan resiliensi siswa.Seperti halnya dengan keluarga dan masyarakat, sekolah dapat memberikan lingkungan dan kondisi yang membantu perkembangan
faktor protektif siswa.67
Dalam upaya sekolah membantu perkembangan resiliensi siswa, ada
enam tahap strategi (six steps strategy) yang biasa disebut dengan istilah
“the resiliency wheel” (roda resiliensi). Adapun strategi tersebut sebagai
berikut:
a. Tahap 1 Increase Bonding
Tahap dalam membangun resiliensi siswa di sekolah adalah
dengan memperkuat hubungan-hubungan (relationships).Tahap ini
meliputi peningkatan hubungan di antara individu dan pribadi prososial.Hal ini penting, karena fakta menunjukkan bahwa siswa yang
67