• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENYELESAIAN PEMBEBASAN LAHAN UNTUK KEPENTINGAN JALAN TOL MEDAN – BINJAI

A. Upaya Penyelesaian Masalah Hukum

Masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Proyek jalan tol di wilayah Sumatera Utara, misalnya, hingga saat ini masih belum bisa rampung karena masalah lahan. persoalan kendala pembebasan lahan antara lain disebabkan masih adanya lahan sengketa, lahan yang sudah ditempati penduduk sejak lama, sampai pembebasan lahan hutan yang sudah ditempati warga selema puluhan tahun. beberapa sesi yang terkendala antara lain tol Medan-Binjai yang panjangnya 24 kilometer, tersisa 3 kilometer lagi yang belum dibebaskan tanahnya PT Hutama Karya (Persero) mengeluhkan pembebasan lahan Medan-Binjai yang belum rampung. Pasalnya, pembebasan lahan tersebut menghambat pengerjaan konstruksi tol sepanjang 16,8 kilometer (km). Sementara untuk progres pengerjaan ruas Tol Medan-Binjai, sampai saat ini masih terus dikerjakan. Pasalnya, ruas tol ini menjadi salah satu bagian pembangunan jalan tol yang membentang dari Aceh hingga Lampung atau biasa disebut Tol Trans Sumatera.

Hingga saat ini, perkembangan pembebasan lahan untuk ruas Tol Medan-Binjai terus berjalan. Tol Medan-Medan-Binjai merupakan satu dari sembilan ruas yang masuk ke dalam Jaringan Tol Trans Sumatera. Didesain sepanjang 16,72 kilometer, ruas tol ini akan dibangun dalam tiga seksioleh PT Hutama Karya (persero) dengan total investasi Rp 1,604 triliun. Menurut data Badan Pengatur

Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR), hingga saat ini pembebasan tanahnya sudah mencapai 77,92 persen dibandingkan data awal tahun sebesar 69,7 persen.

Satuan kerja (Satker) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) masih terganjal pembebasan lahan untuk pengerjaan Tol Medan -Binjai yang mancakup di kawasan Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli. Mengenai perkembangan terbaru pembangunan tol trans Sumatera Medan-Binjai, banyak lahan di PTPN II yang diokupasi masyarakat di Kelurahan Tanjung Mulia dan Tanjung Mulia Hilir, di antaranya merupakan lahan stanvas (grand Sultan) yang ditempati masyarakat. Pembangunan tol sepanjang 16,72 Kilometer itu diketahui menggunakan tiga seksi tahap pengerjaan dengan biaya investasi mencapai Rp1,6 triliun serta biaya kontruksi diperkirakan memakan biaya Rp1,2 triliun. saat ini sebagian warga yang terimbas pembangunan sudah dilakukan pendataan oleh tim percepatan. Langkah yang sudah dilakukan seperti pendataan administratif yang mana harus dilengkapi sebelum kompensasi pembebasan lahan dilakukan. Masyarakat yang terkena 6trase jalan tol sudah diimbau untuk melengkapi syarat administrasi seperti melengkapi Pajak Bumi Bangunan (PBB), foto copy surat tanah kepemilikannya dan sarat administrasi lainnya. Lahan masyarakat yang saat ini status lahannya stanvas, dirinya mengaku belum mengetahui bagaimana mekanisme pembebasannya. Itukan lahan masyarakat yang sudah puluhan tahun menetap, harus diganti. Namun mengenai

pembebasannya belum mengetahui. Jangan sampai masyarakat merasa dirugikan sehingga tidak timbul permasalahan nantinya.109

Merujuk pada Pasal 9 ayat 2 UU No 2 Tahun 2012, pada dasarnya pengadaan lahan untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil yang ditetapkan penilai yakni lembaga pertanahan. Nilai ganti rugi hasil penilai menjadi dasar musyawarah penetapan nilai ganti

Pembebasan lahan menjadi hambatan utama pembangunan jalan bebas hambatan (tol) di Indonesia. Akibatnya proyek jalan tol mandek dan tidak bisa diprediksi kapan bisa diselesaikan. Dalam mengurai persoalan hambatan pembebasan lahan tersebut memang pemerintah tidak melipat tangan. Sayangnya, upaya yang ditempuh mengatasi masalah klasik tersebut sepertinya tidak bergaung. Buktinya, sejumlah ruas jalan tol mangkrak bertahun-tahun karena terhambat pembebasan lahan. Setiap proses pembebasan lahan pembangunan jalan tol akan dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah terhitung mulai tahun depan. Dampak dari pembebasan lahan yang sulit itu bisa dilihat dari penambahan jalan tol yang sangat minim. Kembali pada persoalan pembebasan lahan, sebenarnya pemerintah kurang tegas saja karena sudah ada payung hukum yang mengaturnya yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2012. Dalam perpres yang merupakan penerapan dari Pasal 53 dan Pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jelas mengatur tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga penyerahan hasil.

109

http://bumantaranews.com/2016/10/12/pembangunan-jalan-tol-medan-binjai-terganjal-pembebasan-lahan/tml, diakses tanggal 21 Maret 2017

kerugian. Apabila pihak berhak atau yang menguasai objek pengadaan tanah tidak sepakat nilai ganti kerugian berhak mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri.

Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan dibidangnya dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.110 Dalam hal penyelesaian hambatan dan permasalahan bersifat mendesak untuk kepentingan dan kemanfaatan umum serta pelayanan publik, menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota mengambil diskresi sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik serta memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan.111 Pengambilan diskresi termasuk dilakukan dalam rangka penanganan dampak sosial yang timbul dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.112 Dalam hal tertentu pengambilan diskresi dilakukan berdasarkan koordinasi dan pembahasan dengan kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah.113 Dalam hal pengambilan diskresi, terdapat permasalahan hukum terkait dengan administrasi Pemerintahan, penyelesaiannya dilakukan melalui ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi Pemerintah.114

110

Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Pasal 28 ayat (1)

111

Ibid., Pasal 28 ayat (2)

112

Ibid., Pasal 28 ayat (3)

113

Dalam hal peraturan perundang-undangan belum mengatur atau tidak jelas mengatur kewenangan untuk penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian hambatan dan permasalahan dimaksud sepanjang sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik.115Pimpinan Badan Usaha wajib mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sesuai dengan kewenangan.116 Dalam hal pengambilan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan terdapat permasalahan hukum, penyelesaiannya dilakukan dengan mendahulukan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.117

Reformasi peraturan dan lembaga sudah siap. Tetapi implementasinya tidak bisa berjalan dengan mulus, sehingga harga dan waktu pengadaan tanah yang selama ini menjadi pokok masalah dalam pembangunan jalan tol tidak punya kepastian. Tidak adanya kepastian biaya dan waktu pembebasan tanah menyebabkan menurunnya tingkat kelayakan investasi jalan tol atau bahkan membuatnya sama sekali tidak layak. Dari ruas tol yang telah ditenderkan, terjadi kenaikan harga tanah yang signifikan hampir di semua ruas yang akan dibangun dan tertinggi mencapai 321 persen dari estimasi awal. Dalam Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

115

Ibid., Pasal 29

116

Ibid., Pasal 30 ayat (2)

117

Untuk Kepentingan Umum tersebut tidak jelas lead-nya siapa dan seringkali (dalam pembebasan tanah) dispute terjadi di tingkat bawah, masalah tanah adalah masalah yang dikendalikan oleh pemerintah, namun investor yang harus membayarnya. Pemerintah menggunakan cara musyawarah di dalam membebaskan tanah untuk kepentingan umum.

Banyak kalangan menganggap negatif Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan ini dituding akan bisa menjadi alat semena-mena untuk menghilangkan hak atas tanah dengan tiba-tiba. Meskipun memiliki dokumen dan surat-menyurat yang sah dan lengkap, oleh Perpres ini, pemerintah (presiden) bisa mencabut hak atas tanah tersebut apabila tanah itu akan digunakan untuk kepentingan umum. Yang paling dikhawatirkan adalah Perpres ini akan disalahgunakan. Hal ini dipertanyakan sebab seringkai dalam praktiknya terjadi perubahan arah, misalnya ruang lingkup "kepentingan umum" berubah menjadi kepentingan pemilik modal. Hal inilah yang justru sering mendapat penolakan dari rakyat pemilik tanah.

Dari pengalaman, pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang bukan disebabkan oleh tidak relanya rakyat pemilik tanah atau tidak sepakatnya harga tanah, melainkan oleh ulah oknum aparat dan atau spekulan tanah, baik itu yang berkaitan dengan urusan administrasi tanah maupun oknum yang memanfaatkan situasi. Sebagai akibatnya, sengketa tanah telah berubah menjadi ajang rebutan rezeki, yang dampak nya cenderung tak terkendali. Pasal 10 ayat 2 Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum yang antara lain menyebutkan, bila tidak ada kesepakatan dalam suatu musyawarah, pihak yang memerlukan lahan dapat menitipkan uang untuk ganti rugi ke pengadilan dan instansi tersebut dapat menggunakan lahan. Pasal itu, oleh banyak pihak mengesankan pemberian legitimasi yuridis untuk munculnya tindakan pemaksaan oleh pemerintah melalui suatu perbuatan hukum yang disebut dengan konsinyasi.

B. Upaya Penyelesaian Masalah Sosial Ekonomi Dari Masyarakat Yang

Dokumen terkait