• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya-upaya Peningkatan Akses Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu

B. Pendidikan Masyarakat Kurang Mampu 1.Pengertian Masyarakat Kurang Mampu

3. Upaya-upaya Peningkatan Akses Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu

Tahun Anggaran Pendidikan Prosentase Terhadap APBN 2003 Rp13,6 Triliun 4,15% 2004 Rp20,5 Triliun 5,5% 2005 Rp24,6 Triliun 8,1% 2006 Rp36,7 Triliun 9,1% 2007 Rp43,5 Triliun 11,8% 2008 Rp48,4 Triliun 9,8%

Fenomena di atas tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai luhur pendidikan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara agar dapat mengakses pendidikan. Setidaknya, belum memenuhi besaran anggaran yang diamanatkan dalam UUD 1945 yakni sebesar 20% dari APBN. Oleh karena itu, diperlukan reformasi dalam bidang pendidikan terutamaanggaran, agar pembiayaan pendidikan lebih ‘bersahabat’ sehingga semua warga negara dapat mengakses pendidikan yang layak serta berkualitas.

3. Upaya-upaya Peningkatan Akses Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu

Peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan seiring dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all dan makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa. Upaya pengingkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu meliputi 2 (dua) aspek penting yaitu equality dan equity.

      

31

www.mandikdasmen.depdiknas.go.id, akses via PC tanggal 2 Agustus 2010, pukul

Coleman dalam bukunya Equality of Educational Opportunity mengemukakan secara konsepsional bahwa terdapat jenis pemerataan, antara lain:

1) Pemerataan pasif, yaitu pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan pendidikan di sekolah.

2) Pemerataan aktif, yakni pemerataan pendidikan yang terletak pada kesamaan dalam memberi kesempatan kepada peserta didik agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (prestasi hasil belajar). Pemerataan pendidikan menurut Coleman ini memiliki makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga persamaan setelah menjadi siswa harus dalam memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal. Equality mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok masyarakat. Akses terhadap pendidikan telah merata jika semua peserta didik usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.32

Pendidikan senantiasa mengalami perubahan karena sifatnya yang dinamis; senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai upaya reformasi dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Akan tetapi, selalu saja ada ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pendidikan mulai dari manajemen, kurikulum, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, kompetensi lulusan, hingga pemerataan akses pendidikan.

Sejak tahun 1984, pemerintah telah mengupayakan pemerataan akses pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD), dilanjutkan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun(Wajar Dikdas 9 Tahun) yang secara resmi dicanangkan Presiden Soeharto pada tanggal 2 Mei 1994sebagai bagian dari

      

32

komitmen menjalankan ‘Akses Pendidikan untuk Semua’, meliputi jenjang pendidikan dasar yakni SD/ MI/ pendidikan setara dan menengah pertama yakni SMP/MTs/pendidikan setara.

Saat itu, Presiden Soeharto menargetkan program Wajar Dikdas 9 tahun tuntas pada tahun 2004 dengan indikator utama berupa angka partisipasi kasar (APK) SMP/ MTs/ pendidikan setara minimal 95%. Pada tahun 2004, Angka Partisipasi Murni (APM) SD/ MI sebesar 94,12% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/ MTs 81,22%. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 membuat target direvisi menjadi akhir tahun 2008. Keputusan merevisi target itu dilakukan pada tahun 2000, saat Abdurrahman Wahid menjabat Presiden RI.

Kemudian pada Kabinet Indonesia Bersatu dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu yakni Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, target berhasil diwujudkan. APK SMP/MTs sudah mencapai 93,79% pada Agustus 2007. Selain tuntas dari sisi kuantitas, Departemen Pendidikan Nasional juga berupaya meningkatkan kualitas program Wajar Dikdas dengan meningkatkan standar nilai UN, walaupun kemudian menuai berbagai polemik.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu telah dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan bidang pendidikan meliputi perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta peningkatan manajemen pelayanan pendidikan. Dalam memperluas akses dan pemerataan pendidikan, pemerintah terus berupaya meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antarkelompok masyarakat.

Upaya berikutnya dalam meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu yang dilakukan pemerintah adalah kebijakan mengenai pendanaan pendidikan, ditandai dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. UU SISDIKNAS mengamanatkan pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan UU Guru dan Dosen yang mengamanatkan pemenuhan standar kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, disertai peningkatan kesejehteraan pendidik dan tenaga kependidikan.

Selain pemerintah, masyarakat sebagai salah satu stakeholder pendidikan pun berupaya untuk meningkatkan akses pendidikan terutama bagi masyarakat kurang mampu baik perorangan maupun melalui lembaga, diantaranya lembaga zakat. Telah dibahas sebelumnya bahwa zakat memiliki peran yang amat penting dalam upaya meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Karena zakat dapat menjadi sumber pendanaan alternatif bagi anggaran pendidikan, mengingat potensi dana zakat yang begitu besar namun belum terserap secara efektif. Menurut Data Forum Zakat pada tahun 2008, rata-rata alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan yakni sebesar 47,21% dari keseluruhan dana zakat yang berhasil dihimpun oleh sembilan lembaga amil zakat yang telah diaudit. Ini adalah jumlah yang telah melebihi prosentase alokasi APBN untuk pendidikan yang diamanatkan UUD 1945.

Alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan ini digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan masyarakat kurang mampu dalam berbagai bentuk penyaluran, antara lain:

1. Beasiswa

Beasiswa diberikan kepada pelajar dan mahasiswa yang jumlah per bulannya adalah >1,4 juta rupiah per orang.

2. Beaguru dan peningkatan kapasitas guru

Lebih dari 6.000 orang guru yang mendapat beaguru untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sampai saat ini, pelatihan guru-guru dari tingkat SD sampai dengan SLTA sebanyak 30.000 orang yang berasal dari 2.000 sekolah,.

3. Penyelenggaraan sekolah formal.

Pada tahun 2007, program ini menyerap dana sebesar 9 miliar rupiah untuk 136 siswa.

4. Pendidikan informal.

Bekerjasama dengan balai latihan kerja (BLK) yang berperan sebagai pendanaan dan pencarian anak-anak yang akan dilatih. Sementara pihak BLK menyiapkan fasilitas dan tenaga instruktur/ fasilitator.

5. Pendirian dan operasionalisasi BLK.

Dua diantara BLK yang didirikan dan dikelola oleh lembaga amil zakat adalah BLK di Bontang dan IKI di Jakarta.

Selain itu, terdapat terobosan beberapa lembaga filantropi Islam (Lembaga Pengelola Zakat) baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) seperti yang dilakukan BAZNAS dan Dompet Dhuafa (DD) Republika yang menggulirkan sebuah program peduli pendidikan dengan tema “Merdeka adalah bebas dari kebodohan, bantu anak Indonesia tetap sekolah”. Program peduli pendidikan ini bertujuan memberikan bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu yang bersumber dari dana zakat.

BAZNAS dan DD Republika menyelenggarakan pendidikan formal (sekolah) khusus untuk peserta didik yang berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu yakni SMART Ekselensia Indonesia. BAZNAS dan DD Republika juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang belajar di Perguruan Tinggi Negeri yang dikenal dengan Program Beastudi Etos.

Zakat untuk pendidikan sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. Hampir seluruh BAZ dan LAZ di Indonesia termasuk BAZIS DKI yang telah eksis sejak tahun 1960’an memiliki program peduli pendidikan dengan memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa-siswa yang berasal dari kalangan kurang mampu mulai dari pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi.

Pembiayaan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu yang berasal dari dana zakat sangat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan serta akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan oleh lembaga pengelola zakat meski masih

memiliki prosentase lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi untuk pemberdayaan ekonomi berupa pemberian modal, sangat membantu masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan.

Bagaimanapun, upaya peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu harus menjadi prioritas dalam proses pendidikan. Pemenuhan akses pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karna itu, diperlukan sinergi serta manajemen yang solid untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu meliputi perencanaan, pendanaan dan pengelolaan proses belajar-mengajar.

C. Makna Pengelolaan Dana Zakat Bagi Anggaran Pendidikan