• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan dana zakat bagi pendidikan masyarakat kurang mampu di dompet dhuafa republika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan dana zakat bagi pendidikan masyarakat kurang mampu di dompet dhuafa republika"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Oleh:

Yuyu Siti Juhaeni 106018200798

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

zakat bagi pendidikan masyarakat kurang mampu di Dompet Dhuafa Republika. Permasalahan yang muncul adalah pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan yang belum efektif dan keterbatasan masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan.

Berdasarkan permasalahan yang ada, penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupaya mengungkapkan fakta mengenai pengelolaan dana zakat di Dompet Dhuafa Republika dengan penyaluran dana zakat bagi anggaran pendidikan yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan kemprehensif. Sehingga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara factual kepada semua pihak mengenai manfaat dana zakat sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi anggaran pendidikan.

(6)

senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGELOLAAN DANA ZAKAT BAGI PENDIDIKAN MASYARAKAT KURANG MAMPU DI DOMPET DHUAFA REPUBLIKA”. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Strata Satu (S1) di Jurusan KI-Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.

Skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moral maupun material. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. emberikan do’a dan dukungannya. I do

love Mama & Bapa.

Orang tua penulis, yang tiada henti m

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Deka

Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phill.

Mu’arif SAM, M.Pd., Ketua Prodi Ma

Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag.,Dosen

publika beserta jajaran yang telah memberikan waktu dan ke

merasa lebih berarti.

2. n FITK UIN Jakarta, atas motivasi dan semangatnya.

3. , Ketua Jurusan Kependidikan Islam

sekaligus Dosen Penasihat Akademik yang tak pernah bosan membimbing dan mengingatkan penulis akan semua kewajiban akademik dan non akademik yang harus dipenuhi.

4. najemen Pendidikan, atas bimbingan

dan arahannya.

5. Pembimbing skripsi yang senantiasa

memberikan waktu dan kesempatan untuk bimbingan skripsi kepada penulis. 6. M. Arifin Purwakananta, Direktur Program DD Re

sempatan terhadap penulis untuk melakukan penelitian.

(7)

Bu Ifa (staf jurusan) dan Pak Rudi (s

yusunan KHS dan transkrip nilai. Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D., Kepala

ti dan temans kost’an balans; k’Iya, t’Imas, t’Ina, Eka ‘eko’ fauqeeya,

5 dan angkatan berapa aja boleh (he

an dan cerita-cerita inspiratifnya.

mdulillah, semoga Allah meridhoi setiap ak

Mudah-mudahan Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yuyu Siti Ju semangat serta kemudahan administratif yang telah diberikan.

10. taf akademik rektorat) yang selalu

meluangkan waktu untuk mengurus kelengkapan administratif dan akademis yang penulis butuhkan terutama pen

11. Perpustakaan Utama UIN Jakarta

beserta jajaran yang sangat kooperatif membantu penulis untuk menemukan literatur yang dibutuhkan.

12. My roommate; Resti ‘eci’ Pebriyan

k’Iha, Pipi,atas semua perhatian & semangatnya.

13. Teman-teman KIMP angkatan 2006, kakak-kakak kelas KIMP angkatan 200 hehe...), especiallyto Angga, k’Kamal, k’Cha, untuk doa dan semangatnya.

14. Teman-teman organisasi; LP2MP, HMB, HMI, untuk semua pengalam

Tak ada kata yang lebih pantas ditulis untuk menutup pengantar ini selain

Alha tivitas yang kita lakukan. Tiada

gading yang tak retak, begitu pula penulisan Skripsi ini tak luput dari kekurangan.

Bogor, Juli 2010 Penulis,

(8)

LEMBAR PERNYATAAN ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah 1

B. Identifikasi Masalah 3

C. PembatasandanPerumusanMasalah 5

D. ManfaatPenelitian 5

E. Penelitian yang Relevan 6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengelolaan Dana Zakat 7

1. Zakat 7

2. Asnaf Zakat 9

3. Prosentase Wajib Zakat dan Potensi Zakat 12 4. Bentuk Pengelolaan Dana Zakat 14 B. Pendidikan Masyarakat Kurang Mampu 15

1. PengertianMasyarakatKurangMampu 15 2. Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu 19 3. Upaya-upaya Peningkatan Akses Pendidikan bagi

Masyarakat Kurang Mampu 25

C. Ma

Masyarakat Kurang Mampu

kna Pengelolaan Dana Zakat bagi Pendidikan

(9)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 35

C. Metode Penelitian 36

D. Sumber Data 36

E. Teknik Pengumpulan Data 36

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 37 BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Dompet Dhuafa Republika 39

1. Sejarah Berdiri 39

2. Prinsip Dasar 41

ujuan

3. Visi, Misi, dan T 41

4. Manajemen Organisasi 42

B. Karakteristik Pengelolaan Dana Zakat 43 C. Bentuk Pengelolaan Dana Zakat bagi Pendidikan

Masyarakat Kurang Mampu 45

D. Analisa Pengelolaan Dana Zakat bagi Pendidikan

Masyarakat Kurang Mampu 52

BAB V

simpulan PENUTUP

A. Ke 57

B. Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 62

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu jenis ibadah umat Islam yang memiliki dimensi ganda, yakni transendental (berkaitan antara hubungan manusia dengan Tuhan) dan horizontal (berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan). Oleh karena itu, zakat dipandang sebagai salah satu ibadah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan sangat menentukan baikdari segi syari’ah (agama) maupun dari segi sosial terutama pembangunan ekonomi masyarakat.

Bagi umat muslim, zakat termasuk salah satu bentuk ibadah pokok kepada Allah SWT yakni rukun Islam yang ke-4 (empat), sehingga keberadaannya dianggap sebagai bagian mutlak dari keislaman seseorang. Salah satu ayat al-Qur’an yang mensejajarkan zakat dengan ibadah sholat yakni surat Al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi:

 

 

 

 

 

 

     

 

Artinya:

(11)

Secara nominal, potensi zakat di Indonesia sangat besar mengingat lebih dari 85% penduduk Indonesia adalah muslim. Oleh karena itu, zakat sangat potensial bila dijadikan sumber pemberdayaan masyarakat.Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin menyatakan, potensi zakat di Indonesia mencapai 19 triliun rupiah per tahun.1 Bahkan, dalam riset terbaru yang dilakukan oleh Pusat Budaya dan (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, potensi dana zakat mencapai angka Rp. 19,3 triliun per tahun. Sebuah “modal” yang cukup bagi pembangunan masyakat dan jumlah itu akan semakin besar seiring dengan meningkatnya kesadaran umat Islam tentang zakat. Terlebih, pemerintah telah menetapkan slogan ‘Menuju Indonesia Sadar Zakat’ pada tahun 2008.

Pendidikan dianggap sebagai barometer kemajuan peradaban dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti halnya kemajuan bangsa Yunani Kuno yang dikenal dengan semangat keilmuan “philosophie” yang digagas oleh Socrates. Akan tetapi, belum adanya pemerataan dalam pendidikan membuat peserta didik dari kalangan ekonomi tidak mampu sulit mengakses pendidikan (yang berkualitas).2 Hal ini tentu saja bertentangan dengan cita-cita luhur pendidikan yang terangkum dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan. Peran pemerintah dan masyarakat secara simultan merupakan akselerasi bagi perwujudan amanah bahwa pendidikan adalah hak dasar warga negara.

Salah satu cara untuk mempermudah akses pendidikan bagi peserta didik dari kalangan ekonomi tidak mampu adalah dengan memberdayakan zakat. Dengan pengelolaan yang baik, zakat dapat merealisasikan keadilan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, serta melahirkan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan pesat. Pengelolaan dana zakat untuk anggaran pendidikan dapat berupa program peduli pendidikan dengan

      

1

www.antara.co.id, akses via PC tanggal 23 Mei 2010, pukul 14.29 WIB.  2

(12)

memberikan bantuan biaya pendidikan kepada peserta didik yang berasal dari kalangan ekonomi tidak mampu, mulai pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Seperti yang telah dilakukan Dompet Dhuafa Republika (DD Republika) melalui salah satu jejaringnya dalam bidang pendidikan yakni Lembaga Pengembangan Insani (LPI).

LPI memiliki 3 (tiga) program unggulan yaitu Makmal Pendidikan (program pelatihan dan pendidikan bagi guru-guru di daerah terpencil), Beastudi Etos (program pembiayaan pendidikan sampai perguruan tinggi bagi siswa berprestasi namun tidak mampu secara ekonomi) dan Smart Ekselensia (program pendidikan menengah akselerasi dengan sistem boardingschool). Seluruh kebutuhan pendidikan pada program unggulan LPI berasal dari dana zakat bagi anggaran pendidikan yang dikelola oleh DD Republika.Berbeda dengan lembaga amil zakat lainnya, alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan di DD Republika dikelola secara komprehensif dan continue melalui pengawasan dan pendampingan program yang ketat mulai dari peningkatan kualitas guru, pendidikan menengah dengan sistem boarding school, hingga pendidikan tinggi.

Pengelolaan dana zakat yang diupayakan secara optimal dalam bentuk program pendidikan dapat meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu, sehingga dana zakat bukan sekedar charity namun mampu menjadi asset produktif. Karena pada dasarnya, peran zakat bagi anggaran pendidikan merefleksikan kepedulian para pembayar zakat terhadap peserta didik yang berasal dari kalangan tidak mampu agar dapat mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas. Oleh karena itu, berdasarkan fenomena yang terjadi, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengelolaan Dana Zakat bagi Pendidikan Masyarakat Kurang Mampu di Dompet Dhuafa Republika”.

B.

Identifikasi Masalah

(13)

terdapat hubungan yang positif antara pembangunan SDM dengan pertumbuhan ekonomi serta kemajuan sosial di berbagai negara.

Pengelolaan dana zakat terutama bagi anggaran pendidikan menjadi sangat penting agar zakat tak hanya dihimpun tapi juga disalurkan secara efektif melalui berbagai program pemberdayaan yang berkelanjutan, mengingat potensi dana zakat yang begitu besar namun tidak diiringi dengan penyerapan potensi dana yang sesuai. Berikut tabel uraian potensi zakat Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan data dari BPS, BKKBN, serta hasil survei PIRAC.

Potensi Zakat Indonesia Tahun 2009

Determinan Potensi Zakat Skenario (a) Skenario (b) Keluarga muslim sejahtera 35,2 juta jiwa 35,2 juta jiwa

Jumlah muzakki 55% 55%

Muzakki yang membayar

zakat 95,5% 95,5%

Proyeksi zakat per muzakki Rp. 684.550,- Rp. 664.014,- Proyeksi zakat nasional Rp 12,66 triliun Rp. 12, 27 triliun Potensi penghimpunan zakat

LAZ/BAZ Rp. 911,22 milyar Rp. 883, 88 milyar

Beranjak dari uraian fenomena yang ada, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kurangnya penyerapan potensi dana zakat

2. Belum efektifnya pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan 3. Masih rendahnya persepsi masyarakat tentang pendayagunaan dana

zakat bagi anggaran pendidikan

4. Belum utuhnya pemahaman masyarakat tentang konsep fisabilillah dalam asnaf zakat

5. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat

(14)

C.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu melebar, maka dalam melakukan penelitian penulis membatasi masalah pada aspek pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan yang belum efektif dan keterbatasan masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan.

Berdasarkan pembatasan masalah, maka masalah yang dapat dirumuskan yaitu bagaimana bentuk-bentuk pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan di Dompet Dhuafa Republika dalam meningkatkan akses pendidikan masyarakat kurang mampu.

D.

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Penulis

Guna menyumbangkan gagasan atau pikiran sebagai hasil kegiatan penelitian berdasarkan prosedur ilmiah serta melatih kepekaan penulis sebagai mahasiswa Manajemen Pendidikan terhadap masalah pengelolaan dana zakat yang berhubungan dengan anggaran pendidikan.

2. UIN Jakarta

Dapat menambah referensi perpustakaan terutama mengenai pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan dan meningkatkan khazanah intelektual civitas akademika UIN Jakarta berbasis riset terkait pengelolaan dana zakat yang berhubungan dengan anggaran pendidikan.

3. Pemerintah

Sebagai bahan rujukan bahwa zakat bisa menjadi sumber penerimaan negara selain pajak yang mampu membiayai kebutuhan warga negara dalam setiap aspek kehidupan termasuk pendidikan.

(15)

Sebagai bahan masukan bahwa zakat berpotensi sebagai sarana pembiayaan alternatif untuk menanggulangi berbagai problematika sosial salahsatunya problem pendidikan.

E.

Penelitian yang Relevan

Zakat dan pendidikan merupakan aktivitas dalam siklus kehidupan yang menarik untuk dibahas dan diteliti, karena begitu banyak aspek-aspek yang dipengaruhi serta mempengaruhi zakat dan pendidikan. Untuk menghindari anggapan ataupun tindakan plagiarism, penulis meninjau beberapa karya tulis skripsi yang membahas dan meneliti zakat dan pendidikan, antara lain:

1. Abdul Qodir, Manajemen Pendayagunaan Zakat dan Infak/Shadaqah Pada Sektor Pendidikan di BAZIS Provinsi DKI Jakarta, skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, disusun pada tahun 2005. Berisi tentang manajemen pendayagunaan ZIS yang dilaksanakan oleh BAZIS Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan erat dengan pendidikan.

2. Subhan, Manajemen Zakat Dalam Pemberdayaan Pendidikan, skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, disusun pada tahun 2009. Berisi tentang sistem dan manajemen penghimpunan, pengelolaan, dan pemberdayaan zakat di Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid Cabang Jakarta untuk pendidikan.

3. Zaenal Arifin, Pendayagunaan Dana Zakat Untuk Pendidikan, skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, disusun pada tahun 2009. Berisi tentang bentuk pendayagunaan dana zakat untuk pendidikan dan pelaksanaannya di Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa Republika.

(16)

pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan di Dompet Dhuafa Republika dalam upaya meningkatkan akses pendidikan masyarakat kurang mampu ditinjau dari segi peran dan kebijakan.

(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Pengelolaan Dana Zakat

1. Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka berarti orang itu baik.2 Sedangkan menurut istilah, zakat adalah pengambilan tertentu dari harta tertentu menurut sifat-sifat tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.3

Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah memiliki kaitan yang erat bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, bersih, baik dan berkembang. Zakat tak hanya menciptakan pertumbuhan material dan spiritual bagi orang orang-orang yang membutuhkan, tapi juga dapat mengembangkan jiwa sosial melalui kepekaan berbagi dari yang mengeluarkan zakat.

Selain itu, zakat juga telah diatur oleh negara dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat

      

2

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat; Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1996), cet-4, h. 34. 

3

(18)

(2) yang menerangkan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat merupakan salah satu jenis ibadah (umat Islam) yang memiliki dimensi ganda, yakni transendental (berkaitan dengan hubungan manusia dan Tuhannya) dan horizontal (berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan). Oleh karena itu, zakat dipandang sebagai salah satu ibadah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan sangat menentukan baikdari segi syari’ah (agama) maupun dari segi sosial terutama pembangunan ekonomi dalam masyarakat. Zakat memiliki beberapa tujuan, antara lain:4

a) Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.

b) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnussabil, dan mustahiq lainnya.

c) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

d) Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.

e) Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.

f) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.

g) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.

h) Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

 

 

 

      

4

(19)

2. Asnaf Zakat

Asnaf zakat adalah orang-orang/ kelompok/ pihak-pihak yang berhak menerima zakat. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60:  

     

 

   

                                          Artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, terdapat delapan asnaf zakat yaitu:

1) Fakir (al-fuqara`)

Orang fakir adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan ataupun memiliki pekerjaan tetapi dengan penghasilan yang sangat kecil, sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Taqyuddin Abu Bakar seperti dikutip oleh Lili Bariadi, dkk., orang fakir yaitu orang yang tidak memiliki harta maupun pekerjaan atau ada harta dan pekerjaan tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.5

Sedangkan berdasarkan pengertian yang disimpulkan oleh Departemen Sosial pada tahun 2001, orang fakir adalah orang yang sama sekali tidak

      

5

(20)

mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.

2) Miskin (al-masakin)

Orang miskin yaitu orang yang memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi tidak memenuhi standar kelayakan hidup yang dibutuhkan. Misal, seseorang membutuhkan Rp25.000,00 per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarganya, tetapi hanya memiliki penghasilan Rp15.000,00 per hari.

3) Amil zakat

Amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh penguasa atau badan perkumpulan, untuk mengurus zakat.6 Tugas amil zakat terdiri dari tiga bagian, yakni penghimpunan zakat, pengelolaan zakat, dan pendistribusian zakat. Perhatian Al-Quran terhadap amil zakat dan dimasukkannya dalam kelompok mustahik (yang berhak menerima zakat) yang berada setelah fakir dan miskin sebagai sasaran zakat pertama dan utama, sehingga amil zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Muslim

Zakat merupakan urusan kaum muslimin, maka Islam menjadi syarat bagi segala urusan amil zakat.

b. Mukallaf, yaitu seorang dewasa yang sehat akal dan pikirannya. c. Jujur

Amil zakat tidak bisa dari orang fasik (tidak dapat dipercaya), karena diamanati harta kaum muslimin.

d. Memahami hukum-hukum zakat.

Para ulama mensyaratkan amil zakat paham terhadap hukum zakat. Apabila pekerjaannya menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya.

      

6

(21)

e. Kemampuan untuk melaksanakan tugas.

Amil zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas sebagai amil zakat.

f. Amil zakat disyaratkan laki-laki.

Sebagian ulama berpendapat amil harus laki-laki karena pekerjaan ini menyangkut sedekah, tapi sesungguhnya dalam masalah persyaratan amil zakat tidak ada dalil khusus yang melarang wanita bekerja sebagai amil zakat. Wanita boleh bekerja sebagai amil dalam batas-batasan tertentu.

g. Merdeka

Sebagian ulama mensyaratkan amil adalah orang merdeka bukan seorang hamba atau budak.

Berdasarkan Simposium Yayasan Zakat Internasional IV Tentang Zakat Kontemporer, amil zakat berhak mendapat bagian kuota amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan catatan tidak melebihi dari upah sekadarnya dan tidak melebihi dari seperdelapan (1/8) zakat (12,5 %).

4) Muallaf

Muallaf yaitu orang yang diharapkan memiliki kecenderungan masuk Islam atau terhalang niat jahatnya terhadap umat muslim. Dana zakat merupakan upaya simpatis yang dilakukan agar orang yang dimaksud (muallaf) bertambah keyakinannya terhadap Islam.

5) Hamba sahaya (riqab)

Dana zakat diperuntukkan bagi hamba sahaya untuk memerdekakan dirinya serta menghilangkan segala macam perbudakan. Islam memandang sama harkat dan derajat manusia tanpa adanya klasifikasi sosial termasuk perbudakan. Namun, dalam konteks kehidupan masyarakat masa kini asnaf zakat riqab ditiadakan karena memang riqab sudah tidak ada.

(22)

Gharimin adalah orang yang berhutang bukan untuk keperluan maksiat.7 Gharimin memiliki kesulitan dalam membayar hutangnya karena tidak memiliki harta yang lebih untuk membayar hutang. Setidaknya, terdapat dua macam gharimin yakni:

a. Berhutang karena kefaqiran serta memiliki kesulitan untuk melunasi hutang dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Berhutang karena kebutuhan yang sangat mendesak, tidak menemukan alternatif tindakan selain berhutang, kemudian kesulitan membayar hutang.

7) Orang yang berjuang di jalan Allah (fisabilillah)

Fisabilillah merupakan orang Islam yang berjuang di jalan Allah sesuai dengan ajaran Islam. Fisabilillah memiliki makna yang universal tidak terbatas pada ‘pejuang’ dalam arti sebenarnya. Fisabilillah meliputi segala sesuatu/upaya yang dilakukan untuk kemaslahatan bersama,seperti pengiriman da’i, mendirikan sekolah gratis, pembangunan masjid, orang-orang yang sedang menempuh pendidikan, bekerja untuk menghidupi keluarga, dan lain sebagainya.

8) Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil)

Ibnu sabil adalah orang yang berhak menerima zakat karena kehabisan bekal dalam perjalanan, sedangkan dia membutuhkan bekal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring dengan perkembangan zaman, dana zakat ibnu sabil dapat disalurkan untuk berbagai keperluan seperti penyediaan sarana akomodasi murah bagi orang-orang yang sedang menempuh pendidikan atau mencari nafkah, bantuan dana belanja bagi masyarakat kurang mampu yang jauh dari kampung halamannya.

3. Prosentase Wajib Zakat dan Potensi Zakat

Menurut Yusuf al-Qardhawi sebagaimana dikutip oleh Didin Hafidhuddin zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi

      

7

(23)

pembangunan kesejahteraan umat.8 Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan yang dapat meningkatkan harkat dan martabat bangsa, jika dikelola dengan baik.

Dalam setiap kehidupan, terdapat dua klasifikasi status sosial ekonomi yakni miskin atau kaya. Perbedaan status sosial ekonomi sepertinyamerupakan fitrah yang memang harus terjadi. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik dalam setiap aspek (termasuk pengelolaan dana zakat) agar tidak terjadi kesenjangan antara miskin dengan kaya.

Berdasarkan survei yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy) pada tahun 2004, sebesar 49,8% responden mengatakan dirinya sebagai wajib zakat.9 Prosentase ini jauh lebih kecil dibandingkan penelitian sebelumnya yakni pada tahun 2000 sebesar 94% wajib zakat, karena data yang diambil merupakan data pembayar zakat mal dan zakat fitrah. Dalam konversi rupiah, potensi zakat Indonesia menurut PIRAC pada tahun 2007 adalah sebesar 9,09 triliun rupiah. Hal ini berarti bahwa potensi zakat di Indonesia hampir separuh dari keseluruhan umat Islam yang ada.

BPS (Badan Pusat Statistik) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 234,2 juta jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 65 juta rumah tangga.10 Jika penduduk beragama Islam sebesar 85% dari keseluruhan penduduk Indonesia, terdapat 55.250.000 KK beragama Islam. Mengacu pada data hasil penelitian PIRAC, sebesar 49,8% responden mengaku sebagai wajib zakat, berarti 27.514.500 KK berpotensi membayar zakat.

Apabila rata-rata KK memiliki harta sebesar 100 juta, maka zakat yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5% x Rp100.000.000,00 = Rp2.500.000,00 per tahun. Maka, potensi dana zakat di Indonesia untuk tahun 2010 sebesar 68,786 triliun rupiah. Potensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perhitungan pada

      

8

Didin Hafidhuddin, Zakat dalan Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 1. 

9

Andi Agung Prihatna, dkk., Kedermawanan Kaum Muslim; Potensi dan Realita Zakat Masyarakat Indonesia Hasil Survei di Sepuluh Kota, (Jakarta: PIRAMEDIA, 2004), h. 17. 

10

(24)

tahun 2007 yang hanya 19 triliun rupiah. Penulis memperkirakan potensi dana zakat akan bertambah jika diakumulasikan dengan zakat fitrah.

Selain itu, berdasarkan riset Habib Ahmed dari IRTI IDB potensi zakat yang dimiliki Indonesia sangat besar, yaitu 2% dari total GDP. Potensi zakat pun semakin meningkat pasca disahkannya UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Hal ini dibuktikan dengan realisasi penghimpunan dana ZIS yang mengalami peningkatan luar biasa yakni pertumbuhan zakat sejak 2002 hingga 2009 mencapai lebih dari 1.000%. Bahkan, dalam riset terbaru yang dilakukan oleh Pusat Budaya dan Bahasa (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, potensi dana zakat mencapai angka 19,3 triliun rupiah per tahun. Meski demikian, aktualisasi penghimpunan zakat masih kurang dari 5% dari total potensi.

4. Bentuk Pengelolaan Dana Zakat

Zakat merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang dapat menjadi sumber dana yang potensial dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, jika dikelola dengan baik. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.11

Senada dengan definisi pengelolaan zakat berdasarkan UU Zakat tentang Pengelolaan Zakat, Arifin Purwakananta selaku Direktur Program Dompet Dhuafa Republika menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) bentuk pengelolaan dana zakat, antara lain:12

1) Penghimpunan, yakni kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dana zakat dengan mengajak masyarakat (muzaki) berdonasi/ mempercayakan penyaluran dana zakat kepada lembaga pengelola zakat. Penghimpunan ini meliputi program komunikasi dan fundraishing untuk memudahkan muzakki dalam menunaikan zakat.

2) Pendayagunaan (meliputi penyimpanan dan pengaturan), yaitu proses mengelola hasil penghimpunan dana zakat meliputi aktivitas accounting

      

11

UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat (1).  12

(25)

dan auditing, agar hasil penghimpunan dana zakat dapat dipertanggungjawabkan.

3) Pendistribusian, yakni kegiatan merancang dan membuat program, melaksanakan/ membagikan kepada mustahik, kemudian melakukan pengawasan.

Pengelolaan dana zakat merupakan aktivitas yang penting dilakukan agar zakat tak hanya konsumtif, tapi juga dapat menjadi asset produktif yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat termasukakses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Disadari atau tidak, pendidikan adalah tonggak yang dapat memutus mata rantai kemiskinan serta kesenjangan ekonomi.

B.

Pendidikan Masyarakat Kurang Mampu

1. Pengertian Masyarakat Kurang Mampu

Istilah ‘masyarakat’ meliputi banyak faktor, sehingga tidak mudah untuk memberikan suatu batasan definisi tentangmasyarakat. Dalam pembahasan skripsi ini, penulis memfokuskan pengertian masyarakat berdasarkan sudut pandang sosiologis yakni hubungan antar manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, berasal dari kata socius yang berisi kawan. sedangkan kata “masyarakat” berasal daribahasa Arab, yaitu syirik yang artinya bergaul. Adanya saling bergaulini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan satu kesatuan.13

Berbagai pengertian mengenai masyarakat biasanya diterapkan berdasarkan konsep ruang, orang, interaksi, dan identitas. Dalam arti sempit, istilah masyarakat menunjuk pada sekelompok orang yang tinggal dan berinteraksi yang dibatasi oleh wilayah geografis tertentu seperti desa, kelurahan,

      

13

(26)

kampung, maupun rukun tetangga. Masyarakat dalam arti sempit biasanya disebut komunitas (community). Dalam arti luas, masyarakat menunjuk pada interaksi kompleks sejumlah orang yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama meskipun tidak bertempat tinggal dalam satu wilayah geografis tertentu. Masyarakat seperti ini bisa disebut sebagai societas (society).

Selanjutnya para ahli sosiologi seperti Mac Iver, J.L. Gillin dan J.P. Gillin sepakat bahwa adanya saling bergaul dan interaksi karenaadanya nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur yangmerupakan kebutuhan bersama. Sehingga masyarakat merupakankesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.14 Masyarakat (society) juga didefinisikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut:

1) Mac Iver dan Page yang menyatakan bahwa: “Masyarakat ialahsuatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan masyarakat selalu berubah”.

2) Ralph Linton berpendapat: “Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.

3) Selo Sumarjan mendefinisikan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.15

4) Hasan Shadily dalam bukunya “Sosiologi untuk masyarakat Indonesia” menyatakan bahwa: masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri

      

14

M. Munandar Soelaeman, … , h. 64.  15

(27)

dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain.16

Dari beberapa pengertian di atas, pengertian ‘masyarakat’ pada dasarnya memiliki kesamaan isi, yakni masyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1) Manusia yang hidup bersama.

Dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka minimalnya adalah dua orang yang hidup bersama.

2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama.

Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena itu, dengan berkumpulnya manusia akan timbul manusia baru. Selain itu sebagai akibat dari hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut.

3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

Dalam arti yang lebih khusus masyarakat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat. Selanjutnya, kesatuan sosial mempunyai kehidupan jiwa seperti adanya ungkapan-ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran masyarakat, dan sebagainya. Jiwa masyarakat ini merupakan polusi yang berasal dari unsur masyarakat, meliputi pranata, status, dan peranan sosial.

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lain seperti hewan. Manusia tidak mungkin hidup sendiri, suatu misal manusia yang

      

16

(28)

dikurung sendirian di dalam suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan pada perkembangan pribadinya, sehingga lama kelamaan dia akan mati.17

Berdasarkan unsur-unsur yang dimiliki, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi yang memiliki prasarana untuk berinteraksi dan adanya keterikatan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan masyarakat kurang mampu adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi tapi kurang/tidak memiliki prasarana untuk berinteraksi karena kurang adanya keterikatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Masyarakat kurang mampu merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.

Masyarakat kurang mampu merupakan salah satu akibat dari adanya stratifikasi sosial; bagian dari salah satu hasil interaksi antar individu dalam satu kelompok maupun antar suatu kelompok lainnya. Stratifikasi sosial dalam masyarakat merupakan ciri dari masyararakat yangteratur. Stratifikasi sosial disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat sosio kultural suatu kelompok dan perbedaan tingkat kemajuan dan perkembangan potensi individu dalam masyarakat. Hal ini akan menimbulkan rasa Interdependensi antar individu dalam masyarakat dan antar individu dengan masyarakat. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang tertentu yang mampu diaktualisasikan dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat akan menempatkan individu tersebut pada posisi tertentu. Demikian pula dengan orang yang berasal dari keturunan tertentu, usia tertentu, tingkat perekonomian tertentu, dan sebagainya.18

Di Indonesia, istilah ‘masyarakat kurang mampu’ identik dengan istilah ‘masyarakat miskin’. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Depsos, masyarakat kurang mampu adalah masyarakat yang kurang/ tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup

      

17

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, … h. 26-27. 

18

(29)

layak.19 Masyarakat kurang mampu memiliki ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, meliputi:20

a) Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) b) Sumber keuangan (pekerjaan, kredit)

c) Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial)

d) Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa e) Pengetahuan dan keterampilan (pendidikan)

f) Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

2. Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu

Berdasarkan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.21

Menurut M. Ngalim Purwanto, pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.22 Warnadi., Sunarto, dan Muchlidawati, menyatakan dalam Bahasa Inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari Bahasa Yunani educare artinya membawa ke luar yang tersimpan dalam jiwa anak untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.23

      

19

BPS dan Depsos, Penduduk Fakir Miskin Indonesia, (Jakarta: BPS, 2002),h. 3.  20

Basis kekuasaan sosial menurut Friedman seperti yang dikutip oleh Edi Suharto, dkk dalam buku Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial; Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia, (Bandung: STKSPress, 2004), h. 6. 

21

UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat (1), (Jakarta: Dirjen DIKDASMEN, 2003), h. 2. 

22

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), cet. ke-8, h. 11. 

23

(30)

Selain itu, pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pendewasaan anak didik dalam suatu aktivitas pembelajaran di sekolah (secaraformal).24 Aktvitas dalam proses pendidikan tidak terbatas pada transfermasi ilmu pengetahuan dari pendidik kepada anak didik, tapi juga transfermasi nilai serta budaya. Sehingga, pendidikan dapat dipandang sebagai usaha untuk mendewasakan manusia (anak didik) baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Pendidikan merupakan suatu sistem25 yang proses dan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kerja sama dari seluruh komponen-komponen yang ada dalam pendidikan. Salah satu ciri suatu sistem termasuk sistem pendidikan yaitu adanya proses mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Dalam proses transformasi mengubah input menjadi output dibutuhkan komponen-komponen sistem pendidikan yang dijelaskan oleh diagram berikut:26

Berdasarkan diagram terlihat bahwa proses transformasi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan akan terealisasi melalui peran dan kerja sama unsur-unsur pendidikan berikut ini:

      

24

Materi kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan pada pertemuan ke-2 dengan Dosen Pengampu Yefnelty Z., Februari 2007. 

25

Sistem adalah kesatuan atau keseluruhan komponen yang bekerja sama satu sama lain dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. 

26

M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 66. 

OUTPUT INSTRUMENTAL INPUT

RAW INPUT EDUCATIONAL PROCESS

(31)

a. Raw Input adalah masukan mentah (unsur anak didik) dengan segala kondisi kognitif, afektif dan psikomotoriknya yang akan mempengaruhi proses dan output pendidikan

b. Instrumental Input merupakan masukan instrumental seperti unsur pendidik, bahan/materi, alat/metode, situasi pendidikan dan lain sebagainya yang akan mempengaruhi kualitas proses dan output pendidikan.

c. Environmental Input yaitu masukan dari faktor lingkungan anak didik seperti unsur pengaruh kondisi keluarga, masyarakat dan budaya yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak didik serta proses dan hasil pendidikan.

Maka, komponen-komponen pendidikan yang berpengaruh dalam proses pendidikan antara lain:

a. Komponen dasar yang akan diproses anak didik berdasarkan potensi yang dimiliki meliputi potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Komponen alat yang digunakan dalam proses pendidikan untuk mempengaruhi anak didik yaitu pendidik (kepribadian, kemampuan mengajar), bahan/materi pendidikan untuk menstimulus anak didik pada aktivitas pembelajaran dalam pendidikan, alat/metode yang digunakan sesuai dengan tujuan serta kondisi anak didik, sarana dan prasarana yang dapat membantu pendidik dan anak didik dalam proses pendidikan.

c. Komponen penunjang yang mempengaruhi (terutama) kondisi psikologis anak didik dalam proses pendidikan yang berasal dari:

• Lingkungan keluarga

• Lingkungan sekolah

• Lingkungan masyarakat

(32)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendidikan dianggap sebagai indikator kemajuan peradaban dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan beragam potensi yang dimiliki baik bersifat individual maupun sosial. Asumsinya, kemajuan suatu bangsa di segala aspek kehidupan berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, argumentasi pendidikan sebagai hak asasi manusia perlu dikembangkan menjadi “pendidikan” adalah alat pembangunan sosial dan ekonomi.27

Pendidikan tak lagi dipandang sebagai usaha sadar terencana untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik, namun telah dipandang sebagai investasi masa depan untuk melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia yang berkualitas utuh yang salah satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Maka, suatu keniscayaan bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.

Pendidikan tidak hanya menjadi sarana transfermasi ilmu pengetahuan, tapi juga sarana transfermasi nilai dan moral. Idealnya, penyelenggaraan pendidikan dapat menjadi wahana interaksi yang kondusif serta humanis yang melibatkan berbagai elemen pendidikan (pemerintah, kepala sekolah, guru, karyawan, orang tua, masyarakat, anak didik) dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitu banyak problematika pendidikan yang terjadi, dalam skripsi ini penulis hanya akan membahas problem pendidikan terkait pemerataan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

Program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah diawali dengan pendidikan dasar dan telah dimulai sejak tanggal 2 Mei 198428 bertujuan untuk memberi kesempatan belajar bagi semua warga negara dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun, hingga kini masih

      

27

Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2007) h. 11.  28

(33)

ada warga negara yang belum dapat mengakses pendidikan yang disebabkan oleh berbagai kondisi sosial-ekonomi yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Pencapaian APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) sebagai indikator keberhasilan program pemerataan pendidikan oleh pemerintah, hingga tahun 2008 berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan Depdiknas secara nasional ketercapaiannya ternyata masih rendah. Hal ini didasarkan pada indikator:

1)Penduduk usia sekolah tidak/ belum bersekolah (usia 7-24 tahun) sebanyak 28.484.826 orang.

2)Putus sekolah SD/ MI sebanyak 486.426 orang atau 1,63%, putus sekolah SMP/ MTs mencapai 255.210 orang atau 2,22%, dan putus sekolah SMA/ MA sebanyak 167.838 orang atau 2,33%.

3)Rasio partisipasi pendidikan rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 9,6 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. Bahkan hingga kini, masih terdapat 9 provinsi dengan jumlah buta aksara terbesar usia 10 tahun ke atas dan 15-44 tahun, yakni: Jawa Timur (1.086.921 orang), Jawa Tengah (640.428 orang), Jawa Barat (383.288 orang), Sulawesi Selatan (291.230 orang), Papua (264.895 orang), Nusa Tenggara Barat (254.457 orang), Nusa Tenggara Timur (117.839), Kalimantan Barat (117.338), dan Banten (114.763 orang).29

No. Variabel Penduduk Bersekolah Tidak/belum bersekolah 1. Penduduk Usia Sekolah

a. 0-6 tahun b. 7-12 tahun c. 13-15 tahun d. 16-18 tahun e. 19-24 tahun Jumlah 0-18 tahun

28,426,505 26,304,320 12,890,334 12,897,898 25,077,900 80,519,057 6,594,086 26,015,842 11,019,242 7,325,188 4,325,354 50,954,358 21,832,419 288,478 1,871,092 5,572,710 20,752,546 29,564,699        29

(34)

2. Putus Sekolah a. Jumlah b. Persentase SD+MI 486,426 1.63 SMP+MTs 255,210 2.22 SM+MA 167,838 2.33 3. Lulusan Tidak Melanjutkan

a. Jumlah b. Persentase SD+MI 431,937 10.54 SMP+MTs 412,135 13.66 SMA+MA 678,010 35.65

Penyebab yang paling mengkristal dan menjadi momok adalah masalah biaya pendidikan yang semakin mahal. Indikasinya, terdapat klasifikasi status sosial lembaga pendidikan sekalipun lembaga pendidikan milik pemerintah. Istilah ‘sekolah unggulan’, ‘sekolah RSBI’, ‘sekolah bilingual’, ‘kelas akselerasi’, ‘kelas internasional’, BHMN, BLU, seolah hanya memihak peserta didik yang berasal dari kalangan ekonomi mapan dan memarjinalkan peserta didik dari kalangan ekonomi kurang mampu. Bagaimana tidak, klasifikasi status lembaga pendidikan itu termasuk dalam kategori “pendidikan bermutu” yang memerlukan anggaran yang tinggi dalam penyelenggaraannya.

Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kemendiknasdisebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/ Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan 1,5 juta rupiah yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung.

Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total.30 Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasional. Padahal, pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh

      

30

(35)
[image:35.595.115.508.195.382.2] [image:35.595.113.513.195.571.2]

pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah. Berikut dijelaskan dalam tabel alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2003-2008.31

Tabel Alokasi Anggaran Pendidikan dalam APBN 2003-2008

Tahun Anggaran Pendidikan Prosentase Terhadap APBN

2003 Rp13,6 Triliun 4,15%

2004 Rp20,5 Triliun 5,5%

2005 Rp24,6 Triliun 8,1%

2006 Rp36,7 Triliun 9,1%

2007 Rp43,5 Triliun 11,8%

2008 Rp48,4 Triliun 9,8%

Fenomena di atas tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai luhur pendidikan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara agar dapat mengakses pendidikan. Setidaknya, belum memenuhi besaran anggaran yang diamanatkan dalam UUD 1945 yakni sebesar 20% dari APBN. Oleh karena itu, diperlukan reformasi dalam bidang pendidikan terutamaanggaran, agar pembiayaan pendidikan lebih ‘bersahabat’ sehingga semua warga negara dapat mengakses pendidikan yang layak serta berkualitas.

3. Upaya-upaya Peningkatan Akses Pendidikan bagi Masyarakat Kurang Mampu

Peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan seiring dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all dan makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa. Upaya pengingkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu meliputi 2 (dua) aspek penting yaitu equality dan equity.

      

31

www.mandikdasmen.depdiknas.go.id, akses via PC tanggal 2 Agustus 2010, pukul

(36)

Coleman dalam bukunya Equality of Educational Opportunity mengemukakan secara konsepsional bahwa terdapat jenis pemerataan, antara lain:

1) Pemerataan pasif, yaitu pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan pendidikan di sekolah.

2) Pemerataan aktif, yakni pemerataan pendidikan yang terletak pada kesamaan dalam memberi kesempatan kepada peserta didik agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (prestasi hasil belajar).

Pemerataan pendidikan menurut Coleman ini memiliki makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga persamaan setelah menjadi siswa harus dalam memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal. Equality mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok masyarakat. Akses terhadap pendidikan telah merata jika semua peserta didik usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.32

Pendidikan senantiasa mengalami perubahan karena sifatnya yang dinamis; senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai upaya reformasi dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Akan tetapi, selalu saja ada ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pendidikan mulai dari manajemen, kurikulum, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, kompetensi lulusan, hingga pemerataan akses pendidikan.

Sejak tahun 1984, pemerintah telah mengupayakan pemerataan akses pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD), dilanjutkan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun(Wajar Dikdas 9 Tahun) yang secara resmi dicanangkan Presiden Soeharto pada tanggal 2 Mei 1994sebagai bagian dari

      

32

(37)

komitmen menjalankan ‘Akses Pendidikan untuk Semua’, meliputi jenjang pendidikan dasar yakni SD/ MI/ pendidikan setara dan menengah pertama yakni SMP/MTs/pendidikan setara.

Saat itu, Presiden Soeharto menargetkan program Wajar Dikdas 9 tahun tuntas pada tahun 2004 dengan indikator utama berupa angka partisipasi kasar (APK) SMP/ MTs/ pendidikan setara minimal 95%. Pada tahun 2004, Angka Partisipasi Murni (APM) SD/ MI sebesar 94,12% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/ MTs 81,22%. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 membuat target direvisi menjadi akhir tahun 2008. Keputusan merevisi target itu dilakukan pada tahun 2000, saat Abdurrahman Wahid menjabat Presiden RI.

Kemudian pada Kabinet Indonesia Bersatu dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Menteri Pendidikan Nasional pada saat itu yakni Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, target berhasil diwujudkan. APK SMP/MTs sudah mencapai 93,79% pada Agustus 2007. Selain tuntas dari sisi kuantitas, Departemen Pendidikan Nasional juga berupaya meningkatkan kualitas program Wajar Dikdas dengan meningkatkan standar nilai UN, walaupun kemudian menuai berbagai polemik.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu telah dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan bidang pendidikan meliputi perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta peningkatan manajemen pelayanan pendidikan. Dalam memperluas akses dan pemerataan pendidikan, pemerintah terus berupaya meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antarkelompok masyarakat.

(38)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan UU Guru dan Dosen yang mengamanatkan pemenuhan standar kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, disertai peningkatan kesejehteraan pendidik dan tenaga kependidikan.

Selain pemerintah, masyarakat sebagai salah satu stakeholder pendidikan pun berupaya untuk meningkatkan akses pendidikan terutama bagi masyarakat kurang mampu baik perorangan maupun melalui lembaga, diantaranya lembaga zakat. Telah dibahas sebelumnya bahwa zakat memiliki peran yang amat penting dalam upaya meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Karena zakat dapat menjadi sumber pendanaan alternatif bagi anggaran pendidikan, mengingat potensi dana zakat yang begitu besar namun belum terserap secara efektif. Menurut Data Forum Zakat pada tahun 2008, rata-rata alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan yakni sebesar 47,21% dari keseluruhan dana zakat yang berhasil dihimpun oleh sembilan lembaga amil zakat yang telah diaudit. Ini adalah jumlah yang telah melebihi prosentase alokasi APBN untuk pendidikan yang diamanatkan UUD 1945.

Alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan ini digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan masyarakat kurang mampu dalam berbagai bentuk penyaluran, antara lain:

1. Beasiswa

Beasiswa diberikan kepada pelajar dan mahasiswa yang jumlah per bulannya adalah >1,4 juta rupiah per orang.

2. Beaguru dan peningkatan kapasitas guru

Lebih dari 6.000 orang guru yang mendapat beaguru untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sampai saat ini, pelatihan guru-guru dari tingkat SD sampai dengan SLTA sebanyak 30.000 orang yang berasal dari 2.000 sekolah,.

3. Penyelenggaraan sekolah formal.

(39)

4. Pendidikan informal.

Bekerjasama dengan balai latihan kerja (BLK) yang berperan sebagai pendanaan dan pencarian anak-anak yang akan dilatih. Sementara pihak BLK menyiapkan fasilitas dan tenaga instruktur/ fasilitator.

5. Pendirian dan operasionalisasi BLK.

Dua diantara BLK yang didirikan dan dikelola oleh lembaga amil zakat adalah BLK di Bontang dan IKI di Jakarta.

Selain itu, terdapat terobosan beberapa lembaga filantropi Islam (Lembaga Pengelola Zakat) baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) seperti yang dilakukan BAZNAS dan Dompet Dhuafa (DD) Republika yang menggulirkan sebuah program peduli pendidikan dengan tema “Merdeka adalah bebas dari kebodohan, bantu anak Indonesia tetap sekolah”. Program peduli pendidikan ini bertujuan memberikan bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu yang bersumber dari dana zakat.

BAZNAS dan DD Republika menyelenggarakan pendidikan formal (sekolah) khusus untuk peserta didik yang berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu yakni SMART Ekselensia Indonesia. BAZNAS dan DD Republika juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang belajar di Perguruan Tinggi Negeri yang dikenal dengan Program Beastudi Etos.

Zakat untuk pendidikan sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. Hampir seluruh BAZ dan LAZ di Indonesia termasuk BAZIS DKI yang telah eksis sejak tahun 1960’an memiliki program peduli pendidikan dengan memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa-siswa yang berasal dari kalangan kurang mampu mulai dari pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi.

(40)

memiliki prosentase lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi untuk pemberdayaan ekonomi berupa pemberian modal, sangat membantu masyarakat kurang mampu dalam mengakses pendidikan.

Bagaimanapun, upaya peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu harus menjadi prioritas dalam proses pendidikan. Pemenuhan akses pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karna itu, diperlukan sinergi serta manajemen yang solid untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu meliputi perencanaan, pendanaan dan pengelolaan proses belajar-mengajar.

C.

Makna Pengelolaan Dana Zakat Bagi Anggaran Pendidikan

Zakat sebagai bagian dari kewajiban umat Islam, telah diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an pada surat At-Taubah ayat 103 tentang perintah menghimpun dana zakat dan surat At-Taubah ayat 60 tentang sasaran penerima zakat.

 

     

 

   

                                                             

       

      Artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk

(41)

suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (60).

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui (103).”

Berdasarkan surat At-Taubah ayat 60 dan ayat 103 terungkap bahwa terdapat aktivitas pengelolaan dana zakat mulai dari menghimpun, menyimpan, kemudian mendistribusikan kepada sasaran penerima zakat (asnaf zakat).

1. Pengertian dan Tujuan Pengelolaan Dana Zakat

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.33Perencanaan merupakan suatu aktifitas untuk membuat rancangan agenda kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Tahapan ini mutlak diperlukan untuk menjadi acuan dalam kegiatan ke depan. Perencanaan dapat terkait dengan beberapa hal, antara lain waktu dan strategi. Perencanaan model pertama, sering dibagi dalam tiga bentuk, yaitu perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek adalah perencanaan yang dibatasi waktunya hanya satu tahun, sedangkan perencanaan jangka menengah biasanya akan dilakukan dalam kisaran waktu antara satu sampai tiga tahun. Untuk perencanaan jangka panjang, waktu yang dibutuhkan adalah tiga sampai lima tahun. Pengorganisasian adalah cara yang ditempuh oleh sebuah lembaga untuk mengatur kinerja lembaga termasuk para anggotanya. Pelaksanaan adalah aktualisasi perencanaan yang ditetapkan oleh organisasi. Sedangkan pengawasan adalah proses penjagaan agar pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.

      

33

(42)

Pengelolaan zakat merupakan aktivitas yang perlu dilakukan agar dana zakat tidak hanya sekadar charity antara muzakki (pembayar zakat) dengan mustahiq (penerima zakat).Melalui sistem manajemen yang baik, pengelolaan dana zakat memiliki hikmah yang luar biasa terhadap pemanfaatan zakat, karena dana zakat tak hanya digunakan pada kegiatan konsumtif yang bersifat sementara tapi juga dapat menjadi asset produktif yang bermanfaat mengangkat harkat dan derajat umat dalam jangka panjang.

Berdasarkan UU Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999 pasal 5, pengelolaan dana zakat bertujuan untuk:

(1) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.

(2) Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

(3) Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Dalam konteks ini, pengelolaan dana zakat lebih dari sekedar menghimpun serta mendistribusikan dana zakat, tetapi juga mendayagunakan dana zakat agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan pengelolaan dana zakat diperlukan lembaga atau organisasi untuk mengelola zakat. Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa manfaat, antara lain:

a. Dapat menjamin kepastian mustahiq, baik dari segi jumlah mustahiq maupun jumlah dana zakat yang dibayarkan.

b. Menjaga perasaan rendah diri mustahiq, karena tidak berhadapan langsung dengan muzakki dalam menerima zakat.

c. Dapat mengukur efisiensi dan efektivitas pendayagunaan dana zakat berdasarkan skala prioritas.

d. Bagian dari ibadah kemanusiaan dalam upaya menyebarkan ajaran Islam secara menyeluruh dan komprehensif.

2. Dana Zakat sebagai Instrumen Pembiayaan Pendidikan

(43)

pendidikan, pemerintah (selaku stakeholder utama pendidikan) dapat menjadikan zakat sebagai peluang dalam pembiayaan pendidikan. Mengingat, lebih dari 85% penduduk Indonesia beragama Islam dengan potensi dana zakat yang sangat besar yakni 68,786 triliun rupiah pada tahun 201034 atau 19 triliun rupiah per tahun menurut Ketua Umum BAZNAS Didin Hafidhuddin.

Berdasarkan fakta yang terjadi, dalam menetapkan anggaran pendidikan (sebagai bagian dari sektor keuangan publik yang dikelola negara) pemerintah hanya mengandalkan sektor pajak sebagai sumber penerimaan utama negara. Padahal, ditinjau dari aspek anggaran pendidikan, dana zakat memiliki peran yang penting untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui:

1) Zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang.

2) Sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar.

3) Zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.35

Pengalokasian dana zakat pada sektor pendidikan oleh lembaga/badan amil zakat (walaupun memiliki prosentase lebih kecil) sangat membantu peserta didik dari kalangan ekonomi kurang mampu untuk mengakses pendidikan.

Pengelolaan dana zakat termasuk salah satu upaya yang dilakukan dalam pemerataan kesejahteraan sosial serta dapat meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Zakat berperan sebagai salah satu instrumen pembiayaan termasuk pembiayaan pendidikan. Zakat merupakan mediator antara muzakki (pemberi) dengan mustahik (penerima) yang membutuhkan pengelolaan dalam penghimpunan maupun penyaluran dana zakat. Oleh karena itu, diperlukan

      

34

Potensi zakat berdasarkan asumsi perhitungan penulis yang telah diuraikan pada sub prosentase wajib zakat dan potensi zakat. 

35

(44)

manajemen/pengelolaan yang profesional, transparan, serta akuntabel, agar dana zakat dapat terserap dengan baik.

3. Manfaat Dana Zakat bagi Pendidikan Masyarakat Kurang Mampu

Pada pelaksanaannya, pendidikan tidak terlepas dari unsur pendukung utama kelancaran proses pendidikan yakni biaya/ anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah).36 Karenanya, anggaran pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

Alokasi dana zakat bagi anggaran pendidikan adalah salah satu cara yang dilakukan untuk dapat meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Zakat merupakan salah satu nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada hubungan sosial serta pembangunan masyarakat. Tujuan pengelolaan dana zakat tidak sekedar menyantuni masyarakat kurang mampu secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan37 melalui program pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

Zakat dan pendidikan memiliki keterkaitan secara teknis dengan proses kehidupan. Dalam hal ini, zakat berperan sebagai faktor pendukung terhadap proses pendidikan terkait pendanaan pada sektor anggaran pendidikan. Potensi zakat Indonesia mencapai 19 triliun rupiah setiap tahun.38 Bahkan, telah dijelaskan sebelumnya bahwa potensi dana zakat pada tahun 2010 yakni sebesar 68,786 triliun rupiah . Namun, dana zakat belum terhimpun secara optimal baik oleh lembaga/ badan amil zakat milik pemerintah maupun independen. Padahal, zakat memiliki peran dan fungsi yang amat besar dalam upaya pemberdayaan

      

36

Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 3. 

37

Abdurrachman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), h. 83-84. 

38

(45)

ekonomi masyarakat termasuk pendidikan sebagai salah satu instrumen pembiayaan pendidikan.

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan di Dompet Dhuafa Republika dalam meningkatkan akses pendidikan masyarakat kurang mampu.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Dompet Dhuafa Republika, Perkantoran Ciputat Indah Permai Blok. C28-29 Jl. Ir. H. Juanda No. 50, Ciputat 15419, dengan alasan:

1. Dompet Dhuafa Republika merupakan salah satu lembaga amil zakat pioneer yang konsisten terhadap pemberdayaan dan peningkatan kualitas umat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pendidikan. 2. Tempat penelitian cukup strategis dan mudah dijangkau

(47)

C.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini berupaya mengungkapkan fakta mengenai pengelolaan dana zakat di Dompet Dhuafa Republika dengan penyaluran dana zakat bagi anggaran pendidikan yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan kemprehensif. Sehingga, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara factual kepada semua pihak mengenai manfaat dana zakat sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi anggaran pendidikan.

D.

Sumber Data

Sumber Data dalam penelitian ini berperan sebagai key informan yakni Direktur Program Dompet Dhuafa Republika, Sekretaris Direktur Program Dompet Dhuafa Republika, Staf Fundraishing Dompet Dhuafa Republika dan Staf Fundraishing Lembaga Pengembangan Insani yang dipilih berdasarkan kewenangannya dalam pengelolaan dana zakat bagi anggaran pendidikan di Dompet Dhuafa Republika.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperolehdata yang dibutuhkan, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi, digunakan untuk merekam bentuk-bentuk penghimpunan dan distribusi dana zakat. Selain itujuga untuk mencari data mengenai hasil pengelolaan dana zakat terhadap program pendidikan yang dijalankan. Teknik observasi ini dilakukan sebagai upaya proses menghimpun data berdasarkan fenomena yang muncul untuk memberikan penafsiran yang diperoleh untuk menilai tingkat akurasi data dan informasi yang disampaikan oleh informan.

(48)

hasil pengelolaan dana zakat terhadap program pendidikan yang dijalankan.

3. Studi dokumentasi, untuk mengetahui landasan, norma, serta tujuan pelaksanaan penghimpunan dan distribusi dana zakat terhadap program pendidikan yang dijalankan. Dokumentasi dalam penelitian ini berupa profil dan program pendidikan Dompet Dhuafa Republika. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis, dibandingkan dan dipadukan membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh.

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data, antara lain:

1) Data Primer

Data primer yang dimaksud meliputi seluruh data yang diperoleh dari pihak Dompet Dhuafa Republika.

2) Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan serta searchengine.

F.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengelola data dalam penulisan skripsi, penulis mengolah data hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi melalui proses:

1. Klasifikasi yakni mengelompokkan jawaban-jawaban responden berdasarkan aspek-aspek masalah yang ditanyakan.

2. Kategorisasi yaitu pengelompokkan jawaban terhadap aspek-aspek masalah yang disampaikan oleh responden.

3. Interpretasi yakni mencari persamaan, perbedaan, sehingga diperoleh kesimpulan terhadap jawaban masalah yang ditanyakan dengan mengacu kepada kerangka pikir yang ada.

(49)

1. Pengumpulan informasi, yakni langkah analisis yang dilakukan berdasarkan data hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

2. Reduksi, merupakan langkah analisis yang dilakukan untuk memilih informasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

3. Penyajian, yaitu tahapan lanjutan setelah pemilihan informasi yang disajikan dalam bentuk tabel serta uraian penjelasan.

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Gambaran Umum Dompet Dhuafa Republika

1. Sejarah Berdiri

Dompet Dhuafa Republika (DD Republika) adalah lembaga nirlaba milik masyarakat Indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf) serta dana lainnya yang halal dan legal, baik dari perorangan, kelompok, maupun perusahaan/ lembaga. DD Republika berawal dari rasa keprihatinan yang muncul dikalangan wartawan (sekaligus pengelola) Harian Umum Republika yakni Parni Hadi, Haidar Bagir, S. Sinansari Ecip, dan Eri Sudewo atas musibah yang menimpa masyarakat Gunung Kidul Yogyakarta pada pertengahan 1993.

Empati kolektif keempat jurnalis Harian Umum Republika dibuktikan dengan melakukan penggalangan dana untuk membantu masyarakat Gunung Kidul Yogyakarta. Dana awal sepenuhnya berasal dari dana internal karyawan harian Umum Republika dengan menyisihkan 2,5% dari penghasilan bulanan mereka. Dana tersebut disalurkan langsung kepada dhuafa yang kerap dijumpai dalam tugas.

(51)

pemberdayaan kaum miskin yang didanai mahasiswa. Dengan menyisihkan uang saku, mahasiswa berupaya membantu masyarakat miskin. Terinspirasi oleh kegiatan para mahasiswa dalam membantu masyarakat miskin di Gunung Kidul Yogyakarta, penggalangan dana kemudian dilakukan secara lebih terbuka dan dipublikasikan secara berkala di Harian Umum Republika.

Pada perkembangannya, berkat publikasi yang intensif serta komunikatif, banyak masyarakat yang tersentuh dan peduli yang kemudian mempercayakan donasinya untuk dikelola. Pada tanggal 02 Juli 1993 disatukanlah sebuah komitmen, sehingga DD Republika resmi menjadi sebuah yayasan. DD Republika tercatat di Departemen Sosial RI (sekarang Kementrian Sosial) sebagai organisasi yang berbentuk Yayasan.Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H. Abu Yusuf, S.H. tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No. 163/A.YAY.HKM/1996/PNJAKSEL.

Dengan demikian, DD Republika berkiprah menjadi sebuah institusi sosial pengelola donasi masyarakat berupa zakat, infak, shadaqoh, wakaf, serta dana lainnya yang halal dan legal, baik dari perorangan, kelompok, maupun korporat/ institusi. Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat, DD merupakan institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Tanggal 08 Oktober 2001, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 439 Tahun 2001 tentang Pengukuhan Dompet Dhuafa Republika sebagai lembaga amil zakat tingkat nasional.

Sejak awal beroperasi DD Republika mendedikasikan dan mempertanggungjawabkan aktivitasnya kepada publik. Pertanggungjawaban dilakukan dengan publikasi laporan keuangan serta karya tulis berupa artikel pengelolaan melalui Harian Umum Republika dan penerbitan newsletter setiap bulannya. Untuk lebih menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana, laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik setiap tahun dipublikasikan melalui berbagai media massa ternama.

(52)

Perkantoran Ciputat Indah Permai Blok C. 28–29, Jl. Ir. H. Juanda No. 50, Ciputat 15419, Ph: +6221 7416050Fax: +62 21 7416070.

2. Prinsip Dasar

Dalam melaksanakan pengelolaan zakat, DD Re

Gambar

tabel alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2003-2008.31

Referensi

Dokumen terkait

AGATONIKA RISTIYONO, D1512004,“PROSEDUR PENGAJUAN DANA BEASISWA ANAK USIA SEKOLAH DARI KELUARGA KURANG MAMPU (AUSKM) DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN

Kasus Di Desa Pematang Baru Kec. Lampung Selatan).” Penulis akan membahas tentang Praktek Pemberdayaan Dana Zakat produktif namun lebih terfokus pada program pemberdayaan

Secara umum dapat dilihat bahwa persepsi dari responden menunjukkan bahwa indikator kemandirian komunitas sasaran dinilai berhasil dan faktor yang berhubungan nyata

Dari hasil wawancara dan pembahasan hal-hal apa saja yang menjadi kendala dan bagaimana solusinya dalam pengelolaan dana zakat, infaq dan shodaqoh secara

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui upaya LMI Tulungagung dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin melalui dana zakat, infaq dan shadaqah (2)

Prinsip Hukum Ekonomi Islam Pada Zakat Pendidikan155 BAB IV: ANALISIS PENYALURAN DANA ZAKAT PENDIDIKAN DI BAZNAS PUSAT DAN KESESUAIAN DENGAN FATWA MUI NO.120/MU/II/1996 TENTANG

Distribusi perbandingan data responden siswa kurang mampu SMPN 1 Bilah Hulu dengan SMP Swasta Bina Widya mengenai pengeluaran biaya pendidikan keluarga per bulan dengan pemanfaatan dana

Artinya kinerja aspek analisis biaya pada SMP Negeri 6 Salatiga dalam manfaat penggunaan dana BOS sudah berjalan dengan baik dan tidak ada kesenjangan di dalamnya, meskipun secara