• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II.2 Uraian Teoritis

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 1949: 57)

Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka (Rivai & Mulyadi, 2012: 236).

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi (Thoha, 2011: 141-142). Seperti yang dikatakan oleh David Krech

“The cognitive map of the individual is not, then, a photographic representation of the physical world; it is, rather, a partial, personal construction in which certain objects, selected out by the individual for a major role, are perceived in an individual manner. Every perceiver is, as it were, to some degres a nonrepresentational artist, painting a picture of the world that expresses his individual view of reality.”

Secara ringkas pendapat Krech tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barang kali sangat berbeda dari kenyataannya.

Ada beberapa subproses dalam persepsi, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif. Subproses yang pertama yang dianggap penting ialah stimulus atau situasi yang hadir. Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan suatu situasi atau suatu stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh. Subproses selanjutnya adalah registrasi, interpretasi dan umpan balik (feedback).

Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama, yaitu :

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitasdan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian

informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, dalam Alex Sobur, 2003). Jadi, persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang antara lain :

1. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi. Sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.

2. Famili

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. 3. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

Sementara itu, menurut DeVito (dalam Sobur, 2003) menyebutkan enam proses yang mempengaruhi persepsi, yakni:

1. Teori kepribadian implisit

Teori pribadi implisit mengacu pada teori kepribadian individual yang diyakini seseorang dan mempengaruhi bagaimana persepsinya kepada orang lain (DeVito, dalam Sobur, 2003: 455).

Setiap orang mempunyai konsepsi tersendiri tentang suatu sifat berkaitan dengan sifat lainnya. Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membentuk kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan.

Karena itu disebut teori kepribadian implisit atau implicit personaliy theory (Rakhmat, dalam Sobur, 2003: 455).

2. Ramalan yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling prophecy)

Ramalan yang dipenuhi sendiri terjadi bila Anda membuat ramalan atau merumuskan keyakinan yang menjadi kenyataan karena Anda membuat ramalan itu dan bertindak seakan-akan ramalan itu benar (DeVito, 1997: 89).

Jadi, ramalan yang dipenuhi sendiri terjadi bila kita membuat perkiraan atau merumuskan keyakinan yang menjadi kenyataan karena kita meramalkannya dan bertindak seakan-akan itu benar, seperti disinggung di muka. Ada empat langkah dasar dalam proses ini (DeVito, dalam Sobur, 2003: 457):

1. Kita membuat prediksi atau merumuskan keyakinan tentang seseorang atau situasi. Misalnya kita meramalkan bahwa Pat adalah orang yang canggung dalam komunikasi antarpribadi.

2. Kita bersikap kepada orang atau situasi tersebut seakan-akan ramalan atau keyakinan kita benar. Misalnya di depan Pat kita bersikap seakan-akan Pat memang orang yang canggung.

3. Karena kita bersikap demikian (seakan-akan keyakinan kita benar), keyakinan kita itu menjadi kenyataan. Misalnya, karena cara kita bersikap di depan Pat, Pat menjadi tegang dan “salah-tingkah” serta menunjukkan kecanggungan.

4. Kita mengamati efek kita terhadap seseorang atau akibat terhadap situasi, dan apa yang kita saksikan memperkuat keyakinan kita. Misalnya, kita menyaksikan kecanggungan Pat, dan ini memperkuat keyakinan kita bahwa Pat memang orang yang canggung.

3. Aksentuasi perseptual

Aksentuasi perseptual membuat kita melihat apa yang kita harapkan dan apa yang ingin kita lihat. Kita melihat orang yang kita sukai itu lebih tampan dan lebih pandai ketimbang orang yang tidak kita sukai. Kontra argumen yang jelas adalah bahwa sebenarnya kita lebih menyukai orang yang tampan dan pandai sehingga kita mencari-cari orang seperti ini, bukan karena orang yang kita sukai itu kelihatannya tampan dan pandai.

4. Primasi resensi

Primasi resensi mengacu pada pengaruh relatif stimulus sebagai akibat urutan kemunculannya. Jika yang muncul pertama lebih besar pengaruhnya, kita mengalami efek primasi. Jika yang muncul kemudian mempunyai pengaruh yang lebih besar, kita mengalami efek resensi.

5. Konsistensi

Konsistensi mengacu pada kecenderungan untuk merasakan apa yang memungkinkan kita mencapai keseimbangan atau kenyamanan psikologis di antara berbagai sikap dan hubungan antara mereka.

6. Stereotype

Stereotip mengacu kepada kecenderungan untuk mengembangkan dan mempertahankan persepsi yang tetap dan tidak berubah mengenai sekelompok manusia dan menggunakan persepsi ini untuk mengevaluasi anggota kelompok tersebut, dengan mengabaikan karakteristik individual yang unik.

II.2.2 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik. Komunikasi nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting daripada apa yang kita katakan (Budyatna & Ganiem, 2011: 110).

Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata yang sedang populer saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku,” begitu kata sebuah buku yang populer (Nierenberg & Calero, 1971). Kita ingin bisa melihat apa yang ada di balik pesan-pesan verbal yang “jelas” (DeVito, 2011: 193).

Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Periset nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman dan Knapp, dalam DeVito, 2011), yaitu :

1. Untuk Menekankan. Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk

menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. Misalnya saja, Anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau Anda dapat memukulkan tanganAnda ke meja untuk menekankan suatu hal tertentu.

2. Untuk Melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan

komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. Jadi, Anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang.

3. Untuk Mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau

mengisyaratkan keinginan Anda untuk mengatur arus pesan nonverbal. Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa Anda ingin mengatakan sesuatu merupakan contoh-contoh dari fungsi mengatur ini. Anda juga mungkin mengangkat tangan atau menyuarakan jenak (pause) Anda (misalnya, dengan menggumamkan “umm”) untuk memperlihatkan bahwa Anda belum selesai berbicara.

4. Untuk Menunjukkan Kontradiksi. Kita juga dapat secara sengaja

mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai contoh, Anda dapat menyilangkan jari Anda atau mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang Anda katakan adalah tidak benar.

5. Untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi dan merumuskan

ulang makna dari pesan verbal, misalnya Anda dapat menyertai pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata Anda, atau Anda dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita pergi.”

6. Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dapat

menggantikan pesan verbal. Anda dapat, misalnya, mengatakan “Oke” dengan tangan Anda tanpa berkata apa-apa. Anda dapat

menganggukkan kepala untuk mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala untuk mengatak “Tidak.”

Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain (Cangara, 2006: 101-110):

a. Kinesics

Ialah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. Menurut Paul Ekman dan Wallace V. Friesen (dalam DeVito, 2011) kedua periset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, di antaranya:

1. Emblim

Emblim adalah perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. Emblim meliputi, isyarat untuk “Oke,” “Jangan ribut,” “kemarilah,” dan “Saya ingin menumpang.” Emblim adalah pengganti nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Walaupun emblim bersifat alamiah dan bermakna, mereka mempunyai kebebasan makna seperti sembarang kata apapun dalam sembarang bahasa. Oleh karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan emblim dalam kultur kita 300 tahun yang lalu atau dengan emblim dalam kultur lain.

2. Ilustrator

Ilustratoradalah perilaku nonverbal yang menyertai dan secara harfiah “mengilustrasikan” pesan verbal. dalam mengatakan “Ayo, bangun,” misalnya, Anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda ke arah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar Anda mungkin sekali membuat gerakan berputar atau kotak dengan tangan Anda. Begitu biasanya kita melakukan gerakan demikian sehingga sukar bagi kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakan yang tidak tepat.

Kita hanya menyadari sebagian ilustrator yang kita gunakan. Kadang-kadang ilustrator ini perlu kita perhatikan. Ilustrator bersifat lebih alamiah, kurang bebas dan lebih universal daripada emblim. Mungkin

sesekali ilustrator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak lahir selain juga yang dipelajari.

3. Affect Display

Affect display adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung

makna emosional; gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian “membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak benar dan membuat orang berkata, “Anda kelihatan kesal hari ini, mengapa?” tetapi, kita dapat secara sadar mengendalikan affect display, seperti aktor yang memerankan peran tertentu. Affect display kurang bergantung pada pesan verbal daripada ilustrator. Selanjutnya, kita tidak secara sadar mengendalikan

affect display seperti yang kita lakukan pada emblim atau ilustrator. Affect display dapat tidak disengaja—seperti ketika gerakan-gerakan

ini membuka rahasia kita—tetapi mungkin juga disengaja. Kita mungkin ingin memperlihatkan rasa marah, cinta, benci, atau terkejut dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.

4. Regulator

Regulator adalah perilaku nonverbal yang “mengatur,” memantau,

memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika Anda mendengarkan orang lain, Anda tidak pasif. Anda menganggukkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara paralinguistik seperti “mm-mm” atau “tsk.” Regulator jelas terikat pada kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan–misalnya, “Teruskanlah,” “Lalu apalagi?,” atau “Tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari regulator.

5. Adaptor

Adaptor adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara

memenuhi kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, bila Anda sedang sendiri mungkin Anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang. Di muka umum bila orang-orang melihat Anda melakukan perilaku adaptor ini hanya sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari Anda di kepala dan menggerakkannya sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk cukup keras untuk menghilangkam gatal.

Gambar II.1 Lima Gerakan Tubuh Sumber: (DeVito, 2011 : 206)

b. Gerakan Mata (Eye Gaze)

Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Dari observasi puitis Ben Jonson’s “Drink to me only with thin eyes,

and I will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer

(Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai sistem pesan nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata

bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah pencerminan isi hati seseorang.

Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yakni:

1. Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya dengan mengucapkan bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?.

2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara.

3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghindari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berutang akan menghindari orang yang bisa menagihnya.

4. Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seorang tertarik pada suatu obyek tertentu, maka pandangannya akan terarah pada obyek itu tanpa putus dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi besar.

c. Sentuhan (Touching)

Sentuhan atau touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi nonverbal pada umumnya dan mengenai perkenalan diri atau

self-presentation pada khususnya. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan

bagian-bagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul, memegang, menggelitik dan memeluk. Melalui sentuhan, kita mengomunikasikan

macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya Barat, orang berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang di punggungnya untuk memberi semangat, merangkul seseorang untuk menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan solidaritas.

Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Cangara, 2006: 105) yakni :

1. Kinesthetic

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.

2. Sociofugal

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umumnya orang Amerika dan Asia Timur dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.

3. Thermal

Ialah syarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.

Gambar II.2

Contoh sentuhan (touching) Sumber: www.google.com

Gambar II.3

Contoh sentuhan (touching) Sumber: (DeVito, 2011 : 222)

d. Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan. Misalnya “Datanglah” bisa diartikan betul-betul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi. Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa disalahartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski menurut kata hatinya tidak demikian, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi etnik tersebut.

Ada pengendalian empat utama karakteristik vokal, yaitu (Budyatna, 2011):

1. Pola titinada

Pola titinada atau pitch merupakan tinggi atau rendahnya nada vokal. Orang menaikkan atau menurunkan pola titinada vokal atau vocal pitch dan mengubah volume suara untuk mempertegas gagasan, menunjukkan pertanyaan dan memperlihatkan kegugupan.

2. Volume

Volume merupakan kerasnya atau lembutnya nada. 3. Kecepatan

Kecepatan atau rate mengacu kepada kecepatan pada saat orang berbicara.

4. Kualitas

Kualitas merupakan bunyi dari suara seseorang.

e. Diam

Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif, tetapi bisa juga melambangkan sikap positif.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiam diri sangat sulit untuk diterka, apakah orang itu malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya menyatakan “Tidak.” Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam karena ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu.

Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau kebiasaan-kebiasaan seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak senang menyatakan “Tidak” tetapi juga tidak berarti “Ya.” Diam adalah perilaku komunikasi sekarang ini makin banyak dilakukan oleh orang-orang yang bersikap netral dan mau aman.

f. Postur tubuh

Orang lahir ditakdirkan dengan berbagai bentuk tubuh. Well dan Siegel (dalam Cangara, 2006: 106-107) dua orang ahli psikologi melalui studi yang mereka lakukan, berhasil menggambarkan bentuk-bentuk tubuh manusia dengan karakternya. Kedua ahli ini membagi bentuk tubuh atas tiga tipe, yakni

ectomorphy bagi mereka yang memiliki bentuk tubuh kurus tinggi, mesomorphy

bagi mereka yang memiliki bentuk tubuh tegap, tinggi dan atletis, dan

endomorphy bagi mereka yang memiliki bentuk tubuh pendek, bulat dan gemuk.

Pada tubuh yang bertipe ectomorphy dilambangkan sebagai orang yang punya sikap ambisi, pintar, kritis dan sedikit cemas. Bagi mereka yang tergolong bertubuh mesomorphy dilambangkan sebagai pribadi yang cerdas, bersahabat, aktif dan kompetitif, sedangkan tubuh yang bertipe endomorphy digambarkan sebagai pribadi yang humoris, santai dan cerdik.

Gambar II.4 Tipe Postur Tubuh Sumber: (DeVito 2011 : 211)

g. Kedekatan dan Ruang (proximity and spatial)

Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua

obyek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territoryatau zone. Edwart T. Hall (dalam Cangara, 2006: 107-108) membagi kedekatan menurut

territory atas empat macam, yaitu :

1. Wilayah intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak antara 3-18 inchi.

2. Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak anatar 18 inchi hingga 4 kaki.

3. Wilayah sosial, ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki. 4. Wilayah umum (publik), ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai

12 kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki.

Selain kedekatan dari segi territory, ada juga beberapa ahli melihat dari sudut ruang dan posisi, misalnya posisi meja dan tempat duduk. Sommer (dalam Cangara, 2006: 108) dalam bukunya Leadership and Group Geography menemukan, bahwa para pemimpin yang duduk di depan meja segi empat persegi panjang, cenderung dipilih sebagai pimpinan kelompok, sedangkan Here dan Bales (dalam Cangara, 2006: 108) menemukan bahwa orang yang banyak bicara dalam rapat umumnya duduk pada posisi kursi yang lebih tinggi.

Hal yang mirip juga ditemukan oleh Flor (dalam Cangara, 2006: 109) dalam risetnya, bahwa posisi meja para eksekutif pada suatu kantor senantiasa cenderung pada posisi sudut ruang dibanding dengan karyawan lainnya.

Gambar II.5 Jarak Proksemik Sumber: (DeVito 2011 : 216)

h. Artifak dan Visualisasi

Hasil seni juga banyak memberi isyarat yang mengandung arti. Para antropolog dan arkeolog sudah lama memberi perhatian terhadap benda-benda yang digunakan oleh manusia dalam hidupnya, antara lain artifacts.

Artifak adalah hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan umum. Artifak ini selain dimaksudkan untuk kepentingan estetika, juga untuk menunjukkan status atau identitas diri seseorang atau suatu bangsa. Misalnya baju, topi, pakaian dinas, cincin, gelang, alat transportasi, alat rumah tangga, arsitektur, monumen, patung dan sebagainya.

i. Warna

Warna juga memberi arti terhadap suatu obyek. Di Indonesia, warna hijau seringkali diidentikkan dengan warna Partai Persatuan Pembangunan, kuning sebagai Golongan Karya dan merah sebagai warna partai Demokrasi Indonesia.

Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni.

j. Waktu

Ungkapan “Time is Money” membuktikan bahwa waktu itu sangat penting bagi orang yang ingin maju. Karena itu orang yang sering menepati waktu dinilai sebagai orang yang berpikiran modern. Waktu mempunyai arti tersendiri dalam

kehidupan manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan seringkali melihat waktu. Misalnya membangun rumah, menanam padi, melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebagainya.

Penggunaan waktu atau chronemics adalah cara lain untuk menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Terdapat beberapa aspek mengenai bagaimana kita

Dokumen terkait