• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urban Friendly corridor

Dalam dokumen Pedoman Tata Bangunan Di Jl. Pemuda, Medan (Halaman 82-88)

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Urban Friendly corridor

Urban friendly corridor sebuah peri-kehidupan di pusat kota yang humanis, manusiawi dan bersahabat telah dikemukan oleh tokoh-tokoh gerakan arsitektur modern yang tergabung dalam CIAM Congres International of Architecture Modern. Ide tersebut mengarah kepada penghormatan lebih terhadap nilai-nilai manusiawi. Adapun ide tentang sebuah peri-kehidupan di pusat kota yang humanis tersebut dilatar-belakangi oleh pembangunan kota yang dititik-beratkan pada pembangunan jalan-jalan untuk kendaraan bermotor dan bangunan-bangunan tinggi sebagai simbol dari kemakmuran. Peri-kehidupan di pusat kota yang humanis merupakan usaha untuk mensejajarkan kembali manusia (pejalan kaki) dengan kendaraan bermotor dalam haknya untuk mempergunakan ruang kota dan menikmati arsitekturnya. Suatu hal yang sangat tragis yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia adalah tidak diperhatikannya kepentingan manusia di jalan sebagai ruang kota yang nyaman, aman, dan sehat bagi pejalan kaki. Keadaan yang tidak nyaman dan aman yang dialami oleh pejalan kaki juga berdampak kepada nyamanan dan ketidak-amanan bagi pengendara kendaraan. Keadaan tragis tersebut tidak terkecuali juga terjadi di kota Medan. Jalan-jalan yang ada di kota merupakan ruang kota yang memaparkan hampir semua kejadian kehidupan perkotaan. Oleh karena itu, kota akan disebut baik, aman, dan nyaman jika jalan-jalannya baik, aman, dan nyaman. Ahli perkotaan bernama Donald Appleyard dalam bukunya “Livable Streets” (1981)

menegaskan bahwa orang akan selalu tinggal dan menjalani kehidupan di jalan, yaitu suatu tempat dimana anak-anak pertama kali mengenal dunia, bertemu dengan para tetangga, dan merupakan pusat sosialisasi dari sebuah kota. Disamping itu jalan juga menjadi jalur transportasi dengan segala kebisingan, polusi, sampah, becek, dan lumpur. Jalan juga tempat dimana orang asing mengganggu dan tempat kriminalitas terjadi.

“Urban friendly corridor” merupakan perencanaan sebuah koridor Kota yang bersahabat adalah suatu konsep ideal tentang sebuah koridor kota yang menempatkan manusia/masyarakat penghuninya sebagai “tuan rumah” yang dapat merasakan kemakmuran, kenyamanan, kesehatan dan keamanan secara adil dan merata, dalam prinsip-prinsip kota yang berkesinambungan. Dapat dikatakan juga ruang kota yang bersahabat adalah “City for All” atau ruang kota untuk semua, baik untuk orang yang miskin, kaya, tua, muda, sehat, sakit, mampu, cacat, dan lain-lain. Sebagai kebalikannya, kota yang tidak bersahabat adalah kota yang secara langsung maupun tidak langsung mendeskriminasikan/mengesampingkan manusianya. Peran kota saat ini telah berubah, yaitu menjadi sebuah mesin besar yang merongrong kenyamanan, keamanan, kemakmuran, dan kesehatan. David Sucher, dalam “City Comforts How To Build an Urban Village” (1995) mengatakan “Manusia adalah alat ukur dari dunia, sehingga kenyamanan manusia adalah ukuran keberhasilan sebuah kota”. 2.2.1 Prinsip –prinsip dalam urban friendly corridor

Adapun prinsip-prinsip dalam Urban Friendly corridor adalah sebagai berikut:

Keseimbangan dengan alam menekankan pada pemanfaatan sumber daya dan mengeksploitasinya. Prinsip ini menegaskan penilaian lingkungan untuk mengidentifikasi zona kawasan d konservasi, pengendalian kepadatan,

Tradisi ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan aset budaya yang ada, menghormati praktek-praktek tradisional pada suatu lingkungan (Spreiregen: 1965). Kearifan tradisional dalam tata letak pemukiman yang di tuangkan kedalam rencana pembangunan, dalam simbol dan tanda-tanda lainnya melalui dekorasi dan motif bangunan. Prinsip ini menghormati sistem yang ada pada sebuah bangunan selama

bertahun-tahun, adaptasi terhadap iklim, keadaan sosial, untuk bahan yang tersedia dan teknologi. Hal ini dilakukan menggambarkan kembali dan motif yang dirancang untuk mengkomunikasikan nilai-nilai budaya ada.

konstruksi, infrastruktur dan sistem lokal.

Prinsip keempat menjelaska hirarki tempat yang diciptakan untuk hiburan pribadi, persahabatan, percintaan, rumah tangga, "bertetangga," masyarakat dan kehidupan sipil (Jacobs: 1993).

Dalam hal ini masyarakat bersifat interaktif, sosial dan menawarkan banyak kesempatan untuk berkumpul dan bertemu satu dengan lainnya dan hal ini dapat dicapai melalui desain dan masyarakat yang beroperasi dalam hirarki dari sistem tingkatan sosial, dengan setiap tingkatan memiliki tempat fisik yang sesuai dalam struktur permukiman.

Menciptakan tempat-tempat yang menarik, seperti hutan kota, perbukitan perkotaan, sungai yang tenang dan taman-taman umum dan taman di mana orang dapat melarikan diri untuk bermeditasi dan berkontemplasi. Ruang ini dapat juga berupa halaman pada interior bangunan umum, atau bahkan ruang baca perpustakaan.

Dalam hal ini dijelaskan bahwa pada sebuah kota harus ada ruang untuk "indah, intim bahwa tempat tersebut tidak akan ada secara alami dalam sebuah perkotaan modern. Mereka harus menjadi bagian dari desain inti perkotaan, satu pusat perkotaan dan lingkungan, di mana orang dapat bertemu dengan teman-teman dan berbicara isu-isu kehidupan, kesedihan, kegembiraan dan dilemma. Ini merupakan bagian penting bagi

kehidupan emosional rakyat di mana persahabatan dapat berkembang dan tumbuh. Pada beberapa hal masih banyak ditemukan ruang kota yang tidak bersahabat dengan kondisi lingkungan yang ada, ini akan berdampak pada kenyaman masyarakat lingkungan yang ada di sekitar kawasan tersebut dan perancangan kota tersebut.

Hal ini merupakan kehidupan social, bahwa perilaku masyarakat mengambil dimensi baru dan kelompok-kelompok belajar untuk hidup damai di antara satu sama lain. Melalui lingkungan bahwa antara rumah tangga dan individu yang beragam. Ini adalah dasar rasional bagi hubungan sosial dalam kelompok sosial yang lebih besar dan dalam masyarakat, hal-hal yang dianggap beberapa orang tidak penting hal itu sangat berpengaruh bagi kehidupan kelangsungan dari kehidupan kota tersebut secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan elemen-elemen perancangan kota.

Secara historis, masyarakat adalah suku yang berbagai dan pola perilaku budaya. Di daerah perkotaan kontemporer masyarakat terbentuk dari orang yang beragam, akan tetapi setiap orang memiliki kebutuhan umum untuk bernegosiasi dan mengelola pengaturan spasial mereka melalui prinsip ini disebut ikatan sosial yang ditemukan dalam dan ruang sosial.

Prinsip efisiensi menjelaskan keseimbangan antara konsumsi sumber daya seperti energi, waktu dan sumber daya fiskal, dengan tetap memperhatikan kenyamanan, keselamatan, keamanan, akses, kepemilikan lahan, produktivitas dan kebersihan.

Prinsip ini menekankan pada pola perkotaan untuk berorientasi berdasarkan dimensi antropometri. Aksioma taat perencanaan kota da menjadi tempat berkumpulnya masyarakat ramai, trotoar pejalan kaki dan ruang publik di mana orang dapat bertemu secara bebas. Pinsip ini juga menjelaskan penggunaan skala pejalan kaki bergerak pada jalur yang bertentangan dengan skala mobil di jalan bebas hambatan. Hal-hal ini juga perlu dilakukan pada bangunan yang ada di sekitarnya fasad bangunan agar mendorong visibilitas pergerakan pejalan pada level orang memandang bangunan tersebut.

Prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan akses ke tempat tinggal, perawatan kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan kondisi higienis. Kota merupakan mesi menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan keseimbangan kota dalam perdagangan dan hal ini lebih penting bagi individu yang menetap di kota. Beberapa hal yang terkadang perlu diketahui bahwa kota merupakan mesi

ekonomi dan hal ini berkaitan dengan produk perkotaan tahunan yang dapat menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan keseimbangan kota dalam perdagangan dan hal ini lebih penting bagi individu yang menetap di kota.

2.6 Studi Banding

Dalam dokumen Pedoman Tata Bangunan Di Jl. Pemuda, Medan (Halaman 82-88)

Dokumen terkait