• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia 24 tahun

Dalam dokumen Gambaran Culture Shock Pada Mahasiswa Asing (Halaman 80-87)

BAB IV ANALISA DATA

B. Hasil penelitian Utama

6) Usia 24 tahun

pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi hipotetik skor culture shock pada mahasiswa asing sebagaimana tertera pada tabel 33.

Tabel 33. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing usia 24 tahun

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Kategori N Persentase

X≥93 Tinggi 0 0%

62≤X<93 Sedang 7 30,4%

Culure shock pada mahasiswa asing

X<62 Rendah 16 69,6%

Total 23 100

Berdasarkan tabel 34 dapat dilihat bahwa dari 23 subjek penelitian, 16 subjek (69,6%) memiliki skor culture shock rendah, 7 subjek (30,4%) memiliki skor culture shock sedang.

Untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan pada culture shock pada

angkatan, maka dilakukan uji oneway anova. Untuk menguji apakah varians dari 6 kelompok subjek tersebut sama, dapat dilihat pada tabel 33:

Levene Statistic Sig.

Culture shock 1,604 ,161

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat culture shock memiliki probabilitas 0,161(> 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok subjek memiliki varians yang sama untuk culture shock.

Untuk menguji apakah rata-rata keempat kelompok subjek berdasarkan angkatan sama, dapat dilihat pada tabel ANOVA berikut ini:

Tabel 34. Uji anova untuk perbedaan rata-rata kelompok berdasarkan angkatan

F Sig.

Culture shock 5,550 ,000

Berdasarkan uji anova yang dilakukan pada tabel 34, nilai probabilitas adalah lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa suku memberi pengaruh yang berbeda terhadap culture shock.

Untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan pada karekteristik culture shock, maka dilakukan uji oneway anova. Untuk menguji apakah varians dari 3 kelompok subjek tersebut sama, dapat dilihat pada tabel 33:

Tabel 33. Uji homogenitas varians subjek berdasarkan angkatan

Levene Statistic Sig.

Ketegangan dalam penyesuain psikologis 1,506 ,224

K2 2,999 ,052

K3 3,634 ,028

K4 7,938 ,000

K5 1,109 ,332

K6 ,745 ,476

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat 4 karekteristik culture shock memiliki probabilitas > 0,05 dan 2 karekteristik culture shock <0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok subjek memiliki varians yang sama untuk 5 karekteristik culture shock dan varians berbeda untuk 1 karekteristik.

Untuk menguji apakah rata-rata keempat kelompok subjek berdasarkan angkatan sama, dapat dilihat pada tabel ANOVA berikut ini:

Tabel 34. Uji anova untuk perbedaan rata-rata kelompok berdasarkan angkatan

Ketegangan dalam penyesuain psikologis 7,706 ,000

K2 8,378 ,000

K3 7,020 ,000

K5 5,030 ,000

K6 4,718 ,000

Berdasarkan uji anova yang dilakukan pada tabel 34, nilai probabilitas untuk seluruh karekteristik adalah lebih kecil dari 0,025 sehingga dapat disimpulkan bahwa usia memberi pengaruh yang berbeda terhadap karekteristik culture shock.

Pembahasan :

Culture shock muncul ketika individu memasuki budaya yang berbeda dan membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana individu dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaan-kebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stres. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum culture shock

tergolong rendah. Dari 207 subjek penelitian, 22 orang (10,6%) memiliki culture shock

tinggi, 65 orang (31,4%) orang memiliki culture shock sedang, dan 120 orang (58%)

memiliki culture shock rendah. Culture shock rendah memiliki arti bahwa mahasiswa asing telah mengerti dan mengenal lingkungan sekitarnya dan beradaptasi dengan

kebudayaan baru. Menurut Steward (1998) bagaimana proses culture shock tidak

terlepas dari penghayatannya terhadap pengalaman masa lalu. Ketika seorang individu sering ke luar negri, berinteraksi dengan individu dengan latar belakang yang berbeda,

memiliki keterampilah bahasa dari budaya yang dimasuki dan toleransi, maka

pengalaman yang ddidapatkan dapat membentuk culture shock yang rendah. Culture

shock sedang memiliki arti bahwa mahasiswa asing mulai belajar bahasa setempat dan dapat mengatasi masalah di lingkungan sekitarnya, masalah adaptasi masih muncul

namun mahasiswa asing dapat mengatasinya. Culture shock tinggi memiliki arti bahwa

mahasiswa asing mengalami masalah adaptasi dan penduduk setempat kelihatannya tidak peduli, tidak simpatik, dan merasa dibedakan. Mekanisme coping biasanya adalah agresi dan frustasi, menolak lingkungan sekitarnya yang menimbulkan ketidaknyamanan.

Berdasarkan karekteristik culture shock, secara umum mahasiswa asing memiliki culture shock

Berdasarkan jenis kelamin, mean culture shock pada perempuan adalah 63 dan mean culture shock laki-laki adalah 61. Dari hasil mean kedua jenis kelamin, diketahui bahwa mean jenis kelamin perempuan lebih tinggi dari pada mean jenis kelamin laki-laki.

Ini menunjukkan culture shock lebih tinggi pada perempuan. Budaya mempengaruhi

perilaku laki-laki dan wanita (Matsumoto dan Juang, 2004). Sandara (Matsumoto dan Juang, 2004) menyatakan jenis kelamin merupakan dasar yang penting bagi individu untuk mengorganisai informasi dan mengerti lingkungan sekitar. Kebudayaan timur lebih menginternalkan nilai budaya pada perempuan dimana perempuan harus penurut dan berperilaku sesuai dengan kebudayaannya, sehingga ketika individu perempuan berpindah tempat, kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan baru lebih dirasakan perempuan. Untuk melihat perbedaan signifikan secara statistika digunakan independent sample T test, dan didapatkan signifikan sebesar 0,288 (>0,05) sehingga tidak ada perbedaan secara signifikan antara culture shock perempuan dan laki-laki. Hal

ini sesuai dengan penelitian Malleson (dalam Furham dan Bochner, 1986) yang meneliti pada mahasiswa Inggris di Universitas London, bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin. Davey (dalam Furham dan Bochner, 1986) menyatakan bahwa laki-laki dapat leih beradapatasi dan mengalami stres emosioal lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.

Berdasarkan angkatan, mean angkatan 2005 adalah 51, angkatan 2006 adalah 57, angkatan 2007 adalah 60, angkatan 2008 adalah 74. Dari hasil mean keempat angkatan diketahui bahwa mean angkatan 2008 lebih besar dibandingkan ketiga angkatan yang lainnya. Angkatan 2008 menunjukkan bahwa mahasiswa asing berada di Medan tidak lebih dari satu tahun, dan proses adapatasi budaya belum tercapai. Steward dan leggat menyatakan bahwa proses adaptasi berbeda antara satu individu dengan individu yang lain, namun biasanya proses penyesuaian diri dilingkungan baru memerlukan waktu 1 tahun. Semakin lama individu di lingkungan baru, maka individu tersebut akan semakin memahami kebudayaan dan keadaan sosial di lingkungan yang baru. Kebudayaan meliputi bahasa, cara berinteraksi, kebiasaan, dan lainnya. Ketika individu mengerti

kebudayaan setempat maka culture shock yang dialami juga semakin rendah. Untuk

melihat perbedaan antar angkatan, maka dilakukan uji oneway anova dan didapatkan hasil signifikan 0,000 (<0,05) dan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan culture shock antar angkatan.

Berdasarkan suku, mean suku Cina adalah 69, mean suku India 63, mean suku Melayu adalah 60. Dari hasil mean ketiga suku diketahui bahwa mean suku Cina lebih tinggi dibandingkan dua suku lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa culture shock

dibandingkan dengan suku di Malaysia lainnya. suku Cina biasanya menempuh pendidikan di sekolah khusus dengan bahasa pengantar bahasa Mandarin dan keseharian suku Cina berinteraksi dengan menggunakan dialek bahasa Cina dan jarang menggunakan bahasa Melayu, serta suku Cina sangat mempertahankan tradisi yang dibawanya dari Cina. Suku India di Malaysia menggunakan bahasa Tamil sebagai bahasa pengantar dan merupakan suku minoritas dan lebih terbuka dibandingkan dengan suku Cina (Daniels, 2005). Suku Melayu dikatakan serumpun dengan Indonesia sehingga dalam bahasa dan budaya juga tidak jauh berbeda. Parillo (2008), menyatakan variasi budaya mempengaruhi transisi dari satu budaya ke budaya lain. Culture shock lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa. Kebudayaan yang paling berbeda dengan kebudayaan Medan adalah suku Cina, suku India, dan suku Melayu. Bochner (2003) menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua individu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Pederson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar dua budaya, maka interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin rendah. Untuk melihat apakah ada perbedaan signifikan antara suklu maka digunakan oneway anova dengan signifikan ,014 (<0,025), dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antar suku.

Berdasarkan usia, mean subjek berusia 19 mejadi 70, 20 tahun adalah menjadi 72, 21 tahun adalah 66, 22 tahun adalah 56, 23 tahun adalah 58, 24 tahun adalah menjadi 56. Dari hasil mean keempat subjek tersebut, diketahui bahwa mean berusia 20 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga kelompok lainnya. individu yang lebih muda

mengalami culture shock yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang lebih tua. Individu yang lebih muda megalami kesulitan untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses adaptasi ini akan mempengaruhi culture shock. Untuk melihat perbedaan antar kelompok usia ini, maka dilakukan uji oneway anova dan didapatkan signifikan 0,000 (<0,025) dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan.

BAB V

Dalam dokumen Gambaran Culture Shock Pada Mahasiswa Asing (Halaman 80-87)

Dokumen terkait