• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Culture Shock Pada Mahasiswa Asing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Culture Shock Pada Mahasiswa Asing"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA ASING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

FRANDAWATI

051301095

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

GAMBARAN CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA ASING

ABSTRACT

Depression phenomenon caused by bullying and victimization often happened to

adolescents. Depression is emotional disorder marked by sad and gloomy feelings that related to cognitive, physic and interpersonal symptoms. Nowadays, bullying among students at school is a ever-growing problem. Bullying is negative live events that related to the development of depressive symptoms. Therefore, researcher intend to investigate depressive symptoms in male and female adolescents who involve in bullying behavior either as bullies, victim, or bully victim. This research use factorial design which aimed to find the depression difference based on bullying categorization and sex in early adolescents.

This research involve 124 males and 90 female students in Medan Petisah District. The students were selected through cluster sampling. Bullying involvement assessed through bullying behavior scale which was adapt and modify by researcher from

The Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire and depression assessed through depression scale which has been adapted and modified by Zahra, 2003 from Center for Epidemiological Studies-Depression Scale with Alpha Cronbach value (α) = 0.851. While each correlation value of 4 item in bullying behavior scale assessed by test-retest reliability result in (rxx)=0.610, 0.686, 0.576, 0.536.

This result yielded two-way ANOVA which indicated there was significant interaction effect F (2,214) = 6.089, p = 0.003 between bullying categorization (bullies, victim, and bully victim) and sex (male and female) toward depression and significant main effect F (2,214) = 4.250, p = 0.016 between bullying categorization (bullies, victim, and bully victim) toward depression with significant difference among bullies and bully victim. There was, however no significant main effect F (1,214) = 0.868, p = 0.353 between sex (male and female) toward depression.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Depresi Ditinjau dari Kategori Bullying dan Jenis Kelamin pada Remaja Awal” ini. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, cinta dan dukungan yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya untuk membahagiakan keduanya dan keluarga. Buat Kent, satu-satunya adik penulis yang cuek tapi diam-diam memberikan dukungan. Terima kasih banyak atas doanya.

(4)

telah banyak bersabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga selalu menenangkan dan mendukung penulis ketika penulis menemui kesulitan.

4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas arahan dan masukan serta perhatiannya. Kepada Ibu Etty... yang telah memberikan arahan kepada penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis.Tanpa kalian semua penulis bukanlah apa-apa. Terima kasih kepada kak Ade, kak Ari, kak Devi, Pak Aswan, Pak Iskandar yang telah membantu penulis.

(5)

Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan , Juni 2009

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan... 11

BAB II. LANDASAN TEORI ... 13

A. Remaja ... 13

1. Defenisi Remaja ... 13

2. Ciri-ciri Remaja ... 14

B. Bullying... 17

1. Definisi Bullying... 17

(7)

3. Pengukuran Perilaku Bullying... 21

C. Depresi ... 21

1. Pengukuran Depresi... 23

D. Jenis Kelamin, Bullying dan Depresi... 24

E. Hipotesa Penelitian ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Rancangan Penelitian... 28

B. Identifikasi Variabel...28

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...29

1. Depresi ...29

2. Bullying...30

3. Jenis Kelamin...30

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel...30

1. Karakteristik Subjek Penelitian...31

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 31

3. Jumlah Sampel Penelitian ...32

E. Instrumen/Alat Ukur yang Digunakan ...32

1. Skala Perilaku Bullying...33

2. Skala Depresi...34

3. Validitas dan Reliabilitas ...38

4. Hasil Uji Coba Alat ukur ...39

(8)

1. Tahap Persiapan Penelitian ...40

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian...42

3. Tahap Pengolahan Data ...42

H. Metode Analisa Data...43

1. Uji Normalitas...43

2. Uji Homogenitas ...43

3. Uji ANOVA dua arah ...43

4. Uji Chi-Square ...44

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN...45

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian...45

B. Hasil Penelitian ...46

1. Hasil Uji Asumsi...47

2. Hasil Uji Analisa Data ...47

3. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Mean Empirik dan Mean Hipotetik ...52

4. Kategorisasi Skor Depresi...52

5. Hasil Tambahan ...53

C. Pembahasan...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...63

A. Kesimpulan ...63

(9)

1. Saran Metodologis ...65 2. Saran Praktis ...66

DAFTAR PUSTAKA... 67

(10)

DAFTAR DIAGRAM

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : 3 x 2 factorial design... 47

Tabel 2 : Distribusi aitem-aitem skala depresi sebelum diadaptasi ... 50

Tabel 3 : Distribusi aitem-aitem skala depresi setelah penambahan aitem...53

Tabel 4 : Distribusi aitem-aitem skala depresi setelah uji coba pada penelitian sebelumnya ...54

Tabel 5 : Distribusi aitem-aitem skala depresi yang digunakan saat penelitian...55

Tabel 6 : Gambaran hasil utama penelitian...56

Tabel 7 : Gambaran mean depresi berdasarkan kategori bullying...59

Tabel 8 : Gambaran mean depresi berdasarkan jenis kelamin...60

Tabel 9 : Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik...61

Tabel 10 : Kategorisasi Skor Depresi...62

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran Subjek Penelitian Lampiran B : Reliabilitas

Lampiran C : Skala Penelitian Lampiran D : Data Hasil Penelitian

(13)

GAMBARAN CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA ASING

ABSTRACT

Depression phenomenon caused by bullying and victimization often happened to

adolescents. Depression is emotional disorder marked by sad and gloomy feelings that related to cognitive, physic and interpersonal symptoms. Nowadays, bullying among students at school is a ever-growing problem. Bullying is negative live events that related to the development of depressive symptoms. Therefore, researcher intend to investigate depressive symptoms in male and female adolescents who involve in bullying behavior either as bullies, victim, or bully victim. This research use factorial design which aimed to find the depression difference based on bullying categorization and sex in early adolescents.

This research involve 124 males and 90 female students in Medan Petisah District. The students were selected through cluster sampling. Bullying involvement assessed through bullying behavior scale which was adapt and modify by researcher from

The Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire and depression assessed through depression scale which has been adapted and modified by Zahra, 2003 from Center for Epidemiological Studies-Depression Scale with Alpha Cronbach value (α) = 0.851. While each correlation value of 4 item in bullying behavior scale assessed by test-retest reliability result in (rxx)=0.610, 0.686, 0.576, 0.536.

This result yielded two-way ANOVA which indicated there was significant interaction effect F (2,214) = 6.089, p = 0.003 between bullying categorization (bullies, victim, and bully victim) and sex (male and female) toward depression and significant main effect F (2,214) = 4.250, p = 0.016 between bullying categorization (bullies, victim, and bully victim) toward depression with significant difference among bullies and bully victim. There was, however no significant main effect F (1,214) = 0.868, p = 0.353 between sex (male and female) toward depression.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mayoritas individu tinggal dalam lingkungan yang familiar, tempat dimana individu tumbuh dan berkembang. Orang-orang yang ditemui dilingkungan individu pada saat bekerja, sekolah ataupun bermain cenderung memiliki kesamaan dalam hal latar belakang etnik, kepercayaan atau agama, nilai, bahasa, atau setidaknya memiliki dialek yang sama. Menurut Bochner (2003) hal ini disebut dengan inhabiting a culturally homogeus space.

Ada juga individu yang tidak tinggal dalam lingkungan yang familiar. Dimana Individu dapat pindah dari satu tempat familiar ke tempat yang asing dengan beberapa tujuan. Beberapa tujuan tersebut adalah untuk bekerja, menempuh pendidikan, mengungsi, ataupun untuk berwisata (Bochner, 2003).

Pendidikan dapat ditempuh di dalam dan di luar negeri. Individu yang menempuh pendidikan tinggi diluar negeri disebut dengan mahasiswa asing. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2008, bahwa mahasiswa asing adalah warga negara asing yang mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi di Indonesia (Peraturan Menteri, 2008)

(15)

Sumatera Utara (USU). Mayoritas mahasiswa asing ini berasal dari negara Malaysia (berita sore, 10/06/2008). Humas USU, Bisru Hafi, di Medan, Selasa [10/06] , mengatakan,

“dewasa ini total mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di USU mencapai 1.250 orang. Sebanyak 70 persen berada di Fakultas Kedokteran dan 30 persen di Fakultas Kedokteran Gigi.”

( beritasore, 10/06/2008)

Mahasiswa asing Malaysia ini dapat dikategorikan sebagai sojourner, yaitu individu yang pindah dan tinggal sementara di kebudayaan baru dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Lebih lanjut Bochner (1986) menjelaskan 4 kategori individu yang berpindah tersebut yaitu :

1. Turis : kunjungan ke budaya asing selama kurang 6 bulan

2. Sojourners : tinggal sementara di budaya asing lebih dari 6 bulan 3. imigran : tinggal menetap dalam budaya asing

4. pengungsi : dikeluarkan dari kebudayaan setempat.

(16)

lingkungan yang baru. Individu mungkin menghadapi cara berpakaian, cuaca, makanan, bahasa, orang-orang, sekolah dan nilai-nilai yang berbeda (Kingsley dan Dakhari, 2006).

Mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) berasal dari 3 negara yaitu Pakistan, India, dan Malaysia dengan suku mayoritas Tamil, Melayu, dan Cina. Berikut perinciannya mahasiswa asing berdasarkan suku. Jumlah mahasiswa suku Melayu berjumlah 343 orang, mahasiswa suku Tamil adalah 243 orang, dan jumlah mahasiswa suku Cina adalah 40 orang.

Suku Melayu berbahasa Melayu dan memeluk agama Islam. Suku Melayu biasanya diharapkan untuk memakai sarung dan kebaya, baju kurung, baju Melayu, dan kerudung yang berhubungan dengan muslim. Wanita biasanya diharapkan memaki kerudung dan pria memakai songkok atau kopiah (Tsui, 2005). Pada hasil Observasi di USU, wanita Melayu memakai pakaian kurung dan kerudung, tetapi pria Melayu tidak memaki songkok atau kopiah. Masyarakat Melayu sangat menekankan pada perilaku yang baik, toleransi, dan keluarga.

Suku Tamil biasanya berbahasa Tamil, malayam, dan dialek hindu lainnya. Penggunaan bahasa Tamil baik secara lisan ataupun tulisan di sekolah Tamil sangat ditekankan untuk melestarikan kebudayaan (Tsui, 2005). Mayoritas mereka memeluk agama Hindu. Masyarakat Tamil sangat menghargai hubungan keluarga, mempertahankan nilai-nilai dan tradisi kebudayaan mereka, terbuka dan sangat peduli dengan lingkungan (Verma, 2000).

(17)

setting publik dan sebagai medium bahasa pengantar dalam sekolah khusus Cina serta cenderung menggunakan bahasa Cina daripada bahasa Melayu. Suku Cina memeluk agama Buddha dan Taoisme. Suku Cina merupakan suku yang lebih tertutup dibandingkan dengan kategori suku lainnya di Malaysia (Daniels, 2003). Norma sosial dalam masyarakat suku Cina adalah hubungan keluarga, komunitas dan kewirausahaan (Verma, 2000).

Budaya tidak hanya meliputi cara berpakaian maupun bahasa yang digunakan, namun budaya juga meliputi etika, nilai, konsep keadilan, perilaku, hubungan pria-wanita, konsep kebersihan, gaya belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, ketertiban lalu lintas, kebiasaan dan sebagainya (Mulyana, 2005).

Mahasiswa dari negara Malaysia ini dengan variasi latar belakang budaya melanjutkan studi di Medan sehingga mahasiswa asing perlu beradaptasi dengan kebudayaan Medan. Medan sendiri merupakan suatu kota yang terdiri dari bermacam suku. Dari hasil data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat komposisi masyarakat Medan terdiri dari suku Melayu saat ini sebanyak 125.557 (6,5%), Karo 78.129 (4,1%), Simalungun 13.078 (0,68%), Tapanuli/Toba 365.758 (19,2%), Mandailing 178.308 (9,4%), Pakpak 6.509 (0,34%), Nias 12.159 (0,64%), Jawa 628.898 (33%), Minang 163.774 (8,6%), Cina (Tionghoa) 202.839 (10,6%), Aceh 53.911 (2,8%). Kemudian suku di luar itu mencapai 75.253 (3,9%). Jadi secara kumulatif jumlah penduduknya dari berbagai suku tersebut 1.904.273 (Waspada, 20/06/2008).

(18)

yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat kesan

Miniatur Indonesia di Kota Medan, ditambah dengan “Melting Potnya Kebudayaan Bangsa” (Pemko, 2007).

Memasuki budaya Medan yang berbeda membuat mahasiswa Malaysia menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana mahasiswa dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaan-kebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan tekanan. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural

individu dan mengakibatkan kecemasan (Gudykunst dan Kim, 2003).

Seperti yang diungkapkan oleh seorang mahasiswa asal Malaysia yang berinisial S dan memiliki latar belakang suku Cina dan menetap di medan selama 5 bulan :

”awalnya sangat sulit tinggal disini, bahkan hal-hal yang simpel sekalipun... Seperti... berteman dengan penduduk sini,ngomong ama profesor disini. Saya jadi agak anxiety dan stress. Saya ingat dulu waktu mau ujian mid, saya mengalami sakit kepala. Dan saya sampai nangis waktu ngerjain ujiannya... Saya gak tau mengapa seperti ini, it is difficult to me, so different in Malaysia”

(Komunikasi Personal, 10 November 2008)

Reaksi terhadap situasi ini yang diikuti rasa cemas dan stress disebut dengan

culture shock (Gudykunst dan Kim, 2003). Culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan temporer yang tidak beralasan. Reaksi

(19)

Anne, 2005) menyatakan reaksi culture shock dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala seperti :

a. stress dalam penyesuaian psikologis

b. merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal c. merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru

d. bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri e. terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan kebudayaan

f. merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebagaimana digambarkan oleh K yang memiliki latar belakang suku Tamil, dan telah tinggal di Medan selama 4 tahun :

kebudayaan disini similiar with Malaysia, disini juga ada ras Cina, Melayu dan Tamil. Tapi Tamil disini different...ehm....because majority of them can not speak our language, i mean Tamil language, and they value for education sangat kurang sekali. Although we are sejenis, tapi saya merasa tidak sejenis dengan mereka dan berbeda dengan mereka....disini juga kuilnya memakai bahasa pengantar Indonesia, saya merasa tidak nyaman dengan hal ini....awalnya tinggal disini sering ditipu ama penduduk sini, misalnya harga barang yang lebih mahal Rp 5000 atau Rp 10000 bahkan tukang becak aja menipu. Sehingga saya mikir kok begini di kota Medan ini. And i feel disgusting with this host people..Saya stress juga disini waktu itu.. Trus lalu lintasnya yang hanya mikirin diri sendiri, dan tidak ada yang patuh ama traffic light disini serta becak dan bus sangat ribut sekali..saya juga takut jalan dijalan raya disini. Jadi gak comfortable disini”.

(komunikasi personal, 25 november 2008)

Sebagaimana digambarkan oleh S yang memiliki latar belakang suku Cina, yang telah berada di Medan selama 5 bulan :

(20)

berkendaraan... duh..di jalan itu sebenarnya ga capek... tapi pulang pergi itu... orang-orangnya tidak tau aturan....aku ga suka liat orang nerobos-nerobos lampu merah dan nyalip sana nyalip sini....”

(Komunikasi Personal, 10 November 2008.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi culture shock yaitu intrapersonal, variasi kebudayaan, dan manifestasi sosial politik. Faktor intrapersonal meliputi keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam setting lintas budaya), trait personal (mandiri atau toleransi), dan akses ke sumber daya. Karakteristik fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi (Parillo, 2008).

Kazantzis (dalam Pederson, 1995) menyatakan umur dan jenis kelamin berhubungan dengan culture shock. Individu yang lebih muda cenderung mengalami culture shock yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua; dan wanita lebih mengalami culture shock daripada pria.

Variasi kebudayaan sangat mempengaruhi pengalaman culture shock seseorang, semakin beda kebudayaan yang dimiliki individu dengan kebudayaan baru, maka culture shock yang dialamai semakin besar (Bochner, 2003).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin melihat gambaran culture shock yang dialami Mahasiswa asing.

B.Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(21)

2. Bagaimana gambaran culture shock pada mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di USU ditinjau dari suku, usia, dan jenis kelamin?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran culture shock yang dialami mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, antara lain:

a. Manfaat teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu psikologi dan psikologi sosial , khususnya mengenai culture shock mahasiswa Malaysia di Medan. Sehingga dapat memberikan saran dan bantuan yang tepat kepada individu-individu yang akan bekerja di luar daerah asalnya, agar dapat menyesuaikan diri terhadap budaya lokal daerah tujuan.

2) Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai culture shock dalam bidang organisasi, pendidikan dan lain-lain

b. Manfaat praktis 1) Pihak Malaysia

Memberikan gambaran kepada pihak Malaysia mengenai culture shock sehingga dapat memfasilitasi untuk beradaptasi dengan budaya lokal.

(22)

memberikan gambaran kepada pihak penyelenggara pendidikan di Medan mengenai

culture shock yang mungkin terjadi sehingga dapat memfasilitasi proses adaptasi yang terjadi.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Memuat teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian, yaitu: teori tentang

culture shock termasuk di dalamnya definisi culture shock, komponen culture shock, faktor-faktor yang mempengaruhi culture shock, dan dampak dari culture shock. Teori mahasiswa asing dan budaya.

Bab III Metode Penelitian

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Culture Shock

Pada umumnya individu tidak menyadari secara nyata budaya yang mengatur dan membentuk kepribadian dan perilakunya. Ketika individu dipisahkan dari budayanya, baik secara fisik maupun psikis, dan menghadapi kondisi yang berbeda atau bertolak belakang dengan gambaran dan asumsi yang dipercaya sebelumnya maka pada saat itulah individu menjadi sepenuhnya sadar akan sistem kontrol dari budayanya yang selama ini tersembunyi (Gudykunst dan Kim, 2003).

Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana individu dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaan-kebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Oberg disebut dengan istilah culture shock

(Gudykunst dan Kim, 2003).

1. Definisi Culture shock

Istilah culture shock pertama kali dikenalkan oleh Oberg. Pada awalnya definisi

Culture shock menekankan pada komunikasi. Oberg mendefiniskan culture shock sebagai kecemasan yang timbul akibat hilangnya sign dan simbol hubungan sosial yang familiar. Oberg (Pyvis & Anne, 2005) menyatakan ada 6 karakteristik dari culture shock yaitu :

(24)

b. merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal c. merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru

d. bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri e. terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan kebudayaan

f. merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Definisi culture shock terus berkembang dan menekankan kepada penjelasan psikologis (psychological explanation). Adler(dalam) mendefiniskan culture shock

sebagai suatu set reaksi emosional terhadap hilangnya penguat dari lingkungan individu tersebut, dan digantikan dengan stimulus kebudayaan baru yang memiliki sedikit arti, dan menyebabkan kesalahpahaman dengan kebudayaan baru, dan dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah marah , dan ketakutakan akan di tipu, dilukai ataupun diacuhkan.

Culture shock bukanlah istilah klinis ataupun kondisi medis. Culture shock

merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda (Kingsley dan Dakhari, 2006).

Menurut Gudykunst dan Kim (2003), culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan temporer yang tidak beralasan.

(25)

fisik maupun psikis, yang muncul karena perbedaan budaya ketika individu berpindah dari negara/ tempat asalnya ke negara/ tempat lain.

3. Faktor yang Mempengaruhi Culture Shock

Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi culture shock

yaitu :

a) Faktor intrapersonal termasuk keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam setting lintas budaya), trait personal (mandiri atau toleransi), dan akses ke sumber daya. Karakteristik fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi. Penelitian menunujukkan umur dan jenis kelamin berhubungan dengan culture shock. Individu yang lebih muda cenderung mengalami culture shock yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua dan wanita lebih mengalami culture shock daripada pria (Kazantzis dalam Pederson, 1995)

b) Variasi budaya mempengaruhi transisi dari satu budaya ke budaya lain. Culture shock lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa. Bochner (2003) menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua induvidu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Pederson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar dua budaya, maka interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin rendah.

(26)

Sikap dari masyarakat setempat dapat menimbulkan prasangka, stereotip, dan intimidasi.

4. Dampak dari Culture shock

Masing-masing individu berbeda dalam hal menghadapi culture shock namun terdapat beberapa gejala yang umum dialami. Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang gejala-gejala umum yang muncul ketika individu mengalami culture shock. Oberg (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005) menyatakan gejala-gejala culture shock

seperti buang air kecil, minum, makan yang berlebih-lebihan; kesulitan tidur; takut kontak fisik dengan penduduk lokal; merasa sendiri; perasaan tidak berguna; keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya; tidak nyaman dan menolak budaya baru; tidak dapat menyesuaikan perilaku dengan norma budaya yang baru; tidak ingin belajar bahasa dari negara yang dikunjungi; ketakutan ditipu, dirampok dan dilukai; merasa diperlakukan berbeda; kekhawatiran yang berlebihan; merindukan kebiasaan hidup di negara asal; dan akhirnya keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman.

Taft (dalam Gudykunst dan Kim, 2003) mengidentifikasi sejumlah gejala umum, yaitu:

a) Cultural fatigue, dimanifestasikan melalui insomnia, mudah marah dan gangguan psikosomatis lainnya.

b) Perasaan kehilangan karena berpisah dari lingkungan yang familiar. c) Penolakan individu terhadap anggota dari lingkungan baru.

(27)

B. Mahasiswa Asing

1. Definisi Mahasiswa Asing

Pelajar yang menempuh pendidikan di luar negeri menghadapi berbagai masalah, beberapa diantaranya adalah prestasi akademik, bahasa, tempat tinggal, masalah ekonomi, dan ketidakamampuan mereka untuk diterima secara sosial, kesehatan dan rekreasi, dan prasangka ras (Hammer, 1992).

Mahasiswa didefinisikan sebagai individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan memasuki perguruan tinggi. Mahasiswa asing dedefinisikan warga negara asing yang mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi di Indonesia (Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2005).

2. Motif Mahasiswa Asing

Bochner (1986) menyatakan ada 4 motif mahasiwa asing yakni : a. Mendapatkan gelar

b. Mendapatkan kemampuan akademik ataupun profesional c. Mempelajari budaya lain

d.Menambah pengalaman personal.

C. Budaya

1. Definisi Budaya

(28)

individu. Apa yang dibicarakan, bagaimana membicarakannya, apa yang individu lihat dan perhatikan, apa yang dipikirkan individu sangat dipengaruhi oleh budaya.

Mulyana (2005) menyatakan aspek budaya ada 2 yakni aspek budaya terlihat dan tersembunyi. Aspek budaya terlihat adalah pakaian, makanan, musik, kesenian, dan arsitektur. Sedangkan aspek budaya tersembunyi adalah etika, nilai, konsep keadilah, perilaku, hubungan pria-wanita, konsep kebersihan, gaya belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, dan sebagainya.

Ciri-Ciri Budaya

Mulyana (2005) menyatakan budaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a) Budaya bukan bawaan tapi dipelajari

b) Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, kelompok ke kelompok, dan dari generasi ke generasi.

c) Budaya berdasarkan simbol d) Budaya bersifat dinamis e) Budaya bersifat selektif f) Unsur budaya saling berkaitan

(29)

Budaya Malaysia

Definisi kebudayaan Malaysia telah diatur dalam undang-undang Malaysia didalam the "1971 National Culture Policy". Dalam peraturan ini, ada 3 komponen pokok kebudayaan nasional :

a) Kebudayaan nasional hasrus berdasarkan pada kebudayaan melayu

b) Elemen kebudayaan dari budaya lain yang sesuai dapat diterima sebagai kebudayaan nasional.

c) Islam merupakan elemen penting dalam kebudayaan.

Malaysia merupakan suatu negara yang multietnik dan multilingual dengan jumlah penduduk kira-kira 22 juta jiwa dengan paling sedikit ada 100 bahasa yang digunakan. Wilayah Malaysia terbagi menjadi dua yakni, Malaysia Barat (West Malaysia) yang dikenal dengan sebutan Malaya, dan Malaysia Timur (East Malaysia). Malaysia terdiri dari tiga etnis utama yakni melayu dan bumiputera (kira-kira 14.3 juta, 65,1 %), Cina (5,7 juta, 26%), india (1,7 juta, 7,7 %) (Tsui, 2005).

Mayoritas penduduk asli Malaysia adalah orang Melayu. Suku melayu merupakan suku asli Malaysia dan berbahasa melayu dan memeluk agama Islam. Suku melayu biasanya diharapkan untuk memakai sarung dan kebaya, baju kurung, baju melayu, dan kerudung yang berhubungan dengan muslim. Wanita biasanya diharapkan memaki kerudung dan pria memakai songkok atau kopiah (Tsui, 2005). Masyarakat melayu sangat menekankan pada perilaku yang baik, toleransi, dan keluarga.

(30)

hakka, dan kanton baik dalam setting formal atau informal sedangkan bahasa Mandarin sebagai bahasa standar Cina digunakan dalam setting publik dan sebagai medium bahasa pengantar dalam sekolah khusus Cina serta cenderung menggunakan bahasa Cina daripada bahasa melayu. Suku Cina memeluk agama Buddhist dan taoists. Suku Cina merupakan suku yang lebih tertutup dibandingkan dengan kategori suku lainnya di Malaysia (Daniels, 2003). Norma sosial dalam masyarakat suku Cina adalah hubungan keluarga, komunitas dan kewirausahaan (Verma, 2000).

Orang-orang India berpindah ke Malaysia sejak 2,000 tahun yang lalu. Mayoritas individu ini terdiri dari suku tamil, berbahasa tamil, dan berasal dari negeri Tamil Nadu. Orang tamil Malaysia yang mampu berbahasa tamil kira-kira 85% dari populasi. Bahasa pengantar di sekolah, tempat ibadah, bahkan setting informal orang tamil memakai bahasa tamil. Penggunaan bahasa tamil baik secara lisan ataupun tulisan di sekolah tamil sangat ditekankan untuk melestarikan kebudayaan (Tsui, 2005). Mayoritas orang tamil ini memeluk agama Hindu. Pakaian tradisional masyarakat suku tamil adalah sari, serban, kurta, dhoti, sarung. Namun, pada saat ini generasi muda suku tamil jarang memakai pakaian tradisional ini kecuali pada saat hari perayaan. Masyarakat tamil sangat menghargai hubungan keluarga, mempertahankan nilai-nilai dan tradisi kebudayaan mereka, terbuka dan sangat peduli dengan lingkungan (Verma, 2000).

(31)

Individu dengan kebudayaan berbeda bersama-sama, saling menghargai, dan tinggal dengan damai sehingga menghasilkan perpaduan individu, tradisi, makanan, dan kebudayaan. Penduduk Malaysia merupakan masyarakat yang ramah, tetapi masyarakat Malaysia tidak mentoleransi kebiasaan buruk dan kekasaran. Perilaku sangat diperhatikan dalam kebudayaan Malaysia.

2. Budaya Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli. Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Karena perkembangannya ini, banyak pendatang yang datang ke Medan Putri.

Sekarang, Medan merupakan kota yang multietnik dimana banyak suku yang mendiami kota ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat komposisi masyarakat Medan terdiri dari suku Melayu saat ini sebanyak 125.557 (6,5%), Karo 78.129 (4,1%), Simalungun 13.078 (0,68%), Tapanuli/Toba 365.758 (19,2%), Mandailing 178.308 (9,4%), Pakpak 6.509 (0,34%), Nias 12.159 (0,64%), Jawa 628.898 (33%), Minang 163.774 (8,6%), Cina (Tionghoa) 202.839 (10,6%), Aceh 53.911 (2,8%). Kemudian suku di luar itu mencapai 75.253 (3,9%). Jadi secara kumulatif jumlah penduduknya dari berbagai suku tersebut 1.904.273 (Waspada, 20/06/2008).

(32)

yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat kesan

Miniatur Indonesia di Kota Medan, ditambah dengan “Melting Potnya Kebudayaan Bangsa” (Pemko, 2007).

D. Culture Shock pada Mahasiswa Malaysia yang melanjutkan studi di Medan

Individu dapat berpindah dari satu lingkungan yang familiar ke lingkungan yang tidak familiar. Salah satu tujuannya adalah menempuh pendidikan (Bochner, 2003). Pendidikan ini dapat ditempuh diluar dan dalam negri. Menurut Peraturan Menteri No. 25 tahun 2005, Individu yang menempuh pendidikan tinggi di luar negeri disebut dengan mahasiswa asing, sehingga mahasiswa asal malaysia ini dapat di kategorikan sebagai mahasiswa asing.

Medan merupakan salah satu tujuan dari mahasiswa asal Malaysia. Mayoritas mahasiswa asal Malaysia mealnjutkan studi di Universitas Sumatera Utara (USU), dan hingga kini ada 1250 orang mahasiswa yang telah diterima di USU. Mahasiswa ini terbagi dalam dua fakultas yakni Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang masing-masing memiliki persentase 70 % dan 30%.

Mahasiswa asing akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (Bochner, 2003). Dalam hal ini, mahasiswa asing asal Malaysia akan membawa serangkaian gagasan, budaya dan pola pikir yang asing yang tidak mungkin akan ditanggapi dengan penolakan.

(33)

Medan sendiri merupakan kota yang secara kultural dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan. Mahasiswa asing asal Malaysia ini harus berhadapan dengan prasangka yang kadang tertuju pada mahasiswa asing karena mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan mayoritas dengan lingkungan sekitar. Perbedaan budaya dan lingkungan dapat mnyebabkan culture shock pada mahasiswa asing.

Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana individu dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaan-kebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan (ketidakpastian) dan stress, yang dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. kita. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Kalvaro Oberg disebut dengan istilah culture shock

(Gudykunst dan Kim, 2003).

Masing-masing individu menunjukkan gejala yang berbeda dalam menghadapi

culture shock namun terdapat beberapa gejala yang umum seperti: makan, minum dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang yang lain, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya; marah karena hal-hal sepele, dan lain-lain. Waktu yang dibutuhkan dan cara yang dilakukan masing-masing individu untuk dapat mengatasi kondisi tersebut juga berbeda-beda.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa besar kemungkinan mahasiswa asing mengalami culture sh

BAB III

(34)

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggung-jawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran culture shock

mahasiswa asing Malaysia yang terdiri dari di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sebagaimana dikemukakan oleh Azwar (1999) “penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu”.

Penelitian deskriptif kebanyakan menggunakan tekhnik pengumpulan data berupa survei atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

A. Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya memiliki 1 variabel yang diukur yaitu culture shock

mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

B. Definisi Operasional

(35)

kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Mahasiswa asing adalah warga negara asing yang mengikuti pendidikan tinggi di Indonesia (Peraturan Menteri, 2005)

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

Hadi (2000) menyatakan bahwa syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus representatif.

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria populasi sebagai berikut :

Mahasiswa asing Malaysia yang melanjutkan studi di Universitas Sumatera Utara.

2. Metode Pengambilan Sampel

(36)

yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hasan, 2003).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel acak (random sampling). Menurut Hadi (2004), teknik sampel acak (random sampling) adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana keseluruhan populasi memeiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik

random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random.

Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. Jadi sampel yang akan digunakan adalah beberapa mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

3. Jumlah Sampel

Hadi (2000) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah sampel akan semakin baik dan mengenai jumlah sampel ini tidak ada batasan berapa jumlah sampel ini. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 626 orang dan penelitian ini akan menggunakan 242 orang sampel, hal ini didasarkan pada tabel Krejcie (Sugiyono, 2004).

D. Alat Ukur Yang Digunakan

(37)

metode self-reports dan bahasa yang dipakai dalam pembuatan skala self-report ini adalah bahasa Inggris.

Sesuai dengan metode self-reports, maka penelitian ini menggunakan skala

culture shock untuk memperoleh gambaran culture shock mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

Skala culture shock ini terdiri dari aitem-aitem yang berupa pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik culture shock yaitu stress dalam penyesuaian psikologis; merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal; merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru; bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri; terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Skala ini menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilainya. Metode seperti ini disebut dengan metode rating yang dijumlahkan atau Likert. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat favorabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (Azwar, 2003).

(38)

Tabel 1:

Gambaran Penilaian Skala culture shock Pada Penelitian

SKOR

Distribusi aitem-aitem dalamskala culture shock

Aitem No. Karakteristik

Fav Unfav

Jumlah Persentase

1 stress dalam penyesuaian

psikologis

1,37,33,61,7,55,

20,43

25,68,13,49 12 16,67

2 merasa kehilangan teman,

status, peranan sosial, dan

posisi personal

19,50,14,44,2,38,

24,62,

8,56,31,69 12 16,67

3 merasa takut ditolak oleh

kebudayaan baru

9,57,26,51,22,67 15,45,3,63,30,39 12 16,67

4 bingung dalam peran,

peran yang diharapkan,

nilai, perasaan dan

identitas diri

32,64,16,40,10,58 27,52,21,46,4,70 12 16,67

(39)

jijik setelah menyadari

perbedaan kebudayaan

6 merasa impotens akibat

ketidakmampuan untuk

beradaptasi dengan

lingkungan baru

23,60,6,54,29,66 11,48,35,72,18,42 12 16,67

Total 72 100

D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 132297395

1. Validitas Alat Ukur

Dalam penelitian yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial, validitas alat ukur sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pengkuran gejala-gejala sosial membutuhkan alat pengukur yang adekuat agar dapat mengidentifikasi gejala-gejala yang diteliti (Hadi, 2000).

Validitas artinya adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2000).

(40)

Validitas isi diusahakan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur. Untuk itu peneliti berkonsultasi dengan pembimbing praktikum laboratoriun psikologi sosial. Bimbingan itu meliputi apakah alat ukur sudah bisa diuji cobakan dan kemudian digunakan dalam penelitian dan apakah aitem-aitem yang ada dalam alat ukur itu relevan dengan tujuan pengukuran.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2003).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2003). Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2003).

3. Daya Beda Aitem

(41)

beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Azwar (2003) mengatakan bahwa daya beda aitem adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya.

Pernyataan-pernyataan pada skala diuji daya bedanya dengan menggunakan

Pearson Product Moment (Azwar, 2003).

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini, maka peneliti mempersiapkan alat ukur sebanyak 72 item yang berupa skala likert. Pada tahap ini, alat ukur yang berupa skala culture shock yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan. Dari teori ini, peneliti akan menuliskan indikator perilaku dan membuat item yang masih berbahasa Indonesia. Kemudian skala ini didiskusikan dengan orang berkompeten dibidangnya dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh alih bahasa, serta diujicobakan. Skala yang dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, dimana disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

(42)

Setelah diujicobakan, maka selanjutnya peneliti akan melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur berupa skala culture shock.

3. Tahap Pengolahan Data

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah karena

metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut

dapat dipertanggung-jawabkan hasilnya (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang

bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran culture shock

mahasiswa asing Malaysia yang terdiri dari di Fakultas Kedokteran dan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sebagaimana dikemukakan oleh Azwar

(1999) “penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan

akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu”.

Penelitian deskriptif kebanyakan menggunakan tekhnik pengumpulan data berupa

survei atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan

semata-mata bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan menguji hipotesa,

membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

A. Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya memiliki 1 variabel yang diukur yaitu culture shock

mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

B. Definisi Operasional

Culture shock merupakan gejala individu berupa stress dalam penyesuaian

(44)

takut ditolak oleh kebudayaan baru; bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai,

perasaan dan identitas diri; terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan

kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan

lingkungan baru.

Mahasiswa asing adalah warga negara asing yang mengikuti pendidikan tinggi di

Indonesia (Peraturan Menteri, 2005)

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi

sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama

(Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa asing Malaysia di

Universitas Sumatera Utara.

Hadi (2000) menyatakan bahwa syarat utama agar hasil penelitian dapat

digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan

keadaan populasinya atau dengan kata lain harus representatif.

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya

kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama

(Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria populasi sebagai berikut

:

(45)

2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi

sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling adalah teknik

yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur

tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta

penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hasan,

2003).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

sampel acak (random sampling). Menurut Hadi (2004), teknik sampel acak (random

sampling) adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana keseluruhan populasi

memeiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik

random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random.

Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa asing Malaysia di

Universitas Sumatera Utara. Jadi sampel yang akan digunakan adalah beberapa

mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara.

3. Jumlah Sampel

Hadi (2000) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah sampel akan semakin

baik dan mengenai jumlah sampel ini tidak ada batasan berapa jumlah sampel ini. Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 626 orang dan penelitian ini akan menggunakan 242

(46)

D. Alat Ukur Yang Digunakan

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang

mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi,

2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

metode self-reports dan bahasa yang dipakai dalam pembuatan skala self-report ini

adalah bahasa Inggris.

Sesuai dengan metode self-reports, maka penelitian ini menggunakan skala

culture shock untuk memperoleh gambaran culture shock mahasiswa asing Malaysia di

Universitas Sumatera Utara.

Skala culture shock ini terdiri dari aitem-aitem yang berupa pernyataan yang

disusun berdasarkan karakteristik culture shock yaitu stress dalam penyesuaian

psikologis; merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal; merasa

takut ditolak oleh kebudayaan baru; bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai,

perasaan dan identitas diri; terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan

kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan

lingkungan baru. Skala ini menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan

nilainya. Metode seperti ini disebut dengan metode rating yang dijumlahkan atau Likert.

Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai dikarenakan nilai

skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat favorabelnya masing-masing

akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok

(47)

Aitemnya berbentuk pernyataan dengan pilihan. Variasi bentuk pilihan

menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada 4 pilihan respon

yaitu SA (Strongly Agree), A (Agree), D (Disagree), SD (Strongly Disagree). Setiap

pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah

favorabel atau unfavorabel. Jumlah item yang digunakan adalah sebanyak 80 (delapan

puluh) item. Dengan perincian penilaian sebagai berikut:

Tabel 1:

Gambaran Penilaian Skala culture shock Pada Penelitian

SKOR

Distribusi aitem-aitem dalamskala culture shock

Aitem No. Karakteristik

Fav Unfav

Jumlah Persentase

1 stress dalam penyesuaian

psikologis

1,37,33,61,7,55,

20,43

25,68,13,49 12 16,67

2 merasa kehilangan teman,

status, peranan sosial, dan

posisi personal

19,50,14,44,2,38,

24,62,

(48)

3 merasa takut ditolak oleh

kebudayaan baru

9,57,26,51,22,67 15,45,3,63,30,39 12 16,67

4 bingung dalam peran,

peran yang diharapkan,

nilai, perasaan dan

identitas diri

32,64,16,40,10,58 27,52,21,46,4,70 12 16,67

5 terkejut, cemas, bahkan

jijik setelah menyadari

perbedaan kebudayaan

36,12,47,28,65,5 41,34,53,17,71,59 12 16,67

6 merasa impotens akibat

ketidakmampuan untuk

beradaptasi dengan

lingkungan baru

23,60,6,54,29,66 11,48,35,72,18,42 12 16,67

Total 72 100

D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 132297395

1. Validitas Alat Ukur

Dalam penelitian yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial, validitas alat ukur

sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pengkuran gejala-gejala sosial

membutuhkan alat pengukur yang adekuat agar dapat mengidentifikasi gejala-gejala yang

diteliti (Hadi, 2000).

Validitas artinya adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

(49)

apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau data yang dihasilkan relevan

dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis validitas yaitu validitas tampang dan

validitas isi. Validitas tampang adalah bagaimana kesan pertama yang muncul ketika

melihat sebuah alat ukur. Sedangkan validitas isi adalah sejauhmana aitem-aitem yang

ada dalam alat ukur sesuai dengan variabel yang akan diukur (Hadi, 2000).

Validitas isi diusahakan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih

mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur. Untuk itu peneliti

berkonsultasi dengan pembimbing praktikum laboratoriun psikologi sosial. Bimbingan

itu meliputi apakah alat ukur sudah bisa diuji cobakan dan kemudian digunakan dalam

penelitian dan apakah aitem-aitem yang ada dalam alat ukur itu relevan dengan tujuan

pengukuran.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa

pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang

relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah

(Azwar, 2003).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang

mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok

(50)

tinggi (Azwar, 2003). Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah

dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2003).

3. Daya Beda Aitem

Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena melalui daya

beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya

beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala

dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Azwar (2003) mengatakan bahwa

daya beda aitem adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan

fungsi ukurnya.

Pernyataan-pernyataan pada skala diuji daya bedanya dengan menggunakan

Pearson Product Moment (Azwar, 2003).

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah

tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini, maka peneliti mempersiapkan alat ukur sebanyak 72 item yang

berupa skala likert. Pada tahap ini, alat ukur yang berupa skala culture shock yang dibuat

sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan. Dari teori ini, peneliti akan

menuliskan indikator perilaku dan membuat item yang masih berbahasa Indonesia.

Kemudian skala ini didiskusikan dengan orang berkompeten dibidangnya dan

(51)

dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, dimana disamping

pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek

dalam memberikan jawaban.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah diujicobakan, maka selanjutnya peneliti akan melakukan pengambilan data

dengan memberikan alat ukur berupa skala culture shock.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek, maka untuk

pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS for windows

(52)

BAB IV

ANALISA DATA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan

akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, diikuti dengan

uraian gambaran culture shock mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitan berjumlah 207 mahasiswa asing di Fakultas Kedokteran dan

Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara. Melalui skala yang disebarkan

ke lapangan, diperoleh gambaran subjek penelitian menurut angkatan, jenis kelamin, usia,

suku dan fakultas.

1. Angkatan

Berdasarkan angkatan, penyebaran subjek penelitian pada mahasiswa asing dapat

dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1

(53)

Berdasarkan Grafik 1, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak pada mahasiswa asing

adalah subjek angkatan 2008, yaitu sebanyak 73 orang (35,2657%), angkatan 2007

sebanyak 46 orang (22,22222%), angkatan 2006 sebanyak 45 orang (21,73913%), dan

angkatan 2005 sebanyak 43 orang (20,77295%).

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian pada mahasiswa asing

dapat dilihat pada Grafik 2

Grafik 2

Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin pada Mahasiswa Asing

Berdasarkan Grafik 2, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak pada mahasiswa

Asing adalah perempuan sebanyak 124 orang (59,90338%) dan laki-laki sebanyak 83

orang (40,09662%).

3. Usia

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian pada mahasiswa asing dapat

dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3

(54)

Berdasarkan Grafik 3, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak mahasiswa asing

berumur 21 tahun sebanyak 46 orang (22,22222%), 22 tahun sebanyak 44 orang

(21,25604%), 23 tahun sebanyak 41 orang (19,80676%), 20 tahun sebanyak 34 orang

(16,42512%), 24 tahun sebanyak 23 orang (19,80676%), dan 19 tahun sebanyak 19 orang

(9,178744%).

4. Suku

Berdasarkan suku, penyebaran subjek penelitian pada mahasiswa asing dapat dilihat

pada Grafik 4.

Grafik 4

Penyebaran Subjek Berdasarkan Suku pada Mahasiswa Asing

Berdasarkan Grafik 4, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak mahasiswa asing

bersuku Melayu sebanyak sebanyak 89 orang (42,99517%), India sebanyak 82 orang

(39,61353%), Cina sebanyak 36 orang (17,3913%).

(55)

Berdasarkan fakultas, penyebaran subjek penelitian pada mahasiswa asing dapat

dilihat pada Grafik 5.

Grafik 5

Penyebaran Subjek Berdasarkan Fakultas pada Mahasiswa

Asing

Berdasarkan Grafik 5, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak mahasiswa asing

berada di Fakultas Kedokteran (FK) sebanyak 137 orang (66,18357%), Fakultas

Kedokteran Gigi (FKG) sebanyak 70 orang (33,81643%).

Tabel 6. Penyebaran Subjek Penelitian keseluruhan

Dasar Kategori Kategori Jumlah Persentase

Angkatan 2005 43 orang 20,77295

2006 45 orang 21,73913

2007 46 orang 22,22222

2008 73 orang 35,2657

Jenis Kelamin Perempuan 124 orang 59,90338

Laki-laki 83 orang 40,09662

Usia 19 tahun 19 orang 9,178744

20 tahun 34 orang 16,42512

21 tahun 46 orang 22,22222

22 tahun 44 orang 22,22222

23 tahun 41 orang 21,25604

24 tahun 23 orang 11,11111

Suku Melayu 89 orang 42,99517

India 82 orang 39,61353

Cina 36 orang 17,3913

Fakultas FK 137 orang 66,18357

(56)

B. Hasil penelitian Utama

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum mengenai

Culture shock pada mahasiswa asing asal Malaysia berdasarkan angkatan, jenis kelamin,

usia, dan suku serta gambaran umum Culture shock berdasarkan karakteristik Culture

shock. Mahasiswa asing asal Malaysia ini berasal dari Universitas Sumatera Utara

Medan. Berdasarkan hal itulah, maka peneliti menggunakan skala culture shock yang

terdiri dari 6 karakteristik Penelitian ini menggolongkan Culture shock menjadi tiga

berdasarkan model distribusi normal yaitu Culture shock tinggi, sedang dan rendah.

Pemisahan kategori tinggi, sedang, dan rendah dilakukan dengan menggunakan

kategorisasi berdasarkan model distribusi normal. Rumusan yang digunakan tertera pada

tabel 4.

Tabel 4. Pengkattegorisasian culture shock pada mahasiswa asing

X≥(µ+1,0σ) Tinggi

(µ-1,0σ)≤X<(µ+1,0σ) Sedang

X<(µ-1,0σ) Rendah

Sebelum melakukan kategorisasi, asumsi bahwa skor subjek pada kelompoknya

merupakan estimasi terhadap skor subjek dalam populasi dan bahwa skor subjek dalam

populasinya terdistribusi secara normal harus terpenuhi. Untuk itu, dilakukan uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data telah terdistribusi

normal. Haasil uji normalitas dalam penelitian ini tertera pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Uji normalitas culture shock pada mahasiswa asing

Culture shock pada mahasiswa asing

Kolmogorov-Smirnov Z 1,305

Signifikansi (p) 0,066

(57)

Berdasarkan tabel 5, diperoleh nilai z sebesar 1,305 dan nilai signifikansi (p)

sebesar 0,066. oleh karena nilai p>0,05, dengan demikian data penelitian terdistribusi

normal sehingga dapat dilakukan kategorisasi berdasarkan model distribusi normal.

1. Gambaran Umum Culture shock Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera

Utara.

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap culture shock pada mahasiswa

asing sebanyak 31 aitem. Hasil perhitungnan mean empirik dan mean hipotetik disajikan

pada tabel 6 berikut :

Tabel 6. Skor empirik dan skor hipotetik culture shock pada mahasiswa asing

Variabel Empirik Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Culture shock pada

mahasiswa asing 33,00 109,00 62,4444 16,08 31 124 77,5 15,5

Pengelompokkan ini didasarkan pada pengkategorisasian subjek berdasarkan

kategorisasi hipotetik skor culture shock pada mahasiswa asing sebagaimana tertera pada

tabel 7.

Tabel 7. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 207 subjek penelitian, 120 subjek

(58%) memiliki skor culture shock rendah, 65 subjek (31,4%%) memiliki skor culture

shock sedang sedangkan 22 subjek (10,6%%) rendah. Secara umum ubjek penelitian

(58)

2. Gambaran Umum Culture shock Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Karekteristik Culture shock.

a. Gambaran Skor Culture shock Karekteristik Ketegangan dalam Penyesuaian

Psikologis

Karekteristik ketegangan dalam penyesuaian psikologis dalam skala culture shock ini

terdiri dari 3 aitem dengan rentang nilai 1-4. Hasil perhitungnan mean empirik dan mean

hipotetik disajikan pada tabel 9 berikut :

Tabel 9. Skor empirik dan skor hipotetik karakteristik Ketegangan dalam

Penyesuaian Psikologis

Variabel Empirik Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Culture shock pada

mahasiswa asing 3,00 11,00 5,8164 1,87863 3 12 7,5 1,5

Pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi hipotetik skor culture shock pada

mahasiswa asing sebagaimana tertera pada tabel 10.

Tabel 10. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 207 subjek penelitian, 88 subjek

(42,6%) memiliki skor culture shock rendah, 92 subjek (44,4%%) memiliki skor culture

shock sedang sedangkan 27 subjek (13,0%%) rendah. Secara umum ubjek penelitian

(59)

b. Gambaran Skor Culture shock Karekteristik Merasa Kehilangan Teman, Status,

Peranan Sosial, dan Posisi Personal

Karekteristik ketegangan dalam penyesuaian psikologis dalam skala culture shock

ini terdiri dari 6 aitem dengan rentang nilai 1-4. Hasil perhitungnan mean empirik dan

mean hipotetik disajikan pada tabel 12 berikut :

Tabel 12. Gambaran Skor Skala Culture shock Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera

Utara Karekteristik Merasa Kehilangan Teman, Status, Peranan Sosial, dan Posisi

Personal

Variabel Empirik Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Culture shock pada

mahasiswa asing 6,00 21,00 11,9517 3,55506 6 24 15 3

pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi hipotetik skor culture shock

pada mahasiswa asing sebagaimana tertera pada tabel 13

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Tabel 13. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 207 subjek penelitian, 117 subjek

(56,5%) memiliki skor culture shock rendah, 66 subjek (31,9%) memiliki skor culture

shock sedang sedangkan 24 subjek (11,6%) rendah. Secara umum ubjek penelitian

(60)

c. Gambaran Skor Culture shock Karekteristik Merasa Takut Ditolak oleh

Kebudayaan Baru

Karekteristik ketegangan dalam penyesuaian psikologis dalam skala

culture shock ini terdiri dari 6 aitem dengan rentang nilai 1-4. Hasil perhitungnan mean

empirik dan mean hipotetik disajikan pada tabel 15 berikut :

Tabel 15. Gambaran Skor Skala Culture shock Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera

Utara Karekteristik Merasa Takut Ditolak oleh Kebudayaan Baru

Variabel Empirik Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Culture shock pada

mahasiswa asing 6,00 19,00 11,3140 3,15197 6 24 15 3

pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi hipotetik skor culture shock

pada mahasiswa asing sebagaimana tertera pada tabel 16.

Tabel 16. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa dari 207 subjek penelitian, 93 subjek

(45%) memiliki skor culture shock rendah, 108 subjek (52,2%) memiliki skor culture

shock sedang sedangkan 6 subjek (2,8%) tinggi. Secara umum ubjek penelitian memiliki

(61)

d. Gambaran Skor Culture shock Karekteristik Bingung dalam Peran, Peran yang

Diharapkan, Nilai, Perasaan dan Identitas Diri

Karekteristik bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan

identitas diri dalam skala culture shock ini terdiri dari 5 aitem dengan rentang nilai 1-4.

Hasil perhitungnan mean empirik dan mean hipotetik disajikan pada tabel 18 berikut :

Tabel 18. Gambaran Skor Skala Culture shock Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera

Utara Karekteristik Bingung dalam Peran, Peran yang Diharapkan, Nilai, Perasaan dan

Identitas Diri

Variabel Empirik Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Culture shock pada

mahasiswa asing 5,00 20,00 10,4010 3,00947 5 20 12,5 2,5

pengkategorisasian subjek berdasarkan kategorisasi hipotetik skor culture shock

pada mahasiswa asing sebagaimana tertera pada tabel 19.

Tabel 19. Kriteria kategorisasi culture shock pada mahasiswa asing

Variabel Kriteria kategorisasi

jenjang

Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa dari 207 subjek penelitian, 76 subjek

(36,7%) memiliki skor culture shock rendah, 106 subjek (51,2%) memiliki skor culture

shock sedang sedangkan 25 subjek (12,1%) tinggi. Secara umum ubjek penelitian

memiliki culture shock sedang.

Gambar

Tabel 1:
Grafik 1
Grafik 2
Grafik 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu adanya mahasiswa yang mengalami culture shock dan ada juga yang tidak mengalaminya maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang derajat culture shock pada

POLA KOMUNIKASI MAHASISWA ETNIS MINANGKABAU YANG MENGALAMI CULTURE SHOCK DALAM INTERAKSI SOSIAL (Deskriptif Kualitatif Pada Mahasiswa Etnis Minangkabau di Universitasi.

Sedangkan definisi operasional dari intensi adalah skor dari skala likert pada item alat ukur intensi bersepeda dalam kampus.. Item yang mengukur intensi ini terdiri dari 6

digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati fenomena sosial yang dialami oleh para relawan asing terkait gegar budaya atau culture shock selama di Indonesia.Penulis memilih

Dalam suatu interaksi budaya seseorang akan mengalami tahapan- tahapan culture shock sebelum terjadi penyesuaian terhadap budaya baru tersebut, yaitu (1) Fase

Culture shock adalah fenomena yanag akan dialami oleh setiap orang yang melintasi suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah hidup dengan orang –

Adaptasi dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh mahasiswa Asal Pattani yang kuliah di Banda Aceh untuk mengatasi culture shock yang telah

Pembuatan Alat Ukur Dalam penelitian ini alat ukur psikologi yang dipakai dan berbentuk skala yang terdiri dari beberapa item, yaitu skala Kecerdasan Emosional yang akan diukur