• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi (daya prediksi) model bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan model sebelum digunakan sebagai alat simulasi alternatif kebijakan. Validasi model dilakukan melalui simulasi dinamik dasar tahun 1998-2000 dan

tahun 2001-2003 dengan menggunakan metode solusi Newton. Indikator statistik

yang digunakan dalam validasi adalah Root mean squares Error (RMSE), Root

Mean Squares Percentage Error (RMSPE), simultan bias (UM) dan Coeficient

Theils (U), dengan formula sebagai berikut :

RMSE = [ 1/T Σ (Yts – Yt a) 2 ] 0,5

(45)

RMSPE = [ 1/T Σ { (Yt s – Yt a)/Yt a}2] 0.5

(46)

(47)

− − = 2 2 2 0,5 5 , 0 2 2 ] } / { / 1 [ ] } { / 1 [ Theil - U Yt Yt Yt T Yt Yt T s s

T = Jumlah periode (tahun) pengamatan

Yt s = Nilai estimasi pengamatan pada periode ke-t

Yt a = Nilai pengamatan aktual pada periode ke-t

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil estimasi menyimpang dari alur nilai aktualnya dalam ukuran persen. Sedangkan nilai U-Theil berguna untuk mengetahui kemampuan model / daya prediksi model untuk analisis simulasi ramalan yang nilainya antara 0 - 1. Jika RMSPE, RMSE, dan U-Theil semakin kecil, maka model yang digunakan akan semakin baik (Arief, 1993 ; Koutsoyiannis, 1977). Secara umum nilai indikator statistik dalam model menunjukkan bahwa nilai dugaannya tidak menyimpang dari nilai aktualnya sehingga cukup baik dilakukan simulasi, program dan hasil validasi pada Lampiran 3 dan 4.

4.7. Simulasi Kebijakan

Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap variabel endogen yang ingin diteliti. Secara umum tujuan dari simulasi adalah : (1) melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, (2) mengevaluasi kebijakan pada masa lampau , dan (3) membuat ramalan pada waktu yang akan datang.

Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistika, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Proses simulasi

merupakan proses penentuan prediksi nilai-nilai endogenous variables dengan

berkaitaan dengan endogenous variables ini. Ramalan dapat dibedakan menurut

tujuan simulasi diantaranya adalah ramalan berdasarkan horison waktu yaitu : ex

post forecasting, ex ante forecasting, dan backcasting (Arief, 1993 ; Pyndick,

1991).

Untuk pengujian dan evaluasi terhadap model dilakukan simulasi historis pada seluruh tahun penelitian yaitu tahun 1993 sampai tahun 2003. Untuk tujuan evaluasi kebijakan pada masa lampau dilakukan simulasi periode sebelum desentralisais fiskal tahun 1998 – 2000 dan periode setelah desentralisasi fiskal tahun 2001 - 2003, program dan hasil simulasi historis pada Lampiran 5, 6, dan 11. Sedangkan untuk tujuan ramalan di masa yang akan datang dilakukan untuk periode waktu tahun 2007 – 2010.

Untuk meramalkan nilai variabel dependen, terlebih dulu harus

meramalkan nilai explanarory variable atau variabel penjelas, dengan asumsi

yang dianggap relevan dan realistis atau menggunakan metode peramalan tertentu. Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), ada dua pendekatan dasar dalam model

ramalan data time series, yaitu pendekatan kecenderungan waktu yang bertujuan

untuk menangkap prilaku jangka panjang dengan menyesuaikan persamaan

sebagai fungsi dari waktu. Fungsi trend yang digunakan adalah polynomial dan

exponensial. Sedangkan model pendekatan data time series untuk menangkap

prilaku jangka pendek dapat menggunakan metode autoregressive model.

Ramalan variabel penjelas menggunakan metode Stepwise Autoregressive

Sedangkan program dan hasil ramalan nilai variabel endogen dengan prosedur SIMNLIN pada Lampiran 9 dan 10. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan berbagai skenario kebijakan.

Skenario yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan beberapa perubahan kebijakan yaitu : kebijakan pemerintah daerah di sisi penerimaan daerah yaitu peningkatan Dana Alokasi Umum, dan peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi bersamaan dengan peningkatan pengeluaran pembangunan. Sedangkan dari sisi pengeluaran daerah yaitu skenario peningkatan pengeluaran sektor pertanian yang meliputi pengeluaran tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan secara bersama sama, peningkatan pengeluaran Infrastruktur, dan realokasi pengeluaran rutin ke anggaran pembangunan.

Pada simulasi historis dilakukan “ 5 (lima) skenario kebijakan” yaitu : (1) Peningkatan DAU, (2) Peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah bersamaan dengan pengeluaran pembangunan, (3) peningkatan pengeluaran pembangunan Infrastruktur, (4) peningkatan pengeluaran pembangunan sektor Pertanian, dan (5) realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan sektor Pertanian. Sedangkan pada simulasi ramalan tahun 2007 – 2010 dilakukan “7 (tujuh) skenario” yaitu 5 skenario yang sama dengan simulasi historis dengan besaran peningkatan DAU 16%, sedangkan 2 skenario lainnya adalah (6) realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan Infrastruktur, dan (7) realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan sektor Pertanian dan Infrastruktur.

Berdasarkan UU no 32 dan 33 tahun 2004, DAU dinyatakan sebagai bantuan pemerintah pusat untuk mengatasi kesenjangan fiskal yang terjadi akibat perbedaan potensi daerah. DAU dapat digunakan untuk membiayai baik belanja rutin maupun belanja pembangunan, jadi berpengaruh pada total penerimaan keuangan daerah. Prosentase DAU terhadap total penerimaan daerah di Bengkulu masih cukup besar yaitu 55% sebelum desentralisasi fiskal dan 81% setelah desentralisasi fiskal, hal ini menunjukkan bahwa keuangan daerah masih tergantung pada pemerintah pusat, oleh karena itu kebijakan peningkatan DAU masih diperlukan.

Pada simulasi historis dilakukan simulasi kebijakan dengan peningkatan DAU 10%, dengan pertimbangan bahwa rata-rata peningkatan DAU setelah desentralisasi fiskal setiap tahun sebesar 9.2% sehingga besaran 10% diasumsikan masih relevan. Merujuk hasil studi Sinaga dan Siregar (2003) bahwa peningkatan DAU 10% akan meningkatkan perekonomian daerah (PDRB) sebesar 0.6 persen. Peningkatan DAU ini diharapkan akan meningkatan pengeluaran pembangunan dan produksi sektoral sehingga percepatan pertumbuhan ekonomi daerah akan terwujud.

Pada ramalan tahun 2007 – 2010 dilakukan sekenario peningkatan DAU sebesar 16% dengan pertimbangan bahwa sesuai dengan rencana pemerintah pusat yang disampaikan melalui pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2006 bahwa pada tahun anggaran 2007 anggaran DAU yang akan dibagikan ke daerah akan meningkat sebesar 16% seiring meningkatnya penerimaan pemerintah dalam APBN 2007.

Pengeluaran Pembangunan Sektor Lain

Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah kewenangan dalam meningkatkan penerimaan daerah /lokal melalui Pajak atau penerimaan daerah lainnya, oleh karena itu skenario ini perlu dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian, rata-rata penerimaan daerah dari sumber PAD (Pajak, Retribusi, laba BUMD, PAD lainnya) masih < 5% dari total penerimaan daerah. Setelah desentralisasi rata-rata penerimaan Pajak daerah setiap tahun meningkat 40.32% sedangkan Retribusi meningkat 47.5%. Berdasarkan kondisi tersebut maka masih relevan dibuat simulasi kebijakan peningkatan penerimaan Pajak sebesar 40% dan Retribusi sebesar 30%. Agar peningkatan Pajak dan Retribusi tidak berdampak negatif pada iklim investasi dan usaha, maka pada skenario ini juga diimbangi dengan peningkatan alokasi untuk pengeluaran Pembangunan sektor lain dengan proporsi yang sama jumlahnya. Besaran yang sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan.

Skenario III : Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur

Skenario peningkatan pengeluaran pembangunan merupakan implementasi dari kebijakan fiskal melalui instrumen G. Kebijakan desentralisasi fiskal sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah, memberikan kewenangan pada daerah untuk mengalokasikan penggunaan anggaran sesuai prioritas daerahnya. Oleh karena itu pada simulasi kebijakan dilakukan skenario pengaturan penggunaan anggran baik rutin maupun pembangunan.

Secara teoritis, aktifitas perekonomian daerah dan Investasi daerah akan sangat dipengaruhi oleh Infrastruktur daerah yang ada khususnya Infrastruktur publik seperti PLN, sarana jalan, PDAM, dan irigasi. Skenario peningkatan pengeluaran Infrastruktur dilakukan dengan harapan akan terjadi peningkatan

meningkatkan penerimaan daerah. Penelitian Queiroz dan Gautam (1992) dalam Hartoyo (1994) meyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara Insfrastruktur jalan dengan pembangunan ekonomi. Sedangkan penelitian Hartoyo (1994) menyimpulkan bahwa peningkatan pengeluaran Infrastruktur jalan 10% mampu meningkatkan produksi subsektor tanaman pangan dan produksi pertanian lainnya sehingga perekonomian pedesaan meningkat.

Besaran 10% pada skenario ini dilakukan dengan pertimbangan rata-rata pengeluaran Infrastruktur setelah desentralisasi menurun 9%, di sisi lain kita ingin meningkatkan produksi seluruh sektor yang ada. Oleh karena itu kita mencoba meningkatkan kembali pengeluaran Infrastruktur sebesar 10%. Besaran yang

sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan.

Skenario IV : Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian

Secara teoritis, produksi suatu barang/jasa dipengaruhi oleh kapital/modal, dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen modal. Skenario ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian terlihat bahwa rata-rata pengeluaran untuk sektor Pertanian masih sangat kecil (< 10%), di sisi yang lain sumbangan sektor Pertanian terhadap PDRB daerah sampai tahun 2003 cukup besar (42.02%). Melihat potensi daerah yang berbasis pada sektor Pertanian dan rencana kerja pemerintah daerah dalam hal Revitalisasi Pertanian khususnya peningkatan produktivitas dan revitalisasi penyuluhan pertanian, maka pengeluaran pembangunan sektor Pertanian yang terdiri dari subsektor Tanaman pangan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan dicoba akan dinaikkan masing masing sebesar 20%, 40%, 20%, dan 40% .

Alasan melakukan skenario ini berdasarkan hasil-hasil studi terdahulu seperti yang dilakukan Yudhoyono (2004), untuk mencapai terwujudnya pertanian

dari pemerintah daerah. Hasil studinya menyimpulkan bahwa peningkatan anggaran pembangunan sektor pertanian mampu meningkatkan PDRB sektor pertanian. Besaran yang sama dilakukan untuk simulasi historis dan ramalan.

Skenario V : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian

Skenario ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa selama periode penelitian terlihat bahwa anggaran Rutin selalu mendapat porsi terbesar dalam APBD sehingga ingin dicoba untuk melakukan efisiensi penggunaan anggaran Rutin melalui realokasi pengeluaran Rutin 2% untuk peningkatan pengeluaran Pembangunan sektor Pertanian.

Sektor Pertanian yang akan mendapat realokasi pengeluaran Rutin adalah subsektor Tanaman pangan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan sebesar kontribusinya terhadap sektor pertanian dengan alasan bahwa sektor Pertanian memberikan kontribusi pada PDRBS cukup besar. Sesuai dengan program peningkatan produksi Tanaman pangan empat tahun ke depan sebesar 100%, diperlukan peningkatan intensifikasi pertanian melalui usaha pengadaan peralatan mekanisasi pertanian dan revitalisasi penyuluhan pertanian. Untuk tercapainya program dimaksud, maka skenario peningkatan pengeluaran subsektor Tanaman pangan sebesar 38% relevan dilakukan.

Untuk mendukung program perluasan areal perkebunan rakyat seluas 6000 ha untuk usaha kelapa sawit, karet dan kakao maka peningkatan pengeluaran pembangunan Perkebunan sebesar 142% layak dilaksanakan. Sedangkan peningkatan pengeluaran pembangunan Peternakan sebesar 64% akan digunakan untuk program peningkatan produksi peternakan yang beberapa tahun mengalami penurunan. Sedangkan usaha Perikanan yang akan didukung dari peningkatan pengeluaran pembangunan Perikanan sebesar 81% adalah usaha peningkatan

tangkap. Peningkatan budidaya perikanan darat dengan perluasan tambak di sepanjang pantai.

Penelitian yang mendukung skenario kebijakan ini dilakukan Pardede (2005) salah satu hasil studinya menyimpulkan bahwa setelah realokasi anggaran dari sektor non pertanian ke sektor pertanian di daerah Tapanuli Utara berdampak positip terhadap peningkatan output, pendapatan, dan kesempatan kerja. Penelitian Pakasi (2005) menyimpulkan realokasi Pengeluaran Rutin ke sektor Infrastruktur, Kesejahteraan sosial, dan Sumber daya manusia berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Skenario VI : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur

Pengurangan pengeluaran rutin sebesar 2% dialokasikan ke pengeluaran pembangunan Infrastruktur sehingga pengeluaran Infrastruktur bertambah 9%. Skenario ini dilakukan pada ramalan 2007 – 2010 seiring dengan program peningkatan produksi sektor pertanian dan rencana pembangunan daerah yang ingin meningkatkan pariwisata serta menarik investor. Oleh karena itu dibutuhkan sarana Infrastruktur yang lebih memadai seperti perbaikan sarana irigasi, pengembangan cargo baik melalui pelabuhan laut maupun udara.

Skenario VII : Realokasi Pengeluaran Rutin ke Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Infrastruktur

Pengurangan pengeluaran rutin 2% akan direalokasikan ke sektor pertanian dan Infrastruktur masing-masing sektor mendapat jumlah secara proporsional. Subsektor Tanaman pangan sebesar 19%, Perkebunan 70%, Peternakan 32%, Perikanan 40%, dan Infrastruktur 4.5%. Skenario ini hanya dilakukan pada ramalan 2007 – 2010.

Dokumen terkait