• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vandalisme dari Sudut Pandang Masyarakat Kota Palembang

Dalam dokumen ANALISIS GERAKAN GREEN GENERATION TERHAD (Halaman 46-50)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.3 Vandalisme dari Sudut Pandang Masyarakat Kota Palembang

Vandalisme merupakan suatu tindakan mencoret-coret gedung, jembatan atau fasilitas umum lain baik negatif maunpun positif. Vandalisme yang negatif itu sendiri terkadang tidak sesuai dengan standar kebersihan lingkungan. Para aktor vandalisme mengupayakan untuk mensalurkan kreativitas mereka yang tidak tepat. Sedangkan, vandalisme dalam lingkup positif itu sendiri ternyata di Kota

Palembang mnejadi nilai kesenian tersendiri. Biasanya sering disebut dengan seni graffiti. Graffiti itu sendiri terdapat pada kafe-kafe sebagai daya tarik konsumen di kafe tersebut. Ini menjadi salah satu hal yang menguntungkan bagi para pengusaha kafe untuk meningkatkan omzet mereka.

Rumani (48 tahun) mengatakan, mengenai vandalisme yang terjadi di kalangan remaja saat ini bahwa:

“...Coret-coret dinding itu termasuk tindakan kriminalitas dikalangan remaja pada saat ini. Bahkan banyak diantara pelakunya adalah pelajar yang masih aktif belajar, terutama ditingkat SMA dan SMK, tapi saya juga pernah melihat anak-anak SD yang pernah saya ajar pun sering melakukan hal coret-coret didinding sekolahnya sendiri bahkan meja mereka juga dicoret-coret. Hal seperti ini tidak terlepas dari peran orang tua dan sekolah dalam membentuk kepribadian dan karakter anak, disamping itu lingkungan juga sangatberpengaruh penting karena disinlah tempat mereka beraktifitas. Kesan saya melihat hal seperti itu sangat memalukan karena seperti anak itu tidak pernah dididik hal yang baik oleh gurunya. Anak remaja saat ini susah untuk diomongi...”

Artinya:

Coret-coret dinding itu termasuk tindakan kriminalitas dikalangan remaja pada saat ini. Bahkan banyak diantara pelakunya adalah pelajar di sekolah, terutama ditingkat SMA dan SMK. Tetapi saya juga pernah melihat anak- anak SD yang pernah saya ajar pun sering melakukan hal coret-coret didinding sekolahnya sendiri bahkan meja belajar mereka. Hal seperti ini tidak terlepas dari peran orang tua dan sekolah dalam membentuk kepribadian dan karakter anak, disamping itu lingkungan juga sangat berpengaruh penting karena disinilah tempat mereka beraktivitas. Kesan saya melihat hal seperti itu sangat memalukan karena seperti anak itu tidak pernah dididik hal yang baik oleh gurunya. Anak remaja saat ini susah untuk menaati peraturan terutama di sekolah.

Menurut Rumani bahwa vandalisme berupa tindakan coret-coret dinding merupakan salah satu tindakan kriminalitas dikalangan remaja. Ia menjelaskan bahwa aktor vandalisme itu sendiridi dominasi oleh para pelajar. Sebab tidak hanya mencoet dinding fasilitas umum namun mereka juga mencoret dinding, meja dan kursi belajar di sekolah. Hal ini menjadi perhatian tersendiri baik bagi sekolah maupun para orang tua. Rumani mengatakan bahwa apabila perilaku pelajar saat ini tidak terkontrol maka citra tenaga pengajar di sekolah pun menjadi buruk. Melihat kalangan remaja yang kerap melanggar aturan nilai dan norma

yang dianutnya tentu harus di sikapi dengan lebih tegas agar tidak semakin memburuk.

Selanjutnya Rumani juga mengatakan mengenai perannya sebagai orang tua dan tenaga pengajar dalam menyikapi vandalisme yang sedang marak saat ini, bahwa:

“...Peran kita sebagai orang tua harus tetap mengarahkan anak-anak remaja untuk menghargai lingkungan disekitarnya, mengajarkan bahwa tindakan coret mencoret termasuk tindakan perusak lingkungan. Bagaimana bisa kita di hargai oleh lingkungan jika kita tidak bisa menghargai dan menjaga lingkungan itu sendiri. Peran saya sebagai mengawas sekolah pada saat ini paling utama memberikan wawasan dan pengetahuan kepada guru-guru dan kepala sekolah agar mampu mendidik anak disekolah tersebut untuk tetap menjaga lingkungannya terutama harus bisa merawat dan jangan melakukan coret-coret di sembarangan tempat. Dan juga mengembangkan pola fikir anak untuk bersikap bersih dimanapun mereka berada, jika mau coret-coret bisa coret-coret dikertas saja bukan didinding...”

Berdasarkan keterangan Rumini bahwa perannya sebagai ornag tua ialah mengarahkan anak-anak remaja agar lebih menghargai lingkungan dan mengajarkan bahwa mencoret-coret dinding dan fasilitas umum merupakan salah satu tindakan merusak lingkungan. Jika ingin dihargai oleh lingkungan maka hargailah lingan terutama lingkungan sekitar kita. Sebab yang berhak memelihara dan memanfaatkan lingkungan itu ialah individu itu sendiri. Sedangkan sebagai seorang pengawas sekolah ia mengatakan bahwa hal terpenting pada saat ini ialah memberikan edukasi dan pengetahuan terhadap para tenaga pengajar agar mampu mendidik pelajar tidak hanya terkait dengan ilmu pengetahuan namun juga nilai dan norma dalam menghargai lingkungan. Seperti menanamkan budaya bersih dengan menyarakan para pelaja agar mencoret atau menulis hanya pada buku meraka saja bukan di dindng sekolah atau fasilitas umum lainnya.

Selanjutnya Puspa (20 tahun) mengatakan mengenai bagaimana vandalisme itu terjadi dan upaya yang harus dilakukan, berikut penuturannya:

“...Jika saya melihat secara langsung aksi vandalisme itu. Saya akan mencoba menegurnya tapi jika mereka terlihat seperti anak-anak punk yang berpenampilan menakutkan maka saya akan mencoba melapor ke ketua RT setempat untuk menindak lanjuti aksi tersebut karena merusak lingkungan disekitar. Biasanya aksi vandalisme dilakukan oleh anak-anak yang tergabung dalam geng dan mereka mencoret-coret dinding untuk menuliskan nama geng mereka di dinding, menurut saya itu adalah hal

yang sia-sia dan tidak bermanfaat sama sekali. Bukan hanya merusak lingkungan dan mengotori dinding tapi mereka juga menghabiskan biaya untuk membeli cat piloks yang hanya digunakan untuk mencoret-coret dinding. Untuk itu jika ada yang melihat aksi dari para vandalisme diharapkan bisa memberikan teguran secara langsung untuk membuat jera...”

Menurut saudari Puspa aksi vandalisme biasanya dilakukan oleh anak- anak atau remaja yang bergabung dalam geng tertentu. Mereka melakukan aksinya dnegan mencoet dinding dan fasilitas umum menggunakan pilox dan biasanya mereka menuliskan nama geng mereka sendiri. Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk eksistensi dan penguasaan wilayah yang pernah mereka kunjungi. Menurutnya perilaku tersebut tidaklah bermanfaat dan justru menimbulkan kerugian akibat harus mengeluarkan baiya untuk membeli cat atau pilox. Adapun upaya yang harus dilakukan menurut saudari Puspa ialah memberikan teguran agar mereka jera. Namun apabila yang melakukan aksi tersebut adalah anak Punk yang berpenampilan menyeramkan lbih baik melaporkan ke pihak yang berwenang saja. Hal ini dilakukan guna menjaga keamanan kita sebagai masyarakat yang berada dalam lingkungan tersebut.

Puspa juga mengatakan bahwa aksi vandalisme ini tidak hanya bersifat negatif seperti yang sudah ial jelaskan diatas, namun juga dalam bentuk graffiti menarik yang manambah nilai keindahan tersendiri. Berikut penuturannya:

“...Menurut saya grafitti itu seni dan biasanya mereka melakukannya ditempat-tempat yang memang seharusnya bukan didinding rumah orang yang akan merusak dan mengotori rumah orang lain. Tidak memungkiri dengan berfoto di grafitti yang ada dikafe ada rasa senang karena ada tempat yang terlihat unik dan bagus. Bukan hanya itu saja menurut saya sesuatu yang mengandung seni dan bagus memang seharusnya diabadikan dalam sebuah foto...”

Berdasarkan informasi diatas bahwa graffiti merupakan salah satu seni yang wajib diapresiasikan seperti mengabadikannya dalam foto. Sebab keindahan graffiti iu sendiri dapat dinikmati dimana saja terutama di Kota Palembang seperti pada kafe-kafe tempat remaja nongkrong.

Lalu menurut Andra (20 tahun) mengungkapkan kecenderungan vandalisme terjadi pada kalangan remaja setelah proses kelulusan Sekolah Menengah Akhir, berikut penuturannya:

“...Aksi mencoret-coret dinding biasanya banyak terjadi pada saat kelulusan, dengan mencoret-coret fasilitas umum pembatas jalan, badan jembatan, dan lain-lain. Hal itu merupakan perilaku yang tidak baik, pemborosan, dengan membeli pilox yang cukup mahal dan tidak ada manfaatnya hanya sebatas luapan kegembiraan dan nanti akan merugikan pemerintah yang akan mengecat ulang atau membersihkan coretan-coretan tersebut. Mengenai masalah ini peran kita sebagai mahasiswa harus memberikan pengarahan atau nasehat terutama pada adik-adik remaja yang ada disekitar kita bahwa perilaku seperti itu tidak ada manfaatnya...” Berdasarkan keterangan diatas bahwa vandalisme tidak hanya terjadi dalam bentuk mencoret dinding namun juga perayaan kelulusan dengan mencoret fasilitas umum seperti pembatas jalan, jembatan serta seragam sekolah yang dikenakan. Hal ini mencerminkan bahwa perilaku tersebut merupakan salah satu perilaku buruk yang tidak perlu ditiru. Sebab banyak kerugian yang harus dirasakan oleh si aktor dan pemerintah kota terkait. Aktor vandalisme tersebut akan menanggung kerugian materi yang tidak sedikit hanya untuk membeli pilox sebagai salah satu bentuk luapan kegembiraan mereka. Lalu kerugian yang dirasakan oleh pemerintah kota terkait ialah diharuskannnya mengecat ulang agar lingkungan kembali terlihat indah dan bersih. Sebagai seorang mahasiswa hal utama yang harus dilakukan ialah memberikan pengarahan dan nasehat terutama pada adik remaja agar memperbaiki perilakunya untuk lebih mengahargai lingkungan.

Dalam dokumen ANALISIS GERAKAN GREEN GENERATION TERHAD (Halaman 46-50)

Dokumen terkait