• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian

3. Variabel Dependen Kinerja SDM Tabel 4.45

Uji Validitas

Butir Pearson

Correlation Sig (2-tailed) Keterangan

K_1 0, 473** 0,000 Valid K _2 0, 613** 0,000 Valid K _3 0, 554** 0,000 Valid K _4 0, 729** 0,000 Valid K _5 0, 732** 0,000 Valid K _6 0, 479** 0,000 Valid K _7 0, 501** 0,000 Valid K_8 0, 593** 0,000 Valid K _9 0, 693** 0,000 Valid K_10 0, 859** 0,000 Valid K_11 0, 676** 0,000 Valid

Sumber : Data primer yang diolah

Berdasarkan hasil tabel 4.45 di atas dapat dilihat bahwa semua butir pertanyaan memiliki nilai pearson correlation yang signifikan dibawah 0.05. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua butir pertanyaan untuk variabel kinerja adalah valid dan dapat dilanjutkan kepengujian selanjutnya.

78

b. Uji reliabilitas

Suatu variabel dikatakan reliabel bila jika memberikan nilai Cronbach‟s

Alpha > 0,60. Sedangkan jika di bawah 0.60 data tersebut dikatakan tidak reliabel.

Tabel 4.46 Uji Reliabilitas

Variabel Cronbrach’s Alpha Status

GCG 0, 834 Reliabel

Budaya Organisasi 0, 832 Reliabel

Kinerja 0, 843 Reliabel

Sumber : data yang diolah

Berdasarkan tabel 4.46 diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan yang berkaitan dengan variabel independen (Good Corporate Governance dan budaya organisasi) dan variabel dependen (kinerja SDM) dalam kuesioner dikatakan reliabel. Hal ini dapat dilihat dari nilai Cronbach‟s Alpha

berturut-turut 0,834 0,832, dan 0,843 lebih besar dari 0,60. Dengan kata lain bahwa seluruh pernyataan pada penelitian ini memiliki tingkat kehandalan yang baik dan dapat digunakan dalam analisis pada penelitian ini.

3.Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak normal. Untuk mendeteksinya yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran dan (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika ada (titik) menyebar disekitar garis diagonal maka

79 menunjukan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normal.

Tabel 4.47

Grafik Histogram dan Normal Probability Plots

Sumber : Data diolah SPSS

Dengan melihat gambar 4.47 tampilan grafik normal probability plot maupun grafik histogram diatas, dapat disimpulkan bahwa pada grafik normal probability plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan

80 penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, Begitu pula pada grafik histrogram yang memberikan pola distribusi yang normal (tidak terjadi kemiringan). Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Untuk memperkuat hasil tersebut, maka dilakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, hasilnya sebagai berikut.

Tabel 4.48

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized Residual

N 68

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation ,98496155 Most Extreme Differences Absolute ,118 Positive ,107 Negative -,118 Kolmogorov-Smirnov Z ,975

Asymp. Sig. (2-tailed) ,297

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Data yang telah diolah

Tabel 4.48 menunjukkan besarnya nilai Sig. (2- tailed ) sebesar 0,297 > 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho tidak dapat ditolak hal ini menyatakan nilai residual terstandarisasi dinyatakan telah terdistribusi secara normal berarti mendukung uji normalitas dengan histogram dan normal p-plot regression standaridized.

b.Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation faktor (VIF). Menurut Ghazali (2009) nilai cutoff yang biasanya dipakai untuk menunjukan

81 adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤0,10 atau sama dengan nilai VIF

≥ 10. Dapat kita lihat dalam tabel 4.49.

Tabel 4. 49

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 25,329 5,740 4,413 ,000

GCG ,155 ,113 ,200 1,373 ,174 ,614 1,629

BO ,194 ,122 ,232 1,593 ,116 ,614 1,629

a. Dependent Variable: KINERJA Sumber : Data diolah SPSS

Dari tabel 4.49 di atas dapat dilihat bahwa nilai TOL (Tolerance) variabel GCG dan budaya organisasi sebesar 0, 614 sedangkan nilai VIF (Variance Infloating Factor) variabel GCG dan budaya organisasi sebesar 1, 629. Tidak ada nilai tolerance yang kurang dari 0,10 dan VIF yang lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dengan metode Glejser dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas terhadap nilai mutlak residualnya. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai alpha (Sig.> ɑ) , maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala heterosdastis atau tidak terjadi heteroskedastisitas apabila t hitung < t tabel. Pada tabel 4.50. model regresi yang baik adalah homoskedastisitas.

82 Tabel 4.50

Uji Heteroskedastisitas metode GLEJSER

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 7,861 3,920 2,005 ,049 GCG -,021 ,077 -,043 -,278 ,782 BO -,076 ,083 -,142 -,912 ,365

a. Dependent Variable: KINERJA_RES Sumber : Data diolah SPSS

Dari tabel 4.50 diatas dapat diketahui bahwa pada model regresi ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas .Hal ini karena Sig. variabel GCG terhadap absolut residual sebesar 0, 782 > 0, 05 sedangkan Sig. variabel budaya organisasi absolut residual sebesar 0, 365 > 0,05.

4.Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda, yaitu:

a.Uji Koefisien Determinasi

Ghozali (2011: 97) menyatakan bahwa koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variansi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai satu. Jika nilai R2 mendekati 1 (satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya,jika R2 mendekati 0 (nol) maka semakin lemah variasi variabel independen menerangkan variabel dependen.

Penggunaan R2 memiliki kelemahan yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi dimana setiap penambahan satu

83 variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tergantungnya (Suliyanto, 59). Maka beberapa peneliti menyarankan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 karna nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model.

Tabel 4.51

Uji Koefisien Determinasi

sumber : Data diolah SPSS

Dari tabel 4.51 diatas dapat diketahui Adjusted R2 sebesar 0.126 , hal ini berarti 12, 6%. Hasil tersebut memberikan pengertian bahwa variabel dependen yaitu kinerja SDM dapat dijelaskan oleh dua variabel independen yang terdiri dari GCG ( Good Corporate Governance ) dan budaya organisasi dengan nilai sebesar 12,6 % sedangkan sisanya 0,874 atau 87,4% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Variabel tersebut yaitu karakteristik pribadi (umur, sex, pengalaman, orientasi, gaya komunikasi), motivasi, pendapatan, gaji, keluarga, organisasi supervisi, dan pengembangan karier (Ilyas, 2002: 128).

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,390a ,152 ,126 3,334

84

b. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistic t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011: 98).

Tabel 4.52 Uji Parsial (Uji t)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) 25,329 5,740 4,413 ,000 GCG ,155 ,113 ,200 1,373 ,174 BO ,194 ,122 ,232 1,593 ,116

a. Dependent Variable: KINERJA

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.52 di atas maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 25,329 + 0,155 X1 + 0,194 X2

Keterangan:

Y : Kinerja SDM

25, 329 : Konstanta

0,155 , 0,194 : Koefisien

X1 : Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)

85

Uji Hipotesis 1: Pengaruh Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Terhadap Kinerja SDM

Hasil uji hipotesis 1 dapat dilihat pada tabel 4.52 variabel Good Corporate Governance mempunyai t hitung sebesar 1,373 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,174 > 0,05. Dengan demikian Ho diterima dan menolak Ha1 , sehingga dapat dikatakan bahwa Good Corporate Governance secara individu atau parsial tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap kinerja SDM.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irene Dumasi Siahaan (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan berlawanan yang rendah antara

penerapan Good Corporate Governance dan kinerja SDM.. Hal ini disebabkan karena

keterbatasan informasi yang diperoleh. Sedangkan untuk menilai Good Corporate

Governance (GCG) harus mengetahui berbagai karakteristik, budaya dan hubungan

antar organ perusahaan dan semua informasi tersebut termasuk kriteria rahasia

perusahaan yang tidak dipublikasikan.

Durden dan Pech (2006) menyatakan bahwa begitu beragamnya perkembangan konsep dan implementasi Good Corporate Governance (GCG) yang ada saat ini dapat saja membawa dampak negatif yang tidak terduga sebelumnya walaupun sebenarnya perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mendorong penerapan Corporate Governance yang lebih baik. Semakin bertambah fokus pengaturan pada Corporate Governance justru menciptakan potensi untuk menggangu dan menghambat manajemen senior dalam menjalankan perannya guna meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka pangjang.

86 Sebelumnya Grantham (2004) menyatakan bahwa salah satu tujuan dari perkembangan konsep Corporate Governance adalah membentuk suatu tatanan independen guna mengawasi manajemen dengan ketat. Namun demikian dengan adanya pengawasan yang ketat ini sebaliknya dapat menggangu dan memberikan tekanan yang berlebihan kepada manajemen melalui pembatasan kebebasan dan pengambilan dicretion dalam mengelola dan menjalankan organisasi.

Bartholomeusz (2002) mengungkapkan salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah begitu cepatnya pertumbuhan konsep Good Corporate Governance baik dalam jumlah maupun kompleks seiring dengan berbagai upaya mengubah sesuatu yang awalnya merupakan art menjadi science. Dalam proses tersebut berkembanglah pola pikir yang bersifat terlalu teknis dan legalictic sehingga seringkali lebih mengutamakan bentuk ( form ) dari pada substansi.

Dalam berbagai belahan dunia, beragam perubahan hukum dan ketentuan dilakukan guna memperbaiki penerapan Corporate Governance termasuk dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada badan badan pemerintahan yang berwenang untuk mengawasi penerapan Corporate Governance. Perusahaaan dituntut untuk mendokumentasikan segala proses secara lebih hati- hati sehingga semakin menambah tekanan bagi perusahaan untuk memiliki penyimpanan data yang lebih besar dan pengadaan tekonologi yang lebih baik. Selain itu hal ini juga akan manambah biaya perusahaan dalam bentuk biaya waktu untuk melakukan validasi terhadap berbagai fungsi internal control dalam perusahaan.

87 Durden dan Pech (2006) menyatakan pula bahwa bagi organisasi organisasi tertentu, pendekatan Corporate Governance yang lebih bersifat

prescriptive , legal, dan regulary akan memperbesar resiko kegagalan manajemen dalam merespon deras dan cepatnya tekanan tekanan eksternal. Hambatan- hambatan yang muncul karena ketentuan akan menghambat kecepatan pengambilan keputusan, mengalihkan perhatian, dan membuat kecil upaya- upaya manajeman dalam merumuskan strategi berkompetisi, fleksibilitas bisnis dan usaha- usaha lainya dalam rangka beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Sebaliknya hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ristifani (2009) penelitian ini menemukan adanya pengaruh yang siqnifikan antara Good Corporate Governance (GCG) terhadap kinerja.

Uji Hipotesis 2: Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja SDM

Hasil uji hipotesis 2 dapat dilihat pada tabel 4.52 variabel budaya organisasi mempunyai t hitung sebesar 1,593 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,116 > 0,05. Dengan demikian Ho diterima dan menolak Ha1, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi secara individu atau parsial tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap kinerja SDM.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Morgan (1997) yang menyatakan budaya organisasi yang terlalu kuat sering mendorong organisasi menjadi egosentrik, seolah-olah perusahaannya yang terbaik sehingga cenderung menyepelekan dan enggan mengakui keunggulan para pesaing.

88 Seperti yang dikatakan Robbins (1997), hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa hubungan antara budaya dengan kinerja perusahaan bersifat

modest (tidak terlalu kuat) sehingga perlu moderating variable untuk memperjelas sejauh mana kontribusi budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan. Artinya, budaya organisasi bukan satu-satunya variabel yang dapat mempengaruhi kinerja

perusahaan. Dalam hal ini Bate (1994), O’Reilley (1989) dan Wilkin and Ouchie (1983) mengatakan bahwa “budaya sebagai perangkat lunak organisasi harus kompatibel dengan perangkat kerasnya” manajemen strategi.

Penelitian Lim (1995: 19) berkesimpulan bahwa hubungan budaya terhadap kinerja bukan bersifat kausalitas dimana budaya organisasi bisa digunakan untuk memprediksi kinerja perusahaan. Budaya organisasi dalam pandangan Lim lebih berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan menjelaskan apa yang terjadi dalam perusahaan dalam rangka memahami perusahaan tersebut lebih baik. Bagi Denison (1990) dan Kotter and Heskett (1992), perusahaan yang berhasil bukan sekedar mempunyai budaya yang kuat tetapi budaya yang kuat tersebut harus cocok dengan lingkungannya.

Sebaliknya penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2011) yang menjelaskan adanya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja guru dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ojo Olu (2009) yang menyatakan ada pengaruh positif antara budaya organisasi terhadap kinerja. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Maghfiroh dan Yusriyati Nur Farida (2012) yang menyatakan ada pengaruh signifikan antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan walaupun pengaruhnya tidak sebesar

89 variadel independen yang lain, dan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyantono dan Kompyurini (2008) yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja SDM.

c . Signifikansi Simultan (Uji sasistik F)

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Jika nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011: 98).

Tabel 4.53 Uji F ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 129,361 2 64,681 5,819 ,005b

Residual 722,448 65 11,115

Total 851,809 67

a. Dependent Variable: KINERJA b. Predictors: (Constant), BO, GCG Sumber : Data diolah SPSS

Uji Hipotesis 3: Pengaruh Prinsip-prinsip Good Corporate Governance budaya organisasi terhadap kinerja SDM

Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.53 nilai Fhitung diperoleh sebesar 5,819 lebih besar daripada 4 dengan probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis alternatif diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa Good Corporate Governance (GCG) dan budaya organisasi secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja SDM .

90 Hal ini didasarkan pada prinsip – prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan budaya organisasi menjadi perekat moral, motivasi, etos kerja SDM di Pegadaian serta bisa menutupi kekurangan dan kelebihan dari masing – masing variabel.

Sehingga untuk mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) ada beberapa sarana pendukung yaitu : perumusan visi, misi dan tujuan yang jelas, struktur organisasi yang menjamin keseimbangan pembagian tugas dan kejelasan tugas masing – masing, serta menghindari tumpang tindih, kejelaan mekanisme kerja, budaya organisasi dan sistem pengendalian ( Pieris dan Jim, 2007 : 146 ).

Prinsip- prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG) dan budaya organisasi menjadi titik rujukan bagi perusahaan dalam membangun framework dalam mewujudkan kinerja SDM yang lebih baik. Sehingga akan memberikan nilai bagi semua stakeholders (Wilson, 2008 : 11 ).

91

BAB V

Dokumen terkait