• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3.3. Ketersediaan Pelayanan Publik

2.3.3.3. Variabel 3 : Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum

Pada Variabel 3 – Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum – terdapat 3 (tiga) indikator, yaitu: 1) Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi; 2) Panjang Jalan Per Luas Wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota); dan 3) Inisiatif Pemda Untuk Menangani Krisis Listrik. Secara rinci, penjelasan terhadap indikator-indikator tersebut diuraikan berikut ini.

2.3.3.3.1. Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi 1) Air Bersih

Definisi

Persentase Penduduk Berakses Air Minum adalah proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, air minum (drinking

water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang

memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum Kegunaan

Persentase penduduk yang berakses air minum adalah proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan.

Yang dimaksud air bersih meliputi air minum yang berasal dari air mineral, air ledeng/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung dalam jumlah yang cukup sesuai standar kebutuhan minimal.

Semakin tinggi nilai persentase penduduk yang dapat mengakses air minum sesuai dengan standar kebutuhan minimal, menunjukan semakin mampu daerah tersebut menyediakan pelayanan kesehatan.

Cara Menghitung

Sumber air untuk minum atau memasak dapat diidentifikasi dan meliputi: 1) Sumber air;

2) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); 3) Membeli air bukan dalam kemasan; Sedangkan Sumber Air Minum meliputi

1) Air dalam kemasan; 2) Air ledeng;

3) Air pompa; 4) Air sumur/perigi; 5) Mata air; dan

6) Sumber-sumber lainnya; seperti air sungai dan danau.

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah menetapkan standar pelayanan 55-75% penduduk terlayani dengan tingkat pelayanan minimal sebagai berikut:

1) 60-220 liter per orang per hari untuk permukiman di kawasan perkotaan; 2) 30-50 liter per orang per hari untuk lingkungan perumahan; dan

3) Memenuhi standar air bersih.

Sedangkan untuk wilayah permukiman ditetapkan standar bahwa bidang sarana pelayanan air bersih dengan indikator: penduduk terlayani, tingkat debit pelayanan per orang dan tingkat kualitas air minum dengan cakupan 55%–75% penduduk terlayani dengan tingkat pelayanan minimal:

2) 30–50 liter per orang per hari untuk lingkungan perumahan; 3) Memenuhi standar air bersih.

Proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Sumber Data

Elemen data tentang jumlah penduduk yang berakses air minum dapat diperoleh di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sedangkan elemen data jumlah penduduk dapat diperoleh dari data ”Sensus Kependudukan” yang dilakukan oleh BPS secara periodik. 2) Sanitasi

Definisi

Persentase rumah tinggal bersanitasi adalah proporsi rumah tinggal bersanitasi terhadap jumlah rumah tinggal.

Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air bersih.

Rumah tinggal bersanitasi baik harus memiliki sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dengan menggunakan sistem setempat (memiliki

septic tank).

Rumah tidak layak huni adalah rumah yang dibuat dari bahan bekas/sampah (seperti potongan triplek, lembaran plastik sisa, dsb) yang dipertimbangkan tidak cocok untuk bertempat tinggal atau terletak pada areal yang diperuntukkan bukan untuk permukiman, termasuk rumah gubuk.

Ciri-ciri rumah tidak layak huni adalah kondisi di mana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial dengan kriteria antara lain:

1) Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2, sedangkan di desa kurang dari 10

m2;

2) Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya;

3) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses; 4) Jenis lantai dari tanah;

5) Tidak mempunyai fasilitas tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK). Kegunaan

Proporsi rumah tinggal bersanitasi terhadap jumlah rumah tinggal merupakan indikasi tersedianya fasilitas dan akses penduduk suatu daerah terhadap rumah layak huni bersanitasi.

Semakin tinggi nilai indikator ini, semakin mampu suatu daerah menyediakan layanan yang layak bagi penduduk dan semakin tinggi kemampuan daerah tersebut untuk menyelenggarakan otonomi.

Penduduk Berakses Air Bersih x 100 Jumlah Penduduk

Cara Menghitung

Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Sumber Data

Elemen data mengenai jumlah rumah tinggal berakses sanitasi dapat diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan.

2.3.3.3.2. Panjang Jalan Per Luas Wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) Definisi

Proporsi panjang jaringan jalan per luas wilayah adalah angka perbandingan antara panjang jaringan jalan dalam kondisi baik terhadap luas wilayah secara menyeluruh di masing-masing provinsi/kabupaten/kota.

Mutu jalan di suatu daerah berpengaruh terhadap berbagai kegiatan penduduk, khususnya kegiatan perdagangan dan upaya untuk melakukan integrasi antar wilayah terbelakang dengan pasar yang lebih besar.

Kegunaan

Nilai indikator ini memiliki kegunaan untuk mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan yang ada di suatu daerah tertentu. Hal tersebut dapat juga dibaca sebagai kemampuan daerah tersebut dalam menyediakan dan memelihara sarana dan prasarana publik.

Selain itu, pembangunan jalan baru yang diupayakan sendiri oleh pemerintah daerah menjadi suatu parameter yang baik dan perlu mendapat apresiasi dalam memperhitungkan ketersediaan prasarana wilayah secara mandiri.

Semakin besar nilai indikator ini, semakin tinggi kemampuan daerah tersebut dalam menyediakan dan memelihara sarana dan prasarana publik.

Cara Menghitung

Penghitungan nilai indikator ini mempertimbangkan 3 (tiga) jenis jalan, yaitu:

1) Jalan Nasional/Negara; adalah jalan yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat;

2) Jalan Provinsi; adalah jalan yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi;

3) Jalan Kabupaten/Kota; adalah jalan yang pembinaannya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Seimbangnya rasio panjang jalan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota dengan luas wilayahnya akan menunjukkan baiknya perencanaan pengembangan wilayah tersebut dan merupakan output dari upaya pemerintah daerah meningkatkan rentang kendali melalui pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan/jembatan yang menjangkau seluruh wilayah.

Jumlah Rumah Tinggal Berakses Sanitasi x 100 Jumlah Rumah Tinggal

Panjang Jalan Baru Dalam Kondisi Baik x 100 Luas Wilayah

Sumber Data

Kedua elemen data tersebut dapat diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan/atau Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

2.3.3.3.3. Inisiatif Pemda Untuk Menangani Krisis Listrik Definisi

Inisiatif Pemda untuk Menangani Krisis Listrik adalah upaya inovatif yang dilakukan Pemerintahan Daerah untuk memenuhi kebutuhan listrik penduduk di wilayahnya.

Desa dan masyarakat yang belum menikmati listrik masih cukup banyak. Pembangunan listrik perdesaan masih sangat tergantung pada kemampuan pendanaan pemerintah pusat yang terbatas, sedangkan peranan pemerintah daerah dan masyarakat masih sangat kecil. Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat disebabkan masih terbatasnya kemampuan pendanaan, terbatasnya kewenangan skala kapasitas yang diberikan dan peraturan perundangan yang belum menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Walaupun kebijakan energi nasional sudah ada, namun kebijakan tersebut perlu dilandaskan pada perencanaan energi nasional yang komprehensif. Upaya pemanfaatan energi alternatif dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang semakin mahal dan ketersediaannya semakin menipis. Sebagai alternatif dapat dipergunakan gas bumi, batubara, dan energi terbarukan seperti panas bumi, tenaga air, tenaga nuklir, tenaga surya, tenaga angin, fuel cell (sel bahan bakar), dan biomasa.

Kegunaan

Sektor ketenagalistrikan selain menjadi bagian yang menyatu dari mesin pertumbuhan ekonomi, juga merupakan komponen sentral pembangunan berkelanjutan. Energi yang berkualitas tinggi, termasuk di dalamnya akses terhadap pelayanan listrik merupakan daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi di suatu daerah.

Cara Menghitung

Sebutkan bentuk inisiatif dan/atau inovasi yang dilakukan pemerintah daerah sebagai upaya menangani krisis listrik di daerah.

Sumber Data

Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang menangani produk-produk hokum dan BAPPEDA serta Kantor PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN Persero) dan/atau Asosiasi Masyarakat Kelistrikan Indonesia (AMKI) di masing-masing daerah.

Dokumen terkait