• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.4. Percetakan Berkualitas dan Berwawasan Lingkungan

2.5.4. Verifikasi dan Validasi

Menurut Hartrisari (2007), model yang dibangun perlu diuji, apakah sesuai untuk penyelesaian permasalahan yang dihadapi sehingga hasil eksekusi model dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Verifikasi merupakan tahap pembuktian yang perlu dilakukan setelah model dibangun. Verifikasi sebagai suatu tes terhadap model yang disusun sesuai tujuan dan sesuai kebenarannya. Menurut Eriyatno (2007), proses uji sahih verifikasi dilakukan dengan maksud untuk mengetahui berbagai kelemahan maupun kekurangan serta mengidentifikasi berbagai persoalan yang harus diantisipasi dalam kaitan penerapan kebijakan yang dihasilkan. Verifikasi model berkaitan dengan kesesuaian antara model konseptual dengan model yang dibangun. Verifikasi bertujuan memperoleh informasi tentang pencapaian kinerja pengelolaan percetakan yang sebenarnya. Perbandingan data empirik percetakan dengan nilai standar menunjukkan nilai deviasi yang terjadi.

Menurut Hartrisari (2007), validasi untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang benar dan harus ditunjang oleh kebenaran yang bersifat obyektif. Menurut Eriyatno (1998), validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan menyakinkan. Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data percetakan skala besar, skala menengah, dan skala kecil.

2.6. Penelitian Terdahulu 2.6.1. Pentingnya Kualitas

Di era globalisasi ini informasi dan teknologi semakin terbuka. Konsumen mengetahui dengan baik produk apa yang diinginkan dengan standar-standar kualitasnya. Tuntutan konsumen terhadap perusahaan semakin meningkat demi memuaskan kebutuhannya sehingga perusahaan yang berhasil dan memiliki

kinerja yang baik adalah mereka yang tanggap terhadap keinginan konsumen. Perusahaan perlu untuk terus-menerus meningkatkan kualitas produk dan pelayanan terhadap konsumen. Melalui peningkatan kualitas, perusahaan dapat meningkatkan daya saing sehingga pada akhirnya kinerja perusahaan dapat meningkat berupa peningkatan profit atau market share (Reimann and Hertz, 1999, Schonberger and Knod, Jr, 1997).

Pada tahun 1992, perusahaan-perusahaan di 12 negara Eropa, yaitu Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembourg, The Netherlands, Portugal, Spanyol, dan Inggris memulai untuk melakukan peningkatan kualitas melalui kesepakatan kualitas dari sisi input. Mereka menuntut para pemasok untuk lebih meningkatkan kualitas produknya. Standar input kepada pemasok semakin diperketat. Kemudian setelah itu melakukan proses produksi dengan penyempurnaan teknologi. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen. Kondisi ini menyebar ke seluruh Eropa yang tergabung dalam EFTA (European Free Trade Association), seperti Austria, Finlandia, Iceland, Liechtenstein, Norwegia, Swedia, dan Swiss (Steeples, 1994).

Penelitian West, Cianfrani, dan Tsiakals (1999), peningkatan kualitas produk menekankan pada tindakan pencegahan, implementasi kebijakan kualitas, dan corrective action. Peningkatan kualitas tersebut mensyaratkan 3 perubahan yaitu:

1. Perubahan ke arah continuous improvement dalam kinerja dengan menggunakan informasi data terbaru;

2. Perubahan ke arah customer satisfaction melalui standar-standar serta parameter yang sesuai;

3. Teknik statistik dibutuhkan tidak hanya pada saat aktivitas product realization tetapi juga saat proses produksi.

Zuckerman (2000) menyatakan bahwa untuk peningkatan kualitas melalui standar ISO series 9000, perusahaan lebih memfokuskan pada continuous improvement dan customer satisfaction. Conti (1999) menyatakan bahwa persyaratan baru dan standar parameter yang diperbaiki merupakan perubahan yang besar dimana tujuan perusahaan adalah tidak hanya pada kualitas produk tetapi juga untuk customer satisfaction. Zhu dan Scheuermann (1999) menyatakan bahwa penggunaan standar kualitas dengan tepat akan dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian Sissel (1996) melaporkan bahwa berdasarkan survei terhadap 1880 responden, dihasilkan beberapa manfaat dari peningkatan kualitas adalah peningkatan competitive advantages, peningkatan permintaan pelanggan, makin tingginya persepsi kualitas, dan peningkatan market share. Dengan demikian kinerja perusahaan semakin meningkat.

Ebhahimpout, et.al (1997) menemukan bahwa peningkatan kualitas melalui standar internasional seperti ISO menuntut tingginya perbaikan product design (terhadap input), prosess design (terhadap proses produksi), dan product quality (terhadap output). Untuk itu diperlukan komunikasi dengan para pemasok dalam rangka pemenuhan standar kualitas yang diminta. Penelitian Powell (1995) menemukan bahwa kunci dari kinerja perusahaan bukan hanya pada alat dan teknik yang digunakan tetapi juga pada faktor-faktor intangible seperti pengelolaan dan pemberdayaan SDM dan komitmen manajemen. Faktor-faktor ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja perusahaan.

Menurut Hendricks dan Singhal (1996); Hendricks dan Singhal (1997), dalam TQM tujuan perusahaan adalah kinerja dan customer satisfaction. Fokusnya adalah untuk peningkatan daya saing perusahaan dimana pada akhirnya akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Penelitian Adam (1994) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara peningkatan kualitas perusahaan manufaktur dengan kinerja yang dihasilkan. Penelitian Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994) menemukan bahwa hasil penelitiannya mendukung terdapat dampak positif dari peningkatan manajemen kualitas terhadap customer satisfaction dan pada akhirnya terhadap kinerja perusahaan yaitu profitabilitas. Madu, Kuei, dan Jacob (1996) meneliti bahwa pengelolaan manajemen pada perusahaan manufaktur (termasuk percetakan) mengarah pada hubungan positif yang lebih kuat antara dimensi kualitas terhadap kinerja perusahaan dibandingkan dengan perusahaan jasa. Model yang dikembangkan oleh Han (2000) dalam penelitiannya bahwa pengelolaan manajemen yang mengarah pada peningkatan kualitas dengan standar-standar kualitas yang tepat, akan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Untuk meningkatkan kualitas dibutuhkan parameter-parameter standar kualitas yang mengarah pada peningkatan kinerja perusahaan. Parameter-parameter ini dalam strategic management disebut dengan critical success factor (CSF). Penelitian Martin dalam Abraham (2000) pada perusahaan IT menemukan bahwa terdapat 8 indikator kinerja yaitu:

1. Pembangunan sistem 2. Penerapan data processing 3. Pembangunan SDM

4. Manajemen kontrol terhadap lingkungan 5. Dukungan top management

6. Manajemen perubahan

7. Data sebagai sumberdaya perusahaan 8. Sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan

Penetapan standar-standar Pengelolaan manajemen yang berkualitas Penerapan TQM Dukungan dari ISO 9000 Customer satisfaction Daya saing Kinerja perusahaan

Gambar 9. Pengaruh Pengelolaan Manajemen yang Berkualitas terhadap Kinerja Perusahaan (Han, 2000).

Dalam penelitian Abraham (2002) ditemukan bahwa penetapan standar sebagai indikator kinerja, dipengaruhi oleh struktur industri, faktor temporal, faktor lingkungan, serta strategi kompetitif dan posisi industri (Gambar 10).

Faktor lingkungan

Struktur

industri Penetapan standar

Faktor temporal

Competitive strategy, posisi industri, dan

lokasi geografis