• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEK PEMBELAJARAN 1: KONSERVASI DESTINASI EKOWISATA MILENIAL

IV. Kesimpulan

4.5. Wae Rebo

menjadi salah satu modal untuk meningkatkan perekonomian dan taraf hidup mereka.

Kata Kunci: Desa Wae Rebo, Konservasi, Peran Milenial

Pendahuluan

Konservasi sendiri memiliki arti sebagai bentuk usaha untuk melindungi, memelihara dan membudida-yakan sebuah proyek yang digunakan untuk jangka pan-jang. Objek-objek yang dikonservasi bisa berupa alam, lingkungan, bahkan bisa juga dalam bidang budaya.

Sedangkan budaya sendiri juga memiliki arti sebagai beberapa gagasan, beberapa tindakan, serta beberapa karya yang dihasilkan, dengan kata lain budaya ini adalah sebuah proses dan hasil. Adanya sebuah proses dan hasil tersebut, maka Budaya sendiri tidak diartikan sebagai benda mati, bahkan bisa dikatakan sebagai sambungan manusia dalam mengembangkan sebuah kehidupan.

Konservasi budaya sendiri memiliki dua dimensi yaitu dimensi yang mengarah ke belakang dan dimensi yang mengarah ke depan. Sebuah dimensi yang mengarah ke belakang dapat diwakilkan sebagai proses sebuah perlindungan dan pemeliharaan kepada kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan untuk dimensi yang mengarah ke depan, diartikan sebagai dimanifestasikan dengan cara menjaga jangka panjang budaya tersebut. Konservasi ini dapat dikerjakan di dalam dinamisnya budaya tersebut. Konservasi berperan untuk melindungi budaya tersebut agar tetap berfungsi tanpa harus melupakan ajaran ajaran awal yang sudah dibangun sebelumnya.

Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 255 juta penduduk. Angka jumlah penduduk tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang menempati urutan keempat jumlah populasi terbesar di dunia. Dengan angka penduduk tersebut melibatkan banyak berbagai keanekaragaman budaya, agama, etnis, maupun bahasa yang dimiliki oleh Indonesia. Keunikan dan keanekaragaman budaya di Indonesia inilah yang sangat potensial untuk dijadikan daya tarik pariwisata terutama untuk wisatawan ekowisata dari berbagai mancanegara.

Dengan potensi tersebut Indonesia seharusnya sudah bisa memajukan konservasi budaya dan memberdayakan perekonomian masyarakat sekitar.

Salah satu desa yang berpotensi untuk dilakukannya konservasi yaitu desa yang ada di daerah Manggarai Flores. Desa wae rebo merupakan desa yang terpencil dan tertinggi dibandingkan dengan desa pariwisata yang ada di Indonesia. Desa ini terletak di ketinggian 1.200 mdpl, dan terletak di Pulau Flores, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, NTT. Desa ini merupakan salah satu ekowisata Indonesia dengan memiliki konservasi budaya yang sangat kental dan memiliki pemandangan yang indah dan menarik dalam kondisi alamnya. Desa ini terkenal dengan adanya 7 rumah unik berbentuk kerucut yang menjadi salah satu atraksi utama di Desa Wae Rebo.

Rumah adat yang sangat unik tersebut dinamakan Mbaru Niang, di mana rumah adat memiliki filosofi dan kehidupan sosial masyarakat Wae Rebo.

Desa wae rebo termasuk wisata masih jarang dikunjungi oleh wisatawan, karena menuju ke sana membutuhkan tenaga dan usaha yang sangat besar. Hal

tersebut disebabkan oleh akses jalan untuk ke desa wae rebo belum sempurna karena tempat desa tersebut di bukit. Jika wisatawan ingin mencapai ke desa wae rebo harus melakukan jalan kaki atau trekking selama 3 jam.

Akan tetapi selama perjalan wisatawan disuguhkan oleh pemandangan dari jauh yaitu Pulau Mulas yang ada di wilayah Wae Rebo tersebut. Bila dilihat dari segi pariwisata desa ini memiliki potensial yang mampu dijadikan sebagai desa wisata yang tak kalah menarik dari desa - desa wisata yang ada di Indonesia. Hanya saja pemerintah masih kurang dalam mengelola dan mengembangkan peluang dari desa wisata tersebut. Hal tersebut perlu bantuan generasi milenial yang memiliki ideasi dan kreativitas untuk membantu mengelola dan mengembangkan Desa Wae Rebo.

Generasi milenial berpotensi besar pada pariwisata pada zaman sekarang, karena peran generasi milenial akan peka terhadap teknologi yang terus berkembang.

Generasi milenial juga memiliki perilaku senang berwisata, milenial di Indonesia dalam setahun minimal 1 kali berwisata. Generasi milenial akan membantu sektor pariwisata untuk mengelola dan mengembangkan pariwisata Indonesia.

Analisa Konservasi

Desa Wae Rebo merupakan desa tradisional yang masih mempertahankan kebudayaan asli lokal dan bentuknya di manggarai. Desa ini terletak di ketinggian 1.200 mdpl, dan terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia atau Lebih tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara

Timur. Desa ini dijadikan destinasi ekowisata oleh pemerintah Indonesia.

Konservasi budaya di Desa Wae rebo ini yaitu pada 7 rumah kerucut yang dijadikan sebagai ikon daripada Desa Wae Rebo, Nama rumah adat tersebut yaitu Mbaru Niang. Rumah adat ini telah mendapatkan beberapa penghargaan yang dikarenakan oleh arsitektur bangunan rumah adat tersebut. Seperti pada tahun 2012 Unesco Asia Pacific Awards for Culture Heritage Conservation, Penghargaan ini diberikan dalam upaya pelestarian warisan budaya yang berupa bangunan rumah tersebut di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, pada tahun 2013 masuk nominasi 20 besar penghargaan Aga Khan Award for Architecture. Hal tersebut membuat konservasi budaya Wae Rebo mendapatkan pengakuan sebagai sebuah model baru rumah adat dari konservasi arsitektur.

Rumah ini dibangun tidak dengan cara yang biasa saja, namun harus dilakukan dengan cara upacara adat terlebih dahulu. Persiapan pembangunan Rumah Adat Desa Wae Rebo ini membutuhkan waktu hingga satu tahun termasuk perencanaan pembangunan dan pengerjaan Rumah Adat ini dilakukan dengan sistem gotong royong. Bahan-bahan yang diambil untuk membangun rumah adat Desa Wae Rebo ini sangat tradisional, yakni dengan bahan kayu Worok, dengan papan lantai yang terbuat dari kayu Ajang, balok-balok yang terbuat dari kayu Uwu, serta atap yang menggunakan bahan daun Lontar yang ditutup dengan ijuk yang membentang dari ujung atap hingga hampir menyentuh tanah. Struktur rumah adat Desa Wae Rebo ini memiliki bentuk yang menyerupai topi kerucut. terdapat satu

Rumah adat yang “Utama” yang dinamakan Niang Gendang memiliki diameter hingga 15 meter, dan biasanya rumah utama ini digunakan untuk menyelenggarakan sebuah acara, sedangkan rumah niang lainnya hanya berdiameter sekitar 12 meter.

Rumah Mbaru Niang ini difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga, dan masing masing Niang-nya itu terdiri atas 6 keluarga hingga 8 keluarga. Uniknya, rumah ini terdiri dari 5 tingkatan rumah dan tingkatan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Lantai yang pertama biasa warga menyebutnya Lutur yang difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga dan tempat berkumpul dengan keluarga. Tingkatan yang kedua dinamakan sebagai Loteng atau Lobo yang berfungsi sebagai penyimpanan bahan makanan dan barang barang sehari hari. Tingkatan yang ketiga dinamakan sebagai Lentar yang digunakan sebagai penyimpan benih benih tanaman pangan untuk bercocok tanam. Tingkatan yang ke empat yaitu Lempa Rae yang digunakan sebagai penyedia stok pangan apabila terjadi bencana kekeringan. Tingkatan kelima yaitu Hekang Kode yang digunakan untuk tempat sesajen persembahan kepada leluhur.

Menurut survei yang dilakukan oleh Indecon pada tahun 2013, bahwa terdapat 42 jenis pohon yang hidup dan juga 38 jenis burung hidup di dalam hutan lindung.

Jenis pohon yang dijumpai adalah pohon Natu (Planchonella firma), Ketang (Planchonella obovata), Maras (Dysoxylum sp), Worok (Dysoxylum nutans), Moak (Dacrycarpus imbricatus), Pinis (Podocarpus amarus), Rukus (Adinandra javanica), Kenti (Leptospermum flavescens) Rentigi (Vaccinium timorensis) dan Mpuing

(Decaspermum fruticosum). Sedangkan jenis burung yang terdapat di penghuni hutan pegunungan tersebut adalah babi hutan (Sucelebensis), monyet ekor panjang atau Kode (Macaca fascicularis), bajing (Callosciurus notatus), musang (Paradoxurus Hermaphroditus), dan landak (Hystrix javanica).

Analisa Fasilitas Wae Rebo

Menurut hasil literatur yang kami baca, bahwa fasilitas dan akses di Desa Wae Rebo sangat minim.

Akses menuju ke Desa Wae Rebo menurut kami kurang memadai, karena kondisi jalan untuk akses menuju desa Wae Rebo ini rusak, berbatu, berlubang, dan akses kendaraan pun juga sangat sulit. Kendaraan bermotor khususnya mobil hanya bisa sampai ke desa Denge atau desa yang paling dekat dengan desa Wae Rebo, dan sisanya harus berjalan kaki atau trekking menuju ke Wae Rebo.

Selain itu fasilitas di Desa Wae Rebo juga kurang memadai, seperti jaringan listrik yang ada di desa Wae Rebo ini hanya ada pada jam 6 sore sampai 10 malam.

Disisi lain untuk air bersih masih menggunakan air yang berasal dari pegunungan.

Analisis Partisipasi Masyarakat

Peran masyarakat yang kami dapatkan dari literatur yang telah kami baca yaitu, partisipasi masyarakat di acara LPBW atau Lembaga Pelestari Budaya dengan bersama-sama membahas serta mengambil keputusan untuk rencana pengembangan desa wisata Wae Rebo ini di masa yang akan datang. Peran selanjutnya yaitu

pertanggungjawaban terhadap pengelolaan desa wisata Wae Rebo, maksudnya menjaga dan melestarikan keamanan, kebersihan, menjaga benda peninggalan nenek moyang, dan jika ada wisatawan berkunjung di wae rebo partisipasi wanita di wae rebo yaitu menyiapkan dan menghidangkan makanan. Yang ketiga yaitu peran masyarakat dalam mendapatkan revenue dengan cara menjual hasil tenun, menjual souvenir khas wae rebo serta menjual hasil bumi mereka berupa kopi khas Wae Rebo.

Keempat yaitu dengan Rapat Evaluasi oleh LPBW setiap satu bulan dengan bahasan hasil pencapaian, dan di fase akhir tahun akan membahas keuangan dan aktivitas selama satu tahun tersebut. Kelima yaitu usaha masyarakat untuk selalu menghadiri rapat seluruhnya yang diselenggarakan oleh pihak LPBW untuk masyarakat Wae Rebo.

Ideasi Pasar Milenial

Dari pembahasan yang kami ulas di atas, kami memiliki saran dan opini untuk memberikan inovasi atau ideasi agar wisata Desa Wae Rebo bisa berkembang dan lebih meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar Wae Rebo. Hal tersebut akan dibantu oleh generasi milenial, di mana generasi milenial tidak luput dari teknologi yang saat ini terus berkembang. Generasi milenial juga memiliki peran yaitu ketertarikan dalam interaksi sosial dalam berpariwisata, seperti suka sesama berbagi, peduli terhadap lingkungan, dan responsif terhadap lingkungan sosial. Dengan peran milenial tersebut, generasi milenial bisa mengembangkan, tetap menjaga dan melestarikan

konservasi yang ada di tempat wisata tersebut. Di sisi lain PROMOSI

juga generasi akan meminta bantuan kepada pemerintah setempat dan juga partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola, dan mengembangkan Desa Wae Rebo.

Pada peran milenial ini terdapat beberapa tahapan untuk membuka pasar milenial dalam menjaga, mengelola, serta mengembangka desa wisata Wae Rebo ini. Tahapan yang pertama yaitu tahapan yang perlu diingat bahwa generasi milenial yang juga salah satu komponen desa, perlu dilibatkan dalam pengelolaan desa wisata.

Tahap kedua yaitu di mana tahap ini merupakan proses yang dilakukan oleh generasi milenial, pemerintah setempat, pihak swasta, dan masyarakat lokal untuk melakukan rapat sebagai merencanakan pengembangan wisata wae rebo, mengawasi desa wae rebo, dan juga upaya pelestarian desa wisata. Dalam merencanakan dan mengembangkan ada beberapa inovasi yang sebaiknya dilakukan yaitu yang pertama dengan mendirikan sebuah penangkaran hewan yang asli dari daerah tersebut agar terdapat objek yang dikunjungi oleh wisatawan selain rumah Mbaru Niang. Inovasi yang kedua yaitu memperluas lahan untuk proses budidaya kopi wae rebo agar masyarakat setempat mendapatkan revenue yang lebih.

Inovasi selanjutnya, yaitu memperbaiki akses untuk menuju ke Desa Wisata tersebut. Dengan mengajak pemerintah setempat, inovasi memperbaiki jalan agar aksesnya lebih mudah untuk dituju sangat memberikan manfaat untuk desa wisata tersebut, dan dapat menambah nilai jual desa wisata Wae Rebo. Inovasi selanjutnya, yaitu mendirikan toko souvenir agar wisatawan tidak sulit untuk mencari souvenir khas dari daerah tersebut.

Tahap yang ketiga yaitu Produk. Produk dari desa wisata Wae Rebo sendiri berupa Souvenir khas Wae Rebo, Penginapan yang berupa rumah Mbaru Niang, Kopi Wae Rebo yang memiliki rasa unik. Untuk Souvenir, di Desa Wae Rebo memiliki kain khas Wae Rebo sendiri yang memiliki motif Manggarai dan memiliki warna yang cenderung lebih cerah. Motif Manggarai merupakan motif yang menyerupai bunga dan memiliki warna yang dominan seperti hijau, jingga, biru kuning, dan dengan dasar warna hitam, dan harganya pun bervariasi tergantung dari ukuran. Akomodasi di Wae Rebo yang berupa Rumah Mbaru Niang ini bisa dibilang unik dan harganya cukup terjangkau. Unik dalam artian di malam hari sebelum tidur, kita dapat mendengarkan cerita cerita dari adat Desa Wae Rebo. Aspek yang terakhir yaitu dari Kopi Wae Rebo.

Pada tahap terakhir yaitu promosi, kami memilih strategi promosi ekowisata dengan menggunakan website dan media sosial. Di mana nanti website digunakan untuk menjelaskan lebih rinci mengenai objek ekowisata yang diangkat dan didukung oleh media sosial untuk menarik minat masyarakat mengenai objek tersebut. Dengan mengunggah foto-foto dari kegiatan dan suasana di objek eco wisata tersebut serta memberi caption singkat yang menarik perhatian masyarakat sehingga menimbulkan minat masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut objek wisata tersebut.

Kesimpulan

Desa Wisata Wae Rebo ini memiliki konservasi budaya yang harus dijaga dan dilestarikan, tidak hanya konservasi budaya yang harus dijaga melainkan

konservasi flora dan fauna juga dirawat dan dijaga karena flora dan fauna yang ada di desa wae rebo tersebut merupakan flora dan fauna asli dari kawasan Manggarai, Flores. Jika konservasi yang ada di Desa Wae Rebo dilestarikan dan dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar, bisa menjadi salah satu wisata konservasi yang bisa dikunjungi oleh wisatawan, dan juga untuk meningkatkan perekonomian dan taraf hidup warga di sekitarnya. Banyak sekali peluang atau potensi yang harus dikembangkan dari konservasi Wisata Desa Wae Rebo, agar desa wisata berkembang.

Dari analisis partisipasi masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan masyarakat dalam memelihara dan melestarikan konservasi budaya ini bisa dikatakan sudah baik dalam mengembangkan Desa Wae Rebo. Secara tidak langsung yang dilakukan oleh masyarakat sekitar juga bisa meningkatkan perekonomian dengan menjual hasil bumi maupun buah tangan yang dibuat oleh masyarakat Desa Wae Rebo.

Setelah melakukan analisis tersebut lebih baik dalam mengembangkan wisata ada campur tangan oleh generasi milenial yang kolaborasi dengan pemerintah setempat dan pihak swasta dalam mengembangkan dan melestarikan konservasi budaya Desa Wae Rebo, agar dikenal lebih luas oleh wisatawan dunia yang ingin berkunjung ke Desa Wae Rebo. Karena pada zaman sekarang generasi milenial sudah saatnya untuk meningkatkan dan mengembangkan industri pariwisata.

Daftar Pustaka

Ahmad, T. A. (2013, 7 11). Konservasi Budaya: Budaya Peduli, Peduli Budaya. Diambil kembali dari sejarahkritis.wordpress.com:

https://sejarahkritis.wordpress.com

Hartanto, R. (2017, 3 6). Wae Rebo: Konservasi yang Mendapatkan Pengakuan Dunia. Diambil kembali dari arsitekturindonesia.org: http://www.arsitektur indonesia.org/museum/wae-rebo-konservasi-yang-mendapatkan-pengakuan-dunia

Juwono, I. L. (2017). Enhanced Treatment of Reeds as Natural Materials For Use In Traditional Housing at Wae Rebo Village In Flores. International Journal of Technology, 1117-1123.

Nurhanisah, Y. (2020). Yuk, Kenalan dengan Millenial Indonesia! Diambil kembali dari indonesiabaik.id:

http://indonesiabaik.id/infografis/yuk-kenalan-dengan-millenial-indonesia

Rosvita F, N. K. (2020). Peran Generasi Milenial Dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 63-74.

Yefri Y, I. W. (2017). Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan Wae Rebo Sebagai Sebuah Destinasi Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmiah Hospitality Management, 159-172.

BAB 5

Dokumen terkait