• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab4 Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah

WAKTU KEGIATAN

• Rapat tindak lanjut Sidang Pleno BKPRN pada 23 Februari 2010, hal-hal yang perlu ditindak lanjuti:

 Kementerian Pertanian menyiapkan konsep Grand Design MIFEE (development plan).

 Kementerian Lingkungan Hidup menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Maret – April 2010

• Penyusunan dan dan pemantapan Grand Design Food Estate Merauke dengan mengacu pada rekomendasi BKPRN, oleh Kementerian Pertanian • Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional Tahun 2010 menginstruksikan : Pengembangan lahan pangan skala luas (seperti food estate) yang ramah lingkungan  Pemantapan Grand Design Food Estate Papua  target penyelesaian Juni 2010  Penanggung Jawab : Kementerian Pertanian.

Mei-Juli 2010

• Pemerintah Kabupaten Merauke mengadakan rapat Koordinasi Grand Design dan Ringkasan Eksekutif Rencana Pengembangan Food Estate di Merauke: Grand Design Food Estate harus selesai pada bulan Juni 2010 untuk segera di-launching pada bulan Agustus 2010

• Penyampaian Rekomendasi BKPRN tentang RTR Kawasan Merauke (MIFEE) oleh Menko Perekonomian kepada Gubernur Papua, Bupati Merauke, Bouven Digoul, dan Mappi pada 18 Mei 2010

 Diprioritaskan pada lahan dengan status Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), dengan total luas 1,28 Juta Ha

 Sebaran Lokasi investasi pertanian pangan dalam 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP)

 Dilaksanakan secara bertahap :

- Jangka pendek = 423.000 Ha ( APL 123.000 Ha, HPK 300.000 Ha)

- Jangka menengah = 631.900 Ha ( APL 1.900 Ha, HPK 630.000 Ha)

- Jangka panjang = 226.000 Ha ( APL 29.000 Ha, HPK 197.000 Ha)

 Dengan memperhatikan: mitigasi bencana, pengembangan potensi sumber energi alternatif, aspek sosial budaya, tanah adat, High Conservation Value Forest (HCVF)

 Arahan umum, kebijakan dan strategi pengembangan kawasan Merauke

• Pemerintah Provinsi Papua mengadakan Rapat koordinasi di Mearuke dalam rangka Rekomendasi BKPRN dan MIFEE, dengan mengundang Pemda terkait dan Tim Teknis BKPRN.

• Draft Grand Design MIFEE sudah disiapkan oleh Kementerian Pertanian.

Tim teknis BKPRN menghasilkan beberapa temuan antara lain: 1. Permasalahan yang ditemui:

a. Masih terdapat perbedaan rencana alokasi ruang untuk lahan pertanian MIFEE, pada rekomendasi RTR Kawasan Merauke dan Draft RTRW Provinsi Papua.

Rekomendasi BKPRN (RTR Kawasan Merauke)

Draft RTRW Prov. Papua

Catatan

(Surat Menhut Kepada Presiden : HPK potensial tanaman pangan)

Jangka pendek APL 123.000 Ha, HPK 300.000 Ha = 423.000 Ha APL 210.000 Ha Berpotensi tinggi 69.850 Ha Jangka mene-ngah APL 1.900 Ha, HPK 630.000 Ha = 631.900 Ha HPK 342.316 Ha Berpotensi sedang 682.840 Ha Jangka panjang APL 29.000 Ha, HPK 197.000 Ha = 226.000 Ha Berpotensi rendah 194.220 Ha

Tidak ada data 103.090 Ha

TOTAL 1, 28 Juta

Ha

TOTAL 552.316 Ha

TOTAL 1.050.000 Ha

b. Rencana Pola ruang RTRW Prov. Papua masih perlu disempurnakan, misalnya : - Alokasi ruang yang belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi lapangan (misal:

sebaran lokasi lahan gambut yang direncanakan sebagai Kawasan Lindung) - Alokasi ruang untuk kawasan lindung rawa juga belum sepenuhnya sesuai

dengan kondisi lapangan.

2. Ranperda RTRW Kabupaten Merauke telah selaras dengan Rekomendasi BKPRN terkait MIFEE, antara lain :

a. Kebijakan pengembangan kawasan budidaya pertanian skala luas.

b. Penetapan Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP) sebagai Kawasan Strategis Kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi.

c. Prinsip-prinsip pengembangan KSPP dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan energi nasional: prioritas lahan pada APL dan HPK, pentahapan, keterpaduan pengembangan, komoditas unggulan, Agropolitan Modern.

d. Rencana Kawasan Peruntukan Pertanian (pasal 40): pada Rencana Pola Ruang yang mengakomodir Kriteria Spasial Lokasi dan Arahan Lokasi Lahan Investasi Pangan.

Sesuai Launching MIFEE yang telah dilaksanakan tanggal 11 Agustus 2010 di Kabupaten Merauke oleh Menteri Pertanian, telah dilaksanakan penandatanganan prasasti oleh beberapa investor. Untuk mendukung pelaksanaan MIFEE telah dilaksanakan kegiatan promosi oleh para investor dalam rangka persiapan investasi di Kabupaten Merauke. Jenis perkebunan yang diminati investor untuk berinvestasi adalah perkebunan tebu dan perkebunan kelapa sawit.

4.4 Penyusunan RTR Berbasis Ekosistem: Peta Jalan Menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera: Visi Sumatera 2020

Peta jalan ini disusun bersama oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Forum Tata Ruang Sumatera (ForTRUST).

Dalam rangka penyusunan peta jalan menuju penyelamatan ekosistem Sumatera, pada tanggal 24-25 Juni 2010 telah diselenggarakan lokakarya Integrated Valuation Ecosystem Services and Trade-off (InVEST) bertujuan untuk mengkoordinasikan perencanaan tata ruang antar kabupaten di Provinsi Jambi, Riau dan Sumatera Barat yang memiliki rasio hutan primer yang besar berbanding dengan luas daerah administratifnya. Kawasan hutan primer ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Rimba yang berfungsi sebagai Soul of Sumatera karena pentingnya kawasan itu ditinjau dari fungsi ekologis dan fungsi pelayanannya bagi kawasan perkotaan di sekitarnya.

Visi Ekosistem Sumatera membagi ruang atas 4 (empat) elemen dasar ruang yaitu: 1. Ruang Hijau yaitu ruang untuk habitat hutan alami yang harus dipertahankan karena

fungsi-fungsinya adalah menyangga kehidupan (pengontrol tata air, iklim mikro & global, habitat satwa liar, obat-obatan, sumber bahan makanan dan kehidupan, bank genetik, dsb.)

2. Ruang biru yaitu ruang untuk hidrologi (aliran, resapan, dan penyimpan air) yang perlu dipastikan keberadaan serta kelangsungannya sebagai sumber air bagi kehidupan manusia dan makhluk lain, selain sebagai habitat aquatik bagi satwa tertentu.

3. Ruang coklat yaitu ruang untuk masyarakat adat yang telah punya sistem pemanfaatan ruang secara turun-temurun, yang perlu diakomodasi sebagai cagar budaya dan ruang produksi masyarakat tersebut.

4. Ruang abu-abu yaitu ruang untuk kegiatan-kegiatan pengelolaan, eksploitasi, dan pembangunan infrastruktur —dengan prinsip ekonomi yang berkelanjutan.

Suatu kawasan ditetapkan sebagai ruang hijau dan/atau biru jika kawasan tersebut termasuk dalam salah satu wilayah 9 peta tematik berikut: (1) tutupan hutan tahun 2007; (2) kawasan-kunci keanekaragaman hayati ; (3) kawasan penting bagi burung; (4) sebaran badak-sumatera; (5) sebaran gajah-Sumatera; (6) sebaran orangutan-sumatera; (7) sebaran harimau-orangutan-sumatera; (8) daerah aliran sungai (das) di Sumatera dan (9) sebaran lahan gambut di Sumatera.

Rencana Aksi Peta Jalan menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera terdiri atas tiga tujuan utama yaitu: (1) restorasi; (2) pengelolaan ekosistem penting; dan (3) model insentif. Secara detail rencana aksi adalah sebagai berikut:

1. Restorasi, merestorasi hutan alam yang sudah rusak dengan memperhatikan: a. prioritas pada kawasan lindung;

b. penerapan praktik-praktik pengelolaan hutan lestari yang baik (best practices management available) di kawasan budi daya; dan

c. mengutamakan partisipasi masyarakat (para pihak) dalam pelaksanaannya. 2. Pengelolaan Ekosistem Penting dengan mengupayakan perlindungan hutan alam dan

ekosistem sensitif dalam rangka meningkatkan daya dukung ekosistem pulau Sumatra, melalui:

a. peningkatan luas peruntukan wilayah konservasi dan hutan lindung;

b. pencegahan pembukaan hutan alam untuk mempertahankan areal yang masih berhutan;

c. pengawasan terhadap penerbitan izin dan konsesi yang memiliki konsekuensi pada pembukaan hutan alam;

d. pemberian akses masyarakat ke wilayah hutan untuk melakukan kegiatan ekonomi berbasis konservasi, atau berpartisipasi dan berkolaborasi dalam program konservasi pemerintah.

3. Model insentif, mengembangkan model insentif dan disinsentif untuk mendorong pemerintah daerah melakukan kegiatan konservasi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah:

a. menyusun mekanisme pengelolaan insentif dan disinsentif dalam penerapan penggunaan lahan (Pertanian lestari, Kehutanan lestari, Produk hutan non-kayu lestari, Perikanan dan budi daya air lestari, Ekowisata, Berburu untuk rekreasi dan olahraga memancing, Karbon hutan, Pembayaran untuk jasa air,

Penggantian untuk keanekaragaman hayati);

b. menangani masalah sosial terkait dengan tata guna lahan dan perizinan; c. menyiapkan dokumen rencana proyek peta jalan penyelamatan ekosistem

Sumatra dan menghubungkan kepada pasar atau donor;

d. melakukan studi banding dari proyek-proyek penerapan sistem jasa lingkungan yang telah dilakukan dengan baik untuk mendukung peta jalan penyelamatan ekosistem Sumatra

e. melakukan penguatan kelembagaan dan pengembangan mekanisme insetif dan disinsentif dalam penerapan penggunaan lahan di provinsi;

f. mendorong peran korporasi dan swasta dalam penerapan mekanisme insentif dan disinsentif dalam pengelolaan lahan;

g. mendorong adanya kebijakan fiskal pemanfaatan dana DAK untuk mendukung sistem mekanisme insentif dan disinsentif dalam penggunaan lahan

Dukungan yang diperlukan dari pemerintah untuk mewujudkan rencana aksi tersebut adalah:

a. membentuk hak-hak tanah adat dan property yang jelas dan aman untuk digunakan serta mengatur jasa ekosistem;

b. mengembangkan dan memastikan akses publik kepada indikator-indikator kesehatan ekosistem;

c. mengembangkan kerangka hukum yang kuat, yang dapat memungkinkan

pembayaran dan pasar jasa ekosistem, khususnya memperbaiki hukum perjanjian dan memberlakukan kontrak-kontrak tersebut;

d. menyusun perencanaan tata ruang yang menyeluruh dan regulasi penggunaan lahan lintas sektor;

e. mendorong pembuatan kebijakan lintas sektor dan lintas tingkat pemerintahan (provinsi, kabupaten, dan nasional) yang terkoordinasi;

f. mengembangkan kapasitas dalam pemerintahan tentang pendekatan jasa ekosistem berbasis insentif pada penataan penggunaan lahan;

g. melanjutkan dorongan dan dukungan terhadap area yang dilindungi, peraturan lingkungan hidup, serta proses kebijakan yang baik.