• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jakarta, Desember Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jakarta, Desember Direktur Tata Ruang dan Pertanahan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami mampu menyelesaikan tugas untuk melaksanakan kegiatan koordinasi penataan ruang nasional dalam lingkup tugas Bappenas sebagai institusi perencanaan nasional. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan yang terdiri dari 3 Sub Direktorat (Subdit), yaitu Subdit Tata Ruang; Subdit Pertanahan; dan Subdit Informasi dan Sosialisasi Tata Ruang dan Pertanahan; memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) salah satunya untuk melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi pelaksanaan, penyusunan, dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang tata ruang dan pertanahan serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan fungsi koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional, untuk bidang tata ruang dilakukan oleh Subdit Tata Ruang yang juga merupakan pelaksana harian Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), sementara untuk bidang pertanahan dilakukan oleh Subdit Pertanahan.

Khusus untuk kegiatan koordinasi strategis yang dilaksanakan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, hanya bidang tata ruang yang memiliki kegiatan untuk tahun 2010. Dan laporan akhir ini ditulis untuk memberikan gambaran pelaksanaan berbagai kegiatan koordinasi strategis bidang tata ruang yang berkaitan dengan BKPRN dan berada di bawah koordinasi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sebagai Sekretaris Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) serta Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah sebagai Wakil Ketua II Tim Pelaksana BKPRN.

Dalam upaya mewujudkan penataan ruang yang berkualitas maka dalam pelaksanaan kegiatan ini kami terus berkoordinasi secara intensif dengan mitra kerja utama kami, yaitu Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum dan Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kementerian Dalam Negeri. Koordinasi juga senantiasa dilakukan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengingat kapasitas Menko Perekonomian sebagai Ketua BKPRN, dan Kementerian/Lembaga lain anggota BKPRN dalam setiap kegiatan koordinasi. Untuk itu, tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh anggota BKPRN yang telah membantu penyelenggaraan kegiatan terkait bidang tata ruang di forum-forum koordinasi strategis BKPRN.

Kami berharap penulisan laporan ini dapat menjadi masukan yang berarti bagi peningkatan kualitas penataan ruang ke depan dan juga menjadi bahan masukan untuk

(3)

perbaikan koordinasi dan implementasi pelaksanaan pembangunan di masa yang akan datang. Semoga apa yang kita rencanakan pada tahun ini secara keseluruhan dapat bermanfaat bagi kemajuan bangsa, negara dan masyarakat.

Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis ini terutama bagi mitra kerja yang telah berpartisipasi maupun memberikan data yang diperlukan. Sekiranya terdapat saran dan pemikiran untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis pembangunan nasional terutama yang berkaitan dengan bidang tata ruang dan pertanahan, akan kami terima dengan baik.

Jakarta, Desember 2010

(4)

Tim Penyusun

1. Deddy Koespramoedyo 2. Rinella Tambunan 3. Nana Apriyana,MT 4. Dwi Haryawan S 5. Ester Fitrinika HW 6. Herny Dawaty 7. Aswicaksana

(5)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i

Tim Penyusun ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii Bab1 ... Pendahuluan ... 1-1

1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Tujuan dan Sasaran ... 1-3 1.3 Lingkup Kegiatan ... 1-4 1.4 Keluaran ... 1-4 1.5 Metodologi ... 1-5 1.6 Jangka Waktu ... 1-5 1.7 Dasar Hukum ... 1-6 1.8 Sistematika Laporan ... 1-6

Bab2 ... Pemantapan Kelembagaan dan Koordinasi Penataan Ruang ... 2-1

2.1 Kelembagaan Penataan Ruang ... 2-1 2.1.1. Tugas dan Susunan Keanggotaan BKPRN ... 2-1 2.1.2. Rapat Kerja Regional Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah

(BKPRD) Tahun 2010 ... 2-6 2.1.3. Bimbingan Teknis Penataan Ruang Nasional ... 2-8 2.2 Koordinasi Penataan Ruang Nasional ... 2-9

2.2.1 Penyusunan Agenda Kerja BKPRN 2010 ... 2-9 2.2.2 Sidang Pleno BKPRN ... 2-9 2.3 Peringatan Hari Tata Ruang ... 2-11 2.4 Pemeliharaan dan Pemutahiran Data Website ... 2-13

Bab3 ... Peraturan Perundang-Undangan Penataan Ruang ... 3-1

3.1 Pembahasan Peraturan Pemerintah Bidang Penataan Ruang... 3-1 3.2 Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata

Ruang Pulau (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa-Bali) ... 3-2 3.2.1. RTR Pulau Sumatera... 3-3 3.2.2. RTR Pulau Jawa-Bali ... 3-3 3.2.3. RTR Pulau Kalimantan ... 3-4 3.2.4. RTR Pulau Sulawesi ... 3-5

(6)

3.3 Pembahasan Rancangan Perpres tentang Rencana Tata Ruang

Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN) ... 3-6 3.3.1. RTR Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo

(Mebidangro) ... 3-6 3.3.2. RTR Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK)... 3-7 3.3.3. RTR Kawasan Metropolitan Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar

(Mamminasata) ... 3-8 3.3.4. RTR Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan

(Sarbagita) ... 3-8 3.3.5. Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan... 3-9 3.4 Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang ... 3-9

Bab4 ... Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah ... 4-1

4.1 Fasilitasi Konsultasi dan Evaluasi Raperda RTRW ... 4-1 4.2 Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Ruang ... 4-11 4.2.1. Audit Pemanfaatan Ruang (Stocktaking) ... 4-11 4.2.2. Pengembangan Lapangan Migas Pondok Makmur ... 4-13 4.2.3. Penggunaan Kawasan untuk Peace Keeping Centre dan Stand by

Force ... 4-15 4.2.4. Rencana Pembangunan Industri Pemintalan Benang PT. Spinmill

Indah Industry ... 4-17 4.3 Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) ... 4-19 4.4 Penyusunan RTR Berbasis Ekosistem: Peta Jalan Menuju

Penyelamatan Ekosistem Sumatera: Visi Sumatera 2020 ... 4-22

(7)

Daftar Tabel

Tabel 4-1 Status Kemajuan Persetujuan Substansi Kehutanan ... 4-2 Tabel 4-2 Status Kemajuan Penetapan Perda RTRW ... 4-4 Tabel 4-3 Waktu Pelaksanaan dan Peserta Klinik Terpadu Kemang. ... 4-7 Tabel 4-4 Peserta Klinik Terpadu Borobudur. ... 4-10 Tabel 4-5 Rekapitulasi Status Perda RTRW ... 4-10 Tabel 4-6 Kronologis Pembahasan MIFEE dalam Forum BKPRN ... 4-19

(8)

Daftar Gambar

Gambar 2-1 Susunan Keanggotaan BKPRN ... 2-3 Gambar 4-1 Alur Tahapan Proses Persetujuan Substansi Teknis Kementerian PU ... 4-3 Gambar 4-2 Proses Penyusunan dan Penetapan Rancangan Perda RTRWP ... 4-4

(9)

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Agenda Kerja BKPRN 2010

Lampiran 2 Berita Acara Pelaksanaan Klinik Terpadu Kemang Lampiran 3 Berita Acara Pelaksanaan Klinik Terpadu Borobudur Lampiran 4 Hasil Audit Pemanfaatan Ruang (stocktaking) Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan Koordinasi Strategis

(10)

Bab1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tantangan pembangunan dewasa ini semakin beragam, seperti: (1) jumlah konflik pemanfaatan ruang antarsektor yang semakin meningkat akibat aturan hukum yang masih tumpang tindih dan belum diperhatikannya rencana tata ruang sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan, dan (2) banyaknya bencana yang terjadi akibat pembangunan yang kurang mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan hidup.

Salah satu instrumen penting dalam pembangunan untuk mengurangi jumlah konflik pemanfaatan ruang dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup adalah melalui penyelenggaraan penataan ruang yang disertai dengan dukungan sistem informasi spasial yang handal. Terbitnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) sebagai pengganti UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek pembangunan nasional, terutama dalam hal perencanaan dan koordinasi pembangunan, serta penegakan hukum.

Secara prinsip, penataan ruang adalah upaya mewujudkan optimalisasi dan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan yang membutuhkan ruang. Bentuk kebijakan pemerintah dalam penataan ruang, mencakup 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait yaitu: (1) perencanaan tata ruang; (2) pemanfaatan ruang; dan (3) pengendalian pemanfaatan ruang.

Penyusunan rencana tata ruang mencakup proses pengalokasian ruang untuk berbagai kegiatan pemanfaatan (ekonomi, sosial, lingkungan, dan lain sebagainya) sesuai dengan perkembangan dan prioritas kebijakan, tujuan pembangunan dan sejumlah kaidah perencanaan seperti keterpaduan, keberlanjutan, keterkaitan antarsektor, antarwilayah dan sebagainya. Perencanaan tata ruang terdiri atas rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Pada tingkat nasional, rencana umum tata ruang disusun dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang telah ditetapkan dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN. Sementara rencana rinci tata ruang disusun dalam bentuk Peraturan Presiden tentang RTR Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis Nasional. Di tingkat daerah, rencana umum tata ruang disusun dalam bentuk Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota (RTRWP/K) dan rencana rinci tata ruang disusun dalam bentuk Perda tentang RTR Kawasan Strategis

(11)

Provinsi/Kabupaten/Kota yang umumnya mencakup sebagian wilayah provinsi/ kabupaten/kota.

UUPR menekankan kewajiban bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk menyusun rencana tata ruang wilayah sebagai acuan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam. Harapannya, rencana tata ruang dapat berperan sebagai instrumen pengelolaan sumber daya alam yang lebih berdaya guna dan berhasil guna sehingga dapat menjaga kualitas ruang yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sesuai dengan karakteristiknya, perencanaan tata ruang tidak terlepas dari perencanaan pembangunan seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Seyogyanya, rencana tata ruang merupakan wujud spasial dari perencanaan pembangunan di atas, terutama RPJP yang memiliki jangka waktu perencanaan yang sama, yaitu 20 (dua puluh) tahun. Dengan demikian, perlu ada konsistensi pemikiran dan arah kebijakan jangka panjang diantara keduanya.

Sebagaimana dikemukakan diatas, selain kegiatan perencanaan tata ruang, pelaksanaan penataan ruang juga meliputi kegiatan pemanfaatan ruang (oleh berbagai sektor kegiatan, yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat) dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk menjaga keteraturan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang dan mencegah timbulnya permasalahan di kemudian hari akibat pemanfaatan ruang yang melebihi kapasitas lingkungannya.

Permasalahan penataan ruang dewasa ini memerlukan penguatan strategis terutama pada aspek pengendalian pemanfaatan ruang. Elemen utama yang perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang mencakup: (1) kompetensi SDM dan perkuatan kelembagaan di bidang penataan ruang; (2) kualitas dari rencana tata ruang harus dapat menjadi referensi bagi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di tingkat rinci; dan (3) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Untuk menjamin agar pelaksanaan pembangunan telah sesuai dengan rencana tata ruang, maka UUPR mengatur mengenai pengenaan sanksi. Pengenaan sanksi, dimaksudkan sebagai alat penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pengenaan sanksi dikenakan tidak hanya kepada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada

(12)

pejabat pemerintah yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Dalam koordinasi penggunaan ruang secara nasional, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) berperan penting sebagai wahana komunikasi antar berbagai instansi sektoral pengguna ruang. BKPRN yang dibentuk melalui Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional juga berperan sebagai badan yang memastikan seluruh amanat UUPR dilaksanakan oleh berbagai instansi yang berada di bawah koordinasinya. Mulai tahun 2010, semua penyusunan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah juga perlu melalui pembahasan dalam forum BKPRN.

Dalam struktur organisasi BKPRN, Menteri PPN/Kepala Bappenas berkedudukan sebagai Sekretaris BKPRN sekaligus Ketua Tim Pengarah, yang bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas BKPRN. Pelaksanaan tugas Sekretaris BKPRN dibantu oleh Sekretariat BKPRN, yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah sebagai Wakil Ketua Tim Pengarah dan Penanggung Jawab Tim Pelaksana. Untuk melakukan koordinasi lintas sektor yang strategis, terdapat Tim Pengarah yang beranggotakan Eselon I antar sektor terkait dalam penyelenggaraan penataan ruang, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan koordinasi strategis pembangunan nasional adalah:

a. Mengembangkan dan meningkatkan koordinasi pembangunan baik di tingkat kebijakan nasional maupun kebijakan yang lebih operasional pada bidang penataan ruang yang sifatnya lintas sektor dan multi-stakeholder.

b. Mempercepat tersusunnya peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya di bidang penataan ruang nasional.

c. Meningkatkan koordinasi pembinaan kelembagaan penataan ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

d. Meningkatkan integrasi program antarwilayah maupun antarsektor.

e. Meningkatkan sinkronisasi dan integrasi antara sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang.

(13)

Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini meliputi:

a. Terselenggaranya koordinasi penataan ruang pada tingkat nasional, daerah, dan sektoral dalam rangka memecahkan atau mengurangi konflik pemanfaatan ruang nasional maupun kawasan-kawasan strategis.

b. Terselenggaranya koordinasi dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan penataan ruang dengan menampung aspirasi sektoral.

c. Tersosialisasinya peraturan perundang-undangan penataan ruang nasional pada pemerintah daerah maupun sektoral.

d. Terselenggaranya dukungan pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) atau Rapat Kerja Regional BKPRN sebagai forum koordinasi penataan ruang.

e. Terwujudnya sinkronisasi dan integrasi antara sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang.

f. Berkurangnya tumpang tindih antar peraturan sektoral.

g. Meningkatnya penggunaan sistem informasi terpadu termasuk GIS Spatial yang terintegrasi secara nasional.

1.3 Lingkup Kegiatan

Kegiatan Koordinasi Strategis Sekretrariat BKPRN mencakup: a. Kegiatan-kegiatan koordinasi dalam penyusunan rencana tata ruang.

b. Pelaksanaan forum-forum penataan ruang, baik tingkat nasional maupun daerah. c. Dukungan bagi pembinaan kelembagaan penataan ruang nasional dan daerah antara

lain melalui sosialisasi dan pengembangan sistem informasi.

d. Penyusunan integrasi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang melalui instrumen zoning regulation.

e. Pengembangan sistem informasi spasial nasional melalui pengembangan website BKPRN (www.bkprn.org).

f. Fasilitasi proses konsultasi dan evaluasi untuk persetujuan substansi Raperda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota.

1.4 Keluaran

Keluaran yang diharapkan melalui pelaksanaan kegiatan ini adalah:

a. Terselenggaranya kegiatan-kegiatan koordinasi, forum-forum penataan ruang dan kegiatan sosialisasi kebijakan penataan ruang di pusat dan di daerah.

(14)

c. Tersusunnya integrasi antara sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang melalui instrumen zoning regulation.

d. Terselenggaranya fasilitasi dan sosialisasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan penguatan kapasitas aparat pemerintah di bidang tata ruang.

e. Tersusunnya laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN.

1.5 Metodologi

Pelaksanaan kegiatan koordinasi penataan ruang nasional umumnya menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan down dan bottom-up. Pendekatan top-down dipergunakan dalam penetapan prioritas pembangunan nasional. Sedangkan pendekatan bottom-up lebih dipergunakan sewaktu menyusun kegiatan berdasarkan usulan dari kementerian dan lembaga.

Untuk mempertemukan antara dua pendekatan tersebut dilakukan melalui pertemuan dan rapat koordinasi. Di tingkat pusat, pertemuan dan rapat koordinasi dilakukan melalui rapat koordinasi, baik pada tingkat Menteri, Eselon I maupun Eselon II. Untuk mensinkronkan antara prioritas koordinasi penataan ruang nasional dengan usulan daerah dilakukan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) maupun Rapat Kerja Regional. Rakernas ini melibatkan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dan Bappenas serta kementerian/lembaga lainnya anggota BKPRN terkait. Untuk tahun 2010, akan diadakan Rapat Kerja Regional/Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (Raker BKPRD).

Di samping pertemuan tingkat pusat dan daerah tersebut, dilakukan juga rapat koordinasi yang intensif untuk membahas koordinasi penataan ruang nasional terutama dengan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja, serta dengan daerah yang sedang terjadi konflik pemanfaatan ruang.

1.6 Jangka Waktu

(15)

1.7 Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan kegiatan ini adalah Keppres Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional dimana Menteri PPN/Kepala Bappenas ditunjuk sebagai Sekretaris BKPRN.

1.8 Sistematika Laporan

Penulisan laporan pelaksanaan kegiatan koordinasi strategis pembangunan nasional akan mengikuti sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Lingkup Kegiatan, Keluaran, Metodologi, Jangka Waktu, Dasar Hukum dan Sistematika Laporan.

Bab II Pemantapan Kelembagaan dan Koordinasi Penataan Ruang

Bab ini menguraikan struktur kelembagaan dan pelaksanaan koordinasi Penataan Ruang.

Bab III Peraturan Perundang-Undangan Penataan Ruang

Bab ini menguraikan penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penataan ruang, serta kegiatan koordinasi dalam rangka pembahasan berbagai peraturan tersebut.

Bab IV Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah

Bab ini menguraikan upaya-upaya koordinasi dalam rangka percepatan penyelesaian RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Bab V Penutup

(16)

Bab2 Pemantapan Kelembagaan dan

Koordinasi Penataan Ruang

2.1 Kelembagaan Penataan Ruang

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional sebagai wadah koordinasi penataan ruang nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional tidak sesuai lagi dengan ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan kebutuhan akan suatu wadah koordinasi penataan ruang yang lebih dinamis. Untuk itu pada tanggal 18 Maret 2009, diterbitkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN. BKPRN berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

2.1.1. Tugas dan Susunan Keanggotaan BKPRN

Sesuai amanat Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang BKPRN, tugas yang diemban oleh BKPRN adalah mengkoordinasikan:

a. Penyiapan kebijakan penataan ruang nasional;

b. Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional secara terpadu sebagai dasar bagi kebijakan pengembangan tata ruang wilayah nasional dan kawasan yang dijabarkan dalam program pembangunan sektor dan program pembangunan di daerah;

c. Penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya;

d. Penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang, termasuk standar, prosedur, dan kriteria;

e. Pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang;

f. Pemaduserasian penatagunaan tanah dan penatagunaan sumber daya alam lainnya dengan Rencana Tata Ruang;

g. Pemantauan pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan pemanfaatan hasil pemantauan tersebut untuk penyempurnaan Rencana Tata Ruang;

(17)

h. Penyelenggaraan, pembinaan, dan penentuan prioritas pelaksanaan penataan ruang kawasan-kawasan strategis nasional dalam rangka pengembangan wilayah;

i. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional dan kawasan strategis nasional; j. Pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarprovinsi;

k. Kerja sama penataan ruang antarnegara;

l. Penyebarluasan informasi bidang penataan ruang dan yang terkait;

m. Sinkronisasi Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang Daerah dengan peraturan perundang-undangan, termasuk dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana rincinya; dan

n. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Dengan susunan keanggotaan sebagai berikut (

Gambar 2-1):

Ketua merangkap anggota : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Wakil Ketua I merangkap anggota : Menteri Pekerjaan Umum

Wakil Ketua II merangkap anggota : Menteri Dalam Negeri

Sekretaris merangkap anggota : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Anggota :

a. Menteri Pertahanan

b. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral c. Menteri Perindustrian

d. Menteri Pertanian e. Menteri Kehutanan f. Menteri Perhubungan

g. Menteri Kelautan dan Perikanan h. Menteri Negara Lingkungan Hidup i. Kepala Badan Pertanahan Nasional j. Wakil Sekretaris Kabinet

(18)

Gambar 2-1 Susunan Keanggotaan BKPRN

Dalam Keppres No. 4 Tahun 2009 juga diamanatkan pembentukan organisasi dan tata kerja BKPRN yang meliputi Tim Pelaksana, Sekretariat BKPRN serta Kelompok Kerja BKPRN, yang dituangkan dalam Keputusan Ketua BKPRN melalui Peraturan Menko Bidang Perekonomian No. PER-02/M.EKON/10/2009, dengan susunan Tim Pelaksana sebagai berikut:

1. Ketua merangkap anggota : Menteri Pekerjaan Umum;

2. Wakil Ketua I merangkap anggota : Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;

3. Wakil Ketua II merangkap anggota : Deputi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;

4. Wakil Ketua III merangkap anggota : Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah,

Departemen Dalam Negeri;

5. Sekretaris merangkap anggota : Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen

(19)

6. Anggota :

a. Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, Departemen Dalam Negeri, b. Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, Departemen Pertahanan, c. Kepala Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,

d. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian, e. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian,

f. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan,

g. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan,

h. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan, (ix) Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan,

i. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Departemen Luar Negeri, j. Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan, Kementerian

Negara Lingkungan Hidup,

k. Deputi Kepala Badan Pertanahan Nasional Bidang Pengaturan dan Penataan, Badan Pertanahan Nasional,

l. Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, Sekretariat Kabinet,

m. Deputi Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Bidang Pemetaan Dasar, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, dan (xv) Deputi Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Bidang Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Tugas Tim Pelaksana BKPRN meliputi:

a. Koordinasi pengaturan penyelenggaraan penataan ruang; b. Koordinasi pembinaan penyelenggaraan penataan ruang;

c. Koordinasi pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang, yang terdiri atas

d. Perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; e. Koordinasi pengawasan penyelenggaraan penataan ruang; dan

f. Pelaksanaan tugas-tugas khusus yang meliputi: (1) koordinasi penyiapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang penataan Ruang; (2) koordinasi

(20)

peningkatan kapasitas kelembagaan; (3) koordinasi perencanaan dan program penataan ruang; dan (4) koordinasi penyelesaian sengketa dan konflik penataan ruang.

Untuk menangani tugas Tim Pelaksana yang bersifat khusus dibentuk Kelompok Kerja (Pokja), yang terdiri dari:

a. Pokja Bidang Koordinasi Penyiapan Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang. Ketua: Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum.

b. Pokja Bidang Koordinasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. Ketua: Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.

c. Pokja Bidang Koordinasi Perencanaan dan Program Penataan Ruang. Ketua: Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

d. Pokja Bidang Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Penataan Ruang. Ketua: Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pembentukan Sekretariat BKPRN akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN. Saat ini, rancangan Peraturan Menteri tersebut dalam tahap pembahasan internal Sekretariat BKPRN. Rancangan Permen PPN tersebut dilatarbelakangi oleh peran dan fungsi Bappenas sebagai Sekretaris BKPRN yang membantu Ketua dan Wakil Ketua BKPRN dalam mengkoordinasikan kegiatan penataan ruang nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang. Tugas pokok Sekretaris BKPRN adalah membentuk Sekretariat BKPRN untuk memperlancar pelaksanaan tugas BKPRN sehari-hari. Sekretariat BKPRN dipimpin langsung oleh Sekretaris BKPRN.

Adapun yang menjadi tugas dan kewajiban Sekretariat BKPRN adalah:

a. menyusun jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN berdasarkan hasil sidang BKPRN;

b. menyusun agenda dan menyiapkan bahan sidang BKPRN;

c. mengumpulkan dan mengolah bahan dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN;

d. memfasilitasi pelaksanaan koordinasi yang dilakukan oleh Ketua, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II;

(21)

e. menyiapkan laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional untuk disampaikan oleh ketua BKPRN kepada presiden; dan

f. mendistribusikan hasil-hasil sidang BKPRN kepada seluruh anggota dan pihak terkait; g. melaksanakan fungsi administratif dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan

tugas BKPRN;

h. menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Sekretariat BKPRN;

i. menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN dan menyampaikannya kepada Ketua BKPRN; dan

j. melakukan kegiatan kehumasan.

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa tahap dan prosedur kegiatan yang telah dilakukan adalah:

a. Menyusun Rancangan Keputusan Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS tentang Pembentukan Tim Sekretariat Pelaksana Harian Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), yang mengatur tentang uraian tugas sekretariat, susunan anggota sekretariat, serta anggaran pembiayaan sekretariat.

b. Membentuk Kesekretariatan BKPRN di bawah koordinasi Bappenas, antara lain: membuat kantor sekretariat, koordinasi dengan instansi lain terkait anggota BKPRN berkaitan dengan pendanaan, keanggotaan sekretariat, pembagian tugas, dan sebagainya.

2.1.2. Rapat Kerja Regional Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Tahun 2010

Sesuai dengan agenda rutin bersama antara BKPRN dan BKPRD setiap 2 tahun sekali, pada tanggal 12-14 Oktober 2010 di Batam, Provinsi Kepulauan Riau diselenggarakan Rapat Kerja Regional BKPRD dalam rangka percepatan penyelesaian Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. Raker BKPRD Tahun 2010 yang bertema “Percepatan Penyelesaian Peraturan Daerah

Rencana Tata Ruang Wilayah Melalui Penguatan BKPRD” dibuka oleh Direktur Jenderal

Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (mewakili Menteri Dalam Negeri) dan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, HM Sani, dan dihadiri oleh para pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga anggota BKPRN, para Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, dan dinas-dinas terkait dari Provinsi dan Kabupaten/Kota.

(22)

Raker BKPRD ini terdiri dari 2 (dua) sesi acara utama. Pada sesi awal Raker BKPRD diisi dengan paparan pengalaman penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia oleh:

1. Gubernur, yaitu Gubernur Kalimantan Tengah (Teras Narang), Gubernur Jawa Tengah (Bibit Waluyo), dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Agus Arifin Nu'mang). Pemilihan ketiga Gubernur ini didasarkan pada status penyusunan Perda RTRW Provinsi yang bersangkutan.

2. Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga anggota BKPRN dan yang mewakili, yaitu Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan; Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian; Deputi Bidang Pemetaan Dasar, Bakosurtanal; dan pejabat Eselon II yang mewakili Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; dan Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional. Paparan pejabat-pejabat dari Kementerian/Lembaga ini lebih menekankan pada pedoman penyusunan RTRW dari masing-masing Kementerian/Lembaga sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Kemudian sesi pleno paparan dilanjutkan dengan sidang komisi yang peserta dan temanya dibagi berdasarkan pada kemajuan penyelesaian Perda RTRW Provinsi hingga saat ini. Ada 3 (tiga) komisi yang dibentuk, yaitu:

 Komisi I (Percepatan Perda RTRW Wilayah I) terdiri dari provinsi yang berpotensi dipercepat penyelesaian Raperda RTRW-nya dalam waktu dekat (diikuti oleh Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat);

 Komisi II (Percepatan Perda RTRW Wilayah II) terdiri dari provinsi yang belum bisa menetapkan Raperda RTRW dalam waktu dekat (diikuti oleh Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan NTT); dan

 Komisi III (Peraturan Perundang-undangan dan Kelembagaan Penataan Ruang) terdiri dari provinsi yang telah ataupun akan menetapkan Perda RTRW dalam waktu dekat (diikuti oleh Provinsi Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Gorontalo).

Berdasarkan sesi pleno dan sesi sidang komisi tersebut di atas, dirumuskan isu-isu strategis dalam penyelenggaraan penataan ruang yang perlu ditindaklanjuti dalam program kerja BKPRN ke depan, yaitu:

(23)

 Sesuai amanat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, apabila terdapat usulan perubahan kawasan hutan di daerah harus ditindaklanjuti dengan turunnya Tim Terpadu (Timdu) Kementerian Kehutanan untuk meneliti ke lapangan, dan kemudian dilakukan pembahasan di DPR. Proses persetujuan perubahan kawasan hutan tersebut pada umumnya memakan waktu yang cukup lama, sehingga dirasa menghambat proses penyelesaian Raperda RTRW.

 Dalam rangka mengejar penyelesaian Perda RTRW hingga akhir tahun 2010, Pemerintah Daerah merasa kesulitan mengakomodir beberapa muatan dalam Perda RTRW yang diamanatkan oleh peraturan perundangan yang baru diterbitkan. Sebagai contoh, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk menjadi bagian dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun UU tersebut belum memiliki peraturan perundangan turunan sebagai acuan pelaksanaan KLHS sehingga Pemda masih mengalami kesulitan untuk mengacunya, sementara Perda RTRW diharapkan selesai akhir tahun 2010 ini.

2.1.3. Bimbingan Teknis Penataan Ruang Nasional

Bimbingan teknis penataan ruang nasional merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka penguatan kelembagaan penataan ruang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bimbingan teknis penataan ruang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun, yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian PU, dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Kegiatan bimbingan teknis penataan ruang pada tahun 2010 diselenggarakan di berbagai lokasi seperti Papua, Padang, Pekanbaru, dan Semarang dengan melibatkan Bappeda dan SKPD terkait penataan ruang seluruh Indonesia, serta perwakilan anggota BKPRN dan BKPRD.

Hal-hal pokok yang menjadi pembahasan dalam kegiatan bimbingan teknis penataan ruang tersebut diantaranya adalah: (a) upaya untuk mendorong percepatan penyelesaian rencana tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota; (b) penyelesaian permasalahan yang terkait pemanfaatan ruang di daerah; serta (c) peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang di daerah, yang juga meliputi optimalisasi tugas dan peran BKPRD dalam penanganan permasalahan pemanfaatan ruang di daerah.

(24)

2.2 Koordinasi Penataan Ruang Nasional 2.2.1 Penyusunan Agenda Kerja BKPRN 2010

Selama awal tahun 2010, Sekretariat BKPRN melakukan surat menyurat kepada seluruh anggota BKPRN untuk mengkoordinasikan penyusunan agenda kerja prioritas BKPRN 2010. Berdasarkan hasil tersebut, Sekretariat BKPRN mengolah dan menyusun Agenda Kerja Prioritas BKPRN (Lampiran 1), yang terbagi atas 5 (lima) bidang materi, yaitu:

a. Pemantapan kelembagaan penataan ruang; b. Peraturan perundang-undangan;

c. Sosialisasi dan apresiasi penataan ruang;

d. Pendayagunaan penataan ruang nasional dan daerah; dan

e. Pengelolaan kawasan perbatasan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2.2.2 Sidang Pleno BKPRN

Pada tahun 2010, BKPRN menyelenggarakan Sidang Pleno BKPRN sebanyak 4 (empat) kali, yaitu pada bulan Februari, Juni, dan Agustus 2010. Beberapa agenda yang dibahas dalam Sidang Pleno BKPRN meliputi:

a. Penyelesaian berbagai peraturan bidang penataan ruang.

b. Penataan ruang Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke.

c. Penetapan kriteria lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

d. Pembahasan RTRW Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya terkait aspek kehutanan.

Beberapa hal mendesak yang telah diputuskan dalam Sidang Pleno BKPRN, yaitu: a. Terkait dengan penyelesaian berbagai peraturan bidang penataan ruang:

 Disepakati untuk mengubah pasal 31 pada Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Penataan Ruang dan sudah diparaf oleh seluruh menteri yang hadir dalam sidang pleno BKPRN. Bunyi pasal 31 tersebut adalah :

(25)

Pasal 31 RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pasal 31 RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang (setelah perubahan) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan

hutan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Ayat (1)

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Ayat (2)

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang wilayah.

Ayat (3)

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sebelum ditetapkan perubahan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

b. Terkait penataan ruang Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke:

 Penataan ruang kawasan MIFEE harus memperhatikan isu-isu: ekonomi, lingkungan hidup, dan pertahanan keamanan.

 Merumuskan tata ruang dan AMDAL untuk kawasan MIFEE secara matang;

 Menentukan terlebih dahulu konsep dasar dari food estate (tebu, tanaman pangan, dan sebagainya), terkait dengan arahan dari Presiden untuk alternatif pemanfaatan 1 juta Ha lahan yang tersedia disana selain untuk swasembada tebu. c. Penetapan kriteria lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

 Untuk periode sampai 2014 ini sebaiknya fokus pada 5 lokasi seperti yang tercantum dalam RPJMN dan Inpres No. 1 Tahun 2010, salah satunya adalah Merauke (MIFEE) yang bisa diintegrasikan menjadi Koridor Papua (Papua, Merauke, Biak).

 Pemerintah pusat bertanggung jawab dulu dalam pengembangan awal KEK kemudian swasta diberi peluang. Pemerintah daerah bersama-sama dengan

(26)

pemerintah pusat menyediakan infrastruktur dasar yang tidak dapat dibangun swasta.

 Kepastian hukum mengenai KEK sangat penting agar dapat menjamin investasi yang masuk.

d. Terkait RTRW Provinsi Kalimantan Tengah:

 Proses penyusunan RTRW Provinsi Kalteng dapat terus dilanjutkan.

 Lahan yang ditetapkan oleh Menhut perlu dibahas lebih lanjut dalam forum BKPRN untuk memilah-milah fungsi dan izin kawasan agar dapat dijadikan model untuk penyelesaian konflik provinsi lain. Jika diperlukan terobosan hukum harus tetap mengacu pada peraturan perundangan yang ada.

 Rekomendasi 1 kali daur dapat menjadi solusi, namun perlu dibuat rekomendasi yang lebih detail.

 Untuk mengatasi persoalan Areal Penggunaan Lahan 1,2 juta ha, Menteri Kehutanan akan mengirim surat ke daerah dan dilanjutkan prosesnya oleh BPN.

2.3 Peringatan Hari Tata Ruang

Hari Tata Ruang (HATARU) yang diperingati setiap tanggal 8 November, telah dilaksanakan setiap tahun sejak 2008 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi publik dan pemangku kepentingan terhadap aspek penataan ruang serta mengkampanyekan isu-isu dan kebijakan-kebijakan di bidang penataan ruang kepada masyarakat luas.

Rangkaian acara HATARU 2010 dengan tema “smart green city planning” sudah dimulai sejak Agustus 2010, diisi dengan berbagai acara lomba desain kreatif pengembangan ruang terbuka hijau kota, diskusi terbuka pengembangan perkotaan berkelanjutan. Puncak acara HATARU 2010 dilaksanakan di Denpasar pada tanggal 6-8 November 2010 yang diisi dengan berbagai acara yang melibatkan masyarakat lokal (fun bike, lomba menggambar dan mewarnai), pameran dari berbagai pemerintah daerah serta anggota BKPRN, launching perpustakaan dan pusat informasi penataan ruang di kompleks Werdhapura, Sanur Bali, dan Regional Center for Community Empowerment on Housing and Urban Development (RC-CEHUD), dan konferensi nasional smart green city planning.

Pada puncak peringatan HATARU Tahun 2010, Bappenas diundang untuk memberikan keynote speech dalam acara konferensi nasional smart green city planning

(27)

yang diantaranya menyampaikan bahwa RPJMN 2010-2014 telah menggariskan pembangunan perkotaan harus dilaksanakan mengikuti 4 (empat) prinsip, yaitu (i) nyaman/layak huni; (ii) berkelanjutan (sustainable); (iii) berkeadilan (just); serta (iv) sebagai pendorong pertumbuhan (engine of growth). Selain itu Bappenas juga berpartisipasi dalam penyampaian berbagai dokumen hasil cetakan peraturan perundang-undangan dibidang penataan ruang kepada pemangku kepentingan dan masyarakat luas.

Beberapa pandangan selama acara:

 Pada dasarnya kami dapat mengapresiasi kegiatan ini dan dilakukan setiap tahun mengingat peran strategis penataan ruang sebagai acuan pembangunan dan arahan pemanfaatan serta pengendalian pemanfaatan ruang yang harus benar-benar diketahui oleh seluruh masyarakat dan instansi terkait. Namun demikian kami juga telah mengusulkan agar pelaksanaannya lebih dipersingkat, mengurangi acara yang bersifat seremonial, dan lebih memperbanyak kegiatan-kegiatan aksi untuk

kepentingan masyarakat.

 Antusiasme pemerintah daerah dan perguruan tinggi cukup tinggi, bahkan di daerah seperti di Provinsi Gorontalo melaksanakan sendiri peringatan HATARU ini dengan berbagai kegiatan seperti penataan kawasan, penanaman pohon pada lahan-lahan kritis, dan perbaikan ruang-ruang terbuka hijau kota.

 Bapak Menteri Perumahan Rakyat menegaskan pentingnya penataan ruang dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat. Untuk itu, Kementerian Perumahan Rakyat terus mendorong Kementerian PU agar seluruh Kabupaten/Kota segera

menyelesaikan RTRW nya. Kementerian Perumahan Rakyat akan menyediakan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Perumahan dan Permukiman, dan syarat utama untuk mendapatkan DAK adalah Pemda harus punya Perda RTRW.

 Gubernur Bali menyampaikan bahwa tata ruang mempunyai peran strategis dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Oleh karena itu pemanfaatan ruang harus terencana dengan sebaik-baiknya. Keberhasilan pelaksanaan tata ruang sangat tergantung dari

pengendaliannya.

Pada acara konferensi nasional dibahas isu-isu strategis dalam mewujudkan Smart Green City Planning oleh para pakar, antara lain mengenai Smart Community (oleh Prof. Dr. Ir. Sugiyono, CES, DEA), Smart Governance (oleh Prof. Ir Budhy Tjahjati, MCP., PhD.), Smart Local Wisdom (oleh Dr Imam Prasodjo, MA), dan Smart Information System and Green

(28)

Technology (oleh Prof. Ir Eko Budihardjo, MSc.), dan diskusi ini dipimpin oleh Prof. Ir Tommy Firman PhD dari ITB.

2.4 Pemeliharaan dan Pemutahiran Data Website

Di dalam pasal 3 Keppres No.4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional disampaikan bahwa salah satu yang menjadi tugas BKPRN adalah penyebarluasan informasi bidang penataan ruang dan yang terkait. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut maka saat ini BKPRN memiliki beberapa media informasi serta melaksanakan sejumlah kegiatan sosialisasi dengan tujuan untuk menyebarluasakan informasi di bidang penataan ruang. Salah satu media informasi yang digunakan BKPRN didalam melaksanakan tugasnya tersebut adalah dengan menggunakan media website.

Saat ini website BKPRN beralamat di www.bkprn.org dan telah mengalami sejumlah perubahan sesuai dengan kebutuhan informasi dan data yang tersedia. Isi utama dari website BKPRN adalah menyampaikan sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh anggota BKPRN di bidang penataan ruang. Selain itu website ini juga menyediakan sejumlah informasi lainnya seperti kliping berita dari media cetak terkait penataan ruang, peraturan perundang undangan terkait penataan ruang, artikel terkait penataan ruang, wawancara dengan beberapa tokoh dan ahli di bidang penataan ruang dan foto kegiatan anggota BKPRN yang diupdate secara berkala. Informasi yang tersedia didalam website BKPRN diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam membuat kebijakan di bidang tata ruang bagi daerahnya masing-masing.

Sebagai media informasi yang bersifat global, website BKPRN menyediakan informasi di bidang penataan ruang yang dapat diakses dan diupdate dari mana saja dan kapan saja selama dapat terhubung dengan internet. Sehingga media ini dapat menjangkau lebih luas daripada media informasi konvensional seperti koran, majalah, radio atau televisi yang bersifat lokal. Disamping itu website BKPRN juga dapat menjadi media pendidikan karena website ini juga berisi informasi atau artikel yang sarat dengan informasi ilmiah dari sejumlah ahli di bidang penataan ruang.

Di masa mendatang diharapkan website ini juga dapat menjadi media komunikasi yang dapat memberikan fasilitas untuk saling berbagi informasi antar berbagai golongan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat di dalam membantu pemecahan berbagai masalah khususnya di bidang penataan ruang.

(29)
(30)

Bab3 Peraturan Perundang-Undangan

Penataan Ruang

Sepanjang tahun 2010 telah diterbitkan dan disusun Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, pada tahun 2010 juga diterbitkan dan disusun peraturan pemerintah yang merupakan amanat dari 3 (tiga) Undang-Undang yang masih berkaitan dengan penataan ruang, yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, dan UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

3.1 Pembahasan Peraturan Pemerintah Bidang Penataan Ruang

Penyusunan PP amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada tahun 2010 meliputi 4 (empat) PP, sebagai berikut:

No. Judul PP/RPP Koordinator Status Kemajuan

1. Penyelenggaraan Penataan Ruang

Ditjen Penataan Ruang, Kemen. Pekerjaan Umum.

Telah diterbitkan dalam bentuk PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

2. Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang

Ditjen Bina Bangda, Kemen. Dalam Negeri

Telah diterbitkan dalam bentuk PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang

3. Wilayah Pertahanan Ditjen Strategi Pertahanan, Kemen. Pertahanan.

- Telah tersusun Konsep Rencana Tata Ruang Wilayah Pertahanan,

- RPP tentang Wilayah

Pertahanan telah dirapatkan secara intern Kementerian Pertahanan dan Mabes Angkatan /TNI dan dalam proses penyelesaian draft akhir di Biro Hukum Setjen Kemhan RI.

(31)

No. Judul PP/RPP Koordinator Status Kemajuan 4. Tingkat Ketelitian Peta

Rencana Tata Ruang

Kedeputian Bidang Pemetaan Dasar, Bakosurtanal

Telah melalui pembahasan teknis dengan Kementerian PU, serta penyebaran angket permohonan masukan ke semua eselon 1 dan eselon 2 di lingkungan Bakosurtanal.

Disamping 4 (empat) PP/RPP yang diamanatkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pada tahun 2010 juga telah ditetapkan beberapa PP/RPP yang masih berkaitan erat dengan penataan ruang, yaitu:

No. Amanat UU Peraturan Pemerintah Koordinator

1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

- PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan

Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

- PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

Kementerian Kehutanan.

2. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

- PP No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 3. UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

- RPP Penetapan dan Alih Fungsi LP2B.

- RPP Sistem Informasi LP2B. - RPP Insentif dan Disinsentif

LP2B.

- RPP Pembiayaan Perlindungan LP2B.

Kementerian Pertanian.

3.2 Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa-Bali)

Rencana Tata Ruang Pulau (RTR Pulau) merupakan penjabaran dan operasionalisasi dari RTRWN. RTR Pulau diharapkan mampu mengakomodasi hal-hal detail yang tidak dapat diakomodasi dalam RTRWN. RTR Pulau memuat strategi

(32)

pemanfaatan ruang, tetapi tidak sampai sedetail RTR Kabupaten/Kota untuk menghindari overlap dengan RTRW Kabupaten/Kota. RTR Pulau diharapkan menjadi dasar bagi berbagai sektor dan daerah dalam menyusun berbagai program pembangunan ke depan. RTR Pulau yang menjadi target penyelesaian pada Tahun 2010 sesuai arahan Inpres No. 1 Tahun 2010, adalah RTR Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.

3.2.1. RTR Pulau Sumatera

Penataan ruang Pulau Sumatera bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian perkembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, lingkungan, dan infrastruktur wilayah dalam satu ekosistem Pulau Sumatera dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, melalui: (a) terwujudnya pusat pertumbuhan berbasis sumber daya alam; (b) terciptanya kemandirian dan lumbung energi; (c) terciptanya swasembada dan lumbung pangan Nasional; (d) terwujudnya kawasan pariwisata berdaya saing internasional; (e) terwujudnya kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan paling sedikit 40%; (f) terwujudnya kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis basah; (g) terkendalinya perkembangan kawasan perkotaan metropolitan, kawasan perkotaan besar, dan kawasan rawan bencana; (h) terwujudnya kawasan perkotaan di Pesisir Timur dan Pesisir Barat sebagai pusat pertumbuhan baru; (i) terwujudnya akses infrastruktur antarkawasan perkotaan, antara pusat pertumbuhan dengan outlet, dan untuk membuka isolasi wilayah; dan (j) terciptanya percepatan pengembangan kawasan perbatasan negara sebagai Beranda Depan dan Pintu Gerbang Negara dengan tetap memperhatikan kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara..

Status kemajuan penyusunan RTR Pulau Sumatera pada tahun 2010, adalah: (1) penandatanganan kesepakatan Gubernur terkait pada bulan Oktober 2009 – Februari 2010; (2) penandatanganan kesepakatan Eselon I BKPRN pada bulan Mei-Agustus 2010; dan (3) pengiriman Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/540 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi).

3.2.2. RTR Pulau Jawa-Bali

Penataan ruang Pulau Jawa–Bali bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, dan infrastruktur wilayah dalam satu ekosistem Pulau Jawa–

(33)

Bali dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, melalui: (a) terwujudnya pemertahanan Pulau Jawa–Bali sebagai lumbung pangan utama nasional; (b) terkendalinya pengembangan fisik kawasan perkotaan dan urban sprawl; (c) terkendalinya Pulau Jawa–Bali sebagai pusat industri pengolahan; (d) terkendalinya pemanfaatan potensi sumber daya mineral serta minyak dan gas bumi yang tersedia di Pulau Jawa–Bali secara berkelanjutan dan sesuai potensi lestari; (e) terwujudnya Pulau Jawa–Bali sebagai pusat jasa dan pariwisata; (f) terwujudnya kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30% dari luas ekosistem Pulau Jawa–Bali; (g) terwujudnya percepatan pengembangan wilayah pesisir selatan Pulau Jawa dengan memperhatikan keberadaan kawasan lindung dan rawan bencana; (h) terwujudnya pengembangan infrastruktur antarmoda transportasi untuk daya saing Pulau Jawa–Bali; dan (i) terwujudnya peningkatan keterkaitan antarwilayah Pulau Jawa–Bali dengan pulau-pulau lainnya yang sinergis.

Status kemajuan penyusunan RTR Pulau Jawa-Bali pada tahun 2010, adalah: (1) Pembahasan substansi Raperpres RTR Pulau Jawa-Bali di forum BKPRN Eselon I pada tanggal 4 Maret 2010; (2) konsultasi publik dengan daerah pada tanggal 8-23 Juni 2010; (3) pembahasan substansi Raperpres RTR Pulau Jawa-Bali dengan Bakosurtanal pada tanggal 19 Oktober 2009; (4) penandatanganan kesepakatan Gubernur terkait pada bulan Oktober 2009 – Oktober 2010; (5) penandatanganan kesepakatan Eselon I BKPRN pada bulan Mei-Agustus 2010; dan (6) pengiriman Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/540 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi).

3.2.3. RTR Pulau Kalimantan

Penataan ruang Pulau Kalimantan bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian perkembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, lingkungan, dan infrastruktur antarwilayah perkotaan di pesisir dengan wilayah pedalaman Pulau Kalimantan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, melalui: (a) terwujudnya Pulau Kalimantan sebagai bagian dari paru-paru dunia dan konservasi keanekaragaman hayati; (b) terwujudnya Pulau Kalimantan sebagai lumbung energi nasional; (c) terwujudnya Pulau Kalimantan sebagai pusat pertambangan mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi dengan prinsip berkelanjutan; (d) terwujudnya Pulau Kalimantan sebagai pusat perkebunan kelapa sawit, karet dan hasil hutan secara berkelanjutan; (e) terwujudnya kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang

(34)

internasional yang berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Sarawak (Malaysia); (f) terwujudnya pusat pengambangan kawasan perkotaan nasional yang berbasis pada air; (g) terwujudnya kawasan ekowisata berbasis kehidupan liar hutan tropis basah, dan budaya asli Kalimantan; (h) terwujudnya infrastruktur transportasi antarmoda untuk meningkatkan keterkaitan wilayah dan efisiensi ekonomi; dan (i) terciptanya swasembada dan lumbung pangan nasional.

Status kemajuan penyusunan RTR Pulau Kalimantan pada tahun 2010, adalah: (1) penandatanganan kesepakatan oleh Gubernur terkait pada bulan Oktober 2009-Oktober 2010; (2) penandatanganan kesepakatan Eselon I BKPRN pada bulan Mei-Agustus 2010; dan (3) pengiriman Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/540 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi).

3.2.4. RTR Pulau Sulawesi

Penataan ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian pengembangan kegiatan ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, lingkungan, dan infrastruktur wilayah dalam satu ekosistem Pulau Sulawesi dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, melalui: (a) terwujudnya pusat kelautan berbasis bisnis dan konservasi laut; (b) terwujudnya lumbung pangan padi dan jagung nasional; (c) terwujudnya pusat perkebunan kakao berbasis bisnis; (d) terwujudnya pusat pertambangan aspal, nikel, serta minyak dan gas bumi; (e) terwujudnya pusat pariwisata berbasis cagar budaya; (f) terwujudnya kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Filipina dan Malaysia; (g) terwujudnya jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah dan efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah; (h) terwujudnya kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi bencana; dan (i) terwujudnya kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi yang sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

Status kemajuan penyusunan RTR Pulau Sulawesi pada tahun 2010, adalah: (1) penandatanganan kesepakatan oleh Gubernur terkait pada bulan Oktober 2009 - Februari 2010; (2) penandatanganan kesepakatan Eselon I BKPRN pada bulan Mei-Agustus 2010; dan (3) pengiriman Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober

(35)

2010, Nomor : HK.0104-Mn/540 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR Pulau (Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi).

3.3 Pembahasan Rancangan Perpres tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN)

Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 5 (lima) RTR KSN yang diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2010 sesuai arahan Inpres No. 1 Tahun 2010 adalah RTR Kawasan Perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo (Mebidangro), RTR Kawasan Bintan-Batam-Karimun (BBK), RTR Kawasan Metropolitan Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar (Mamminasata), RTR Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita), dan RTR Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan (Kasaba).

3.3.1. RTR Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo (Mebidangro)

Penataan ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro bertujuan untuk: (a) mewujudkan Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai kawasan metropolitan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; (b) mewujudkan Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat kegiatan nasional di bagian utara Pulau Sumatera yang berdaya saing secara internasional; (c) mewujudkan lingkungan perkotaan yang berkualitas serta menjaga keseimbangan tata air DAS; dan (d) mewujudkan fungsi pertahanan dan keamanan di Kawasan Perkotaan Mebidangro.

Status kemajuan penyusunan RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro pada tahun 2010, adalah: (a) permohonan kesepakata substansi Kepala Daerah melalui Surat Dirjen Penataan Ruang selaku sekretaris tim pelaksana BKPRN No. 01/ BKPRN/ I/2010 perihal: Permohonan Kesepakatan Substansi dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro pada tanggal 12 Januari 2010; (b) penandatanganan kesepakatan substansi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro Walikota Medan, Walikota Binjai, Bupati Karo, Bupati Deli Serdang dan Gubernur Sumatera Utara bulan Februari-April 2010; (c) penyepakatan substansi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro di forum BKPRN tingkat Eselon I pada tanggal 23 April 2010; (d) Road Show ke Tim Pelaksana BKPRN (Eselon I) dan sekaligus menyampaikan permohonan

(36)

Persetujuan Naskah Kesepakatan dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro pada bulan Juli 2010; (e) menerima Persetujuan Naskah Kesepakatan dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Bakosurtanal, Bappenas, Kemenko Perekonomian, Kementerian Kehutanan, KLH, Badan Geologi ESDM dan Kemenhan bulan Juli-Oktober 2010; dan (f) penyampaian Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/542 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR KSN (Mamminasata, Sarbagita, Mebidangro, dan BBK).

3.3.2. RTR Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK)

Penataan ruang Kawasan BBK bertujuan untuk: (a) mewujudkan ruang Kawasan BBK yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan; (b) mewujudkan penyelenggaraan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus pada Kawasan BBK sebagai KPBPB; (c) mewujudkan pemantapan dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara pada Kawasan BBK sebagai kawasan perbatasan; dan (d) mewujudkan peningkatan fungsi pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup sebagai satu kesatuan ekosistem kepulauan.

Status kemajuan penyusunan RTR Kawasan BBK pada tahun 2010, adalah: (a) permohonan kesepakatan substansi Kepala Daerah melalui Surat Dirjen Penataan Ruang selaku sekretaris tim pelaksana BKPRN No. 02/ BKPRN/ I/2010 perihal: Permohonan Kesepakatan Substansi dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan BBK pada tanggal 12 Januari 2010; (b) penandatanganan kesepakatan substansi Raperpres RTR Kawasan BBK oleh Walikota Batam, Walikota Tanjung Pinang, Bupati Bintan dan Bupati Karimun bulan April 2010; (c) penyepakatan substansi Raperpres RTR Kawasan BBK di forum BKPRN tingkat Eselon I pada tanggal 22 April 2010; (d) Road Show ke Tim Pelaksana BKPRN (Eselon I) dan sekaligus menyampaikan permohonan Persetujuan Naskah Kesepakatan dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan BBK pada bulan Juli-Oktober 2010; (e) menerima Persetujuan Naskah Kesepakatan dan Dukungan Proses Legalisasi Raperpres RTR Kawasan BBK dari Bakosurtanal, Kemen Perhubungan, Kemenko Ekuin, Kemen-LH, Bangda-Kemendagri, Bappenas, Kementerian Perindustrian, Ditjen Planologi-Kehutanan, Ditjen Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan dan Kepala Badan Geologi, Kem ESDM bulan Juli-Oktober 2010; dan (f) penyampaian Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/542 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR KSN (Mamminasata, Sarbagita, Mebidangro, dan BBK).

(37)

3.3.3. RTR Kawasan Metropolitan Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar (Mamminasata)

Penataan ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata bertujuan untuk mewujudkan: (a) kawasan Metropolitan Mamminasata sebagai salah satu pusat pertumbuhan dan/atau pusat orientasi pelayanan di kawasan timur Indonesia; (b) keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antara wilayah nasional, wilayah provinsi, dan wilayah kabupaten/kota di Kawasan Metropolitan Mamminasata; (c) sistem perkotaan Kawasan Metropolitan Mamminasata yang berhierarki dan terstruktur sesuai dengan fungsi dan tingkat pelayanannya; (d) pola ruang yang seimbang untuk mengurangi terjadinya peluberan (urban sprawl) Kota Makassar ke kawasan pedesaan disekitarnya; dan (e) keseimbangan fungsi lindung dan fungsi budi daya pada Kawasan Metropolitan Mamminasata.

Status kemajuan penyusunan RTR Kawasan Metropolitan Mamminasata pada tahun 2010, adalah: (a) penandatanganan Naskah Kesepakatan Kepala Daerah pada tanggal 12 Maret 2010; (b Forum pembahasan di tingkat Eselon 1 BKPRN pada tanggal 4 Mei 2010); dan (c) penyampaian Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/542 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR KSN (Mamminasata, Sarbagita, Mebidangro, dan BBK).

3.3.4. RTR Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)

Penataan ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita bertujuan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan sebagai pusat perekonomian nasional melalui kegiatan pariwisata bertaraf internasional, yang berjati diri budaya Bali berlandaskan Tri Hita Karana.

Status kemajuan penyusunan RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita pada tahun 2010, adalah: (a) perbaikan dan finalisasi rancangan (draft) kajian akademis RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita pada bulan Desember 2009-April 2010; (b) penyusunan Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita pada bulan Desember 2009-April 2010; (c) pembahasan Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita di forum BKPRN, tahap I pada tanggal 9 Juni 2010 dan tahap II pada tanggal 8 Juli 2010; (d) perbaikan dan finalisasi Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita pada tanggal 9 Juni 2010-17 Oktober 2010; (e) penandatanganan kesepakatan di tingkat Eselon 1 BKPRN pada tanggal 7

(38)

September 2010; dan (f) penyampaian Surat Menteri PU Ke Presiden Tanggal 18 Oktober 2010, Nomor : HK.0104-Mn/542 perihal : Penyampaian 4 (empat) Raperpres tentang RTR KSN (Mamminasata, Sarbagita, Mebidangro, dan BBK).

3.3.5. Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan

Penataan ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan bertujuan untuk: (a) menjamin keutuhan wilayah negara di perbatasan dengan menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keamanan pada Kawasan Perbatasan; (b) mewujudkan 10 (sepuluh) PKSN sebagai pusat pertumbuhan Kawasan Perbatasan yang mandiri dengan fungsi utama koleksi, pengolahan, dan distribusi barang dan jasa, serta pusat promosi potensi kawasan; dan (c) mewujudkan kawasan berfungsi lindung sebagai paru-paru dunia dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Status kemajuan penyusunan RTR Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan pada tahun 2010, adalah: (a) pembahasan teknis dengan Pemda (draft) kajian akademis RTR Kawasan Perbatasan Kasaba pada tanggal 12-14 Mei 2010; (b) penyusunan Raperpres RTR Kawasan Perbatasan Kasaba pada bulan Mei-November 2010; (c) pembahasan Raperpres RTR Kawasan Perbatasan Kasaba di forum BKPRN, tahap I pada tanggal 2 September 2010 dan tahap II pada tanggal 18 November 2010; dan (d) perbaikan dan finalisasi Raperpres RTR Kawasan Perbatasan Kasaba pada tanggal 12 Mei 2010-November 2010.

3.4 Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang

Sosialisasi merupakan suatu proses untuk memberikan dan meningkatkan pemahaman berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat. Proses sosialisasi membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang besar dan pelaksanaannya dilakukan oleh instansi masing-masing anggota BKPRN sesuai tupoksinya. Sebagian sosialisasi terlampir dalam tabel berikut:

No Agenda Tempat Peserta dan Materi Koordinator

1. Sosialisasi PP No. 15 Tahun 2010, PP No. 10 Tahun 2010, dan PP No. 24 Tahun 2010 Jakarta (Bappenas)

Peserta: Direktorat terkait

di Bappenas, Perguruan tinggi dan LSM. Materi: PP 15 Tahun 2010, PP No 10 Tahun 2010, dan PP No. 24 Tahun 2010. Bappenas (Sekretariat BKPRN). Laporan penyelenggaran sosialisasi disusun dalam bentuk

(39)

No Agenda Tempat Peserta dan Materi Koordinator Prosiding (terlampir). 2. Sosialisasi PP No. 68 Tahun 2010 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Aceh dan Yogyakarta

Peserta: Dinas-dinas terkait

di daerah

Materi: Muatan PP No. 68

Tahun 2010, Permendagri No. 28 Tahun 2008, Permendagri No. 50 Tahun 2009, dan Tata Cara Penyusunan RTRW Provinsi & Kab/Kota Kementerian Dalam Negeri. 3. Sosialisasi Geologi Lingkungan Untuk Penataan Ruang (dan Pameran Peta-Peta Tematik) Purwokerto, Solo, Cilegon, Denpasar Peserta : Dinas

Pertambangan dan Energi, Bappeda, Perguruan Tinggi, Guru-guru Geografi

Materi : Tata Cara

Penentuan Kawasan Peruntukan Pertam-bangan,Kajian Geologi Lingkungan untuk Penataan Ruang berikut contoh aplikasinya di provinsi/ kabupaten/kota tempat

dise-lenggarakannya sosialisasi, pameran peta-peta tematik

Kementerian ESDM.

4. Sosialisasi Penataan Ruang Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral di :  Provinsi Maluku dan Maluku Utara  Provinsi Papua dan Papua Barat

Ternate, Manokwari,

Peserta : Dinas

Pertambangan dan Energi, Bappeda, Dinas Tata Ruang PU.

Materi : Peraturan

Perundang-an Sektor ESDM terkait Penata-an Ruang, Konsepsi Kawasan

Peruntukan Pertambangan, Kebijakan sub sektor migas dan kelistrikan. Kementerian ESDM 5. Sosialisasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Jakarta, Denpasar, Surabaya, Sumatera Utara

Peserta : Pejabat anggota

BKPRN, petugas

pemerintah daerah provinsi

Materi : Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Kementerian Pertanian.

(40)

Meskipun sudah dilakukan sosialisasi namun dalam kenyataannya pengetahuan dan pemahaman berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat nampaknya masih rendah sehingga nampaknya perlu dilakukan dalam bentuk advokasi atau pendampingan melalui lembaga-lembaga masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal.

Gambar

Gambar 2-1   Susunan Keanggotaan BKPRN

Referensi

Dokumen terkait

Secara filosofis, pengaturan kepariwisataan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dikaitkan dengan isi Pasal 18 b Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, salah satunya nilai- nilai yang

Para manajer mengharapkan pengisian lowongan pekerjaan yang tersedia secepat mungkin dapat diisi karena suatu perusahaan yang melakukan kegiatan operasional

pelaksanaan tugas lain, yang diberikan oleh Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.. membantu Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertanahan,

Pemberian tugas kepada anak didik sangat penting sekali keberadaannya agar anak tetap rajin belajar di rumah dan jangan terlalu banyak bermain artinya anak belajar di

“rt” Membuka file teks untuk pembacaan data “wt” Membuka file teks untuk penulisan data “at” Menambah data kedalam file teks. “r+t” Membuka file teks untuk

Ketika melihat pada pembahasan Terpidana Hukuman percobaan, dalam UU No.10/2016 Pilkada Pasal 7 ayat (2) huruf g berbunyi ― Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan

Selain itu, pendistribusian yang tidak seimbang juga dapat menimbulkan proses klasifikasi akan lebih condong pada kelas mayoritas dibandingkan dengan jumlah data

Artikel yang dibuat oleh penulis merupakan gabungan dari hasil menyadur dari media lain serta ditambah dengan pandangan dari pakar untuk memperkaya sudut pandang