• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk tipe polimorfisme, dibuktikan dengan Hardy-Weinberg Equilibrium.

Hardy-Weinberg Equilibrium merupakan suatu konsep matematis untuk memprediksi sejauh mana frekuensi gen akan diturunkan dari satu generasi ke generasi. Konsep ini menyatakan bahwa frekuensi alel tetap sama dari satu generasi ke generasi, frekuensi alel yang tidak berubah ini mengasumsikan bahwa tidak terjadi mutasi. Frekuensi alel gen ABCB1 C3435T pada ekson 26 dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini.

Tabel 4.14 Frekuensi alel gen ABCB1

Genotipe CC CT TT

Allele Frequencies C= 57,14% T=42,96%

Berdasarkan tabel 4.14 di atas, didapat nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa polimorfisme ini disequilibrium yang diuji dengan uji Chi-square

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini terdapat variasi suku meliputi suku Batak, Jawa, Padang dan Jawa. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan Morris et al bahwa kejadian kanker payudara bervariasi berdasarkan ras/etnis yang mana wanita kulit putih cenderung untuk mengalami kanker payudara dibandingkan wanita afrika-amerika.(Morris et al. 2009).

Perbedaan pada angka kejadian dan angka ketahanan hidup pada etnis yang berbeda merupakan hasil dari efek budaya dan lingkungan berupa adanya perbedaan pada faktor resiko yang tak dapat dihindari, paparan terhadap agen penyebab kanker, faktor sosioekonomi dan genetik. Faktor risiko yang tak dapat dihindari meliputi usia saat mendapat haid pertama kali, usia saat menopause dan usia saat melahirkan anak pertama. Hal ini berhubungan dengan lama paparan estrogen (Warren & Devine 2003)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok umur pasien menderita kanker payudara adalah pada kelompok usia 44-51 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Norsa’adah et al dengan kelompok terbanyak pada usia 44-55 tahun. (Norsa’adah et al. 2005).

Dari hasil penelitian, didapatkan subjek penelitian dari umur 45-68 yang mengalami overweight adalah 22 orang (30,56%) dan 10 orang mengalami obesitas (13,89%) (data tidak dilampirkan). Diketahui bahwa wanita obesitas pasca menopause memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara (Lam et al. 2000, Warren & Devine 2003). Hal ini dapat disebabkan karena aktivitas aromatase yang mengkonversi androstenendion menjadi estrogen.(McCarthy 2006)

Hasil penelitian menyebutkan bahwa frekuensi terbanyak untuk jenis kanker payudara ditinjau dari sudut histologinya adalah kanker payudara tipe invasif ductal carsinoma. Hal ini juga sesuai dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa invasif ductal carsinoma adalah tipe kanker payudara yang paling umum dijumpai.(Albrektsen et al. 2010)

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi frekuensi polimorfisme ABCB1 C3435T bervariasi berdasarkan suku. Berikut ini adalah beberapa data yang menunjukkan distribusi frekuensi di beberapa etnis tertentu.

Tabel. 4.15 Distribusi Frekuensi Polimorfisme Gen ABCB1 C3435T Ekson 26

Distribusi frekuensi polimorfisme ABCB1 C3435T pada penelitian ini memiliki persentase untuk homozigot variant tidak terlalu berbeda jauh dengan populasi Jepang dan Cina yaitu CC:CT:TT adalah sebesar 30,6%: 52,8%: 16,7%.

Hal sebaliknya justru terjadi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashariati (2008) yang mana jumlah homozigot varian TT adalah sebesar 74% dan tidak ada homozigot wildtype. Perbedaan hasil penelitian dengan studi yang dilakukan oleh Ashariati dapat disebabkan karena perbedaan populasi dimana populasi yang diteliti pada penelitian Ashariati adalah adalah populasi di Yogyakarta dan jumlah subjek penelitian yang lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan respon obat berdasarkan perbedaan interindividual dan interetnis menjadi penting pada populasi tertentu (Cascorbi 2006)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa polimorfisme ABCB1 C3435T tidak memiliki hubungan dengan kejadian neutropenia. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Chang et al pada 121 pasien kanker yang mendapat kemoterapi paclitaxel menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara polimorfisme C3435T dengan kejadian neutropenia derajat 3 dan 4. (Chang et al.

2008). Studi yang dilakukan oleh Vulsteke et al pada 1012 pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi mengandung regimen 5-FU, Antrasiklin dan Cyclophospamide (CAF) yang diikuti selama 3-6 siklus juga tidak didapati hubungan polimorfisme ABCB1 C3435T dengan kejadian neutropenia derajat 3-4.(Vulsteke et al. 2013)

Hasil penelitian ini bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh Tran et al pada 58 pasien kanker yang mendapat regimen kemoterapi golongan taksan

docetaxel didapati bahwa polimorfisme ABCB1 C3435T berhubungan dengan kejadian derajat 3 neutropenia dimana seluruh pasien kanker yang memiliki varian homozigot TT mengalami neutropenia derajat 3.(Tran et al. 2006) Studi yang dilakukan oleh Sissung et al pada 18 pasien menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah neutrofil absolut hingga 80% pada pasien yang memiliki varian TT homozigot setelah pemberian regimen Paclitaksel monoterapi.(Sissung et al.

2006)

Studi yang dilakukan oleh Erdelyi et al juga menunjukkan bahwa polimorfisme ABCB1 C3435T berhubungan dengan kejadian derajat III dan IV neutropenia pada kasus akut limfoblastik leukemia pada anak yang mendapat kemoterapi.(Erdélyi et al. 2006). Beberapa studi yang menunjukkan ada hubungan polimorfisme ABCB1 C3435T mengemukakan bahwa terdapat dua kali penurunan level P-gp pada individual yang membawa homozigot varian TT pada C3435T.(Franke et al. 2010)

Adanya hasil yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara polimorfisme C3435T dengan kejadian neutropenia pada penelitian ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu pemberian doksorubisin-paklitaksel diberikan sesuai dosis standar yang berlaku sehingga efek samping yang timbul minimal dan adanya faktor genetik lain yang mempengaruhi fungsi P-gp yang dikodekan oleh gen ABCB1. (Kudzi et al. 2010).

Pada penelitian ini, dosis yang diberikan adalah dosis standar. Dosis doksorubisin yang diberikan adalah 50 mg/m2 sedangkan dosis paclitaksel adalah sebesar 175 mg/m2. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Henderson

et al pada 112 pasien kanker payudara menunjukkan bahwa kejadian neutropenia

berat, trombositopenia dan anemia meningkat seiring dengan peningkatan dosis doksorubisin. Pasien yang diberikan dosis lebih besar dari 60 mg/m2 dalam hal ini 75 mg/m2 dan 90 mg/m2 memiliki kecenderungan untuk mendapatkan Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) atau antibiotik profilaksis.

Toksisitas tambahan yang terjadi dengan pemberian paklitaksel (dosis 175 mg/m2) pada umumnya dapat ditolerir oleh pasien. Terjadinya granulositopenia didapati pada 62% pasien yang mendapat kemoterapi doksorubisin-siklofosfamide dan hanya 16% pada pasien yang mendapat paklitaksel.(Henderson et al. 2003)

Studi lain yang mendukung adalah studi oleh Bigonzali et al pada 275 pasien kanker payudara menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kejadian febrile neutropenia sekitar 32 % dengan dosis doksorubisin adalah 60 mg/m2 dan paklitaksel adalah 175 mg/m2 (Biganzoli et al.2002)

Studi yang dilakukan oleh Sledge et al memunjukkan bahwa kombinasi doksorubisin-paclitaksel memiliki respon rate lebih baik (47%) dibandingkan dengan doksorubisin monoterapi (36%) ataupun paclitaksel monoterapi (34%) (Sledge 1999). Studi yang dilakukan oleh Schwartz menunjukkan bahwa kejadian neutropenia derajat 3-4 tidak terjadi terhadap 112 pasien kanker payudara namun hal ini terjadi karena pada subjek penelitian tersebut diberikan pemberian doksorubisin-paclitaksel ditambah dengan pemberian filgastrim. Filgastrim merupakan G-CSF (Schwartz et al. 2005). Beberapa studi di atas menunjukkan bahwa pemberian dosis doksorubisin-paclitaksel adalah sesuai dengan dosis standar yang efektif dan mampu ditolerir oleh pasien.

Faktor kedua adalah adanya hubungan antara polimorfisme ABCB1 C3435T dengan beberapa SNP yang lain pada gen ABCB1 juga yang mempengaruhi ekspresi P-gp. Berdasarkan penelitian terbaru, diketahui terdapat 50 SNP pada gen ABCB1.(Taheri et al. 2010). Kumpulan beberapa SNP yang berhubungan ini dikenal dengan istilah haplotype. Haplotype yang umum diyakini adalah polimorfisme C3435T berkombinasi dengan polimorfisme G2677T dan polimorfisme C1236T. Adanya haplotype diduga bertanggung jawab terhadap perbedaan fungsi P-gp yang diobservasi dibandingkan bila dinilai dari polimorfisme satu nukleotida saja (SNP) (Huang 2007, Kudzi et al. 2010, Fung &

Gottesman 2009).

Hal ini juga didukung oleh studi yang dilakukan oleh Kroetz et al yang menunjukkan bahwa perbedaan fungsi P-gp bukan terletak pada perbedaan SNP tetapi lebih pada haplotype gen ABCB1.(Kroetz et al. 2003). Studi yang dilakukan Kimchi et al yang menyatakan bahwa bila terdapat polimorfisme C3435T dengan polimorfisme G2677T dan C1236T akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi P-gp dalam hal ini penurunan fungsi.(Kimchi-sarfaty et al. 2007). Pada polimorfisme C3453T, adanya perubahan nukleotida (C berubah menjadi T) dapat menimbulkan perlambatan ribosom hingga ribosom berhenti (ribosom stalling) pada proses translasi. Penundaan translasi yang signifikan akan menginterupsi interaksi protein chaperon dan menghasilkan produksi protein P-gp dengan bentuk yang sedikit berbeda. (Fung & Gottesman 2009)

Pada penelitian ini, didapati tren penurunan jumlah neutrofil absolut seiring dengan bertambahnya siklus kemoterapi yang dijalani pasien. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Crawford et al bahwa adanya penurunan jumlah neutrofil juga seiring dengan bertambahnya siklus kemoterapi yang diberikan pada pasien. (Crawford et al 2004.)

BAB V

Dokumen terkait