• Tidak ada hasil yang ditemukan

beberapa wilayah kegiatan basis untuk peternakan sapi potong yang artinya beberapa wilayah atau kecamatan tersebut memiliki tingkat populasi ternak sapi relatif lebih banyak dibanding wilayah atau kecamatan lain. Wilayah basis ditunjukkan oleh hasil perhitungan Location Quation (LQ) dimana wilayah- wilayah tersebut memiliki nilai LQ ≥ 1, dari 42 kecamatan di Kabupaten Garut terdapat 11 kecamatan yang merupakan wilayah basis dan sisanya termasuk wilayah non basis namun ada populasi ternak sapi potong. Wilayah yang termasuk dalam wilayah basis yaitu kecamatan Malangbong, Selaawi, Cibalong, Pameungpeuk, Mekarmukti, Cikelet, Caringin, Bungbulang, Kersamanah, Sukawening, dan Wanaraja. Wilayah basis populasi usaha ternak di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Wilayah basis dan nilai LQ ≥ ternak sapi potong Kabupaten Garut

Sumber: Data sekunder diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 20, Kecamatan Malangbong mempunyai jumlah populasi ternak sapi potong relatif lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan Malangbong memiliki nilai LQ sebesar 6.34 paling tinggi diantara kecamatan lain dan kecamatan Wanaraja memiliki nilai LQ yang paling rendah di wilayah basis sebesar 1.02. Hal ini dapat terjadi karena jumlah penduduk

Kecamatan Nilai LQ Malangbong 6.34 Selaawi 6.06 Cibalong 5.74 Pameungpeuk 4.17 Mekarmukti 4.01 Cikelet 2.87 Caringin 1.79 Bungbulang 1.45 Kersamanah 1.34 Sukawening 1.31 Wanaraja 1.02

41 kecamatan Malangbong tidak sepadat kecamatan yang memiliki nilai LQ<1 dan memiliki populasi ternak sapi yang cukup banyak, sehingga di kecamatan ini berpotensi dalam pengembangan peternakan sapi potong. Akan tetapi masih perlu dilihat potensi hijauan yang ada di wilayah Kecamatan Malangbong. Kecamatan lainnya diluar dari sebelas wilayah basis mempunyai nilai LQ<1 sebanyak 31 kecamatan termasuk wilayah non basis. Wilayah tersebut menjadi wilayah non basis dapat dikarenakan memiliki populasi sedikit dan penduduk yang padat. Wilayah non basis dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Wilayah non basis dengan nilai LQ < 1 ternak sapi potong Kabupaten Garut Kecamatan Nilai LQ Cisewu 0.77 Talegong 0.33 Pamulihan 0.16 Pakenjeng 0.40 Cisompet 0.74 Peundey 0.09 Singajaya 0.03 Cihurip 0.01 Cikajang 0.01 Banjar Wangi 0.02 Cilawu 0.34 Bayongbong 0.11 Cigedug 0.09 Cisurupan 0.11 Sukaresmi 0.07 Samarang 0.04 Pasir Wangi 0.16 Tarogong Kidul 0.10 Taragong Keler 0.08 Garut Kota 0.26 Karangpawitan 0.85 Sacinaraja 0.42 Pangatikan 0.86 Karang Tengah 0.56 Banyuresmi 0.09 Leles 0.15 Leuwigoong 0.04 Cibatu 0.13 Cibiuk 0.26 Kadungora 0.20 Bl Limbangan 0.67

42

6.2 Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong 6.2.2 Input dan Output Produksi Usaha Ternak Sapi Potong

Usaha ternak sapi potong ini seperti halnya dalam usaha-usaha lainnya, seorang peternak selalu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar- besarnya. Berikut adalah input dan output yang dihasilkan dari usaha ternak di daerah penelitian:

Input dan Output Produksi Usaha Ternak Sapi Potong Kandang Pribadi Input produksi merupakan barang-barang atau faktor-faktor produksi dalam usaha menghasilkan output. Input yang digunakan peternak selama beternak di daerah penelitian meliputi pembelian sapi bakalan. Bakalan dipilih sesuai kriteria umum dalam usaha penggemukan sapi potong. Kriteria bakalan yang digunakan untuk digemukkan diantaranya berjenis kelamin jantan dan memiliki umur sapi berkisar antara 1.5 tahun hingga 2 tahun ke atas. Sapi betina umumnya dipelihara untuk pembibitan akan tetapi sapi betina yang sudah masuk masa afkir akan menjadi sapi potong juga. Bagi pejantan jarang memiliki masa afkir karena saat memasuki usia 2 sampai 4 tahun sudah dipotong. Umumnya bakalan dihargai dengan berat bobot yang sebesar Rp 35 000/kg.

Kandang sapi dibuat untuk rumah bagi sapi sehingga kenyamanan kandang perlu diperhatikan. Semakin nyaman kandang maka sapi tidak akan stress sehingga bobot sapi akan bertambah dengan cepat. Di daerah penelitian umumnya kandang terbuat dari kayu atau bambu dengan atap genteng. Selain dengan kayu ada pula yang menggunakan tembok sebagai dinding kandang. Biaya pembuatan kandang berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, tergantung dari besarnya kandang dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kandang. Semakin banyak sapi yang akan dipelihara semakin besar pula kandang yang harus dibuat.

Peralatan sangat diperlukan sebagai pendukung usaha ternak. Tanpa adanya peralatan kegiatan peternakan sulit dilakukan. Peralatan yang digunakan selama pemeliharaan sapi meliputi selang, sikat, tambang, sarung tangan, arit, sekop, cangkul, tempat minum dan sepatu boot. Nilai penyusutan dari peralatan kandang pribadi dapat dilihat pada Tabel 19.

43 Tabel 19 Jenis dan Penyusutan Peralatan Usaha ternak Kandang Pribadi

Jenis Peralatan Jumlah (buah) Total Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan (Rp/Bln) Selang 1 100 000 3 2 778 Sikat 2 30 000 2 1 250 Tambang 3 90 000 2 3 750 Sarung Tangan 1 5 000 1 5 000 Arit 2 70 000 3 1 944 Sekop 1 70 000 3 1 944 Cangkul 1 50 000 3 1 389 Ember 4 40 000 2 1 667 Sepatu Boot 1 75 000 3 2 083 Total 21 806

Sumber: Data primer diolah (2013)

Input pemeliharaan sapi potong yang paling penting adalah pakan. Tanpa pakan hewan ternak tidak dapat hidup dan bobot tubuh sapi tidak akan mencapai ideal. Bobot tidak ideal akan menyebabkan kerugian dalam beternak sapi potong. Proporsi pakan baiknya sekitar 10 persen dari bobot hidup sapi dan di berikan setiap hari. Contoh bobot sapi di daerah penelitian sebesar 200 kg, pemberian pakan sekitar 10 persen sehingga dibutuhkan pakan sebanyak 20 kg per hari untuk makanan sapi. Harga pakan rerumputan maupun jerami berkisar Rp 250/kg, harga

tersebut dinilai berdasarkan biaya transportasi maupun “ongkos capek” pencari

rumput atau jerami.

Input lainnya selama pemeliharaan yang perlu diperhatikan adalah tenaga kerja dan transportasi. Umumnya di daerah penelitian tenaga kerja yang digunakan selama pemeliharaan ternak menggunakan tenaga kerja keluarga. Apabila dihitung penggunaan tenaga kerja keluarga memerlukan biaya rata-rata Rp 990 000 per bulan, biaya tersebut biaya untuk makan dan lain-lain. Biaya transportasi yang digunakan biasanya untuk mengangkut ternak saat pembelian atau saat ingin dijual. Biaya transportasi tergantung berapa banyak sapi yang dipelihara yang akan dijual. Di daerah penelitian rata-rata biaya transportasi saat penjualan sebesar Rp 150 000 per trip saat penjualan.

Output produksi adalah hasil produksi yang ingin dicapai untuk dijual sehingga memperoleh keuntungan. Output yang dihasilkan dalam usaha penggemukan ternak sapi potong adalah penambahan bobot sapi sesuai berat ideal. Penambahan bobot sapi yang ideal diharapkan dapat meningkat satu kilogram per

44

hari. Sehingga semakin berat bobot sapi, harga sapi akan semakin mahal saat dijual.

Harga jual sapi potong saat hidup sebesar Rp 35 000. Rata-rata penambahan bobot yang ideal adalah 1 kg per hari. Penggemukan sapi selama 4 bulan atau 120 hari maka diharapkan penambahan bobot selama penggemukan sampai dijual kembali yaitu sebesar 120 kg.

Input dan Output Produksi Usaha Ternak Sapi Potong Kandang Komunal Input produksi dalam usaha ternak pada kandang komunal tidak terlalu jauh berbeda dengan input produksi dalam usaha ternak pada kandang pribadi. Input yang digunakan peternak kandang komunal juga harus membeli sapi bakalan sebagai hak milik pribadi. Selain itu biaya pakan juga dibebankan secara perorangan sesuai dengan jumlah ternak sapi yang menjadi hak milik perorangan. Proporsi pemberian pakan ternak pada kandang komunal sama dengan pemberian pakan pada kandang pribadi yang dibahas sebelumnya kerena memang setiap 1 ekor sapi membutuhkan pakan sesuai porsinya.

Perbedaan antara kandang pribadi dan kandang komunal terletak di biaya investasi dan pemeliharaannya. Peternak kandang komunal memelihara ternaknya dilaksanakan secara bersamaan dan dalam bentuk koloni, sehingga biaya-biaya yang dibutuhkan dalam berternak dapat ditekan menjadi lebih murah. Hal tersebut dapat terjadi karena biaya yang harus dikeluarkan dibagi kebeberapa peternak yang ikut andil pada kandang komunal sehingga biaya yang harus dikeluarkan menjadi kecil dibandingkan dengan peternak pada kandang pribadi.

Kandang komunal jelas memiliki luas dan bentuk kandang yang lebih besar dibanding kandang pribadi. Besarnya disesuaikan kapasitas tampung ternak yang akan dipelihara. Di daerah penelitian rata-rata luas kandang komunal sebesar 12x2 m dengan biaya pembuatan kandang rata-rata Rp 8 000 000.

Input tenaga kerja dan transportasi pada kandang komunal juga memiliki perbedaan dengan kandang pribadi. Di daerah penelitian tenaga kerja yang digunakan dalam kandang komunal menggunakan tenaga kerja di luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar memerlukan biaya rata-rata untuk menggaji pekerja sebesar Rp 500 000 per bulan. Biaya transportasi yang biasanya digunakan untuk

45 mengangkut ternak saat pembelian atau saat ingin dijual rata-rata sebesar Rp 250 000 per trip saat penjualan sapi.

Input produksi lainnya yang berbeda terdapat pada biaya-biaya peralatan yang dapat dilihat pada Tabel 20, jumlah peralatan memang banyak akan tetapi biaya pembelian peralatan dibebankan kepada peternak yang ikut bagian dalam kandang koloni.

Tabel 20 Jenis dan Penyusutan Peralatan Usaha ternak Kandang Komunal Jenis Peralatan Jumlah

(buah) Total Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan (Rp/Bln) Selang 4 400 000 3 11 111 Sikat 3 45 000 2 1 875 Tambang 6 180 000 2 7 500 Sarung Tangan 2 5 000 1 5 000 Arit 3 105 000 3 2 917 Sekop 2 140 000 3 3 889 Cangkul 2 100 000 3 2 778 Ember 12 120 000 2 5 000 Sepatu Boot 3 225 000 3 6 250 Total 46 319

ket: kandang komunal dibagi 4 orang menjadi 11580 Sumber: Data primer diolah (2013)

Output produksi sebagai hasil produksi yang ingin dicapai untuk dijual sehingga memperoleh keuntungan dalam kandang komunal tidak berbeda dengan output produksi pada kandang pribadi. Output yang dihasilkan dalam usaha ternak sapi potong pada kandang komunal juga berdasarkan penambahan bobot sapi sesuai berat ideal yang diharapkan dapat meningkat satu kilogram per hari.

6.2.3 Pendapatan Peternak

Pendapatan adalah keuntungan atau laba dari usaha ternak sapi potong. Laba tersebut merupakan selisih penerimaan total dengan biaya total. Komponen yang dapat mempengaruhi pendapatan peternak yaitu komponen penerimaan dengan komponen pengeluaran dalam suatu periode. Dalam penelitian di daerah Kabupaten Garut melihat komponen-komponen tersebut berdasarkan sistem kandang peternak yang tebagi menjadi dua bagian yaitu kandang pribadi dan kandang komunal. Peternak dengan kandang pribadi adalah peternak yang secara mandiri memelihara kandang dan hewan ternak, sedangkan peternak dengan

46

kandang komunal adalah perternak yang secara bersama-sama memelihara hewan ternak dalam satu kandang yang besar.

Komponen pengeluaran dilihat dari biaya total dari beternak. Biaya total berasal dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel peternak terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, air dan listrik. Biaya pakan merupakan biaya yang tebesar rata-rata 54 persen untuk kandang pribadi dan rata-rata 65 persen untuk kandang komunal karena pakan merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan bobot sapi potong. Biaya pakan kandang pribadi dengan komunal sama saja. Biaya pakan didapat dari perhitungan harga hijauan berdasarkan upah tenaga kerja. Setiap kg rumput atau jerami bernilai Rp 250. Apabila kebutuhan pakan hijauan sapi senilai 10 persen dari bobot hidup sapi sebesar 250 kg maka kebutuhan pakan sapi selama produksi sebesar 9000 kg maka pengeluaran pakan hijauan sebesar Rp 2 250 000. Peternak di daerah penelitian jarang menggunakan konsentrat karena mereka menganggap harga konsentrat terlalu mahal dan kebutuhan pakan dapat dipenuhi dengan hijauan saja. Obat-obatan mereka membeli paket untuk sekitar 4 bulan produksi sebesar Rp 50 000 per 3 ekor.

Kebutuhan air untuk minum dan pembersihan sapi serta kandang juga sangat vital selama produksi penggemukan. Biaya air kandang pribadi lebih besar dibanding kandang komunal karena biaya pengadaan air kandang komunal dibagi beberpara orang, sedangkan peternak kandang pribadi terbeban sendiri. Pada kandang pribadi biaya air sebesar Rp 400 000 per 3 ekor, sedangkan pada kandang komunal biaya air sebesar Rp 225 000 per 3 ekor.

Biaya listrik pada kandang pribadi sebesar Rp 120 000 untuk 3 kapasitas kandang 3 ekor. Pada kandang komunal biaya listrik dibebankan kepada 4 orang masing-masing sebesar Rp 45 000 dengan total Rp 180 000 kapasitas 12 ekor sapi. Transportasi untuk pengadaan pakan dan penjualan peternak kandang komunal lebih sedikit dibanding peternak kandang pribadi karena pengangkutan secara bersamaan.

Biaya tetap terdiri dari biaya sewa kandang, pembuatan kandang, peralatan, tenaga kerja baik di dalam keluarga dan luar keluarga. Biasanya peternak kandang komunal menyewa kandang karena peternak butuh lahan yang besar untuk

47 membangun kandang yang besar. Kandang rata-rata memiliki masa produktif selama 10 tahun sehingga rata-rata biaya penyusutan sebesar Rp 81 833 untuk kandang pribadi dan Rp 66 667 untuk kandang komunal (Tabel 21). Sedangkan untuk penyusutan peralatan yang terdiri dari selang, sikat tambang, sarung tangan, arit, sekop, cangkul, ember dan sepatu boot untuk kandang pribadi sebesar Rp 21 806 dan kandang komunal sebesar Rp 11 580.

Tabel 21 Penyusutan Kandang Pribadi dan Kandang Komunal Jenis Kandang Jumlah

(buah) Total Harga (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan (Rp/Bln) Pribadi 1 2 455 000 10 81 833 Komunal 1 8 000 000 10 266 667

ket: kandang komunal dibagi 4 orang menjadi 66667 Sumber: Data primer diolah (2013)

Tenaga kerja yang digunakan untuk peternak komunal dibebani oleh beberapa orang sehingga memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai kandang pribadi. Untuk pekerja kandang komunal bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp 990 000 dan pekerja kandang pribadi bisa lebih kecil karena menyewa beberapa orang dengan gaji yang sama kemudian dibagi beberapa orang maka memeproleh nilai sebesar Rp 500 000. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak dapat dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23.

Tabel 22 Biaya pemeliharaan ternak untuk 3 ekor sapi potong pada kandang pribadi (Panen 4 bulan)

Uraian Kandang Pribadi Keterangan

Biaya Variabel

Pakan 2 250 000 (10% bobot awal x 120 hari x 3 ekor) x Rp 250

Obat-obatan 50 000 Paket per periode

Air 400 000 KP biaya air untuk 3 ekor sapi

Listrik 120 000 KP biaya listrik untuk 3 ekor sapi Transportasi 250 000 Truk besar kapasitas 5 ekor Biaya Tetap

Sewa Lahan 0 Lahan pribadi

Kandang 81 833 Biaya penyusutan kandang

Peralatan 21 806 Biaya penyusutan peralatan Tenaga Kerja

Dalam Keluarga

990 000 Dihitung dari biaya makan dan lain- lain

Total Biaya 4 163 639 Ket: KP = Kandang Pribadi

48

Tabel 23 Biaya pemeliharaan ternak untuk 3 ekor sapi potong pada kandang komunal (Panen 4 bulan)

Uraian Kandang Komunal Keterangan

Biaya Variabel

Pakan 2 250 000 (10% bobot awal x 120 hari x 3 ekor) x Rp 250

Obat-obatan 50 000 Paket per periode

Air 225 000 KK air untuk 3 ekor sapi

Listrik 45 000 KK listrik untuk 3 ekor sapi

Transportasi 187 500 Truk sekali trip Rp250 000 per 5 ekor. 12 ekor sapi butuh 3 trip. Biaya dibebankan kepada 4 orang Biaya Tetap

Sewa Lahan 125 000 Lahan oranglain

Kandang 66 667 Biaya penyusutan dibagi 4 orang

Peralatan 11 580 Biaya penyusutan dibagi 4 orang Tenaga Kerja Luar

Keluarga

500 000 Gaji pekerja

Total Biaya 3 460 747

Ket: KK = Kandang Komunal Sumber: Data primer diolah (2013)

Dalam pengeluran biaya usaha ternak, selain pengeluaran biaya dalam pemeliharaan sebelumnya perlu ditambah biaya dalam pembelian sapi bakalan untuk dipelihara. Pembelian bakalan biasanya dilihat dari jantan, umurnya yang diatas satu dan rata-rata memiliki bobot sekitar 250 kg. Biaya investasi dalam pembelian sapi bakalan sebesar Rp 26 500 000. Jadi total pengeluaran dalam usaha ternak dengan kandang pribadi yaitu sebesar Rp 30 413 639. Sedangkan

total pengeluaran dari usaha ternak dengan kadang komunal sebesar Rp 29 710 747. Struktur pengeluaran biaya dapat dilihat pada Tabel 24 dan 25.

Tabel 24 Struktur pengeluaran biaya usaha ternak sapi potong (kandang pribadi)

Uraian Bobot (kg) Jumlah (ekor) Harga (Rp) Nilai Rata-rata

Pembelian Ternak Sapi 250 3 35 000 26 250 000

Biaya Pemeliharaan 4 163 639

Total Pengeluaran 30 413 639

49 Tabel 25 Struktur pengeluaran biaya usaha ternak sapi potong (kandang komunal)

Uraian Bobot (kg) Jumlah (ekor) Harga (Rp) Nilai Rata-rata

Pembelian Ternak Sapi 250 3 35 000 26 250 000

Biaya Pemeliharaan 3 460 747

Total Pengeluaran 29 710 747

Sumber: Data primer diolah (2013)

Keuntungan sapi potong tergantung pada bobot sapi, semakin berat bobotnya maka keuntungannya akan semakin besar. Harga satu kilogram bobot sapi hidup sekitar Rp 35 000. Rata-rata penjualan sapi saat penelitian sekitar 3

ekor dengan bobot 350 kg, maka penerimaan pada penjulan sapi sebesar Rp 36 750 000.

Keuntungan peternak kandang pribadi sebesar Rp 6 336 361 dengan R/C rasio lebih besar dari 1, hal itu membuktikan bahwa usaha ternak dengan kandang pribadi efisien atau layak diusahakan dan dapat memberikan keuntungan. Nilai R/C rasio sebesar 1.21 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka akan menghasilkan penerimaan sebesar 1.21 rupiah. Tingkat rentabilitas atau keuntungan peternak dengan kandang pribadi sebanyak 3 ekor yaitu sebesar 23 persen.

Keuntungan peternak kandang komunal sebesar Rp 7 039 253 dengan R/C rasio yang layak diusahakan karena nilainya lebih besar dari 1. Nilai R/C rasio sebesar 1.24 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka akan menghasilkan penerimaan sebesar 1.24 rupiah. Tingkat keuntungan atau rentabilitas beternak dengan kandang komunal dengan pemeliharaan 3 ekor sapi menghasilkan keuntungan sebesar 24 persen. Perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Pendapatan bersih usaha ternak sapi potong di daerah penelitian

Uraian Nilai Rata-rata

(Kandang Pribadi) Nilai Rata-rata (Kandang Komunal) Total Penerimaan (TR) 36 750 000 36 750 000 Total Biaya (TC) 30 413 639 29 710 747 Keuntungan (TR-TC) 6 336 361 7 039 253 R/C Rasio 1.21 1.24 Rentabilitas 21% 24%

50

6.3Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Kecamatan Malangbong

Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Kecamatan Malangbong menurut perhitungan metode Nell and Rollinson (1974) berdasarkan pendekatan potensi lahan sebagai sumber dan penyedia hijauan pakan untuk ternak ruminansia yang terdiri dari sapi, kerbau, domba dan kambing. Satuan ternak digunakan sebagai parameter populasi ternak yang diperoleh dengan cara mengkonversi populasi ternak dengan koefisien satuan ternak. Perhitungan potensi lahan sebagai sumber penyedia hijauan makanan ternak ruminansia dilakukan dengan mengkonversi luas lahan kedalam satuan Bobot Kering (BK). Tabel 27 Populasi riil ternak ruminansia di Kecamatan Malangbong

Jenis Ternak Kelompok Satuan

Ternak Populasi Riil Ternak (ST) Sapi Dewasa 1 3167.6 Muda 0.5 2417.4 Anak 0.25 333.4 Kerbau ekor 0.8 182.4 Domba ekor 0.14 2339.3 Kambing ekor 0.14 273.1

Total Satuan Ternak 8713.2

Sumber: Data primer diolah, 2013

Populasi riil ternak ruminansia yang ada di Kecamatan Malangbong mencapai 8 713.2 ST. Populasi riil yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR efektif) yang ada di Kecamatan Malangbong. Untuk mengetahui nilai KPPTR efektif, perlu diketahui juga kapasitas tampung maksimum produksi hijauan dalam mencukupi kebutuhan berat kering ternak per ekor dalam satu hari (KPPTR maksimum). Produksi pakan diperoleh dari sumber hijauan yang tersedia di Kecamatan Malangbong, terdiri dari persawahan, galengan sawah, tegalan, kebun campuran, perkebunan, semak dan hutan (Tabel 28) dan sisa hasil pertanian terdiri dari padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar (Tabel 29). Berdasarkan perhitungan, KPPTR maksimum diproleh sebesar 5 562.17 ST.

51 Tabel 28 Konversi hijauan pakan rumput di Kecamatan Malangbong

No Sumber Hijauan Luas Sumber

Hijauan

Produksi Hijauan (ton BK/Ha/tahun)

1 Sawah Bera (Ha) 2 157 3 235.50

2 Galengan Sawah (Ha) 2 157 970.65

3 Tegalan/Kering semusim (Ha) 2 717 407.55 4 Kebun campuran (Ha) 1 591 1 193.25 5 Perkebunan (Ha) 0 0.00

6 Padang, semak (Ha) 36 540.00

7 Hutan (Ha) 1 289 966.75

Jumlah 9 947 7 313.70

Sumber: Data primer diolah, 2013

Tabel 29 Konversi pakan jerami di Kecamatan Malangbong

No. Sumber Hijauan Luas Panen (Ha) Produksi Hijauan (ton/Ha/tahun) 1 Padi 6 004.00 1 380.92 2 Jagung 2 128.00 1 702.40 3 Kedelai 29.00 31.03 4 Kacang Tanah 1 234.00 1 776.96 5 Ubi Kayu 1 425.00 370.50 6 Ubi Jalar 162.00 194.40 Jumlah 10 982.00 5 456.21

Sumber: Data primer diolah, 2013

Dalam perhitungan, KPPTR efektif diperoleh sebesar -3 150.99 ST. Nilai KPPTR di Kecamatan Malangbong memiliki nilai negatif (Tabel 30). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi over population akibat produksi hijauan makanan ternak Kecamatan Malangbong sulit memenuhi kebutuhan ternak yang ada. Tidak mampunya Kecamatan Malangbong dalam memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak dapat disebabkan terlalu banyaknya perusahan peternakan memelihara sapi sehingga kapasitas daya dukung lingkungan semakin sempit. Produktivitas hijauan di Kecamatan Malangbong juga tidak menentu. Sumber hijauan akan sangat menurun ketika musim kemarau tiba. Selain itu, bentuk topografi Kecamatan Malangbong yang berbentuk lereng berdampak sebagian besar permukaannya curam dan terjal. Hal tersebut mengakibatkan beberapa ada beberapa lahan yang tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk menghasilkan hijauan.

52

Tabel 30 Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kecamatan Malangbong

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Produksi Hijauan (ton BK/ha/th) 12 769.91

KPPTR Maksimum (ST) 5 562.17

Populasi Satuan Ternak (ST) 8 713.16

KPPTR Efektif (ST) -3 150.99

Sumber: Data primer diolah, 2013

Untuk mengatasi kekurangan dalam memenuhi hijauan makanan ternak (HMT) sebanyak 3 150.99 ST para peternak di Kecamatan Malangbong memanfaatkan hijauan pakan dari kecamatan lain yang masih memiliki sumber hijauan yang cukup dan memiliki intensitas tumbuh yang baik. Selain itu, beberapa peternak juga memanfaatkan sisa-sisa bahan makanan seperti ampas tahu atau dedak sebagai bahan pakan ternak. Dari kekurangan pakan hijauan tersebut, maka dapat dilihat wilayah lain di Kabupaten Garut yang masih berpotensi sebagai wilayah pengembangan peternakan rakyat sapi potong.

6.4 Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kabupaten

Dokumen terkait